Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah

Jakarta -

Ketika detikers pergi ke suatu museum dan melihat-lihat lukisan yang dibuat sedemikian indah oleh para seniman, itu merupakan salah satu bentuk dari seni rupa.

Dalam buku Pengetahuan Dasar Seni Rupa yang disusun oleh Sofyan Salam, seni rupa didefinisikan sebagai cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan.

Corak dari seni rupa diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.

Yang membedakan seni rupa dengan seni lainnya yaitu seni rupa selalu menonjolkan nilai-nilai estetika atau keindahan. Pada konteksnya, seni rupa berfungsi sebagai medium untuk memperindah suatu objek atau tempat.

Kemunculan seni rupa di Indonesia bermula pada zaman prasejarah. Sebuah masa di mana manusia belum mengenal tulisan.

Sejarah Singkat Seni Rupa di Indonesia

Mengutip dari buku Seni Rupa Indonesia dalam Perspektif Sejarah karya Purwo Prihatin, S.Sn., M.Hum., kemunculan seni rupa di Indonesia dimulai pada zaman batu atau nirleka. Banyak karya seni yang ditemukan dan terbuat dari batu.

Contoh nyatanya adalah serpihan batu, alat-alat tulang yang masih kasar, lukisan di goa, kapak pendek, serpihan batu halus, tembikar, kapak persegi dan masih banyak lainnya.

Adapun karya seni rupa yang berhubungan dengan proses ritualisasi adalah lukisan goa liang-liang di Sulawesi yang berupa lukisan babi yang sedang meloncat dan pada bagian lehernya terdapat gambar luka bekas tusukan senjata tajam.

Berdasarkan perkiraan, lukisan goa tersebut merupakan proses ritualisasi sebelum melakukan perburuan. Tujuannya untuk mendapatkan hasil yang baik.

Dalam buku Pengantar Studi Seni Rupa yang disusun oleh Edwin Buyung Syarif dan Jakob Sumardjo, awal abad 20 merupakan kemunculan seni rupa barat di kalangan pribumi.

Munculnya seni rupa itu dimulai dari bangsawan yang mampu membiayai dirinya untuk belajar dan bekerja sebagai seniman.

Namun, seni rupa barat sebetulnya telah berkembang lebih dulu di lingkungan masyarakat kolonial Belanda. Sejak mereka berkuasa pada awal abad ke-17.

Masyarakat Belanda mengembangkan seni rupa Eropa di Indonesia dan senimannya adalah orang-orang Eropa itu sendiri yang ada di Indonesia, publik seninya juga dari Belanda.

Kemudian, seniman-seniman Indonesia awal abad 20 melanjutkan seni rupa kolonial yang sudah berkembang di Indonesia dua abad sebelumnya, bahkan beberapa seniman Indonesia belajar secara privat kepada seniman-seniman Barat.

Sementara itu, golongan pribumi di wilayah kerajaan-kerajaan tetap mengembangkan budaya dan seni rupa asalnya, dan masyarakat pribumi yang tidak berasal dari kerajaan atau berbentuk suku, tetap hidup dalam budaya dan seni rupannya sendiri.

Berdirinya Sekolah Lukis di Bandung

Pada laman Dewan Kesenian Jakarta dijelaskan bahwa Belanda mendirikan sekolah lukis untuk melukis etnis di abad ke-19. Nah, sekolah lukis itu yang menjadi cikal bakal seni rupa Indonesia.

Seniman Indonesia pada umumnya memiliki kesadaran membentuk suatu bangsa yang merdeka yang disebut Indonesia, dari kesadaran inilah dibentuk organisasi sosial dan "bulkik" termasuk di dalam seni lukis.

Seni lukis Indonesia tidak berangkat dari wacana seni lukis tapi berangkat dari wacana kebangsaan. Kala itu, seniman-seniman Indonesia mendirikan perkumpulan orang-orang yang suka menggambar, dari kumpulan mana muncul nama-nama yang terkenal seperti Agus Jaya, Putu Jaya, dan Sudjojono.

Di antara ketiga orang itu, Sudjojono merupakan seseorang yang paling menonjol dan terkenal, karena ia paling gemar menulis.

Sebetulnya, sebelum Sudjojono ada juga seniman Indonesia yang diakui oleh VOC yaitu Raden Saleh. Kemudian, di Sekolah Pendidikan Buku Gambar yang terletak di Bandung terdapat mahasiswa yang bernama Mochtar Amir dan Sukondo Bustaman.

Kedua mahasiswa itu mendapat beasiswa belajar seni rupa di Jerman. Dalam disertasinya, Sukondo memuat tentang Raden Saleh dan itu tidak ada latar belakangnya, hanya karena nama belakang mereka sama.

Raden Saleh tidak bisa disebut orang yang mempelopori seni rupa modern di Indonesia, sebab ia tidak memiliki murid, tapi ia bisa disebut sebagai orang pertama pelukis modern di Indonesia.

Selain Raden Saleh, ada juga Affandi yang menjadi orang pertama Indonesia yang diundang ke pameran di Venice Biennale atas nama pribadi.

Tahun 1954 Affandi mendapatkan penghargaan pendukung, dan Affandi kecewa. Juri menjelaskan, lukisan Affandi tergolong ekspresionis sedangkan jaman itu yang dianggap baru adalah surealisme walaupun sang kurator berbicara dengan Affandi dan mengatakan bahwa lukisannya sangat menakjubkan dan tidak ada duanya di dunia.

Sudjojono adalah pelopor seni rupa Indonesia baru. Pada awalnya dia belajar lewat lukisan-lukisan Barat yang dipamerkan di Jakarta. Pemikirannya berawal dari nasionalisme sedangkan secara visual dengan cara melihat langsung dari lukisan orang-orang terkenal dari Barat.

Seniman harus mempunyai persepsi dari lingkungan dan harus diaplikasikan ke dalam lukisan, itu yang dinamakan jiwa tampak. Melukis secara realitas apa yang dilihat. Sejarah seni rupa itu tidak hanya membicarakan orangnya tetapi juga karyanya. Sudjojono tidak bisa melukis tanpa ada modelnya.

Nah, itulah sejarah singkat seni rupa di Indonesia. Semoga informasi di atas dapat menambah wawasan detikers, ya!

Simak Video "Potret Malam Affandi, Pameran 32 Tahun Kematian Sang Maestro Lukis"



(lus/lus)

Perkembangan Zaman Batu Besar atau Zaman Megalitikum diperkirakan sudah ada sejak Zaman Batu Muda hingga Zaman Logam. Kebudayaan Megalitikum merupakan zaman dimana manusianya menghasilkan bangunan dari batu besar, pada umumnya diperuntukan bagi tempat beribadah terhadap arwah nenek moyang dalam sistem kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Bentuk peninggalan-peninggalan Zaman Megalitikum tersebut terbuat dari batu besar yang pembentukannya sesuai dengan kepentingan upacara tertentu. Maka dari itu, hasil kebudayaan Zaman Megalitikum memiliki maknanya masing-masing. Berikut beberapa peninggalan hasil budaya pada Zaman Batu Besar, simak yuk!

Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Menhir (instagram.com/marieddu_marieddu)

Menhir merupakan tugu atau tiang yang berasal dari batu. Menhir dibangun sebagai lambang atau tanda peringatan kepada arwah nenek moyang.

Hasil budaya menhir ini memiliki banyak fungsi, di antaranya untuk sarana pemujaan kepada arwah nenek moyang, digunakan untuk mengikat binatang korban persembahan untuk arwah nenek moyang, tempat penampung roh-roh yang datang dan tempat memperingati kepala suku atau seseorang yang sudah meninggal.

Menhir diletakkan pada tempat tertentu dan kita dapat menjumpainya di Sumatera Selatan serta Kalimantan.

Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Dolmen (instagram.com/loire_forez_tourisme)

Dolmen merupakan meja batu besar yang memiliki permukaan rata. Bentuk dari dolmen seperti alas yang berbentuk lempengan batu besar dengan permukaan datar, kemudian diberikan empat batu panjang sebagai penyangganya.

Hasil budaya dolmen ini mempunyai kegunaan untuk tempat meletakkan roh, tempat duduk ketua suku agar memperoleh berkat magis para leluhur, dan tempat meletakkan sesaji.

Kita dapat menjumpainya di Jawa Timur serta Sumatera Selatan. Dan ternyata dolmen ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, namun juga ada di Eropa, Asia, dan Afrika, terutama di sepanjang pesisir pantai.

Baca Juga: Kaya Budaya Lokal, 5 Lokasi di Hong Kong Ini Jadi Peninggalan Sejarah

Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Punden Berundak (twitter.com/KenzieRyvantya)

Punden berundak merupakan bangunan bertingkat dengan tanjakan kecil yang menyerupai anak tangga sebagai tempat memuja roh para nenek moyang. 

Punden berundak biasanya didirikan di daerah dataran rendah yang tidak berpegunungan, maka mereka membuat bangunan tinggi semacam gunung yang dipuncaknya bersamayam arwah nenek moyang sesuai kepercayaan Animisme. Pada perkembangannya, punden berundak digunakan sebagai dasar pembuatan keraton, candi dan sebagainya.

Kita dapat menjumpainya di Jawa Barat, Kabupaten Sukabumi (Pangguyangan dan Gunung Padang), Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Rangkasbitung, Kabupaten Kuningan hingga daerah Banten Selatan.

Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Kubur Batu (instagram.com/ermandaka)

Kubur batu merupakan peti jenazah pada zaman batu besar yang dipendam dalam tanah. Bentuk kubur batu ini ialah persegi panjang dengan alas, sisi, dan tutupnya yang berasal dari batu kemudian disusun menjadi sebuah peti.

Hasil budaya kubur batu ini adalah wadah penguburan mayat sebagai tempat untuk menyimpan mayat yang terbuat dari batu. Kita dapat menjumpainya di daerah Kuningan, Jawa Barat.

Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Waruga (instagram.com/idataufiktb)

Waruga merupakan kubur batu yang bentuknya bulat atau kubus dengan tutup menyerupai atap rumah. Waruga memiliki fungsi dan bentuk yang hampir sama dengan sarkofagus. Namun posisi mayat ditempatkan dalam keadaan jongkok terlipat.

Hasil kebudayaan Zaman Megalitikum seperti waruga ini penemuannya berada di daerah Minahasa dan banyak ditemukan di sekitar Gilimanuk Bali.

Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Di bawah ini yang bukan termasuk contoh dari hasil seni rupa pada zaman batu besar adalah
Sarkofagus (twitter.com/Valiant Budi)

Sarkofagus merupakan peti jenazah yang bentuknya menyerupai lesung, namun memiliki tutup dibagian atasnya. Biasanya wadah dan tutupnya berukuran sama.

Sarkofagus digunakan sebagai penyimpanan atau penguburan jenazah seperti peti mati. Mayat umumnya diposisikan lurus, terlentang, atau pun miring dengan posisi tangan lurus atau menyilang.

Hasil kebudayaan ini ditemukan di Indonesia. Wilayah persebaran sarkofagus cukup luas, yakni di Bali, Tapanuli, Sumba, Minahasa, Bondowoso, dan Jawa Timur.

Baca Juga: 5 Tempat Peninggalan Sejarah di Karawang yang Kini Jadi Tempat Wisata

Baca Artikel Selengkapnya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.