Akhlak secara etimologi berasal dari bahasa arab

Akhlak secara etimologi berasal dari bahasa arab

KHASKEMPEK.COM – Perkataan “Akhlak” ( أَخْلاَقٌ ) berasal dari bahasa Arab merupakan bentuk jama’ dari kata “Khuluqun” ( خُلُقٌ ) yang artinya kebiasaan, perangai, watak, tabiat dan juga agama.

Khuluq merupakan bentuk rohani kita, memiliki karakteristik merasa tidak betah (nyaman) di dunia, karena ia hampir selalu akan bertentangan dengan bentuk jasmani kita. Dan kata “Akhlak” ( أَخْلاَقٌ) diambil dari fi’il Madhy “Kholaqo” (خَلَقَ) yang mempunyai dua isytiqoq (bentuk asal kata) yakni dari:

1. Kata “Kholqun” ( خَلْقٌ ) Artinya bentuk jasmani, lahiriyah

2. Kata “Khuluqun” ( خُلُقٌ ) Artinya bentuk rohani, batiniyah.

Keduanya dihubungkan melalui hawa nafsu sebagai perantaranya. Dan relasi keduanya bersifat “عارض” (anyar tumeka) atau eksidental yang hanya kebetulan saja serta saling berseberangan.

Baca Juga:  Peran Global NU di Bawah Nakhoda KH Said Aqil Siroj

Jadi yang termasuk akhlak yakni sifat-sifat baik dalam pengertian rohani seperti sabar, syukur, ikhlas, tawaddhu’, dan lain sebagainya yang tidak mengenal “zaman” dan “makan” (waktu dan ruang).

Sehingga yang dibawa sampai ke akhirat -dalam pengertian alam yang nikmatnya tiada batas- adalah amal-amal yang disertai dengan sifat-sifat tersebut. Karena sifat-sifat tersebut diatas tidak ada batasan dalam ruang dan waktu.

Sedangkan segala bentuk yang bersifat jasmani, lahir atau rupa ada batas-batasnya. Rohani kita akan selalu menginginkan kebaikan walaupun jasmani kita kotor penuh dosa. Maka kita (sikap rohani) akan selalu menyalahkan bentuk jasmaninya.

Kita juga diberi perangkat Bashir atau Kalbu, Fuad atau Sirr (Kasyful Hijab) sebagai pembuka hubungan kita dengan Allah, dengan potensi ini kita bisa sampai kepada hakikat.

Baca Juga:  Tradisi Pesantren yang Tetap Menggema di Era Globalisasi

Dan yang bisa sampai adalah mereka yang mendapatkan cahaya, bukan karena belajar, buku, atau guru;

هو نور يقذفه الله فى قلب من يشاء

Nur atau direct illumination, melalui khowatir. Dengan خواطر إلهية masuk pada dzauq intuitif, maka jadilah ilham, kasyaf dan makrifat.

Jikalau dari خواطر ملكية maka akan menjadi علم الحق وعلم اليقين. Dalam bahasa Arab cahaya disebut sebagai “Nur”, sedangkan bahasa India dikatakan “Deep”, dan dalam bahasa Jawa terkenal dengan istilah “Dewa”.

Dewa bukanlah Tuhan, tetapi orang yang mendapatkan cahaya dari Tuhan. Walhasil, maka berakhlaklah, karena inilah yang akan sampai kepada Allah.

Wallahu a’lam bisshawab.

Itulah sekelumit isi materi ceramah yang disampaikan oleh Prof. DR. KH. Said Aqiel Siroj dalam acara rutinan Pengajian Bulanan “Sabtu Legian” di Masjid Al-Jadied Pondok Pesantren MTM-Khas Kempek Kab. Cirebon dirangkum pada awal tahun 1998.

NKT.09.12.2021

Akhlak secara etimologi berasal dari bahasa arab

Pengertian dari akhlak secara bahasa atau secara etimologi adalah berasal dari kata yang ada dalam bahasa arab yaitu khuluq yang dalam bahasa indonesia artinya adalah tingkah laku atau tabiat. Sedangkan pengertian dari akhlak secara istilah atau secara terminologi adalah suatu sifat atau perilaku yang terdapat di dalam jiwa manusia sehingga menimbulkan suatu perbuatan yang dikerjakan dengan mudah, tanpa perlu pertimbangan pemikiran lagi.

