Apa fungsi olahraga bagi penderita tekanan darah tinggi brainly

Pemberian terapi farmakologi dapat ditunda pada pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko komplikasi penyakit kardiovaskular rendah. Jika dalam 4-6 bulan tekanan darah belum mencapai target atau terdapat faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya maka pemberian medikamentosa sebaiknya dimulai.

Penurunan Berat Badan

Penurunan berat badan akan bermanfaat pada pasien dengan obesitas atau overweight. Penurunan berat badan dilakukan perlahan hingga mencapai berat badan ideal dengan cara terapi nutrisi medis dan peningkatan aktivitas fisik dengan latihan jasmani.

Modifikasi Diet

Diet tinggi garam akan meningkatkan retensi cairan tubuh. Asupan garam sebaiknya tidak melebihi 2 gr/ hari.

Diet DASH merupakan salah satu diet yang direkomendasikan pada pasien hipertensi. Diet ini pada intinya mengandung makanan kaya sayur dan buah, serta produk rendah lemak. Makanan yang dihindari yakni jeroan, daging kambing, makanan yang diolah menggunakan garam natrium, makanan dan minuman dalam kemasan, makanan yang diawetkan, mentega dan keju. Pasien juga dianjurkan menghindari konsumsi bumbu-bumbu tertentu (kecap asin, terasi, petis, saus tomat, saus sambal, tauco dan bumbu penyedap lain), serta makanan dan minuman yang mengandung alkohol.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik reguler telah dilaporkan membantu penurunan tekanan darah, terutama pada kasus hipertensi resisten. Rekomendasi terkait olahraga yakni olahraga aerobik dan latihan resistensi secara teratur sebanyak 30 menit/hari pada 3-5 hari/minggu.

Modifikasi Gaya Hidup Lain

Minta pasien mengurangi konsumsi alkohol. Pembatasan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1,5 gelas per hari pada wanita dapat menurunkan tekanan darah.

Penderita hipertensi juga dianjurkan untuk berhenti merokok demi menurunkan risiko komplikasi penyakit kardiovaskular. Selain itu diperlukan manajemen stres yang baik karena stres diketahui dapat meningkatkan tekanan darah.[1-3,6-10]

Medikamentosa

Terapi medikamentosa perlu segera dimulai pada hipertensi derajat 1 dengan risiko tinggi maupun dengan riwayat penyakit komorbid seperti stroke, penyakit ginjal kronik, diabetes mellitus, dan hypertension-mediated organ damage dan. Farmakoterapi juga dilakukan pada setiap kasus hipertensi derajat 2.

Pada hipertensi derajat 1 dengan risiko rendah-sedang dan tanpa disertai komorbiditas, terapi medikamentosa dimulai setelah 3–6 bulan modifikasi gaya hidup tidak menyebabkan tekanan darah terkontrol. Target reduksi tekanan darah setidaknya 20/10 mmHg dalam 3 bulan, tetapi sebaiknya hingga <140/90 mmHg. Bila memungkinkan, target tekanan darah dilakukan berdasarkan usia, yaitu:

  • <65 tahun: Target tekanan darah <130/80 mmHg bila dapat ditoleransi
  • ≥65 tahun: Target tekanan darah <140/90 mmHg bila dapat ditoleransi[1-3,6-10]

4 Langkah Strategi Penatalaksanaan Hipertensi

Secara garis besar, pemberian obat sebagai bagian dari penatalaksanaan hipertensi terbagi menjadi 4 langkah berdasarkan respon terapi pasien.

Langkah Pertama:

Langkah pertama adalah penggunaan kombinasi ganda ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) bersama Dihydropyridine - Calcium Channel Blocker (DHP-CCB). Gunakan obat non-DHP-CCB bila DHP-CCB tidak tersedia atau tidak dapat ditoleransi. Pengobatan dimulai dengan dosis rendah. Pertimbangkan monoterapi pada pasien usia ≥80 tahun atau ringkih dengan hipertensi derajat 1 risiko rendah.[1-3,6-10]

Langkah Kedua:

Langkah kedua adalah penggunaan kombinasi ganda ACE-inhibitor atau ARB bersama DHP-CCB dosis penuh.

Langkah Ketiga:

Langkah ketiga adalah kombinasi tripel ACE-inhibitor atau ARB, DHP-CCB, dan diuretik thiazide-like. Diuretik dapat diganti menjadi thiazide bila diuretik thiazide-like tidak tersedia.

Langkah Keempat:

Langkah keempat adalah kombinasi tripel ACE-inhibitor atau ARB, DHP-CCB, dan diuretik thiazide-like disertai spironolactone atau obat lain (termasuk beta bloker) pada hipertensi resisten.

Catatan Khusus:

Pertimbangkan pemberian beta-bloker pada setiap langkah bila ada indikasi khusus, seperti gagal jantung, angina, post infark miokard, atrial fibrilasi, atau wanita muda yang sedang hamil atau merencanakan kehamilan.[1-3,6-10]

Pilihan Obat Hipertensi

Adapun pilihan obat hipertensi berdasarkan kelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Contoh dari ACE inhibitor adalah captopril, sedangkan contoh angiotensin receptor blocker (ARB) adalah valsartan. Contoh dihydropyridine calcium channel blocker (DHP-CCB) adalah amlodipine dan aliskiren. Contoh non-DHP-CCB adalah diltiazem dan verapamil.

Contoh diuretik thiazide-like adalah indapamide dan metolazone, sedangkan contoh diuretik thiazide adalah hydrochlorothiazide.

Contoh beta bloker adalah atenolol dan bisoprolol. Sementara itu, spironolactone merupakan diuretik antagonis aldosteron. Dosis dari masing-masing obat tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Pilihan Obat Antihipertensi Oral

Kelas Obat Dosis (mg/hari) Frekuensi per hari
Thiazide atau diuretik thiazide-like Hydrochlorothiazide 25 - 50 1
Indapamide 1,25 – 2,5 1
ACE inhibitor Captopril 12,5 - 150 2 atau 3
Enalapril 5 – 40 1 atau 2
Lisinopril 10 – 40 1
Perindopril 5 – 10 1
Ramipril 2,5 - 10 1 atau 2

Angiotensin receptor blocker (ARB)

Candesartan 8 – 32 1
Eprosartan 600 1
Irbesartan 150 – 300 1
Losartan 50 – 100 1 atau 2
Olmesartan 20 – 40 1
Telmisartan 20 – 80 1
Valsartan 80 – 320 1

Dihydropyridine calcium channel blocker (DHP-CCB)

Amlodipine 2,5 – 10 1
Felodipine 5 – 10 1
Nifedipine 30 – 90 1
Lercandipine 10 – 20 1
Non-DHP-CCB Diltiazem SR 180 – 360 2
Diltiazem CD 100 – 200 1
Verapamil SR 120 – 480 1 atau 2
Diuretik antagonis aldosteron Spironolactone 25 – 100 1
Eplerenone 50 – 100 1 atau 2
Beta bloker - kardioselektif Nebivolol 5 - 40 1
Atenolol 25 - 100 1 atau 2
Bisoprolol 2,5 – 10 1
Metoprolol tartrate 100 – 400 2
Beta bloker – non kardiosekeltif Propanolol IR 160 - 480 2
Propanolol LA 80 - 320 1

Sumber: dr. Michael, Alomedika, 2022.[8]

Evaluasi Kepatuhan Terapi

Evaluasi kepatuhan terhadap pengobatan hipertensi pada setiap kunjungan dan sebelum eskalasi pengobatan. Untuk meningkatkan kepatuhan terapi, langkah berikut dapat coba dilakukan:

  • Mengurangi polifarmasi dengan penggunaan kombinasi pil tunggal
  • Dosis sekali sehari dibandingkan beberapa kali dosis per hari
  • Menghubungkan perilaku kepatuhan dengan kebiasaan sehari-hari, misalnya konsumsi obat segera setelah makan atau sebelum tidur
  • Lakukan pemantauan tekanan darah mandiri di rumah
  • Gunakan aplikasi pintar pengingat obat, misalnya aplikasi ponsel atau layanan pesan singkat[2]

Penanganan Hipertensi Resisten

Hipertensi resisten didefinisikan sebagai tekanan darah di atas140/90 mm Hg pada pasien yang telah mendapat terapi dengan tiga atau lebih obat antihipertensi pada dosis optimal atau yang dapat ditoleransi, termasuk diuretik. Hipertensi resisten mempengaruhi sekitar 10% pasien hipertensi, serta meningkatkan risiko kerusakan organ target.

Dalam melakukan penatalaksanaan hipertensi resisten, dokter perlu menyingkirkan terlebih dulu pseudoresistensi, misalnya akibat white coat hypertension atau kepatuhan terapi yang buruk. Selanjutnya, perlu dilakukan skrining terhadap penyebab sekunder hipertensi. Lakukan optimalisasi terapi yang sudah dijalani, serta dapat ditambahkan agen ke-4 berupa spironolactone dosis rendah. Jika spironolactone tidak dapat diberikan, pilihan terapi alternatif adalah amilorid, doxazosin, eplerenone, dan clonidine.[2]

Penanganan Hipertensi Sekunder

Pertimbangkan skrining untuk hipertensi sekunder pada:

  • Pasien dengan hipertensi onset dini (<30 tahun) khususnya jika pasien tidak memiliki faktor risiko hipertensi, seperti obesitas, sindrom metabolik, atau riwayat keluarga
  • Pasien dengan hipertensi resisten
  • Pasien dengan penurunan mendadak dalam kontrol tekanan darah
  • Hipertensi urgensi dan emergensi
  • Pasien yang memiliki kemungkinan tinggi hipertensi sekunder berdasarkan analisis klinis.

Skrining dasar untuk hipertensi sekunder harus mencakup penilaian menyeluruh dari riwayat klinis, pemeriksaan fisik, elektrolit, fungsi ginjal, fungsi tiroid, dan analisis urine dipstick. Pada pasien dengan hipertensi sekunder, lakukan rujukan pada spesialis terkait dan lakukan penanganan multidisiplin.[2]

Penanganan Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi 5-10% kehamilan di seluruh dunia. Adanya hipertensi pada kehamilan akan meningkatkan risiko ibu berupa solusio plasenta, stroke, kegagalan organ multipel, dan koagulasi vaskular diseminata. Pada janin, hipertensi akan meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterine, kelahiran prematur, dan kematian intrauterine. Penanganan hipertensi dalam kehamilan dibahas dalam artikel terpisah.[2]

Penanganan Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner

Pasien hipertensi dengan komorbid penyakit jantung koroner mengalami peningkatan risiko infark miokard akut. Penanganan mirip dengan pasien hipertensi pada umumnya, meliputi modifikasi gaya hidup dan farmakoterapi. Obat antihipertensi yang direkomendasikan adalah beta bloker dengan atau tanpa CCB.

Selain itu, pasien juga memerlukan obat antidislipidemia dengan target penurunan kolesterol-LDL hingga di bawah 55 mg/dl. Pasien juga direkomendasikan mendapat aspirin.[2]

Penanganan Hipertensi pada Pasien dengan Stroke

Hipertensi meningkatkan risiko serangan stroke dan rekurensi stroke. Kontrol tekanan darah dapat mencegah kejadian stroke. Obat antihipertensi yang disarankan mencakup ACE inhibitor, ARB, CCB, dan diuretik.

Pasien juga perlu mendapat obat antidislipidemia dengan target kolesterol-LDL di bawah 70 mg/dl. Antiplatelet, seperti aspirin, mungkin diperlukan pada pasien dengan riwayat stroke iskemik. Pemberian antiplatelet perlu berhati-hati pada pasien dengan riwayat stroke hemoragik.[2]

Penanganan Hipertensi pada Pasien dengan Gagal Jantung

Hipertensi merupakan faktor risiko gagal jantung kongestif. Penurunan tekanan darah akan bermanfaat menurunkan risiko gagal jantung dan keperluan rawat inap pada pasien gagal jantung.

Obat antihipertensi yang disarankan adalah ACE inhibitor, ARB, dan anatagonis reseptor mineralokortikoid seperti spironolactone. Penggunaan   dilaporkan bermanfaat pada pasien dengan penurunan fraksi ejeksi.[2]

Penanganan Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis

Hipertensi merupakan faktor risiko dan dapat memperburuk fungsi ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. ACE inhibitor dan ARB direkomendasikan sebagai lini pertama karena dapat menurunkan albuminusia. CCB dan loop diuretic dapat ditambahkan jika perlu. Laju filtrasi glomerulus, mikroalbuminuria, dan kadar elektrolit perlu dipantau.[2]

Penanganan Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Hipertensi merupakan komorbiditas tersering pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis. Antihipertensi yang disarankan adalah ARB dan CCB dengan atau tanpa diuretik.[2]

Penanganan Hipertensi pada Pasien dengan Diabetes

Antihipertensi yang disarankan pada pasien diabetes adalah ACE inhibitor atau ARB, CCB, dengan atau tanpa diuretik. Pemberian statin, seperti atorvastatin, disarankan sebagai profilaksis primer jika kadar kolesterol LDL melebihi 100 mg/dl pada diabetes tanpa komplikasi target organ atau di atas 70 mg/dl jika sudah ada komplikasi.[2]

Penanganan Hipertensi pada Pasien dengan Dislipidemia

Pada pasien hipertensi dengan dislipidemia, antihipertensi yang disarankan adalah ACE inhibitor atau ARB dengan CCB. Obat penurun kadar lipid yang disarankan adalah ezetimibe dan PCSK9 inhibitor seperti evolocumab. Fenofibrat dapat diberikan pada pasien dengan kadar HDL rendah atau trigliserida tinggi.[2]

Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah