Apakah sikap yang harus ditunjukkan sebagai wujud syukur atas perbedaan

Rasa syukur dan bangga sebagai bangsa Indonesia merupakan cara berfikir, bersikap, dan berbuat dan bertindak yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik bangsa.

Cinta tanah air merupakan pengalaman dan wujud dari sila Persatuan Indonesia yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, sekolah dan masyarakat. Kesadaran cinta tanah air itu pada hakikatnya berbakti kepada negara dan kesediaan berkorban membela negara.

Baca Juga: Pengertian Cinta Tanah Air

Oleh karena itu, rasa cinta tanah air perlu ditumbuh kembangkan dalam jiwa setiap individu sejak usia dini yang menjadi warga dari sebuah negara atau bangsa agar tujuan hidup bersama dapat tercapai.

Rasa syukur dan bangga sebagai bangsa Indonesia tercermin dari perilaku membela tanah airnya, menjaga dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai adat atau budaya yang ada di negaranya dengan melestarikannya dan melestarikan alam dan lingkungannya.

Keberagaman Masyarakat Indonesia

Apakah sikap yang harus ditunjukkan sebagai wujud syukur atas perbedaan

Sebagai negara majemuk, keberagaman antar masyarakat di Indonesia dapat menjadi kekuatan bangsa. Bukan sebagai kelemahan, justru masyarakat Indonesia memiliki sifat majemuk yang memang sangat mencintai keberagaman ini.

Sebagai negara Pancasila, keberagaman bukanlah penghalang untuk bisa bekerjasama dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

Sebaliknya, jadikan keberagaman menjadi momentum untuk persatuan. Sesama masyarakat Indonesia bisa saling membantu satu sama lainnya tanpa memandang suku,agama, ras dan antar golongan.

Tentunya dibutuhkan saling kesepahaman antar individu, keluarga, bertetangga dan dalam masyarakat lingkup kecil demi keselarasan kehidupan. Kemajemukan bukan menjadi penghalang, namum sebagai pemerkaya jati diri bangsa.

Menghadapi gelombang perubahan kehidupan akibat gerusan arus pengaruh budaya asing perlu ada kekuatan (enerji sosial) yang dapat mengarahkan pada terbentuknya komitmen moral dengan memunculkan gerakan yang berusaha membebaskan diri dari kungkungan hegemoni budaya asing yang telah memporak porandakan modal sosial gotong royong.

Nilai-nilai yang memunculkan kesadaran palsu akibat globalisasi perlu dilawan dengan jati diri bangsa Indonesia yang mengedepankan gotong royong.

Contoh Sikap Cinta Tanah Air dan Bangsa Indonesia

Apakah sikap yang harus ditunjukkan sebagai wujud syukur atas perbedaan

Berikut ini adalah 10 contoh sederhana tentang sikap cinta tanah air dan bangsa Indonesia:

Bangga sebagai bangsa Indonesia

Bangga sebagai bangsa Indonesia, misalnya dengan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mencintai kebudayaan Indonesia seperti mengenakan batik dan pakaian adat saat perayaan juga menumbuhkan rasa cinta tanah air.

Bangga menggunakan dan mencintai produk buatan Indonesia

Menggunakan produk buatan dalam negeri merupakan pernyataan cinta tanah air. Dengan menggunakan produk dalam negeri, turut pula membantu perekonomian negara dan membuka lapangan kerja.

Mau dan mampu menjaga nama baik Indonesia

Apakah kamu pernah bepergian keluar negeri? Jika iya, jaga nama baik Indonesia dengan mematuhi peraturan yang ada. Bila tujuan ke luar negeri untuk berwisata, jangan mengotori tempat wisat dan membuang sampah sembarangan.

Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku

Patuhilah hukum yang berlaku. Misal dengan mematuhi peraturan lalu-lintas saat berkendara.

