Apabila seseorang semakin sering berdoa dan meminta kepada Allah maka Allah akan

Sudah begitu lama, ingin agar harapan segera terwujud. Beberapa waktu terus menanti dan menanti, namun tak juga impian itu datang. Kadang jadi putus asa karena sudah seringkali memohon pada Allah. Sikap seorang muslim adalah tetap terus berdo’a karena Allah begitu dekat pada orang yang berdo’a. Boleh jadi terkabulnya do’a tersebut tertunda. Boleh jadi pula Allah mengganti permintaan tadi dengan yang lainnya dan pasti pilihan Allah adalah yang terbaik.

Ayat yang patut direnungkan adalah firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ رَبُّنَا قَرِيبٌ فَنُنَاجِيهِ ؟ أَوْ بَعِيدٌ فَنُنَادِيهِ ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ

“Wahai Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup bersuara lirih ketika berdo’a ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suara keras?” Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat di atas. (Majmu’ Al Fatawa, 35/370)

Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kedekatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kedekatan Allah pada orang yang berdo’a (kedekatan yang sifatnya khusus).” (Majmu’ Al Fatawa, 5/247)

Perlu diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua macam:

  1. Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.
  2. Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdo’a pada-Nya, yaitu Allah akan mengijabahi (mengabulkan) do’anya, menolongnya dan memberi taufik padanya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)

Kedekatan Allah pada orang yang berdo’a adalah kedekatan yang khusus –pada macam yang kedua- (bukan kedekatan yang sifatnya umum pada setiap orang). Allah begitu dekat pada orang yang berdo’a dan yang beribadah pada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits pula bahwa tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud. (Majmu’ Al Fatawa, 15/17)

Siapa saja yang berdo’a pada Allah dengan menghadirkan hati ketika berdo’a, menggunakan do’a yang ma’tsur (dituntunkan), menjauhi hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya do’a (seperti memakan makanan yang haram), maka niscaya Allah akan mengijabahi do’anya. Terkhusus lagi jika ia melakukan sebab-sebab terkabulnya do’a dengan tunduk pada perintah dan larangan Allah dengan perkataan dan perbuatan, juga disertai dengan mengimaninya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)

Dengan mengetahui hal ini seharusnya seseorang tidak meninggalkan berdo’a pada Rabbnya yang tidak mungkin menyia-nyiakan do’a hamba-Nya. Pahamilah bahwa Allah benar-benar begitu dekat dengan orang yang berdo’a, artinya akan mudah mengabulkan do’a setiap hamba. Sehingga tidak pantas seorang hamba putus asa dari janji Allah yang Maha Mengabulkan setiap do’a.

Ingatlah pula bahwa do’a adalah sebab utama agar seseorang bisa meraih impian dan harapannya. Sehingga janganlah merasa putus asa dalam berdo’a. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Do’a adalah sebab terkuat bagi seseorang agar bisa selamat dari hal yang tidak ia sukai dan sebab utama meraih hal yang diinginkan. Akan tetapi pengaruh do’a pada setiap orang berbeda-beda. Ada yang do’anya berpengaruh begitu lemah karena sebab dirinya sendiri. Boleh jadi do’a itu adalah do’a yang tidak Allah sukai karena melampaui batas. Boleh jadi do’a tersebut berpengaruh lemah karena hati hamba tersebut yang lemah dan tidak menghadirkan hatinya kala berdo’a. … Boleh jadi pula karena adanya penghalang terkabulnya do’a dalam dirinya seperti makan makanan haram, noda dosa dalam hatinya, hati yang selalu lalai, nafsu syahwat yang menggejolak dan hati yang penuh kesia-siaan.” (Al Jawaabul Kaafi, hal. 21). Ingatlah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Jika memahami hal ini, maka gunakanlah do’a pada Allah sebagai senjata untuk meraih harapan.

