Ketika melaksanakan Shalat Kusuf Imam membaca surat Al fatihah dan suratan secara


SHOLAT كشفين KUSYUFAIN(DUA GERHANA)

Sholat kusyufain كشفين (menggunakan kaf) adalah istilah dari sholat gerhana bulan dan gerhana matahari, terkadang juga disebut dengan sholat khusyufain (menggunakan kho’), akan tetapi yang masyhur menggunakan istilah kusuf untuk gerhana matahari dan khusuf untuk gerhana bulan, seperti yang disebutkan oleh Imam Abi Qhosim dalam kitab Fathul Qorib.Sholat gerhana hukumnya sunnah muakadah (dikuatkan) didasarkan pada hadits-hadits shohih. Sholat ini seperti halnya sholat istisqo’ memiliki ruku’ dan sujud akan tetapi tidak memakai adzan sebelumnya. Para ulama berpegangan pada pendapat Imam Syafi’i dalam kitab Al Umm bahwasanya tidak boleh meninggalkan sholat gerhana bahkan makruh meninggalkannya karena kuatnya hukum sholat ini, dan juga agar sesuai dengan pendapat Imam Syafi’i. Apabila sholat ini terlewat maka tidak dilaksanakan qodlo.

Ada tiga tata cara pelaksanaan sholat gerhana, paling sedikit yaitu dengan melakukan sholat dua rokaat seperti sholat sunah Dzuhur, dengan niat melakukan sholat gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan. Keterangan ini sama dengan keterangan dalam kitab Al Majmu’ berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abu Huroiroh.

Tata cara yang kedua atau batas minimal kesempurnaan pelaksanaan sholat ini yaitu dengan menambah berdiri, bacaan fatihah dan suratan beserta ruku’ pada setiap rokaatnya. Jadi setiap rokaat berdiri dua kali, membaca surat pendek dua kali, dan ruku’ dua kali. Pada roka’at pertama setelah membaca surat al-Fatihah dan surat pendek, kemudian ruku’ dan i’tidal, dilanjutkan berdiri yang kedua kemudian membaca surat al-fatihah dan surat pendek, kemudian baru ruku’ yang kedua dilanjutkan i’tidal dan sujud. Begitu juga pada roka’at kedua, setelah sujud pada rokaat kedua membaca tasyahud akhir kemudian salam. Tata cara ini mengikuti sholatnya Nabi SAW. Yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam Muslim. Ruku’ tidak dikurangi ataupun ditambah walaupun gerhana sudah pulih. Sholat ini tidak berulang-ulang, boleh diulangi dengan syarat seperti syaratnya i’adah (mengulangi shalat) yaitu apabila sudah melakukan sholat gerhana kemudian menjumpai jamaah sholat gerhana, maka boleh mengulangi sholat gerhana secara berjamaah.

Tata cara paling sempurna yaitu setelah membaca fatihah pada berdiri yang pertama membaca surat Al Baqoroh, jika tidak bisa maka membaca ayat sejumlah kira-kira surat Al Baqoroh. Pada berdiri yang kedua membaca sekitar dua ratus ayat surat Al Baqoroh. Pada berdiri yang ketiga seratus lima puluh ayat surat Al Baqoroh. Berdiri yang keempat seratus ayat surat Al Baqoroh. Sedangkan dalam Nash (ketetapan) yang lain pada berdiri yang kedua membaca surat Ali Imron, berdiri yang ketiga membaca surat An Nisa’, berdiri yang keempat membaca surat Al Maidah. Imam An Nawawi berkata dalam kitab Ar Raudloh, dua tata cara tersebut bukanlah pertentangan yang nyata, akan tetapi berdekatan.

Pada ruku’ dan sujud yang pertama membaca tasbih sekira seratus ayat surat Al Baqoroh, yang kedua sekira delapan puluh, yang ketiga sekira tujuh puluh, dan yang keempat sekira lima puluh, dalam lamanya membaca tasbih hanya menggunakan perkiraan, karena ketetapan Nabi SAW dalam lamanya membaca tidak disertai kepasatian, dan didasarkan juga pada perkataan Ibnu Abbas yang meriwayatkan “Pada berdiri yang pertama berdiri dalam waktu yang lama, begitu juga berdiri selanjutnya, lama berdiri yang pertama sekitar pembacaan surat Al Baqoroh, pada berdiri yang kedua lamanya kurang dari berdiri yang pertama. Dan dalam ruku’ pertama, ruku’ dalam waktu yang lama, begitu juga ruku’ yang selanjutnya, tapi lamanya kurang dari ruku’ yang pertama”. Dan tidak memanjangkan bacaan ketika duduk dan i’tidal. Imam Nawawi memilih pendapat bahwasanya disunatkan memanjangkan bacaan pada duduk diantara dua sujud karena keabsahan hadits dalam masalah tersebut. Kesunahan-kesunahan yang telah disebut di atas dilakukan jika tidak terdapat udzur (halangan), jika terdapat halangan maka disunahkan mempercepat sholat. Seperti keterangan yang diambil dari Imam Syafi’i dalam kitab Al Umm, beliau mengatakan “Ketika memulai sholat gerhana sebelum sholat jum’at maka sholat gerhana dipercepat, dalam setiap ruku’ membaca surat Al Fatihah dan Al Ikhlas atau yang serupa”.

Disunahkan mengeraskan bacaan sholat gerhana bulan, karena digolongkan pada sholat malam, berbeda dengan gerhana matahari, dalam sholat ini tidak disunahkan mengeraskan bacaan. Hadits yang meriwayatkan bahwa Nabi SAW membaca keras dan membaca pelan mengacu pada keterangan tersebut. Disunahkan pula melakukan sholat gerhana di dalam masjid jika tidak ada halangan, seperti halnya sholat ied (hari raya)

Setelah sholat gerhana, disunahkan melakukan dua khutbah seperti khotbahnya sholat ied (hari raya), akan tetapi pada khutbah sholat gerhana tidak takbir. Isi dari khutbah tersebut menganjurkan kebaikan, seperti taubat, shodaqoh, memerdekakan budak dan lain sebagainya. Dalam hadits riwayat Imam Bukhori menyebutkan bahwa Nabi SAW memerintahkan memerdekakan budak saat gerhana matahari. Wanita yang menjadi imam bagi jamaah wanita tidak disunahkan berkhutbah, seandainya salah satu dari mereka hanya memberikan mauidloh maka diperbolehkan.

 Orang yang melaksankan sholat gerhana dihitung satu rokaat apabila menjumpai ruku’ pertama baik roka’at pertama atau kedua, seperti pada sholat lain. Tidak dihitung satu rokaat jika hanya menjumpai ruku’ kedua atau berdiri yang kedua baik roka’at pertama ataupun kedua, karena ruku’ ataupun berdiri ikut pada yang pertama.

Waktu sholat gerhana matahari selesai ketika matahari terbenam dalam keadaan gerhana, karena sudah tidak ada manfaatnya. Demikian juga waktu selesai ketika gerhana pulih kembali, karena pulihnya matahari adalah tujuan dari sholat gerhana, dan itu sudah terjadi.         Berbeda halnya dengan khutbah gerhana, karena tujuan dari khutbah adalah memberi mauidloh, maka waktunya tidak habis disebabkan pulihnya gerhana. Seandainya matahari tertutup mendung yang menyebabkan keraguan pada pulihnya matahari, maka tetap dilaksanakan sholat gerhana, karena hukum asal yaitu tetapnya gerhana, atau ragu akan terjadinya gerhana, maka tidak dilaksanakan sholat gerhana, karena hukum asal yaitu tidak terjadi gerhana. Sedangkan waktu gerhana bulan habis setelah pulihnya bulan, dan juga disebabkan terbitnya matahari karena sudah tidak ada manfaatnya. Waktu sholat gerhana tidak habis disebabkan terbenamnya bulan dalam keadaan gerhana, seperti halnya ketika tertutup mendung. Waktu sholat gerhana juga tidak habis disebabkan terbitnya fajar, karena masih bisa mengambil manfaat dari sinar gerhana. Seandainya matahari terbit ditengah-tengah melaksanakan sholat gerhana bulan, baik sebelum ataupun sesudah fajar maka sholat gerhana tidak batal. Sama halnya ketika gerhana pulih ditengah-tengah sholat.

Seandainya sholat ied, sholat gerhana dan sholat mayit dilaksanakan secara bersamaan dalam satu waktu, maka yang didahulukan adalah sholat mayit karena khawatir (untuk menghindari) mayit sampai berubah (mulai membusuk) jika shalat mayit diakhirkan. Atau sholat gerhana bersamaan dengan sholat fardlu seperti contoh sholat jum’at, maka sholat jum’at didahulukan jika waktu sudah sempit, jika masih luang maka sholat gerhana didahulukan, kemudian dilanjutkan khutbah jum’at yang menjelaskan tentang gerhana, tetapi tidah boleh diniati berkhutbah jum’at dan gerhana secara bersamaan, karena mencampur antara perkara wajib dengan sunah. Setelah selesai khutbah dilanjutkan sholat jum’at. Apabila bersamaan antara sholat gerhana dan witir maka didahulukan sholat witirnya.

pengembara dunia Lihat semua pos dari mas_ayul21

Pada Rabu (26/5) mendatang diprediksi akan terjadi gerhana Bulan total. Kali ini akan sangat spesial karena bulan akan tampak merah dan lebih besar dari biasanya sehingga disebut Bulan Merah Super atau Super Blood Moon.

Hal tersebut dikarenakan pembiasan cahaya Matahari oleh lapisan atmosfer Bumi sehingga membuat bulan nampak seperti berwarna merah.

Salah satu amalan sunnah apabila terjadi gerhana adalah dengan melakukan shalat gerhana.

Salat gerhana adalah salat sunah yang dikerjakan saat terjadi gerhana, baik gerhana matahari atau gerhana bulan.

Ketika melaksanakan Shalat Kusuf Imam membaca surat Al fatihah dan suratan secara

Tata Cara Shalat Gerhana Bulan

Untuk shalat yang dikerjakan saat terjadi gerhana bulan dinamakan shalat Khusuf. Adapuntatacara salat gerhana adalah sebagai berikut:

Niat shalat gerhana bulan:

Sebelum salat ada baiknya imam atau jemaah melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:

Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini imâman/makmûman lillâhi ta‘âlâ

Artinya, “Saya salat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah SWT.”

1. Berniat di dalam hati. Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini imâman/makmûman lillâhi ta‘âlâ.

2. Takbiratul ihram, yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa

3. Membaca do’a iftitah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dilanjutkan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaharkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih).

4. Ruku’

5. Bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan “Sami’allahu Liman Hamidah, Rabbana Wa Lakal Hamd”

6. Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat al quran. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama

7. Ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya

8. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal)

9. Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali

10. Bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya

11. Salam.

Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jemaah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdoa, beristighfar serta disunahkan untuk bersedekah. Jumlah Al-Fatihah, rukuk, dan iktidal dalam 2 rakaat shalat gerhana ini berjumlah 4 kali. (Gan/OL-09)