Apakah keputihan membatalkan shalat dan wudhu

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Keputihan berbeda dengan cairan mani, madzi, dan wadi, tapi hukum yang sebenarnya itu bagaimana? Apakah ia keputihan dapat membatalkan wudhu atau tidak?

Ulama klasik menyebut keputihan dengan istilah fikih ruthubah al-farj. Sementara itu, ulama kontemporer menyebutnya dengan istilah fikih al-ifraazat.

Ruthubah al-farj hanya keluar dari alat kelamin perempuan saja. Oleh karenanya ia berbeda dengan cairan mani, madzi dan wadi yang juga ada dalam tubuh kaum Adam.

Dilansir dari Bincangsyariah, berdasarkan kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab [2/570] menyebut keputihan belum jelas apakah termasuk madzi atau keputihan. Bila ia termasuk keringat berarti dihukumi tidak najis karena keringat itu cairan suci yang keluar dari tubuh seseorang.

Maka dari itu ulama berbeda pendapat mengenai hukum keputihan, apakah membatalkan wudhu atau tidak. Singkatnya, oleh karena Indonesia menganut 4 Mazhab dan umat Islam diberikan kemudahan Allah SWT. untuk memilih salah satunya, dapat kita pelajari hukum ini dari sudut pandang Mazhab Syafi’i.

Apakah Harus Berganti Pakaian untuk Salat?

Mazhab Syafi’i paling detail untuk mengupas status ruthubah al-farj. Dalam Mazhab Syafi’i, jika ia muncul dari permukaan luar kemaluan statusnya suci karena cairan ini lebih mirip dengan keringat.

Dengan kondisi tersebut sehingga dapat disimpulkan menurut Mazhab Syafi’i keputihan tidak membatalkan wudhu. Lalu, itu berarti sah apabila digunakan untuk salat dan tidak perlu lagi menggantinya.

Namun, apabila cairan keputihan keluar dari bagian dalam kemaluan, ia dihukumi najis karena lebih mirip dengan cairan madzi. Jika cairan keputihan keluar dari bagian yang tidak terlalu dalam, hukumnya suci.

Anda masih bingung menentukan apakah cairan tersebut keluar dari permukaan luar kemaluan, atau dari bagian dalam kemaluan? Maka jawabannya, ruthubah al-farj tetap dihukumi suci dan tidak membatalkan wudhu karena al-yaqin laa yuzaalu bi al-syakk. (‘Abd al-Rahman ibn ‘Abdillah ibn ‘Abd al-Qadir al-Saqqaf: al-Ibaanah wa al-Ifaadhah fi Ahkam al-Haidh wa al-Niifas wa al-Istihadhah, hlm. 18, Bincangsyariah.com).

Dengan demikian Anda tetap sah menggunakan pakaian yang terkena cairan keputihan tersebut. Apabila dalam pertengahan salat keluar cairan tersebut, hal itu juga tidak membatalkan wudhu.

Meski begitu, kiranya kaum Hawa dapat membedakan mana cairan yang keluar dari bagian dalam kemaluan. Mana cairan yang hanya muncul dari bagian luar, yang mirip dengan keringat.

Wanita Keputihan Apakah Najis dan Membatalkan Wudhu?Rusman H SiregarSabtu, 19 September 2020 - 21:24 WIB

loading...

Apakah keputihan membatalkan shalat dan wudhu
Masalah keputihan merupakan salah satu persoalan fiqih yang sering ditanyakan kaum perempuan. Foto ilustrasi/Ist

Persoalan fiqih yang satu ini sering ditanyakan oleh kaum perempuan. Apakah keputihan itu najis dan membatalkan wudhu ?

Berikut jawaban Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia):

Keputihan (Ar-Ruthubah) secara bahasa bermakna Al-Ballal yang artinya basah, lembab, berembun. Adapun secara terminologi seperti yang dijelaskan ulama yaitu cairan putih yang samar antara madzi dan keringat. (Nihayatul Muhtaj, 1/229). Adapun madzi adalah cairan yang keluar dari kemaluan ketika syahwat, dan lebih sering dialami wanita. Statusnya disepakati najisnya . (Baca Juga: Darah Istihadhah dan Hukum Wanita yang Mengalaminya )

Syeikh Sayyid Sabiq rahimahullah memberikan penjelasan:

وهو ماء أبيض لزج يخرج عند التفكير في الجماع أو عند الملاعبة، وقد لا يشعر الانسان بخروجه، ويكون من الرجل والمرأة إلا أنه من المرأة أكثر، وهو نجس باتفاق العلماء

"Itu adalah air berwarna putih agak kental yang keluar ketika memikirkan jima' atau ketika bercumbu, manusia tidak merasakan keluarnya, terjadi pada laki-laki dan wanita hanya saja wanita lebih banyak keluarnya, dan termasuk najis berdasarkan kesepakatan ulama." (Fiqhus Sunnah, 1/26. Darul Kitab Al-'Arabi).

(Baca Juga: Update Covid-19: Positif 240.687 Orang, 174.350 Sembuh dan 9.448 Meninggal)

Pembahasan tentang keputihan ada dua hal:

1. Najiskah Keputihan?
Para ulama membedakan antara keputihan yang keluarnya dari dalam kemaluan, dengan yang keluarnya dari permukaan bagian luar kemaluan.

Tertulis dalam Al Mausu'ah Al-Fiqhiyah:

وَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إلَى نَجَاسَةِ رُطُوبَةِ الْفَرْجِ الْخَارِجَةِ مِنْ بَاطِنِهِ ، لأَِنَّهَا حِينَئِذٍ رُطُوبَةٌ دَاخِلِيَّةٌ ، أَمَّا الْخَارِجَةُ مِنْ ظَاهِرِ الْفَرْجِ وَهُوَ مَا يَجِبُ غَسْلُهُ فِي الْغُسْل وَالاِسْتِنْجَاءِ فَهِيَ طَاهِرَةٌ . وَذَهَبَ أَبُو حَنِيفَةَ وَالْحَنَابِلَةُ : إِلَى طَهَارَةِ رُطُوبَةِ الْفَرْجِ مُطْلَقًا

"Mayoritas ahli fiqih mengatakan najisnya keputihan yang keluar dari dalam kemaluan, karena itu merupakan cairan yang keluar dari dalam. Ada pun yang keluar dari bagian permukaan, yaitu yang wajib dicebok, maka itu SUCI. Adapun Abu Hanifah dan Hanabilah mengatakan keputihan adalah suci secara muthlaq. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 32/85)

Sementara Ulama Malikiyah, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, mengatakan najis , bahkan dzakar laki-laki juga jadi najis jika jima', atau jari jemari dan pembalut yang masuk ke dalamnya. (Ibid, 22/260)

Sementara mazhab Syafi'i, menyatakan SUCI yang keluar dari permukaan kemaluan yang bisa keluar saat duduk. Adapun keputihan yang dari dalam kemaluan adalah najis, itulah yang menempel dikemaluan laki-laki saat jima'. (Ibid)

Pendapat yang paling kuat adalah SUCI, sebab tidak ada dalil khusus yang menyatakan itu najis. Dan ini pendapat mayoritas ulama. (Baca Juga: Menikahi Wanita Hamil Di Luar Nikah, Bagaimana Pendapat Ulama? )

2. Apakah Membatalkan Wudhu?
Mayoritas ulama mengatakan wudhu batal karena keluar keputihan, walau keputihan itu suci. Hal ini sama seperti air mani, walau suci, tetaplah membatalkan wudhu dan shalat. Syeikh Muhammad Shalih Al-Munajjid Hafizhahullah mengatakan:

أنها ناقضة للوضوء ، وهذا مذهب الجمهور ، واستدلوا بأن النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر المستحاضة أن تتوضأ لكل صلاة ، وتلك الرطوبة أو السوائل ملحقة بالاستحاضة

"Itu membatalkan wudhu, inilah mazhab Jumhur, mereka berdalil karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada wanita yang sedang istihadhah untuk berwudhu setiap akan salat. Sedangkan keputihan akan ikut keluar bersamaan dgn istihadhah." (Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 44980).

Sementara ulama lain, seperti Imam Ibnu Hazm mengatakan tidak batal. Juga salah satu pendapat Imam Ibnu Taimiyah. (Al Ikhtiyarat, Hal. 27), walau dalam kitab lain dia menyatakan tidak batal. (Majmu Al Fatawa, 21/221). Jadi, jika dalam keadaan normal dan wajar sebagaimana umumnya keputihan itu membatalkan wudhu dan salat, maka wajar jika ada yang melarangnya menjadi imam.

Bagaimana jika sudah jadi penyakit? Ada wanita tertentu yang keputihannya tidak wajar. Sangat banyak dan keluar terus menerus, yang disebabkan sakit. Maka, ini kondisi masyaqqat (kesulitan) baginya, baginya boleh menjamak salat. Zuhur dan Ashar, Maghrib dan isya. Jika memang sulit wudhu tiap salat. Tapi, jika dia tidak kesulitan maka dia wajib salat pada waktunya masing-masing. (Liqa Asy Syahriy, 2/212). (Baca Juga: Berjilbab Tapi Modelnya Potongan, Bagaimana Hukumnya? )

Wallahu Ta'ala A'lam

(rhs)

Apakah keputihan dapat membatalkan wudhu dan shalat?

Jika keputihan berasal dari bagian dalam kemaluan seorang perempuan, maka ia membatalkan wudhunya. Jika berasal dari bagian luar kemaluan perempuan, keputihan tidak membatalkan wudhu. Bagian dalam kemaluan artinya bagian yang tak terlihat ketika jongkok. Bagian ini tidak wajib dibasuh saat bersuci.

Keluar keputihan apakah wajib wudhu?

Seandainya ragu, apakah cairan yang keluar itu adalah keputihan atau keringat, maka tidak wajib berwudhu. Karena asalnya adalah tetap dalam keadaan suci sebelum diyakini adanya perkara yang membatalkan.

Apakah keluar cairan dari kemaluan wanita membatalkan wudhu?

Pertama, cairan berasal dari vagina bagian luar, maka hukumnya suci dan keluarnya tidak membatalkan wudhu. Kedua, cairan berasal dari vagina bagian paling dalam, maka hukumnya najis dan keluarnya membatalkan wudhu.

Celana kena keputihan apakah najis?

Maka dari itu, cairan keputihan juga berhukum najis, sehingga harus dibersihkan terlebih dahulu dari kemaluan sebelum berwudhu dan melaksanakan salat.