Pembahasan

Akhlak dalam pembahasan ilmu islam terbagi menjadi dua bagian atau dua macam yaitu

  1. Akhlak karimah atau akhlak mahmudah, yaitu akhlak yang memberikan dampak positif dalam kehidupan sehingga harus dimiliki oleh setiap umat islam.
  2. Akhlak mazmumah, yaitu akhlak cercela yang akan memberikan kemudharan bagi dirinya sendiri dan kepada orang lain.

Contoh akhlak mahmudah yang terdapat di dalam kehidupan sehari-hari dan harus kita praktikkan antara lain adalah

  • Jujur, jujur merupakan perilaku seseorang yang selalu sesuai dengan kenyataan atau fakta yang ada.
  • Amanah, amanah merupakan perilaku seseorang yang berusaha untuk selalu menjalankan kepercayaan yang telah diberikan.
  • Husnudhan, husnudhan merupakan perilaku seseorang yang selalu berbaik sangka atas semua hal yang terjadi atau yang dialaminya.
  • Istiqamah, merupakan perilaku seseorang yang selalu teguh dan konsisten dalam mengerjakan sesuatu.
  • Tolong menolong dalam hal kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Mujahadah an nafs, yaitu perilaku seseorang yang mampu mengendalikan diri sendiri agar tidak melakukan hal-hal yang telah Allah larang.

Contoh akhlak mahmudah yang terdapat di dalam kehidupan sehari-hari dan harus kita tinggalkan antara lain adalah

  • Dusta, dusta merupakan perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan atau fakta yang ada.
  • Khianat, khianat merupakan perilaku seseorang yang tidak menjalankan atau mengingkari kepercayaan yang telah diberikan.
  • Suudhan, suudhan merupakan perilaku seseorang yang selalu berburuk sangka atas semua hal yang terjadi atau yang dialaminya.
  • Tolong menolong dalam hal keburukan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Sombong, sombong merupakan perilaku seseorang yang merasa dirinya yang paling hebat atau paling berkuasa.

Pelajari lebih lanjut

==================

Detail jawaban

Kelas : VII

Mata Pelajaran : Agama Islam

Bab : Perilaku Terpuji

Kode soal : 7.14.4  

#AyoBelajar

Dilihat dari sudut etimologi perkataan “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ) berasal dari bahasa Arab jama’ dari “ Khuluqun “ ( خُلُقٌ ) yang menurut lughat diartikan adat kebiasaan ( al-adat ), perangai, tabi’at ( al-sajiyyat ), watak ( al-thab ), adab / sopan santun ( al-muru’at ), dan agama ( al-din ) . Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “ Khalqun “ ( خَلْقٌ ) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “ Khaliq “ ( خاَلِقٌ ) yang berarti pencipta dan “ makhluq “ ( مَخْلُوْقٌ ) yang berarti yang di ciptakan dan dari sinilah asal mula perumusan ilmu akhlak yang merupakan koleksi ugeran yang memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara Makhluk dengan Khaliq dan antara Makhluk dengan makhluk . Bahkan dalam kitab ” al-Mursyid al-Amin Ila Mau’idhah al-Mu’min ” telah dijelaskan perbedaan antara kata ” al-Khalqu ” ( اَلْخَلْقُ ( dengan kata ” al-Khuluqu ” ( اَلْخُلُقُ ( sebgai berikut : يُقَالُ : فُلاَنَ حَسَنِ الْخَلْقِ وَالْخُلُقِ : اَى حَسَنُ الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ, فَحُسْنُ الظَّاهِرِ هُوَ الْجَمَالُ كَمَا عَرَفْتُ, وَ حَسَنُ الْبَاطِنِ هُوَ غَلَبَةُ الصِّفَاتِ الْجَمِيْدَةِ عَلَى الْمَذْمُوْمَةِ

Artinya : “ Dikatakan : Fulan itu baik kejadiannya dan baik budi pekertinya ” , maksudnya baik lahir dan batinnya. Yang dimaksud ” baik lahir ” yaitu baik rupa atau rupawan, sedang yang dimaksud ” baik batin ” yaitu sifat-sifat kebaikan ( terpuji ) yang menghalalkan atas sifat-sifat tercela ” .

Jadi jelas bahwa kata ” al-Khalqu ” ( اَلْخَلْقُ ( itu mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriah seperti wajah seseorang yang bagus atau yang jelek. Sedangkan kata ” al-Khuluqu ” ( اَلْخُلُقُ ( atau jamak dari “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ) itu mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniah seperi sifat-sifat terpuji atau sifat-sifat tercela . Bahkan Ibnu Athir dalam kitabnya “ An-Nihayah “ telah menerangkan bahwa : “ Hakikat makna khuluqun ( خُلُقٌ) itu ialah gambaran batin manusia yang tepat ( yaitu jiwa dan sifat-sifatnya ), sedang makna khalqun ( خَلْقٌ ) merupakan gambaran bentuk luarnya ( raut muka, warna kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan sebagainya ) “ . Dalam bahasa Yunani pengertian “ Khuluqun “ ( خُلُقٌ ) ini dipakai kata ethicos atau ethos, artinya adat kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan, kemudian kata ethicos ini berubah menjadi ethika ( memakai h ) atau ” etika ” ( tanpa h ) dalam istilah Indonesia . Sedangkan dalam pengertian sehari-hari “ Khuluqun “ ( خُلُقٌ ) umumnya disamakan artinya dengan arti kata “ budi pekerti “ atau “ kesusilaan “ atau “ sopan santun “ . Angkatan kata “ budi pekerti “, dalam bahasa Indonesia, merupakan kata majemuk dari kata “ budi “ dan “ pekerti “ . Perkataan “ budi “ berasal dari bahasa Sansekerta, bentuk isim fa’il atau alat, yang berarti “ yang sadar “ atau “ yang menyadarkan “ atau “ alat kesadaran “ . Bentuk mashdarnya ( momenverbal ) budh yang berarti “ kesadaran “ . Sedang bentuk maf’ulnya ( obyek ) adalah budha, artinya “ yang disadarkan “ . Pekerti, berasal dari bahasa Indonesia sendiri, yang berarti “ kelakuan “ . Kata “ budi “ juga dapat diartikan sebagai “ akal “, yaitu alat batin untuk menimbang dan menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. “ Budi “ juga dapat diartikan sebagai “ tabi’at “ , “ watak “ , “ perangai “ dan sebagainya. “ Budi “ adalah hal yang berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran, yang juga disebut karakter. “ Pekerti “ dapat diartikan sebagai perbuatan. “ Pekerti “ adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut juga behaviour. Berkaitan dengan akhlak, dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda dikenal juga istilah “ tata krama “ yang juga dimaksudkan sebagai “ sopan santun “ . Menurut para ahli masa lalu ( al-qudama’ ), akhlak adalah kemampuan jiwa untuk melahirkan sesuatu perbuatan secara spontan, tanpa pemikiran atau pemaksaan. dan sering pula yang dimaksud akhlak adalah semua perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik atau buruk atau dengan kata lain akhlak adalah potensi yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mampu mendorongnya untuk berbuat baik dan buruk tanpa di dahului oleh pertimbangan akal dan emosi, maksudnya ialah perbuatan itu sudah menjadi kebiasaaan sehingga menjadi kepribadian . Bahkanah akhlak juga disebut ilmu tingkah laku / perangai ( ilm al-suluk ), atau tahzib al-akhlak ( falsafat akhlak ), atau al-hikmat al-amaliyyat, atau al-hikmat al-hulukiyyat. Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan dan cara memperolehnya, agar jiwa menjadi bersih dan pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikannya . Dengan perumusan pengertian “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ ) di atas muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi adanya hubungan baik antara Khaliq ( خاَلِقٌ ) yang berati pencipta dengan makhluq ( مَخْلُوْقٌ ) yang berarti yang diciptakan secara timbal balik, kemudian disebut sebagai hablum minallah ( حَبْلٌ مِنَ اللَّهِ ). Dari produk hablum minallah ( حَبْلٌ مِنَ اللَّهِ ) yang verbal ini, maka lahirlah pola hubungan antar sesama manusia disebut dengan hablum minannas ( النّاسِ حَبْلٌ مِنَ ) . Jadi berdasarkan sudut pandang etimologi definisi “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ) dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan “ budi pekerti “ , kesusilaan, sopan santun, tata karma ( versi bahasa Indonesia ) sedang bahasa Inggrisnya disamakan dengan istilah moral atau ethic. Begitupun dalam bahasa Yunani istilah “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ ) dipergunakan istilah ethos atau ethikos atau etika ( tanpa memakai huruf H ) yang mengandung arti “ Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik “ . Dan etika itu adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Sebagaimana dalam kitab “ Da’iratul Ma’arif “ dikatakan bahwa : اَلأَخْلَاقُ هِيَ صِفَاتُ اْلاِنْسَا نِ َالأَْ دَابِيَّةِ

Artinya : “ Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik “ .

Memahami ungkapan tersebut diatas dapat dimengerti bahwa “ Akhlak “ (أَخْلاَقٌ ) adalah sifat ( potensi ) yang dibawa setiap manusia sejak lahir : artinya, sifat ( potensi ) tersebut sangat tergantung dari cara pembinaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya itu positif maka outputnya adalah akhlak mulia dan sebaliknya apabila pembinaannya itu negatif, yang terbentuk adalah akhlak maz mumah ( tercela ) . Sebagaimana firman allah Swt berfirman dalam surat ( 91 ) Asy Syam ayat 8 yang berbunyi : فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْۈهَا

Artinya : “ maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan ) kefasikan dan ketakwaan “ .

Dilihat dari sudut etimologi perkataan “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ) berasal dari bahasa Arab jama’ dari “ Khuluqun “ ( خُلُقٌ ) yang menurut lughat diartikan adat kebiasaan ( al-adat ), perangai, tabi’at ( al-sajiyyat ), watak ( al-thab ), adab / sopan santun ( al-muru’at ), dan agama ( al-din ) . Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “ Khalqun “ ( خَلْقٌ ) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “ Khaliq “ ( خاَلِقٌ ) yang berarti pencipta dan “ makhluq “ ( مَخْلُوْقٌ ) yang berarti yang di ciptakan dan dari sinilah asal mula perumusan ilmu akhlak yang merupakan koleksi ugeran yang memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara Makhluk dengan Khaliq dan antara Makhluk dengan makhluk . Bahkan dalam kitab ” al-Mursyid al-Amin Ila Mau’idhah al-Mu’min ” telah dijelaskan perbedaan antara kata ” al-Khalqu ” ( اَلْخَلْقُ ( dengan kata ” al-Khuluqu ” ( اَلْخُلُقُ ( sebgai berikut : يُقَالُ : فُلاَنَ حَسَنِ الْخَلْقِ وَالْخُلُقِ : اَى حَسَنُ الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ, فَحُسْنُ الظَّاهِرِ هُوَ الْجَمَالُ كَمَا عَرَفْتُ, وَ حَسَنُ الْبَاطِنِ هُوَ غَلَبَةُ الصِّفَاتِ الْجَمِيْدَةِ عَلَى الْمَذْمُوْمَةِ

Artinya : “ Dikatakan : Fulan itu baik kejadiannya dan baik budi pekertinya ” , maksudnya baik lahir dan batinnya. Yang dimaksud ” baik lahir ” yaitu baik rupa atau rupawan, sedang yang dimaksud ” baik batin ” yaitu sifat-sifat kebaikan ( terpuji ) yang menghalalkan atas sifat-sifat tercela ” .

Jadi jelas bahwa kata ” al-Khalqu ” ( اَلْخَلْقُ ( itu mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriah seperti wajah seseorang yang bagus atau yang jelek. Sedangkan kata ” al-Khuluqu ” ( اَلْخُلُقُ ( atau jamak dari “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ) itu mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniah seperi sifat-sifat terpuji atau sifat-sifat tercela . Bahkan Ibnu Athir dalam kitabnya “ An-Nihayah “ telah menerangkan bahwa : “ Hakikat makna khuluqun ( خُلُقٌ) itu ialah gambaran batin manusia yang tepat ( yaitu jiwa dan sifat-sifatnya ), sedang makna khalqun ( خَلْقٌ ) merupakan gambaran bentuk luarnya ( raut muka, warna kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan sebagainya ) “ . Dalam bahasa Yunani pengertian “ Khuluqun “ ( خُلُقٌ ) ini dipakai kata ethicos atau ethos, artinya adat kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan, kemudian kata ethicos ini berubah menjadi ethika ( memakai h ) atau ” etika ” ( tanpa h ) dalam istilah Indonesia . Sedangkan dalam pengertian sehari-hari “ Khuluqun “ ( خُلُقٌ ) umumnya disamakan artinya dengan arti kata “ budi pekerti “ atau “ kesusilaan “ atau “ sopan santun “ . Angkatan kata “ budi pekerti “, dalam bahasa Indonesia, merupakan kata majemuk dari kata “ budi “ dan “ pekerti “ . Perkataan “ budi “ berasal dari bahasa Sansekerta, bentuk isim fa’il atau alat, yang berarti “ yang sadar “ atau “ yang menyadarkan “ atau “ alat kesadaran “ . Bentuk mashdarnya ( momenverbal ) budh yang berarti “ kesadaran “ . Sedang bentuk maf’ulnya ( obyek ) adalah budha, artinya “ yang disadarkan “ . Pekerti, berasal dari bahasa Indonesia sendiri, yang berarti “ kelakuan “ . Kata “ budi “ juga dapat diartikan sebagai “ akal “, yaitu alat batin untuk menimbang dan menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. “ Budi “ juga dapat diartikan sebagai “ tabi’at “ , “ watak “ , “ perangai “ dan sebagainya. “ Budi “ adalah hal yang berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran, yang juga disebut karakter. “ Pekerti “ dapat diartikan sebagai perbuatan. “ Pekerti “ adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut juga behaviour. Berkaitan dengan akhlak, dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda dikenal juga istilah “ tata krama “ yang juga dimaksudkan sebagai “ sopan santun “ . Menurut para ahli masa lalu ( al-qudama’ ), akhlak adalah kemampuan jiwa untuk melahirkan sesuatu perbuatan secara spontan, tanpa pemikiran atau pemaksaan. dan sering pula yang dimaksud akhlak adalah semua perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik atau buruk atau dengan kata lain akhlak adalah potensi yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mampu mendorongnya untuk berbuat baik dan buruk tanpa di dahului oleh pertimbangan akal dan emosi, maksudnya ialah perbuatan itu sudah menjadi kebiasaaan sehingga menjadi kepribadian . Bahkanah akhlak juga disebut ilmu tingkah laku / perangai ( ilm al-suluk ), atau tahzib al-akhlak ( falsafat akhlak ), atau al-hikmat al-amaliyyat, atau al-hikmat al-hulukiyyat. Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan dan cara memperolehnya, agar jiwa menjadi bersih dan pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikannya . Dengan perumusan pengertian “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ ) di atas muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi adanya hubungan baik antara Khaliq ( خاَلِقٌ ) yang berati pencipta dengan makhluq ( مَخْلُوْقٌ ) yang berarti yang diciptakan secara timbal balik, kemudian disebut sebagai hablum minallah ( حَبْلٌ مِنَ اللَّهِ ). Dari produk hablum minallah ( حَبْلٌ مِنَ اللَّهِ ) yang verbal ini, maka lahirlah pola hubungan antar sesama manusia disebut dengan hablum minannas ( النّاسِ حَبْلٌ مِنَ ) . Jadi berdasarkan sudut pandang etimologi definisi “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ) dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan “ budi pekerti “ , kesusilaan, sopan santun, tata karma ( versi bahasa Indonesia ) sedang bahasa Inggrisnya disamakan dengan istilah moral atau ethic. Begitupun dalam bahasa Yunani istilah “ Akhlak “ ( أَخْلاَقٌ ) dipergunakan istilah ethos atau ethikos atau etika ( tanpa memakai huruf H ) yang mengandung arti “ Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik “ . Dan etika itu adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Sebagaimana dalam kitab “ Da’iratul Ma’arif “ dikatakan bahwa : اَلأَخْلَاقُ هِيَ صِفَاتُ اْلاِنْسَا نِ َالأَْ دَابِيَّةِ

Artinya : “ Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik “ .

Memahami ungkapan tersebut diatas dapat dimengerti bahwa “ Akhlak “ (أَخْلاَقٌ ) adalah sifat ( potensi ) yang dibawa setiap manusia sejak lahir : artinya, sifat ( potensi ) tersebut sangat tergantung dari cara pembinaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya itu positif maka outputnya adalah akhlak mulia dan sebaliknya apabila pembinaannya itu negatif, yang terbentuk adalah akhlak maz mumah ( tercela ) . Sebagaimana firman allah Swt berfirman dalam surat ( 91 ) Asy Syam ayat 8 yang berbunyi : فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْۈهَا

Artinya : “ maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan ) kefasikan dan ketakwaan “ .