Manusia purba mempersiapkan dirinya apabila meninggal dengan membuat

Jakarta -

Manusia purba menempati gua-gua dan tinggal di sekitar pantai atau sungai pada masa Plestosen. Mereka juga memiliki pola hidup nomaden atau berpindah-pindah.

Hunian yang dipilih itu sangat berkaitan dengan mata pencaharian pada masa berburu dan mengumpulkan makanan serta hubungan sosial mereka. Ada beberapa alasan mengapa mereka memilih gua sebagai hunian.

Manusia purba memilih gua sebagai tempat tinggalnya karena gua yang ditempati pastinya sangat dekat dengan hutan yang merupakan sumber utama makanan. Selain itu, gua dan pinggir pantai sangat sesuai dengan mata pencaharian berburu mereka.

Alasan lainnya, gua adalah tempat paling aman dari perubahan cuaca ekstrem dan gangguan binatang buas. Mengutip dari Sejarah Itu Asyik: Buku Pendamping Sejarah Indonesia Kelas X Semester 1 Program Wajib SMA/MA/SMK/MAK oleh Ahmad Muhli Junaidi, beberapa kelebihan ini membuat masyarakat zaman Plestosen memilihnya sebagai hunian.

Di sisi lain, alasan mengapa manusia purba memilih tempat tinggal di pinggir sungai atau pantai juga tak jauh-jauh dengan alasan menempati gua. Laut dan sungai menyediakan sumber makanan melimpah dan bisa menjadi sarana penghubung antarpulau yang sangat mudah. Terlebih, di pinggir pantai atau sungai juga terdapat gua-gua.

Mobilitas manusia purba yang tinggi juga tidak memungkinkan mereka untuk menetap. Gua-gua yang ada di dekat sumber air atau bahan makanan mungkin saja dimanfaatkan sebagai tempat singgah sementara saja.

Di Nusantara, manusia purba diperkirakan sudah menjelajah atau hidup nomaden dalam waktu yang lama. Mereka mengumpulkan bahan makanan di wilayah tertentu dan berpindah-pindah. Manusia purba nomaden hidup dalam kelompok kecil dan dengan frekuensi perpindahan yang cukup tinggi antara satu gua ke gua yang lain.

Pola hidup berpindah-pindah ini mulai berubah saat memasuki zaman Holosen. Mereka mulai menetap di tempat yang lebih permanen dengan bangunan rumah sederhana.

Rumah rumah homo sapiens masa Holosen terletak di tengah sawah yang dikelola. Namun, ada juga yang di tengah hutan dan dibangun dengan cara diletakkan di atas pohon besar supaya terhindar dari gangguan hewan buas.

Demikian alasan manusia purba menempati gua-gua. Selamat belajar!

Simak Video "Belajar Sejarah dari Pameran Kampung Purba"


[Gambas:Video 20detik]
(nah/nwy)

Jumat, 5 Oktober 2012 15:03

Gambir, Wartakotalive.com
Pada kegiatan Jelajah Museum, Wartakotalive menjumpai hal menarik saat berpijak di ruang koleksi prasejarah Museum Nasional. Pada kehidupan masyarakat prasejarah, ternyata masih mempercayai barang-barang yang mereka miliki di dunia, bakal berguna saat berada di alam lain setelah kehidupan. Bukan hanya wacana lho, hal ini terbukti dari budaya membawa serta barang-barang atau kekayaan manusia prasejarah pada saat seseorang meninggal. Berdasarkan penelitian arkeologi pada penguburan masyarakat prasejarah, terdapat benda-benda berupa alat-alat batu, tanah liat dan logam ikut dikuburkan bersama mayat. Pemberian benda-benda yang disertakan dalam penguburan seseorang yang meninggal, diistilahkan dengan sebutan bekal kubur. Yang lebih menarik, selain benda-benda tersebut yang digunakan sebagai bekal kubur, binatang kesayangan dan bahkan orang (budak) kemungkinan juga disertakan dalam penguburan. Hal ini diketahui dari adanya rangka binatang atau rangka manusia lainnya yang berada di sisi mayat, seperti yang ditemukan  pada situs-situs penguburan di Gilimanuk (Bali), Sumba dan Flores. Bekal kubur sediri tidak dilakukan oleh sembarang orang. Tradisi ini hanya disedakan untuk penguburan orang yang disegani, dihormati atau memiliki status sosial tinggi di dalam masyarakat. Tindakan pembekalan diri dengan harta benda saat seseorang meninggal, juga terjadi pada raja-raja Mesir kuno. Seperti diketahui, proses pemakaman para raja Mesir kuno membutuhkan biaya yang besar. Selain tradisi mengawetkan jenazah dengan proses pembalseman, mumifikasi, jenazah para raja tersebut juga dibekali dengan harta benda seperti emas, baju kebesaran dan benda-benda yang lain. Beberapa benda-benda yang digunakan sebagai bekal kubur masyarakat prasejarah di Indonesia, saat ini bisa kita lihat di ruang koleksi prasejarah Museum Nasional. Penasaran ingin melihatnya? Yuk, kunjungi museum yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat No 12 Jakarta Pusat ini.


FERYANTO HADI/REN

  • Pada zaman neolitik, manusia diyakini belum mengenal tulisan. Baru pada akhir zaman perunggu atau akhir zaman paleometalik manusia mengenal tulisan (akhir masa prasejarah).

