Hadits tidurnya orang berpuasa adalah ibadah

Hadits tidurnya orang berpuasa adalah ibadah
Foto: Dok. DMI/Yadi Jentak Hadits tidurnya orang berpuasa kerap beredar selama Ramadhan. Ilustrasi puasa tidur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Salah satu hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW dan beredar ketika Ramadhan adalah tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Seperti apakah status hadits tersebut?  

Penjelasan terkait ini disampaikan Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur dan Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin. Riwayat hadits ini memiliki banyak penilaian dari para ulama ahli hadits. Berikut penjelasannya:

1. Al Hafidz Al Iraqi. Hadits ini tercantum dalam kitab Ihya' Ulumuddin:  

ﺣﺪﻳﺚ «ﻧﻮﻡ اﻟﺼﺎﺋﻢ ﻋﺒﺎﺩﺓ Hadits: "Tidurnya orang yang puasa adalah ibadah"

Ditakhrij Al Hafidz Al Iraqi: ﺭﻭﻳﻨﺎﻩ ﻓﻲ ﺃﻣﺎﻟﻲ اﺑﻦ ﻣﻨﺪﺓ ﻣﻦ ﺭﻭاﻳﺔ اﺑﻦ اﻟﻤﻐﻴﺮﺓ اﻟﻘﻮاﺱ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﺴﻨﺪ ﺿﻌﻴﻒ 

“Kami meriwayatkan hadits ini dalam kitab Amali Ibnu Mundah dari riwayat Ibnu Mughirah dari Ibnu Umar, sanadnya daif.” 

ﻭﺭﻭاﻩ ﺃﺑﻮ ﻣﻨﺼﻮﺭ اﻟﺪﻳﻠﻤﻲ ﻓﻲ ﻣﺴﻨﺪ اﻟﻔﺮﺩﻭﺱ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻭﻓﻰ ﻭﻓﻴﻪ ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ اﻟﻨﺨﻌﻲ ﺃﺣﺪ اﻟﻜﺬاﺑﻴﻦ.

“Hadits ini diriwayatkan oleh Dailami dalam Musnad Firdaus, di dalamnya ada Sulaiman bin Amr An-Nakhai, salah satu pembohong (Takhrij Hadits Ihya') 

2. Imam Al Baihaqi. Imam Al-Baihaqi mencantumkan hadits ini dalam kitab Syuab Al-Iman sebanyak tiga riwayat. Beliau hanya memberi penilaian daif, bukan palsu.

Hal ini berdasarkan metode penulisan Al Baihaqi di awal kitabnya yang tidak akan memasukkan hadits palsu:  

ﻭﺃﻧﺎ - ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻢ ﺃﻫﻞ اﻟﺤﺪﻳﺚ - ﺃﺣﺐ ﺇﻳﺮاﺩ ﻣﺎ ﺃﺣﺘﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﺎﻧﻴﺪ ﻭاﻟﺤﻜﺎﻳﺎﺕ ﺑﺄﺳﺎﻧﻴﺪﻫﺎ، ﻭاﻻﻗﺘﺼﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻻ ﻳﻐﻠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﻠﺐ ﻛﻮﻧﻪ ﻛﺬﺑﺎ. ﻓﻔﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺜﺎﺑﺖ ﻋﻦ ﺳﻴﺪﻧﺎ اﻟﻤﺼﻄﻔﻰ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ:" ﻣﻦ ﺣﺪﺙ ﺑﺤﺪﻳﺚ ﻭﻫﻮ ﻳﺮﻯ ﺃﻧﻪ ﻛﺬﺏ ﻓﻬﻮ ﺃﺣﺪ اﻟﻜﺎﺫﺑﻴﻦ".

“Saya mengikuti penulisan ahli hadits untuk menyampaikan apa yang saya perlukan berupa hadits berdasarkan riwayat sahabat dan kisah-kisah beserta sanadnya, serta meringkas hal-hal yang dipastikan dalam hati bahwa itu adalah riwayat palsu. Dalam hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam: "Barangsiapa yang menyampaikan hadits dan dia tahu bahwa itu palsu maka dia adalah salah satu dari 2 pembohong." (Muqadimah Syuab Al-Iman)

3. Syekh Albani

Mencantumkan keseluruhan riwayat hadits ini dalam kitabnya Silsilah Dhaifah, ada yang dinilai palsu tapi ada yang sekedar dinilai daif. Tapi pada poin akumulasi beliau memberi penilaian daif saja. 

Kesimpulannya adalah derajat hadits ini adalah daif, tapi ada jalur riwayat yang di dalamnya ada perawi pendusta.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis Isu-Isu Terkini Persepektif Republika.co.id

Tag :

  • tidurnya orang puasa ibadah
  • hadits
  • al iraqi
  • al baihaqi
  • albani
  • hadits tidurnya orang puasa ibadah

Berita Lainnya

SUARA MERDEKA PEKALONGAN-Kerap kita mendengar tidurnya orang berpuasa Ramadhan adalah ibadah. Hal itu ada pada hadits ini

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ

“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni,” (HR Baihaqi).

Baca Juga: Renungan Ramadhan : Parameter Kualitas Ibadah Puasa, Simak Ulasannya

Sayangnya hadits tersebut sering disalahartikan oleh sebagian orang untuk bermalas-malasan dan banyak tidur saat menjalankan puasa di bulan Ramadhan.

Padahal pemahaman itu keliru, sebab salah satu adab dalam menjalankan puasa adalah tidak memperbanyak tidur pada saat siang hari. Imam al-Ghazali menjelaskan:

بل من الآداب أن لا يكثر النوم بالنهار حتى يحس بالجوع والعطش ويستشعر ضعف القوي فيصفو عند ذلك قلبه

“Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus dan merasakan lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih,” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumid Din, juz 1, hal. 246)

Kendati demikian tidurnya orang berpuasa tetap bernilai positif jika diniatkan untuk mempersiapkan hal-hal yang bernuansa ibadah, seperti untuk mempersiapkan fisik dalam menjalankan ibadah.

Terkini

Salah satu hadits yang populer tiap Ramadhan tiba adalah hadits tentang keutamaan orang berpuasa yang bahkan tidurnya pun berstatus sebagai ibadah. Berikut hadits yang menjelaskan tentang hal ini:

 

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ

“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni” (HR Baihaqi).

 

Hadits ini seringkali dipolitisasi oleh sebagian masyarakat sebagai pembenaran bersikap malas-malasan dan banyak tidur saat menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Padahal pemikiran demikian tidaklah benar, sebab salah satu adab dalam menjalankan puasa adalah tidak memperbanyak tidur pada saat siang hari. Imam al-Ghazali menjelaskan:

 

بل من الآداب أن لا يكثر النوم بالنهار حتى يحس بالجوع والعطش ويستشعر ضعف القوي فيصفو عند ذلك قلبه

“Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus dan merasakan lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumid Din, juz 1, hal. 246)

 

Lantas bagaimana sebenarnya maksud dari tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah? Apakah terdapat ketentuan khusus untuk menggapai fadhilah ini?

 

Tidur memang bisa berkonotasi negatif sebab identik dengan bermalas-malasan. Namun di sisi lain, tidur juga dapat bernilai positif jika digunakan untuk mempersiapkan hal-hal yang bernuansa ibadah, seperti untuk mempersiapkan fisik dalam menjalankan ibadah. Hal ini seperti keterangan dalam kitab Ittihaf sadat al-Muttaqien:

 

نوم الصائم عبادة ونفسه تسبيح وصمته حكمة، هذا مع كون النوم عين الغفلة ولكن كل ما يستعان به على العبادة يكون عبادة

“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, napasnya adalah tasbih, dan diamnya adalah hikmah. Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun tidur merupakan inti dari kelupaan, namun setiap hal yang dapat membantu seseorang melaksanakan ibadah maka juga termasuk sebagai ibadah” (Syekh Murtadla az-Zabidi, Ittihaf Sadat al-Muttaqin, juz 5, hal. 574).

  

Menjalankan puasa jelas merupakan sebuah ibadah, maka tidur pada saat berpuasa yang bertujuan agar lebih bersemangat dalam manjalankan ibadah terhitung sebagai ibadah. Namun fadhilah ini tidak berlaku tatkala seseorang mengotori puasanya dengan melakukan perbuatan maksiat, seperti menggunjing orang lain. Dalam keadaan demikian, tidur pada saat berpuasa sudah tidak lagi bernilai ibadah. Mengenai hal ini Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan:

 

قال أبو العالية: الصائم فى عبادة ما لم يغتب أحدا، وإن كان نائما على فراشه، فكانت حفصة تقول: يا حبذا عبادة وأنا نائمة على فراشي

“Abu al-Aliyah berkata: orang berpuasa tetap dalam ibadah selama tidak menggunjing orang lain, meskipun ia dalam keadaan tidur di ranjangnya. Hafshah pernah mengatakan: betapa nikmatnya ibadah, sedangkan aku tidur diranjang” (Ahmad ibnu Hajar al-Haitami, Ittihaf Ahli al-Islam bi Khushushiyyat as-Shiyam, hal. 65).

 

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani:

 

وهذا في صائم لم يخرق صومه بنحو غيبة، فالنوم وإن كان عين الغفلة يصير عبادة، لأنه يستعين به على العبادة.

“Hadits ‘tidurnya orang berpuasa adalah ibadah’ ini berlaku bagi orang berpuasa yang tidak merusak puasanya, misal dengan perbuatan ghibah. Tidur meskipun merupakan inti kelupaan, namun akan menjadi ibadah sebab dapat membantu melaksanakan ibadah” (Syekh Muhammad bin ‘Umar an-Nawawi al-Bantani, Tanqih al-Qul al-Hatsits, Hal. 66)

 

Orang yang berpuasa namun masih saja melakukan perbuatan maksiat dalam puasanya, tidak mendapatkan fadhilah (keutamaan) dalam hadits “tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah”, sebab tidur yang dia lakukan tidak dimaksudkan sebagai penunjang melaksanakan ibadah puasa, karena ia telah mengotorinya dengan perbuatan maksiat.

 

Walhasil, tidur pada saat berpuasa dapat disebut sebagai ibadah ketika memenuhi dua kriteria. Pertama, tidak dimaksudkan untuk bermalas-malasan, tapi untuk lebih bersemangat dalam menjalankan ibadah. Kedua, tidak mencampuri ibadah puasanya dengan melakukan perbuatan maksiat.

 

Semoga amal ibadah puasa kita diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

 

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember

Apakah ada hadits tidur orang puasa adalah ibadah?

Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni,” (HR Baihaqi).

Mengapa tidur di bulan puasa adalah ibadah?

Karena menganggap sudah dapat pahala dari tidurnya dan sudah terhitung sebagai ibadah. Sebenarnya, tidur selama bulan Ramadan tidak membatalkan puasa, namun selalu pastikan untuk tetap menjalankan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT, salah satunya salat fardu.

Apa hukumnya tidur di bulan puasa?

Sebenarnya, hukum tidur pagi saat puasa tidak membatalkan puasa, tetapi selalu pastikan bila kamu tetap menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT. Jangan sampai karena asyik tidur saat puasa, kewajiban ibadah yang lain menjadi terbengkalai.

Apakah tidurnya orang puasa ibadah rumaysho?

Sebagaimana dikutip dari Rumaysho, kami akan mendudukkan permasalahan ini karena ada yang salah kaprah dengan maksud yang disampaikan dalam hadits tadi. Semoga Allah memudahkan dan menolong urusan setiap hamba-Nya dalam kebaikan. “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih.