Kumpulan pertanyaan tentang harta dalam Islam

APAKAH KECINTAAN SESEORANG TERHADAP HARTA BERPENGARUH KEPADA AKIDAHNYA? [1]

Pertanyaan.
Kebanyakan orang sangat mencintai harta. Pertanyaannya, apakah kecintaannya itu berpengaruh terhadap akidahnya?

Jawaban.
Sesungguhnya kecintaan seseorang terhadap tidak berpengaruh terhadap akidahnya juga tidak berpengaruh terhadap agamanya, selama kecintaan itu tidak menyebabkan dia lalai dari kewajiban atau hal-hal yang disunatkan. Jika kecintaannya terhadap harta menyibukkan dia dan menyebabkannya melalaikan sesuatu yang wajib atasnya, maka kesibukannya terhadap harta kala itu menjadi haram. Jika kesibukan terhadap harta menyibukkannya dari sesuatu yang bersifat mustahab (sunnah), maka hendaklah kita menyadari bahwa menyibukkan diri dengan sesuatu yang mustahab lebh utama daripada menybukkan diri terhadap harta. Dan (harus diingat pula) bahwa pengelolaan seseorang terhadap harta (yang dia miliki) harus sesuatu dengan syari’at Islam. Dia tidak boleh melakukan mu’amalah (transaksi) apapun juga yang mengandung unsur kezhaliman, riba atau penipuan. Dia tidak boleh mengaku-ngaku sesuatu yang bukan haknya dan juga tidak boleh mengingkari apa yang menjadi kewajibannya.

Mencintai harta itu merupakan tabi’at manusia, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla jelaskan dalam firman-Nya:

وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا ﴿١﴾ فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا ﴿٢﴾ فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا ﴿٣﴾ فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا ﴿٤﴾ فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا ﴿٥﴾ إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ ﴿٦﴾ وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ ﴿٧﴾ وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ

  1. Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,
  2. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya),
  3. Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,
  4. Maka ia menerbangkan debu,
  5. Dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh,
  6. Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Rabbnya,
  7. Dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya,
  8. Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.

[Al-‘Adiyaat/100:1-8]

Baca Juga  Nafkah Keluarga Tanggungan Suami

Kalimat li hubbil khairi artinya karena kecintaannya terhadap harta.

Juga berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :

وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا

Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. [Al-Fajr/89:20]

Namun jika kecintaan seseorang terhadap harta itu dengan tujuan mengembangkan harta itu agar bisa melakukan amal shalih, maka kecintaannya itu menjadi baik, karena sesungguhnya harta itu menjadi terbaik ketika berada pada tangan orang yang shalih. Betapa banyak orang yang Allâh Azza wa Jalla anugerahi kekayaan kepada mereka lalu harta mereka itu menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla , penyebaran ilmu, menolong orang yang sedang membutuhkan bantuan dan dalam berbagai perbuatan baik lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XX/1437H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote

[1] Diterjemahkan dari Fatâwâ Nûr ‘alad Darb, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 1/55

  1. Home
  2. /
  3. Aktual : Rezeki -...
  4. /
  5. Apakah Kecintaan Seseorang Terhadap...

🔍 Hadist Tentang Istiqomah, Dalil Orang Munafik, Rukyah Mandiri, Azab Wanita Tidak Berhijab, Kitab Maulid Nabi

Mereka Belum Melaksanakan Wasiat Ayahnya dan Hukumnya Melaksanakah Ibadah Haji Sebelum Menunaikan Wasiat Tersebut

Seorang Ibu Meninggal Dunia, Semasa Hidupnya Dia Memberikan Sebagian Hartanya Kepada Sebagian Anaknya

Wasiat Agar Tanahnya Diwakafkan, Akan Tetapi Dari Ahli Waris Ada Yang Menolak Merealisasikan Wasiat

Warisan Paman Dan Bibi (Jalur Ayah)

Apakah Termasuk Harta Warisan, Dana Pensiunan, Santunan Kematian Dari Lembaga Asuransi dan Pensiunan ?

Mereka Berhutang Untuk Mengobati Ibunya, Apakah Diambilkan Bagian Dari Warisan Sebelum Dibagikan?

Kedua Orang Tua Sudah Membagi Hartanya Kepada Anak-anak Mereka, Kemudian Ibu Mereka Meninggal Dunia, dan Terjadi Sengketa di Antara Mereka

Cacat Fisik Menggugurkan Kewajiban Shalat?

Apakah Dia Dapat Mewariskan Peninggalan Bapaknya Sedangkan Dia Tidak Shalat?

SEPAKAT DENGAN BAPAK UNTUK MENANGGUNG BIAYA HAJI IBUNYA. KEMUDIAN BAPAK MENINGGAL DUNIA SEBELUM MENGAMBIL UANGNYA

SESEORANG WAFAT DAN MENINGGALKAN SATU ANAK LAKI-LAKI DAN TIGA ANAK PEREMPUAN. SEMENTARA HARTA WARISAN ADA LIMA APARTEMEN, BAGAIMANA CARA MEMBAGINYA?

SUAMINYA MEMBERIKAN UANG, KEMUDIAN DIA MEMBELI RUMAH, APAKAH ANAK-ANAK DARI SUAMI KEDUA MENDAPATKAN WARISAN DARINYA

WARISAN BELUM DIBAGIKAN OLEH ORANG TUA, SEMENTARA SAUDARA-SAUDARA PEREMPUANNYA TIDAK MENDAPATKAN (BAGIAN). APAKAH HARUS DIULANGI PEMBAGIANNYA?

WAFAT MENINGGALKAN IBU, ISTERI, SATU PUTRA, DUA PUTERI

MENINGGAL DUNIA DAN HANYA MENINGGALKAN SAUDARA LAKI-LAKI ATAU SAUDARA PEREMPUAN SEIBU

Alhamdulillah.

Pertama:

Harta adalah nikmat kalau digunakan untuk mendapatkan rido Allah. Dan membantu untuk ketaatan kepada Allah dan menjadi bencana kalau digunakan untuk kejelekan atau menjadikan pemiliknya bangga dan sombong. Atau melalaikan dan menyibukkan dari ketaatan dan zikir. Oleh karena itu telah ada peringatan dari fitnah harta karena seringkali melalaikan. Sedikit sekali yang dapat menunaikan hak Allah taala di dalamnya. Allah menjelaskan bahwa ujian kadangkali kebaikan dan kenikmatan. Sebagaimana (ujian) berupa kejelekan dan cobaan.

  وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ  الأنبياء/35

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” QS. Al-Anbiya’: 35.

Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

 نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ  رواه أحمد (17096 و وصححه الألباني في "صحيح الأدب المفرد" (299)

“Sebaik-baik harta yang bagus adalah untuk orang yang sholeh.” HR. Ahmad, 17096. Dishohehkan oleh Al-Albany di ‘Shoheh Al-Mufrad, (299).

Dan sabda sallallahu alaihi wa sallam:

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ : رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا   رواه البخاري (73) ومسلم (816).

“Tidak ada hasad kecuali dalam dua hal, seseorang yang Allah berikan harta dan dihabiskan untuk kebenaran. Dan seseorang diberi Allah hikmah dan dia memutuskan dengannya dan mengajarkannya.” HR. Bukhori, 73 dan Muslim, 816.

Kedua:

Cara membelanjakan harta untuk kebaikan banyak sekali, diantaranya membangun masjid, bershodakah, kafalah anak yatim, membantu orang sakit, orang yang membutuhkan. Diantaranya juga menggembirakan keluarga, anak dan kerabat. Diantaranya mengambil manfaat dengan mengulangi melaksanakan haji dan umroh. Mendirikan rumah tahfid qur’an, mengajarkan ilmu. Diantaranya juga memberi pinjaman kepada orang yang membutuhkan, menangguhkan orang yang kesulitan (membayar hutang), memberikan saham untuk proyek social umum dimana manfaatnya kembali kepada umat, seperti canel yang bagus, website bermanfaat dan berhasil, dan jalan-jalan kebaikan lainnya yang tidak dapat dihitung kecuali Allah. Yang terpenting bahwa orang yang berinfak mengetahui bahwa harta sebenarnya adalah apa yang dipersembahkan untuk Allah. Karena dia akan mendapatkan hasil yang bagus setelah kematiannya. Sementara uang yang dia simpan, bukan harta dia sebenarnya sesungguhnya ia adalah harta ahli warisnya. Ini adalah makna apa yang diriwayatkan oleh Bukhori, (6442) dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

 أَيُّكُمْ مَالُ وَارِثِهِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ مَالِهِ ؟ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا مِنَّا أَحَدٌ إِلَّا مَالُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ . قَالَ : فَإِنَّ مَالَهُ مَا قَدَّمَ ، وَمَالُ وَارِثِهِ مَا أَخَّر

“Harta manakah yang lebih dicintai apakah harta ahli waris atau hartanya? Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, tidaklah salah seorang dari kami kecuali hartanya yang dia cintai. Nabi bersabda, “Sesunggunya hartanya adalah yang yang dia persembahkan dan harta ahli waris adalah apa yang diakhirkan.

Ketiga:

Sementara cara mempergunakan dan mengembangan harta, maka dikembalikan kepada orang yang berkompeten (professional) akan tetapi kami memberikan kepada anda patokan umum untuk itu, diantaranya:

1.Bertanya dan mencari (kabar) tentang proyek muamalah atau cara investasi sebelum memulai proyek

2.Hati-hati menaruh di bank konvensional (riba) dan jangan terlena dengan fatwa yang memperbolehkan hal itu. Karena riba termasuk sebab membinasakan dan merusak serta pelakuknya diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya.

3.Menjauhi urusan yang syubhat

4.Mengetahui bahaya harta haram terhadap diri, keluarga dan keturunannya

5.Bertahap dan qonaah (menerima apa adanya) dan jangan terperdaya dengan mendapatkan untung dengan cepat sebelum dipelajari dan diresapi

6.Hati-hati menghilangkan nikmat ini, dengan menaruhnya di tangan orang yang tidak dapat dipercaya

7.Berhati-hati dalam kejujuran, amanah dan penjelasan. Menjauhi penipuan dan menyembunyikan (aib). Karena hal itu termasuk sebab mendapatkan barokah dan mendapatkan untuk dan pahala. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaih wa sallam kepada penjual dan pembeli:

فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا   رواه البخاري (2097) ومسلم (1532).

“Kalau keduanya jujur dan menjelaskan (barang dagangannya) diberkahi penjualannya. Kalau dia sembunyian (aib) dan bohong, dihapuskan keberkahan penjualannya.” HR. Bukhori, (2097) dan Muslim, (1532).

Kami memohon kepada Allah agar memberkahi anda, harta anda dan diberikan taufik untuk mengembangkan dan mempergunakan dalam menggapai ridho-Nya.

Wallahua’lam.