Apa hukum memamerkan makanan di sosmed?

Apa hukum memamerkan makanan di sosmed?

w_4103

5waktu sangatlah berharga

#ternyata masih ada yg blm beruntung ...hrsny q bersyukur sudah bisa mkn enak buknny pamer makanan sedgkn....y allah 😭

133 Likes, 5 Comments. TikTok video from 5waktu sangatlah berharga (@w_4103): "#ternyata masih ada yg blm beruntung ...hrsny q bersyukur sudah bisa mkn enak buknny pamer makanan sedgkn....y allah 😭". Seharusny Aku Tak Memosting Makanan Disosmed Yang Hendak Aku Makan 😣 KARENA | Sangat Malu Aku Sama AllAH 😞 Berdosa Sekali Aku . suara asli - Alex riopan.

2004 views|

suara asli - Alex riopan

BAGI Anda yang terobsesi mengunggah foto makanan dan minuman di media sosial, mungkin harus berhati-hati. Sebab hal itu bisa menjadi kebiasaan sehingga muncul gangguan psikologis dan mental.

Bahkan, kini banyak orang sering keluar rumah untuk makan di suatu tempat, bukan karena orang tersebut lapar tetapi hanya untuk pamer di media sosial tentang apa yang dia makan, betapa kerennya tempat yang dikunjungi dan kapan akan kembali ke tempat tersebut.

 

Apa hukum memamerkan makanan di sosmed?

Perkembangan teknologi tentu menciptakan ruang tersendiri bagi penggunanya yang dapat berinteraksi dengan pengguna lain tanpa harus berhadapan secara langsung. Dengan mengunggah makanan dan tempat makan yang dikunjunginya, secara tidak langsung memaksa pengguna media sosial lain melihat aktivitasnya dengan memamerkan foto makanan tersebut.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

  • #Halal Food
  • #media sosial
  • #Foto Makanan

Tahadduts Binnikmah Tapi Hakikatnya Riya’

Belakangan ini pikiran saya agak berontak. Bukan karena kebijakan pemerintah, statemen kontroversial dari seorang pejabat, maupun beragam kejadian viral di Media Sosial.

Kejadian ini sebenarnya setiap hari kita alami dan kita lihat berlalu lalang di berbagai platform media sosial baik di fitur status, snap, story, maupun tweet.

Ya, betapa orang-orang yang dengan mudahnya ‘memamerkan’ makanan di media sosial, mulai dari ibu-ibu selesai masak kemudian upload di status Whatsapp dengan caption “menu masakan hari ini Bunnnn”. Ada juga santri putri yang upload menu makanan ke status Facebook dengan caption“hasil latihan masak resep keluarga dengan ibu tercinta”.

Sering juga kita temui pemuda-pemudi yang lagi eksis di restoran maupun cafe, cekrak-cekrek berlatar makanannya kemudian upload di snapgram sambil menulis “malming ngopi di kafe A, restoran B”. Dan masih banyak lagi postingan dengan menampilkan makanan (mengecualikan iklan makanan).

Lalu, apa yang menjadi masalah dari aktivitas media sosial sebagian orang di atas?

Bagi banyak orang, sebenarya hal di atas merupakan perkara yang lumrah dilakukan. Namun hal itu bisa menyakiti bagi sebagian kecil orang. Dan sebagian kecil orang itu adalah mereka yang kebetulan lagi mengalami kesulitan memperoleh makanan walaupun itu sesuap nasi.

Mari kita renungkan, bayangkan saja posisi kita berada pada orang yang mengalami kesulitan memperoleh makanan tadi. Di saat keadaan lagi lapar, merintih menahan perut yang perih, hanya bisa memandang makanan yang di-upload oleh teman-teman kita di media sosial tadi, dan tidak bisa memilikinya. Betapa ‘nelongsonya’ kita.

Kita hanya bisa turut mensyukuri atas nikmat yang diberikan teman kita. Itupun jika hati kita lagi bersih. Bila sebaliknya, pasti kita bisa su’udzon, iri, dan dengki.

Kemungkinan hal seperti itulah yang dialami dan yang ada dipikiran orang-orang yang kebetulan melihat makanan yang kita upload.

***

Loh! ya tidak bisa dong, bukannya itu termasuk tahadduts binnikmah?

Ya tidak lah! Tahadduts binnikmah kok hampir setiap hari. Seyogyanya jangan berselimut dengan tahadduts binnikmah yang membuatmu dengan bebas upload makanan. Ditambah lagi antara tahadduts binnikmah dan riya’ itu tipis banget perbedaanya. Salah niat sedikit aja sudah beda urusanya.

Jika ingin tahadduts binnikmah bisa dengan menunjukkan kenikmatan lain. Seperti foto-foto tamasya, olahraga, ataupun silaturahmi bersama keluarga. Itu kan juga termasuk kenikmatan.

Soalnya, makanan ini kebutuhan bersifat primer dan terus menerus harus terpenuhi. Jika sehari saja tidak terpenuhi sudah luar biasa susahnya.

Maka kita jaga perasaan mereka orang yang kebetulan sedang apes, tidak mampu untuk membeli makan. Atau istilah jawanya ‘tepo seliro’.

Saking sensitifnya makanan ini, Syekh Zarnuji dalam kitab Ta’lim-nya sampai mencegah para penuntut ilmu mengonsumsi makanan pasar.

Selain alasan kebersihanya tidak terjamin dan jauhnya makanan dari do’a-do’a kalimat suci, Syekh Zarnuji juga memasukan alasan karena apes-nya orang fakir yang tidak mampu membeli makanan yang ada di pasar dan hanya bisa memandanginya saja. (keterangan lebih lanjut baca kitab Ta’limul Muta’alim bab wira’i)

Karena alasan apes-nya orang fakir ini dalam pembahasan lebih lanjut para penuntut ilmu juga dicegah untuk mengonsumsi makanan di tempat yang kelihatan mencolok di keramaian umum.

Maka dari itu, mari kita amalkan apa yang telah diajarkan pendahulu kita untuk ‘tepo seliro’ menjaga perasaan orang lain. Mulai dari hal kecil, seperti yang diuraikan di atas.

Bisa saja, hal yang menurut kita sepele, malah menimbulkan sakit hati kesebagian kecil orang. Boleh kita bebas berekpsresi dengan media kita, tapi adab dan tatakrama lebih utama!

Editor: Yahya FR

Apa hukum memamerkan makanan di sosmed?

Apa hukum memamerkan makanan di media sosial?

“Bukanlah haram jika mengunggah gambar karena Rasulullah SAW bersabda, kalau kita beli makanan atau masak dan kemudian tetangga kita menghirup baunya, itu adalah sunah," ujar Azhar, seperti dikutip dari Kompas TV.

Apa hukum pamer dalam Islam?

Dalam Islam perilaku flexing amat terlarang, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam surat Luqman/31;18: Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.

Apakah pamer itu dosa?

Memamerkan harta merupakan sikap riya yang dilarang oleh Islam. Hukum pamer kekayaan dalam Islam ini juga telah dijelaskan oleh Ustadz Adi Hidayat. Perbuatan riya ini merupakan perbuatan syirik kecil yang memiliki dosa yang besar. Hal ini sebagaimana Allah SWT pernah bersabda dalam Al-Quran Surat Luqman ayat 8.