Mengapa nilai tukar rupiah lebih rendah dibanding negara lain

BALI, investor.id - Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Wahyu Agung Nugroho, mencatat, nilai tukar rupiah selama Januari hingga 30 September 2022 terdepresiasi hingga 6,40% (year to date) dibandingkan dengan level akhir 2021.

Meski depresiasi masih berlanjut, namun Wahyu menegaskan bahwa depresiasi rupiah terhadap dolar AS masih lebih baik dibandingkan mata uang sejumlah negara berkembang lainnya.

Baca juga: BI: Resesi Global Berpotensi Pengaruhi Ekonomi Bali

"Rupiah masih relatif baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya seperti India 8,65%, Malaysia sebesar 10,16% dan Thailand sebesar 11,36%," ucapnya dalam Pelatihan Bank Indonesia, Sabtu (1/10/2022).

Sementara itu, secara point to point rupiah depresiasi 2,24% (ptp) dibandingkan posisi akhir Agustus 2022. Menurutnya perkembangan nilai tukar yang tetap terjaga ditopang oleh pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik serta langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia.

"Caranya dengan intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian atau penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder" ucapnya.

Editor : Mashud Toarik ()

Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS

Mengapa nilai tukar rupiah lebih rendah dibanding negara lain
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada Rakorpusda Pengendalian Inflasi 2022, di Surabaya, Rabu (14/9).

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih lebih rendah dibandingkan depresiasi nilai tukar mata uang negara lain. 

Airlangga mengatakan, depresiasi rupiah saat ini sebesar 6,5 persen, jauh lebih rendah dari depresiasi mata uang seperti poundsterling Inggris yang minusnya hingga 20 persen terhadap dolar AS.

"Rupiah terdepresiasi sekitar 6,5 persen. Namun banyak negara lebih rendah dari kita. Bahkan inggris sendiri angkanya terdepresiasi 20 persen Ini menunjukkan dari segi resiliensi sekali lagi Indonesia relatif kuat," kata Airlangga di Jakarta Convention Center, Selasa, 11 Oktober 2022.

Baca: Rupiah Hari Ini Diprediksi Melemah di Level 15.360 per Dolar AS, Apa Saja Pemicunya?

Masih kuatnya pergerakan kurs rupiah ini yang ditopang dengan ketahanan ekonomi domestik, kata Airlangga juga ditopang oleh membaiknya berbagai indikator sektor riil di Indonesia. Misalnya indeks keyakinan konsumen di Indonesia yang masih tinggi hingga September 2022.

Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada September 2022, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2022 sebesar 117,2, atau masih berada pada level optimis, meski lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 124,7.

"Dari sektor riil beberapa indikasi positif antara lain neraca perdagangan dan transaksi berjalan positif, indeks keyakinan konsumen di atas 100 dan cadangan devisa sekitar US$ 130 miliar, ini membuktikan tingkat resiliensi Indonesia tinggi," kata Airlangga.

Sebagai informasi, di pasar spot, berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini telah tembus di level Rp 15.366 per dolar AS. Angka ini melemah hingga 0,32 persen dibandingkan penurupan perdagangan hari sebelumnya di level Rp 15.318 per dolar AS.

Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor Bank Indonesia terakhir berada di level Rp 15.299 per dolar AS per 10 Oktober 2022. Angka tersebut melemah dari kurs acuan pada pada akhir pekan lalu, 7 Oktober 2022 di level Rp 15.246 per dolar AS.

Baca juga: Harga Emas Antam Hari Ini Jeblok jadi Rp 941.000 per Gram

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Mengapa nilai tukar rupiah lebih rendah dibanding negara lain
Ilustrasi Rupiah Turun. ©2015 Merdeka.com/Angeline Agustine

Merdeka.com - Berita mengenai melemahnya nilai rupiah seolah tak pernah ada habisnya. Melemahnya rupiah lebih mendominasi dibanding penguatannya. Hal ini tentu berdampak pada berbagai sektor perekonomian di dalam negeri.

Pelemahan yang terus-menerus akan mempersulit perencanaan bisnis, akibatnya perhitungan biaya produksi menjadi kacau. Hal ini membuat perhitungan harga jual produk yang masih menggunakan bahan baku impor menjadi serba sulit dan tidak pasti.

Mengutip artikel dari Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, pelemahan rupiah tidak lepas dari tingginya permintaan atau kebutuhan akan dolar AS di dalam negeri.

