Mengapa kerajaan Sriwijaya bisa menjadi pusat pembelajaran agama Buddha di Asia

tirto.id - Sejarah Kerajaan Sriwijaya menjadi bukti bahwa agama Buddha pernah besar di Indonesia. Selain sebagai kerajaan penganut Buddha pertama di Nusantara, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengajaran ajaran yang dirintis oleh Sidharta Gautama ini. Selain itu, lokasi Kerajaan Sriwijaya juga masih kerap diperdebatkan.

Pada abad ke-7 Masehi, Kerajaan Sriwijaya muncul setelah adanya kota-kota perdagangan di wilayah Sumatera. Saat itu, wilayah pantai Sumatera terkenal dengan keramaiannya karena merupakan salah satu jalur perdagangan. Namun, lokasi tepatnya kerajaan ini belum diketahui kendati konon pernah berpusat di Palembang.

Paul Michel Munoz dalam Early Kingdoms of the Indonesian Archipelagoand the Malay Peninsula (2006) mengungkapkan, salah satu alasan mengapa keberadaan Sriwijaya sangat sulit dipastikan adalah karena banyaknya nama yang dikait-kaitkan dengan penyebutan kerajaan ini.

Terdapat beberapa penyebutan untuk Sriwijaya. Dalam bahasa Sanskerta disebut sebagai Yavadesh atau Javadeh. Lalu, bangsa Cina menyebutnya Shih-li-fo-shih, San-fo-ts’I, atau San Fo Qi. Adapun para saudagar Arab memanggilnya Zabaj.

Baca juga:

  • Kejamnya Sultan Samudera Pasai dan Serbuan Majapahit
  • Sejarah Kepemimpinan Ratu Shima di Kerajaan Kalingga
  • Ketika Serambi Mekkah Diperintah Para Sultanah

Mengapa kerajaan Sriwijaya bisa menjadi pusat pembelajaran agama Buddha di Asia

Melacak Jejak Kerajaan Sriwijaya

Salah satu petunjuk yang menguatkan keberadaan Sriwijaya adalah Prasasti Ligor. Prasasti ini berbahasa Sanskerta, ditulis pada 775 M, dan terdapat penghormatan terhadap raja-raja Sriwijaya, seperti Sriwijayendraraja, Sriwijayeswarabhupati, dan Sriwijayanrpati.

Petunjuk lain mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya dapat ditelusuri dari catatan seorang pendeta dari Cina pada masa Dinasti Tang di abad ke-7 bernama I Tsing. Menurut penelitian Gabriel Ferrand bertajuk L’Empire Sumatranais de Crivijaya (1922), I Tsing menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.

Nia Kurnia dalam Kerajaan Sriwijaya: Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya (1983) meyakini bahwa catatan I Tsing harus mendapat tempat sebagai sumber informasi terpenting tentang Kerajaan Sriwijaya.

Berangkat dari pendapat tersebut, ada salah satu catatan I Tsing mengenai Sriwijaya.

“Banyak raja dan kelapa suku di pulau-pulau Laut Selatan memuja dan percaya (pada Buddhisme), dan hati mereka penuh tekad menghimpun perbuatan baik. Di kota berbenteng Bhoga, bhiksu-bhiksu Buddhis berjumlah lebih dari seribu dan pikiran mereka terarah pada pengetahuan dan karya yang baik. Mereka meneliti dan mempelajari segala perkara yang sama seperti di Kerajaan Tengah (Tiongkok), peraturan dan upacara tidak jauh berbeda. Kalau seorang bhiksu Cina ingin pergi ke barat untuk mendengarkan (ajaran) dan membaca (teks asli) sebaiknya dia tinggal di sini satu dua tahun dan berlatih menjalankan peraturan yang tepat lalu meneruskan perjalanan ke India Tengah.”

Masih ada lagi bukti yang menyatakan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, yakni Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang. J.G. Casparis dalam Indonesian Palaeography (1975) mengungkapkan bahwa prasasti ini berangka tahun 682 atau masih dalam perjalanan abad ke-7 M.

Baca juga:

  • Benarkah Sejarah Kerajaan Sriwijaya Fiktif Macam Kata Ridwan Saidi?
  • Mengapa Negara Majapahit Bubar?
  • Ratu Pramodhawardani: Kawin Beda Agama, Menganjurkan Toleransi

Sriwijaya Pusat Agama Buddha

Kemaharajaan Sriwijaya dikenal sebagai negeri bahari juga merupakan pusat pembelajaran agama Buddha terbesar di Asia Tenggara. Saat itu, Sriwijaya banyak dikunjungi oleh para biksu dari berbagai negara. Prasasti Ligor merupakan tanda petilasan Buddha telah dibuat di wilayah Sriwijaya.

Agama Buddha memiliki dua mazhab, Mahayana dan Hinayana. Dalam beberapa sumber tertulis dan arca yang ditemukan menyebutkan bahwa ajaran Buddha yang berkembang di Sriwijaya adalah Buddha Mahayana.

Kerajaan Sriwijaya dapat dikatakan sebagai pusat kebudayaan, peradaban, dan ilmu pengetahuan agama Buddha. Para biksu dari berbagai penjuru datang dan tinggal di kerajaan ini dalam waktu yang lama untuk mempelajari ajaran Buddha.

Terkenalnya Sriwijaya sebagai pusat pembelajaran ajaran Buddha tidak lepas dari peran Dharmakrti. Ia adalah biksu tertinggi di Kerajaan Sriwijaya yang memiliki pengetahuan luas tentang ajaran Buddha. Bahkan, Dharmakrti pernah menyusun kritik terhadap isi kitab Abhisamayalamkara.

Baca juga:

  • Gajah Mada dan Kontroversi Dalang Pembunuhan Raja Majapahit
  • Sejarah Kerajaan Majapahit: Pemimpin Lemah, Negara Punah
  • Mengenal Kerajaan Sekala Brak sebagai Leluhur Lampung

Dikutip dari situs resmi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, keilmuan Dharmakrti yang tinggi membuat seorang biksu dari Tibet yang bernama Atisa (Dipamkararsjnana) datang ke Sriwijaya untuk berguru kepadanya pada 1011 hingga 1023 M.

Setelah menjadi kerajaan besar dan pusat ajaran Buddha selama puluhan bahkan ratusan tahun, Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran, salah satunya lantaran invasi Kerajaan Chola dari India Selatan pada 1025 M.

Selain itu, munculnya kerajaan-kerajaan besar di Nusantara dan sekitarnya seperti Siam (Thailand) dan Singasari (Jawa bagian timur) juga semakin menggerus kejayaan Sriwijaya. Hingga akhirnya, Sriwijaya hancur pada 1377 M seiring dengan kemunculan dan semakin besarnya Kerajaan Majapahit.

Baca juga artikel terkait KERAJAAN SRIWIJAYA atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Buddha serta pengajaran bahasa Sanskerta di tingkat internasional. Hal ini disebabkan karena adanya biksu terkenal yang bernama Sakyakirti dan Dharmakirti. Kedua biksu ini merupakan biksu yang berperan besar dalam mengajarkan agama Buddha di Sriwijaya. Sakyakirti dan Dharmakirti hidup di zaman yang berbeda. Sakyakirti hidup pada abad ke-8 Masehi, sedangkan Dharmakirti hidup pada abad ke-11 Masehi. Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah C.

Pertanyaan

Dalam catatan perjalanan I-tsing, Kerajaan Sriwijaya dikatakan menjadi pusat pembelajaran agama Buddha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara dan telah membangun jaringan pembelajaran agama Buddha hingga India. Bukti dari catatan I-tsing yang masih terlihat hingga saat ini adalah ....

Berikan pendapat mu tentang kepemimpinan khalifah harun ar rasyid

Disebut apakah segala sesuatu yang memberikan kesaksian atas kebenaran adanya Allah di dalam Al-Qur'an? ​

cari lah ayat-ayat tentang berputus asa dan tidak berputus asa dari mazmur pasal 21-30 beserta bunyinya ​

seperti yang kita ketahui bahwa ahmad subardjo adalah seorang tokoh nasional yang juga merumuskan serta membantu sangat dalam membuat rancangan undang … -undang 1945 dan ikut serta dalam merumuskan teks proklamasi. Namun mengapa nama ahmad subardjo tidak terdengar di telinga kawula muda?

gambar di atas merupakan pertemuan para tokoh ilmuwan dunia pada konvensi Konvensi tersebut membahas berbagai masalah penting terkait ilmu fisika dan … kimia di masa Daulah Abbasiyah dahulu seperti itu biasa digelar di sebuah majelis bernama..​

Gambarkan kota-kota Perindustrian pada masa Abbasiyah​

daulah Abbasiyah periode ke 4 berada dibawah kekuasaan. . .a.bani saljukb.bani buwaihic.bani Umayyahd.bani hasyim​

menurut Marcopolo pembawa masuk Islam ke Indonesia adalah para pedagang dari. . .a.persiab.gujaratc.arabd.benggala​

Dibawah ini manakah yang bukan termasuk karakter positif yang dimiliki masyarakat Arab?A. Sabar menghadapi lingkungan yang keras. B. Gigih dalam menca … ri nafkah. C. Pandai menyenangkan hati perempuan. D. Loyal terhadap pimpinan. ​

Teka Teki Sejarah Aku negara biasa tetapi bisa menaklukkan beberapa persen benua asia siapakah aku?​