    Arkeolog dari Universitas Indonesia Ali Akbar menegaskan, meski manusia tidak mengenal tulisan, bukan berarti kebudayaan dan peradabannya rendah. Mereka sudah bisa berbicara (menggunakan bahasa) meskipun tidak menulis. Mereka juga sudah bisa membuat bangunan besar dan bisa mengecor logam.

    Ali mengungkapkan, artinya manusia pada masa itu sudah bisa memilih mana mineral yang bagus dan bisa diolah lebih lanjut. "Mereka sudah mampu mengelola api untuk menghancurkan bijih logam. Sebab untuk menghancurkan logam apinya harus konstan," katanya.

    Meskipun sudah disebut zaman prasejarah, budaya manusia pada masa neolitik sudah tinggi. Mereka sudah hidup menetap, bercocok tanam, dan mengenal kepercayaan.

    Bukti manusia purba di Cipari sudah menganut sistem kepercayaan karena ditemukan peti kubur batu. Peti kubur batu difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Sayangnya, tidak ditemukan fosil atau kerangka manusia di dalamnya.

    Pengelola Situs Taman Purbakala Cipari Uu Mardia mengatakan, meski tidak ditemukan kerangka manusia di dalam peti kubur batu, peneliti menemukan bekal kubur di dalamnya. Bekal kubur itu berupa peralatan waktu mereka hidup. Kemungkinan, ada suatu kepercayaan di zaman itu.

    "Saat ada orang yang meninggal, mereka harus dikuburkan bersama peralatan yang sering digunakan saat dia masih hidup, seperti perhiasannya," kata Uu. Adanya peralatan yang terkubur di dalam peti kubur batu, menurut Ali, menunjukan ada konsep setelah meninggal manusia masih akan hidup lagi di tempat lain, semacam ada kepercayaan ada kehidupan di alam arwah. Sehingga, ketika meninggal dia dibekali dengan benda-benda. ¦ ed: friska yolandha

    KOMPAS.com - Kehidupan zaman praaksara adalah kehidupan pada masa di mana catatan sejarah tertulis belum ada.

    Mengutip Kemdikbud RI, masa praaksara disebut juga masa prasejarah atau nirleka. Masa praaksara adalah zaman sebelum ditemukan tulisan atau zaman sebelum manusia mengenal tulisan.

    Manusia pada zaman praaksara antara lain Meganthropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus Erectus, dan Homo Sapiens.

    Kehidupan masyarakat praaksara dibagi menjadi tiga masa, yaitu:

    1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan
    2. Masa bercocok tanam
    3. Masa perundagian

    Baca juga: 4 Pembagian Zaman Prasejarah Berdasarkan Geologi

    Berikut ini penjelasannya:

    Masa berburu dan mengumpulkan makanan

    Manusia purba pada masa ini selalu berpindah-pindah (nomaden) karena tidak punya tempat tinggal tetap. Untuk mencari tempat-tempat yang menyediakan banyak bahan makanan.

    Manusia purba mengumpulkan makanan yang tersedia di alam, tanpa mengolah atau menanam lebih dulu.

    Alat-alat yang digunakan pada masa ini antara lain:

    • Kapak perimbas untuk merimbas kayu, menguliti binatang, dan memecah tulang.
    • Kapak genggam untuk menggali umbi dan memotong hewan buruan.
    • Alat serpih digunakan sebagai pisau.

    Manusia praaksara membutuhkan api untuk memasak dan penerangan pada malam hari. Pembuatan api dengan cara menggosokkan dua keing batu yang mengandung unsur besi. Maka akan timbul percikan api untuk membakar lumut atau rumput kering.

    Dalam kehidupan sosial, manusia praaksara hidup dalam kelompok-kelompok dan membekali diri untuk menghadapi lingkungan sekitarnya.

    Baca juga: Bagaimana Pola Makan Zaman Manusia Purba?

    Masa bercocok tanam adalah masa ketika manusia mulai memenuhi kebutuhan hidup dengan cara pembukaan laham di hutan untuk dijadikan ladang.

    Pada masa ini, manusia praaksara mulai hidup menetap di suatu tempat tinggal sederhana secara berkelompok. Tetapi kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan tidak sepenuhnya ditinggalkan.

    Masa ini sangat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat karena terdapat beberapa penemuan baru seperti penguasaan sumber-sumber alam, memelihara tumbuhan dan hewan.

    Alat-alat yang digunakan pada masa bercocok tanam berasal dari batu yang telah dihaluskan, antara lain:

    • Mata panah untuk berburu.
    • Barang pecah belah dari tanah liat (gerabah).
    • Beliung persegi untuk menebang kayu dan mencangkul.
    • Kapak lonjong untuk mengolah tanah.

    Baca juga: Jenis Peninggalan Bersejarah

    Masa perundagian

    Pada masa ini manusia sudah mengenal teknologi sederhana dan pembagian kerja.

    Di kehidupan pada masa perundagian, manusia purba sudah menemukan bijih-bijih logam dan mengenal pengolahan logam. Sehingga berbagai peralatan mulai dibuat dari logam.

    Pertukangan dan pengecoran logam seperti perunggu, tembaga dan besi untuk membuat barang-barang kebutuhan rumah tangga yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

    Meski sudah ada alat-alat dari logam, tetapi manusia purba pada masa ini masih menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu.

    Akan tetapi penggunaan bahan logam tidak tersebar luas sebagaimana penggunaan bahan batu. Karena persediaan logam masih terbatas.

    Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.