Penuh yakinlah bahwa Allah akan kabulkan setiap do’a. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

“Berdo’alah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan do’a dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Lalu pahamilah bahwa ada beberapa jalan Allah kabulkan do’a. Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid). Boleh jadi Allah menunda mengabulkan do’a. Boleh jadi pula Allah mengganti keinginan kita dalam do’a dengan sesuatu yang Allah anggap lebih baik. Atau boleh jadi pula Allah akan mengganti dengan pahala di akhirat. Jadi do’a tidaklah sia-sia.

Ingatlah wejangan yang amat menyejukkan hati dari cucu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata,

من اتكل على حسن اختيار الله له، لم يتمن شيئا. وهذا حد الوقوف على الرضى بما تصرف به القضاء

“Barangsiapa yang bersandar kepada baiknya pilihan Allah untuknya maka dia tidak akan mengangan-angankan sesuatu (selain keadaan yang Allah pilihkan untuknya). Inilah batasan (sikap) selalu ridha (menerima) semua ketentuan takdir dalam semua keadaan (yang Allah) berlakukan (bagi hamba-Nya)” (Lihat Siyaru A’laamin Nubalaa’ 3/262 dan Al Bidaayah wan Nihaayah 8/39). Pilihan Allah itulah yang terbaik.

Wallahu waliyyut taufiq.

Panggang-Gunung Kidul, 7 Jumadats Tsaniyah 1432 H (10/05/2011)

www.rumaysho.com

Baca Juga:

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله الهم قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَوْمًا، فَقَالَ: “يَا غُلاَمُ، اِحْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، اِحْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ.” رَوَاهُ التِرْمِذِيُّ، وَقَالَ: حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

Dari Ibnu ‘Abbās radhiyAllahu Ta’āla ‘anhumā mengatakan, “Pada suatu hari aku pernah dibonceng Rasulullah ﷺ  dan beliau bersabda, ‘Wahai anak  muda, jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya selalu hadir di hadapanmu. Jika kamu meminta sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, dan ia berkata: “Hadis ini derajatnya adalah hasan sahih.”)([1])

Ibnu ‘Abbās merupakan adik sepupu Rasulullah ﷺ  dan sahabat beliau yang berusia belia. Hadis ini menjelaskan bagaimana Perhatian Rasulullah ﷺ  dalam memberi nasihat, bahkan kepada anak-anak. Rasulullah ﷺ  menanamkan nilai-nilai tauhid bukan hanya kepada para sahabat yang senior, tetapi juga kepada para sahabat yang junior (kecil) dan yang masih anak-anak. Apabila tauhid ditanamkan sejak kecil maka akan terpatri di dalam dada-dada mereka.

Yang dimaksud dengan “menjaga Allah” adalah sebagaimana dijelaskan oleh Asy-Syekh alu-Bassaam rahimahullāh, yaitu:

اِحْفَظْ أَوَامِرَهُ وَامْتَثِلْهَا وَانْتَهِ عَنْ نَوَاهِيْهِ يَحْفَظْكَ فِي تَقَلُّبَاتِكَ وَفِي دُنْيَاكَ وَآخِرَتِكَ

 “Jagalah perintah-perintah Allah dan kerjakanlah, dan berhentilah engkau dari perkara yang diharamkan oleh Allah ﷻ , niscaya Allah akan menjaga engkau dalam seluruh perpindahanmu dari satu kondisi kepada kondisi lain dalam urusan dunia maupun akhiratmu.” ([2])

Jadi yang dimaksud dengan menjaga Allah adalah menjaga syariat Allah; semua perintah Allah dikerjakan dan larangan Allah dijauhi.

Apa balasannya?

الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ

 “Balasan sesuai dengan perbuatan.”

Barang siapa yang menjaga perintah Allah, maka Allah akan menjaganya. Allah akan menjaga dia dalam dua perkara sebagai berikut: ([3])

  • Penjagaan pertama, Allah akan menjaga dia dalam urusan dunianya (kesehatan, istri, anak-anak, harta, dan lainnya).

Orang yang menjaga perintah Allah maka Allah akan menjaga keluarganya dan mengirimkan malaikat untuk menjaganya. Sebagaimana firman Allah ﷻ ,

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ

“Baginya (bagi seorang manusia) ada malaikat-malaikat yang berada di depannya dan di belakangnya. Mereka menjaga menusia ini karena perintah Allah ﷻ .” ([4])

Oleh karenanya, di zaman yang penuh dengan fitnah (godaan) ini, sulit untuk bisa menjaga keluarga dan anak anak kita kecuali kalau kita bertakwa kepada Allah ﷻ . Kalau diri kita bertakwa (menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya) maka Allah akan menjaga anak-anak kita. Siapa yang bisa menjaga anak-anak kita sementara anak-anak dilepaskan di sekolah; bertemu dengan orang-orang nakal, melihat hal-hal yang diharamkan Allah ﷻ , bergaul dengan teman-teman yang tidak benar, mendengarkan ucapan-ucapan yang kotor, diajari oleh temannya untuk membohongi kedua orang tua dan lain-lain. Sulit bagi kita untuk menjaganya. Kalau anak-anak di (dalam) rumah mungkin bisa kita jaga, itu pun tidak mudah. Apalagi kalau kita punya kesibukan di luar rumah dan anak-anak juga di luar rumah, maka siapa yang bisa menjaganya? Tidak ada yang bisa menjaganya kecuali Allah ﷻ .

Jika seseorang menjaga perintah Allah maka Allah juga akan menjaga dirinya, menjaga kesehatannya untuk senantiasa beribadah kepada Allah. Oleh karenanya, kita dapati banyak sekali orang-orang saleh (misalnya di Arab Saudi) yang Allah berikan umur panjang, diberkahi umur dan ilmu mereka, dijauhkan dari pikun. Subhānallah, sebagaimana para masyāyikh (para ulama) yang kita lihat.

  • Penjagaan kedua, Allah akan menjaga dalam urusan akhiratnya. Artinya, Allah akan menjaga dia sehingga tidak terkena berbagai (kerancuan pemikiran).

Ada syubhat yang bisa membuat seseorang menjadi kafir, munafik atau ada yang membuat ragu terhadap agama. Kita tahu, di zaman sekarang ini syubhat begitu banyak beredar di internet (dunia maya). Maka apabila dia bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan melindungi (menjauhkan) dirinya dari syubhat-syubhat tersebut serta menjaganya (menjauhkan) dari syahwat yang bisa menjerumuskan dia dalam perbuatan dosa besar.

Kemudian, kata Rasulullah ﷺ, “Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati Allah di hadapanmu.”

Artinya apa? Allah akan senantiasa bersamamu. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah di manapun dia berada dan kapanpun, maka senantiasa Allah bersama dia, menolong dia setiap ada kesulitan. ([5]) Oleh karenanya, tatkala Allah mengutus Nabi Mūsā dan Nabi Hārūn untuk berdakwah kepada Fir’aun, lantas mereka berdua merasa takut, Allah pun berfirman,

لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

 “Janganlah kalian berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian dan Aku melihat apa yang kalian lakukan.” ([6])

Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka yakinlah kalau dia butuh Allah, maka Allah selalu berada di sampingnya untuk memudahkan urusannya.

Para ikhwan dan akhwat, selanjutnya Rasulullah ﷺ bersabda,

وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ.

 “Jika engkau memohon maka memohonlah kepada Allah, jika engkau minta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah.”

Pada nasehat yang kedua ini, Rasulullah ﷺ  ingin agar Ibnu ‘Abbās (dan juga kita semua), agar senantiasa menggantungkan hati kita kepada Allah ﷻ .

Perhatikan kaidah yang disebutkan oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, bahwa seorang hamba, semakin merasa butuh kepada Allah, semakin tinggi (derajatnya) di sisi Allah ﷻ .

Ibnu Taimiyyah berkata :

وَالْعَبْدُ كُلَّمَا كَانَ أَذَلَّ لِلَّهِ وَأَعْظَمَ افْتِقَارًا إلَيْهِ وَخُضُوعًا لَهُ: كَانَ أَقْرَبَ إلَيْهِ، وَأَعَزَّ لَهُ، وَأَعْظَمَ لِقَدْرِهِ، فَأَسْعَدُ الْخَلْقِ: أَعْظَمُهُمْ عُبُودِيَّةً لِلَّهِ. وَأَمَّا الْمَخْلُوقُ فَكَمَا قِيلَ: احْتَجْ إلَى مَنْ شِئْتَ تَكُنْ أَسِيرَهُ، وَاسْتَغْنِ عَمَّنْ شِئْتَ تَكُنْ نَظِيرَهُ، وَأَحْسِنْ إلَى مَنْ شِئْت تَكُنْ أَمِيرَهُ

“Seorang hamba semakin menghinakan diri kepada Allah dan semakin menunjukkan kebutuhan dan ketundukan kepada-Nya maka semakin dekat dengan-Nya, semakin mulia di sisi-Nya, juga semakin tinggi kedudukannya. Hamba yang paling berbahadia adalah yang paling besar penghambaannya kepada Allah. Adapun kepada sesama makhluk, maka sebagaimana dikatakan, ‘Butuhlah engkau kepada siapa yang engkau kehendaki, tentu kau akan menjadi tawanannya. Cukupkanlah dirimu (tanpa membutuhkan) dari siapa yang engkau kehendaki maka engkau akan setara dengannya. Berbuatlah baik kepada siapa yang engkau sukai maka engkau akan menjadi pemimpinnya’.” ([7])

Karena sebab itulah Allah sangat suka untuk dimintai. Allah mengatakan,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

 “Dan Rabbmu berkata, ‘Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan’.” ([8])

Allah suka untuk diminta, ini sifat Allah ﷻ  karena semua makhluk butuh (faqir) kepada Allah ﷻ . Allah mengatakan,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Wahai manusia, pada hakekatnya kalian semua butuh (faqir) kepada Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” ([9])

Allah tempat meminta, oleh karenanya kita harus melatih diri untuk senantiasa meminta kepada Allah. Itulah mengapa Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk berdoa dalam segala hal; dari mulai bangun tidur sampai tidur kembali dengan doa bangun tidur, mau makan, mau minum, setelah makan, masuk WC, keluar WC, keluar rumah, masuk masjid, keluar masjid, masuk pasar, menempati suatu tempat, ada hujan turun, ada awan datang, dan sebagainya.

Kejadian apa saja Rasulullah ﷺ  selalu mengajarkan untuk berdoa (meminta) kepada Allah ﷻ. Kenapa? Karena hati seorang hamba, semakin dia meminta (bergantung) kepada Allah, maka dia semakin dekat dengan Allah dan semakin tinggi derajatnya di sisi Allah ﷻ.

Inilah rahasianya kenapa Rasulullah ﷺ mengatakan kepada Ibnu ‘Abbās, “Jika engkau minta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.”

Biasakan kita meminta kepada Allah dalam segala hal. Jangankan urusan akhirat, urusan duniapun kita minta kepada Allah ﷻ . Karena jika seseorang minta kepada manusia, walau bagaimanapun akan merasa rendah di hadapan manusia tersebut. Ada kerendahan yang kita tunjukkan di hadapan orang tersebut. Semakin sering kita meminta, maka semakin hinalah kita. Apalagi jika kita meminta bantuan kepada orang lain dalam kondisi kita tidak terdesak. Hal itu tentu sangat tercela. Adapun kalau dalam kondisi terdesak, maka sesekali tidak masalah. Allah mengatakan,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan.” ([10])

Jika Allah ﷻ tidak dimintai, maka Dia murka. Berbeda dengan anak Adam, jika diminta justru murka. ([11]) Namanya manusia, meskipun sahabat kita (yang terkadang mengaku seperti saudara kita), kalau kita minta bantuan darinya sekali, dua kali, tiga kali, dia masih berlapang dada dan senyum. Meminta darinya empat kali, lima kali, atau sepuluh kali mungkin masih tersenyum. Tapi setelah sebelas kali, dua belas kali, maka mulailah mukanya cemberut. Kalau kita meminta bantuan yang kedua puluh kali, maka dia semakin menjauh, kemudian tidak mau lagi beberharapubungan dengan kita, atau mungkin malah mencela kita.

Demikianlah sifat manusia. Seorang penyair berkata,

لاَ تَسْأَلَنَّ بُنَيَّ آدَمَ حَاجَةً … وَسَلِ الَّذِي أَبْوَابُهُ لاَ تُحْجَبُ

“Janganlah sekali-sekali engkau meminta suatu hajat kepada anak Adam… Akan tetapi mintalah kepada Dzat yang pintu-pintuNya tidak pernah tertutup.”

اللهُ يَغْضَبُ إِنْ تَرَكْتَ سُؤَالَهُ… وَبُنَيُّ آدَمَ حِيْنَ يُسْئَلُ يَغْضَبُ

“Allah marah jika engkau tidak memohon kepadanya… Sedangkan Anak Adam maka marah jika dimintai”

Oleh karenanya, seseorang hendaknya meminta hanya kepada Allah ﷻ .

Kebutuhan manusia ada dua:

  • Pertama, kebutuhan yang tidak bisa dia peroleh kecuali dari Allah ﷻ , seperti hidayah, kesembuhan, petunjuk, keselamatan di akhirat, keselamatan dari godaan setan, syahwat dan syubhat. Ini semua yang kita minta kepada Allah ﷻ . Maka tidak boleh kita minta kepada ustaz, kyai, habib atau yang lain. Ini tidak dibenarkan.
  • Kedua, kebutuhan yang Allah jadikan kebutuhan tersebut berada pada manusia yang lain, seperti orang ingin membangun rumah, dia butuh tukang atau ahli tertentu. Maka tidak mengapa dia minta bantuan kepada orang lain. Tapi dia juga berdoa kepada Allah ﷻ agar Allah memilihkan yang baik, misalnya tukang/pekerja yang baik. Jadi, hatinya tetap bergantung kepada Allah ﷻ .


Inti dari arahan yang disampaikan dalam hadis ini adalah agar kita berusaha melakukan segala perkerjaan sendiri dan tidaklah kita minta bantuan kecuali hanya sesekali. Kalaupun minta bantuan, mintalah kepada sahabat kita yang dekat yang dia tidak menghinakan/merendahkan kita. Itupun dalam kondisi terpaksa, bukan merupakan kebiasaan yang akan menyusahkan orang lain.

Footnote:

___________

([1]) HR.  Tirmidzi no. 2516

([2]) Taudhih al-Ahkam 7/366, juga lihat Jami’ Al-‘Ulumi Wa Al-Hikam, Ibnu Rajab Al-Hanbali, 1/462

([3]) Lihat : Jami’ Al-‘Ulum Wa Al-Hikam, 1/465-470

([4]) QS. Ar -Ra’d: 11

([5]) Lihat : Jami’ Al-‘Ulum Wa Al-Hikam, 1/471

([6]) QS. Thāhā: 46

([7]) Majmu’ Fatawa 1/39

([8]) QS. Ghāfir: 60

([9]) QS. Fāthir: 15

([10]) QS. Al-Māidah: 120

([11]) Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّهُ مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ.

“Sesungguhnya siapa yang tidak meminta kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan marah kepadanya” (H.R. At-Tirmidzi, No.3373 dan dihasankan oleh Syekh Al-Albani, Shahih Adab Al-Mufrod, 658/513)