C.Th. van Deventer, salah seorang penganjur Politik Etis. Show
Politik Etis atau Politik Balas Budi yaitu suatu pemikiran yang menyalakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral untuk kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk semakin memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang. Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda benar panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa masa sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini. Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan masyarakat ke kawasan perkebunan Belanda untuk menjadi pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berfaedah untuk bangsa Indonesia. Pengaruh politik etis dalam proses pengajaran dan pendidikan sangat memerankan sekali dalam pengembangan dan perluasan lingkungan kehidupan pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kumpulan etis yang sangat bermanfaat dalam proses ini yaitu Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, benar untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang nyaris merata di daerah-daerah. Sementara itu, dalam warga telah terjadi semacam pertukaran mental selang orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berupaya menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya. KelainanPada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut benar. Hendak tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini kelainan penyimpangan tersebut. Pengairan hanya ditujukan untuk tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi. Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang bicara dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang bisa. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II untuk anak-anak pribumi dan pada umumnya. Migrasi ke kawasan luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena hal benar permintaan yang agung hendak tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dsb-nya. Mereka menjadi kuli janji. Migrasi ke Lampung benar tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hendak tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri hendak dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan untuk mandor/pengawasnya. Dari ketiga kelainan ini, terjadi karena semakin banyak untuk kebutuhan pemerintahan Belanda. KritikPelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial yaitu warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa dilepaskan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan untuk kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan untuk mereka untuk jenjang pendidikan semakin tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua masyarakat asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers). Pranala luar
edunitas.com Page 2C.Th. van Deventer, salah seorang penganjur Politik Etis. Politik Etis atau Politik Balas Budi yaitu suatu pemikiran yang menyalakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral untuk kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk semakin memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang. Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda benar panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa masa sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini. Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan masyarakat ke kawasan perkebunan Belanda untuk menjadi pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berfaedah untuk bangsa Indonesia. Pengaruh politik etis dalam proses pengajaran dan pendidikan sangat memerankan sekali dalam pengembangan dan perluasan lingkungan kehidupan pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kumpulan etis yang sangat bermanfaat dalam proses ini yaitu Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, benar untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang nyaris merata di daerah-daerah. Sementara itu, dalam warga telah terjadi semacam pertukaran mental selang orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berupaya menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya. KelainanPada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut benar. Hendak tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini kelainan penyimpangan tersebut. Pengairan hanya ditujukan untuk tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi. Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang bicara dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang bisa. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II untuk anak-anak pribumi dan pada umumnya. Migrasi ke kawasan luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena hal benar permintaan yang agung hendak tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dsb-nya. Mereka menjadi kuli janji. Migrasi ke Lampung benar tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hendak tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri hendak dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan untuk mandor/pengawasnya. Dari ketiga kelainan ini, terjadi karena semakin banyak untuk kebutuhan pemerintahan Belanda. KritikPelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial yaitu warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa dilepaskan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan untuk kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan untuk mereka untuk jenjang pendidikan semakin tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua masyarakat asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers). Pranala luar
edunitas.com Page 3C.Th. van Deventer, salah seorang penganjur Politik Etis. Politik Etis atau Politik Balas Budi yaitu suatu pemikiran yang menyalakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral untuk kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk semakin memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang. Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda benar panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa masa sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini. Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan masyarakat ke kawasan perkebunan Belanda untuk menjadi pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berfaedah untuk bangsa Indonesia. Pengaruh politik etis dalam proses pengajaran dan pendidikan sangat memerankan sekali dalam pengembangan dan perluasan lingkungan kehidupan pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kumpulan etis yang sangat bermanfaat dalam proses ini yaitu Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, benar untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang nyaris merata di daerah-daerah. Sementara itu, dalam warga telah terjadi semacam pertukaran mental selang orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berupaya menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya. KelainanPada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut benar. Hendak tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini kelainan penyimpangan tersebut. Pengairan hanya ditujukan untuk tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi. Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang bicara dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang bisa. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II untuk anak-anak pribumi dan pada umumnya. Migrasi ke kawasan luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena hal benar permintaan yang agung hendak tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dsb-nya. Mereka menjadi kuli janji. Migrasi ke Lampung benar tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hendak tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri hendak dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan untuk mandor/pengawasnya. Dari ketiga kelainan ini, terjadi karena semakin banyak untuk kebutuhan pemerintahan Belanda. KritikPelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial yaitu warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa dilepaskan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan untuk kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan untuk mereka untuk jenjang pendidikan semakin tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua masyarakat asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers). Pranala luar
edunitas.com Page 4C.Th. van Deventer, salah seorang penganjur Politik Etis. Politik Etis atau Politik Balas Budi yaitu suatu pemikiran yang menyalakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral untuk kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk semakin memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang. Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda benar panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa masa sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini. Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan masyarakat ke kawasan perkebunan Belanda untuk menjadi pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berfaedah untuk bangsa Indonesia. Pengaruh politik etis dalam proses pengajaran dan pendidikan sangat memerankan sekali dalam pengembangan dan perluasan lingkungan kehidupan pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kumpulan etis yang sangat bermanfaat dalam proses ini yaitu Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, benar untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang nyaris merata di daerah-daerah. Sementara itu, dalam warga telah terjadi semacam pertukaran mental selang orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berupaya menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya. KelainanPada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut benar. Hendak tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini kelainan penyimpangan tersebut. Pengairan hanya ditujukan untuk tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi. Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang bicara dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang bisa. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II untuk anak-anak pribumi dan pada umumnya. Migrasi ke kawasan luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena hal benar permintaan yang agung hendak tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dsb-nya. Mereka menjadi kuli janji. Migrasi ke Lampung benar tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hendak tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri hendak dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan untuk mandor/pengawasnya. Dari ketiga kelainan ini, terjadi karena semakin banyak untuk kebutuhan pemerintahan Belanda. KritikPelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial yaitu warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa dilepaskan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan untuk kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan untuk mereka untuk jenjang pendidikan semakin tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua masyarakat asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers). Pranala luar
edunitas.com Page 5[+] Daftar bertopik warga [+] Warga menurut kawasan [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Seksualitas dan warga [+] Rintisan bertopik warga Page 6[+] Daftar bertopik warga [+] Warga menurut kawasan [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Seksualitas dan warga [+] Rintisan bertopik warga Page 7
edunitas.com Page 8
edunitas.com Page 9
edunitas.com Page 10
edunitas.com Page 11[+] Daftar bertopik penduduk [+] Penduduk menurut benua [+] Penduduk menurut daerah [+] Penduduk menurut negara [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Komputer dan penduduk [+] Seksualitas dan penduduk [+] Rintisan bertopik penduduk Page 12[+] Daftar bertopik masyarakat [+] Masyarakat menurut benua [+] Masyarakat menurut daerah [+] Masyarakat menurut negara [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Komputer dan masyarakat [+] Seksualitas dan masyarakat [+] Rintisan bertopik masyarakat Page 13[+] Daftar bertopik masyarakat [+] Masyarakat menurut benua [+] Masyarakat menurut daerah [+] Masyarakat menurut negara [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Komputer dan masyarakat [+] Seksualitas dan masyarakat [+] Rintisan bertopik masyarakat Page 14[+] Daftar bertopik penduduk [+] Penduduk menurut benua [+] Penduduk menurut daerah [+] Penduduk menurut negara [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Komputer dan penduduk [+] Seksualitas dan penduduk [+] Rintisan bertopik penduduk Page 15
edunitas.com Page 16
edunitas.com Page 17
edunitas.com Page 18
edunitas.com Page 19Tags (tagged): portal, eropa, portal eropa, unkris, oleh, perbedaan, budaya batasnya utara, belanda tempat, parlemen, ibu kota, penduduk, 933 080, wilayah, metropolitan pada sensus, bahwa danau, baikal, terletak siberia, pusat, ilmu pengetahuan, norwegia, perancis polandia portugal, rumania rusia, san, marino portal eropa, program kuliah, pegawai, kelas, weekend, kelas eksekutif, ensiklopedi, bahasa indonesia, ensiklopedia Page 20Tags (tagged): portal, eropa, portal eropa, unkris, atlantik, selatan, dibatasi oleh laut, tengah batas, parlemen, ibu kota provinsi, zuid holland, holland, tengah antara marseille, genoa penduduk, 933, 080, eropa lihat, pula sejarah, suku bangsa dari, eropa tokoh, pusat, ilmu pengetahuan republik, irlandia irlandia, utara, islandia italia jerman, program kuliah, pegawai, kelas weekend, kelas, eksekutif, ensiklopedi bahasa, indonesia, ensiklopedia Page 21Tags (tagged): portal, europe, unkris, atlantik, selatan, dibatasi oleh laut, tengah batas, parlemen, ibu kota provinsi, zuid holland, holland, tengah antara marseille, genoa penduduk, 933, 080, eropa lihat, pula sejarah, eropa, suku bangsa dari, eropa tokoh, center, of studies republik, irlandia irlandia, utara, islandia italia jerman, program kuliah, pegawai, kelas weekend, kelas, eksekutif, indonesian encyclopedia, encyclopedia Page 22Tags (tagged): portal, europe, unkris, oleh, perbedaan, budaya batasnya utara, belanda tempat, parlemen, ibu kota, penduduk, 933 080, wilayah, metropolitan pada sensus, bahwa danau, baikal, terletak siberia, center, of studies, norwegia, perancis polandia portugal, rumania rusia, san, marino portal, program kuliah, pegawai, kelas, weekend, kelas eksekutif, indonesian, encyclopedia Page 23[+] Daftar bertopik warga [+] Warga menurut kawasan [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Seksualitas dan warga [+] Rintisan bertopik warga Page 24[+] Daftar bertopik warga [+] Warga menurut kawasan [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Seksualitas dan warga [+] Rintisan bertopik warga Page 25[+] Daftar bertopik warga [+] Warga menurut kawasan [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Seksualitas dan warga [+] Rintisan bertopik warga Page 26[+] Daftar bertopik warga [+] Warga menurut kawasan [+] Ilmu dan perencanaan perkotaan [+] Seksualitas dan warga [+] Rintisan bertopik warga |