Manggunakan hak pilih saat pemilihan umum

Bila kamu sudah memiliki hak pilih, gunakan hak pilihmu saat pemilihan umum untuk memilih kepala daerah, anggota DPR/DPRD dan pemilihan presiden/wakil presiden.

Belajar dengan sungguh-sungguh

Belajar sungguh-sunggguh di sekolah dan di rumah adalah cara untuk mencinta negeri ini. Mulailah dengan mempelajari hal-hal yang berguna untuk kemajuan dan pembangunan negeri.

Merawat dan tidak merusak fasilitas umum

Jagalah fasilitas umum seperti halte bus, rambu-rambu lalu-lintas, terminal dan sarana transportasi umum seperti kereta api. Fasilitas umum, dibandung dengan uang pajak warga negara. Peruntukan fasiltas umum adalah untuk menunjang kesejahteraan masyarakat.

Menjaga kelestarian lingkungan hidup

Jagalah pohon dan hutan. Pelihara kebersihan sungai dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Tidak membuang sampah sembaragan

Sampah dapat menyebabkan tersumbatnya selokan yang dapat menyebabkan banjir. Sampah juga membawa penyakit yang merugikan manusia. Dengan membuang sampah pada tempatnya, turut menjaga lingkungan dan fasilitas umum.

Menciptakan kerukunan ditengah masyarakat yang beragam

Menghargai perbedaan dilakukan sesuai norma dan hukum yang berlaku di masyakat dan negara. Bila ada perbedaan, musyawarah untuk mencapai mufakat adalah jalan terbaik. Sedari dini, perlu ditumbuhkan sikap menghormati lain dengan baik tanpa memandang usia, agama, ras, dan budaya.

Klaten (Kemenag)---Moderasi Beragama merupakan bagian dari perwujudan rasa syukur atas bangsa dan negara yang besar. Bersyukur kepada Tuhan karena hidup di negara yang kaya akan perbedaan.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kaban) Achmad Gunaryo pada kegiatan Roadshow Jagongan Moderasi Beragama Umat Hindu dengan tema Beragama dengan Ramah Untuk Indonesia di Klaten, Senin (31/05). Kegiatan dihelat Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Balitbang Diklat sebagai unit yang mengkaji secara khusus kehidupan keagamaan di Indonesia.

Jagongan Moderasi Beragama menghadirkan beberapa narasumber, antara lain Kepala Kankemenag Kab. Klaten Anif Solikin, Ketua FKUB Klaten Syamsuddin Asyrofi, dan Pembimas Hindu Kanwil Jateng I Dewa Made Artayasa. Kegiatan bertempat di Gedung Pitamaha Klaten dengan peserta para pemuka agama dan penyuluh agama Hindu.

“Bersyukur saja tidak cukup, harus ditingkatkan menjadi syakur yaitu orang yang senantiasa dalam napas dan gerak menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan. Sebab saya khawatir jika tidak bersyukur, maka nikmat bangsa yang besar ini akan diambil oleh Sang Pemilik Nikmat,” ujar Kaban Gunaryo mengawali paparannya di hadapan pemuka agama.

Sebagai perbandingan, Kaban Gunaryo memberikan gambaran kehidupan di Eropa. Ia melihat selama tinggal di Eropa,  kehidupan di sana tidak sehebat yang terlihat.

“Meski dianggap maju, negara-negara di Eropa hingga saat ini tidak bisa hidup dalam perbedaan. Mereka bisa pecah hanya karena perbedaan bahasa atau perbedaan kepercayaan. Kesamaan di sana kini mulai diupayakan melalui penyamaan mata uang Euro,” ungkap Kaban yang berpengalaman tinggal di berbagai benua ini.

Menurut Kaban, kesamaan agama dan budaya belum menjadi jaminan kehidupan yang rukun. “Perbedaan adalah sunatullah atau ketetapan Tuhan, jika suatu negara menginginkan persamaan maka sama saja dengan mengelabui Tuhan. Hidup dalam kesamaan pun belum tentu selalu rukun. Perbedaan harusnya dikelola, bukan diperuncing,” katanya.

Moderasi Beragama, lanjut Kaban, adalah bagaimana beragama di tengah perbedaan. Ini menjadi sikap dan cara umat beragama menjaga perbedaan di Indonesia.

“Kesalehan sosial menjadi dasar dari moderasi beragama. Sikap ini sebagai landasan beragama dengan mengutamakan nilai kemanusiaan, nilai keadilan, nilai keteraturan, dan nilai hukum,” ujar Kaban.

Mengakhiri paparannya, Kaban mengajak seluruh peserta untuk membangun kesalehan sosial. “Indonesia dibangun atas dasar perbedaan, maka kita harus mengapresiasi perbedaan tersebut dengan membangun kesalehan individual dan kesalehan sosial sebagai landasan moderasi beragama,” tandas Kaban.

Jika Kaban menjelaskan moderasi beragama dari perspektif internasional, lain halnya dengan Ketua FKUB Kab. Klaten Syamsuddin Asyrofi yang menjelaskan langkah-langkah membangun moderasi beragama di daerah terutama Klaten. Ia mengatakan moderasi beragama dimulai dari meningkatkan capacity buiding para tokoh agama.

“Salah satu sikap yang ditunjukkan oleh FKUB Kab. Klaten adalah tidak membagi agama berdasarkan mayoritas atau mayoritas. Sikap ini pun menjadi dasar pembangunan rumah ibadah. Kami berpegang pada peraturan perundangan yang berlaku,” ungkapnya.

Syamsuddin mengatakan bersikap atas dasar kemanusiaan lebih diutamakan daripada sekedar melihat mayoritas atau minoritas agama. Selain itu, meningkatkan moderasi beragama ini dilakukan dengan mengunjung masing-masing rumah ibadah dan tokoh agama.

“Dengan saling mengunjungi, muncul sikap saling pengertian antar agama. Selain itu, tokoh agama yang punya pandangan positif ini diperbanyak dengan cara pemberdayaan masyarakat. Kami bekerja sama dengan Kemenag, Kesbangpol, dan tokoh agama membentuk panduan beragama untuk masyarakat Klaten. Harapannya landasan moderasi beragama meluas,” tambahnya.

Syamsuddin menambahkan pula, saat ini di Klaten telah dibuat desa kerukunan sebagai percontohan. Program ini pun sejalan dengan program Kanwil Kemenag Jawa Tengah.

Sejalan dengan pembicara sebelumnya, Pembimas Hindu Kanwil Jateng I Dewa Made Artayasa mengatakan para pembimas Hindu telah membawa pesan moderasi beragama sejak dua tahun lalu. “Kami memiliki program meningkatkan moderasi beragama dan kerukunan umat,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Tata Usaha Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama (BLAK) Rizky Riyadu mengatakan Jagongan Moderasi Beragama akan dilaksanakan secara berkelanjutan dengan berbagai tokoh agama. Jagongan dengan umat Hindu kali ini menjadi pembuka kegiatan roadshow.

“Jagongan ini menjadi salah satu rangkaian kegiatan menuju tahun toleransi 2022. Tahun ini diagendakan roadshow di wilayah-wilayah yang menjadi lokus masing-masing agama,” ungkapnya.

Rizky mengungkapkan moderasi beragama merupakan salah satu isu bangsa yang dipandang penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Selain itu, tujuan lain diselenggarakannya kegiatan ini agar umat beragama mampu bersikap beragama secara ramah demi menjaga persatuan dan kesatuan negara Indonesia.

“Kami berharap melalui program Jagongan Moderasi Beragama nilai-nilai moderat dapat diserap oleh umat beragama,” katanya.[]

Diad/AR/diad

Sumber :

Penulis : Dewindah

Editor : Rahmatillah Amin