Di sisi lain, kebutuhan dolar AS belum cukup diimbangi dengan pasokan atau persediaan dolar AS di negeri ini. Oleh karena itu, upaya menekan kebutuhan akan dolar AS di dalam negeri perlu dilakukan. Sementara, upaya mendorong kegiatan ekonomi yang bisa menambah pasokan dolar AS pun juga diperlukan.

Berikut uraian selengkapnya mengenai penyebab rupiah melemah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia yang menarik untuk diketahui.

2 dari 4 halaman

Secara alami, nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh kondisi penawaran-permintaan (supply-demand) pada mata uang tersebut. Jika permintaan meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan mengalami kenaikan.

Sebaliknya jika penawaran pada mata uang itu meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Faktor penyebab melemahnya nilai tukar rupiah dapat dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal.

Berikut penjelasan mengenai penyebab rupiah melemah dari segi faktor internal dan eksternal, dilansir dari artikel Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI.

3 dari 4 halaman

Faktor internal dalam penyebab rupiah melemah mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Kebijakan transaksi berjalan (total ekspor barang dan jasa dikurangi impor barang dan jasa) yang mengalami defisit sejak 2012 (lebih banyak impor daripada ekspor). Defisit berjalan ini dikhawatirkan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi tidak berkesinambungan. Untuk mengurangi defisit transaksi berjalan tersebut, tampaknya otoritas moneter memilih langkah memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membiarkan rupiah cenderung melemah.

2. Keluarnya sebagian besar investasi portofolio asing dari Indonesia yang menurunkan nilai tukar rupiah karena dalam proses ini investor asing menukar rupiah dengan mata uang utama dunia, seperti dolar AS untuk diputar dan di investasikan di negara lain. Hal ini berarti akan terjadi peningkatan penawaran atas mata uang rupiah. Peristiwa tersebut akan simetris dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang akan cenderung menurun sejalan dengan kecenderungan penurunan nilai rupiah.

3. Politik anggaran negara terkait utang. Melemahnya rupiah tidak hanya berdampak pada kenaikan harga komoditas impor saja, namun juga dari utang luar negeri, karena utang luar negeri ditetapkan dengan mata uang asing dan masih ada yang tidak diasuransikan (lindung nilai). Akibatnya, karena utang harus dibayar dengan mata uang dolar AS, sedangkan nilai tukar rupiah dipastikan melemah, maka besaran utang otomatis meningkat.

4 dari 4 halaman

Faktor eksternal penyebab rupiah melemah lebih disebabkan oleh menguatnya ekonomi Amerika Serikat (AS). Pertumbuhan ekonomi AS yang kuat menimbulkan spekulasi Bank Sentral AS (The Fed) akan segera menaikkan suku bunga (Fed Rate).

Sementara di Eropa, Jepang, dan Tiongkok justru sedang membutuhkan dukungan kebijakan moneter untuk mencegah perekonomiannya jatuh ke masa resesi. Dengan kata lain, suku bunga di AS cenderung mengalami kenaikan, sedangkan suku bunga di negara lain cenderung tetap atau bahkan menurun.

Suku bunga yang tinggi di AS telah memicu aliran dana ke aset-aset dalam dolar AS (selain saham dan obligasi). Selain itu, kekhawatiran ekonomi global akan terus melambat telah membuat investor dunia mencari tempat yang aman untuk investasi mereka.

[edl]

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 20 Juli 2022 nilai tukar rupiah terdepresiasi atau melemah 4,9 persen dibandingkan posisi akhir 2021.

Meski begitu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan depresiasi rupiah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan mata uang negara-negara berkembang lainnya. Menurut BI, ringgit Malaysia sudah melemah 6,41 persen, rupee India melemah 7,07 persen, dan baht Thailand menyusut 8,88 persen.

"Depresiasi rupiah year to date tadi kami sampaikan 4,9 persen, lebih rendah dari negara lain Malaysia, Thailand, dan negara lain," ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (21/7/2022).

Baca juga: Risiko Stagflasi, BI Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Tahun Ini Jadi 2,9 Persen

Menurut Perry, peningkatan tekanan pada mata uang Garuda ini turut dialami oleh mata uang negara lainnya. Hal ini akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan yang disebabkan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif.

Hal itu dilakukan berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

Namun BI memastikan volatilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga meskipun terjadi depresiasi. Salah satunya dengan mengintervensi pasar keuangan dan menjaga likuiditas rupiah tetap di level yang optimal.

"Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi," jelas Perry.

Baca juga: BI Tahan Suku Bunga Acuan, Rupiah Melemah Tembus Level 15.000 Per Dollar AS

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.