Yang memiliki gagasan agar naskah proklamasi ditanda tangani oleh Soekarno dan Moh. Hatta ialah?

Jakarta -

Pada 17 Agustus 1945 Soekarno membacakan naskah proklamasi kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Tahukah kamu, ada tiga tokoh yang berperan penting dalam penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut?

Kemerdekaan Indonesia merupakan buah dari perjuangan para tokoh pejuang kemerdekaan. Untuk mencapai peristiwa penting tersebut, bangsa Indonesia harus melewati masa penjajahan yang panjang. Hingga akhirnya, Indonesia berkesempatan untuk merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan kemerdekaan, termasuk penyusunan teks proklamasi.

Dilansir dari laman Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek, penyusun teks proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Soekarno berperan menuliskan konsep di atas secarik kertas, sedangkan Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo berperan menyumbangkan gagasan secara lisan.

Naskah proklamasi yang disusun oleh Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo kemudian diketik oleh Sayuti Melik dengan merubah beberapa kata. Di antaranya kata "tempoh" menjadi "tempo", "wakil-wakil Bangsa Indonesia" menjadi "atas nama Bangsa Indonesia" serta penulisan hari dan bulannya.

Berikut teks proklamasi sebagaimana dilansir dari laman Kemendikbudristek:

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno/Hatta

Fakta Di Balik Perumusan Proklamasi

Selain Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo, ada tokoh-tokoh lain yang berperan dalam peristiwa perumusan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah Laksamana Maeda, Sayuti Melik, dan para pewarta.

1. Laksamana Maeda

Laksamana Maeda adalah seorang perwira Jepang. Dalam sejarah perumusan proklamasi, dia berperan menyediakan tempat untuk membahas masalah proklamasi kemerdekaan. Kejadian tersebut bermula ketika Soekarno-Hatta dilepas dari pengasingan Rengasdengklok atas bujukan Ahmad Soebardjo.

Rombongan Rengasdengklok lalu bertolak menuju Jakarta, ke rumah Laksamana Maeda. Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh tersebut menemui Kepala Pemerintahan Militer (Gunseikan) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindak lanjut yang akan dilakukan. Namun, Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan menentang rencana mereka. Akhirnya Soekarno, Hatta, dan rombongan kembali ke rumah Maeda dan membuat naskah proklamasi di rumah Maeda.

2. Sayuti Melik

Sayuti Melik berperan untuk mengetik naskah proklamasi yang telah dirumuskan oleh Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Sayuti Melik menggunakan mesin ketik buatan Jerman yang mana merupakan pinjaman dari Kolonel Kandeler komandan Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine) yang berkantor di Gedung KPM (sekarang Pertamina) di Koningsplein (Medan Merdeka Timur).

3. Para Pewarta

Para pewarta berperan penting dalam mengabadikan momen pembacaan proklamasi kemerdekaan serta penyebarluasan kabar tersebut. Mereka adalah Frans dan Alex Mendoer dari IPPHOS yang mengabadikan momen pembacaan proklamasi, BM Diah dan Jusuf Ronodipuro yang membantu penyebaran berita proklamasi. Berita tersebut disebar melalui berbagai media, seperti radio, surat kabar, telegram, hingga dari mulut ke mulut.

Simak Video "Atlet Merah Putih, Waktunya Kembali Bangkit Mengukir Prestasi"


[Gambas:Video 20detik]
(kri/nwy)

Sukarni dari Partai Murba ketika memberikan sambutan mengenai Perjanjian Linggarjati pada 1947. (ANRI).

Sukarni terlibat dalam pergerakan kemerdekaan sejak masa kolonial Belanda. Dia kemudian berperan dalam peristiwa penting sejarah Proklamasi kemerdekaan. Pemimpin Asrama Angkatan Baru di Menteng 31 Jakarta ini tak hanya menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Dia juga menjadi wakil pemuda dalam perumusan naskah Proklamasi.

Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta setelah dijemput oleh Ahmad Subardjo. Anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) kemudian diminta berkumpul di rumah Laksamana Tadashi Maeda karena Hotel Des Indes tidak bisa menyediakan tempat.

Baca juga: Rumah "Penculikan" Sukarno-Hatta di Rengasdengklok

Sementara itu, menurut Adam Malik dalam Riwayat Proklamasi Agustus 1945, Sukarni bersama Subardjo, Iwa Kusumasumantri, dan Jusuf Kunto, pergi ke Jalan Bogor Lama. Di sana sudah menunggu para pemuda, antara lain Chairul Saleh, Adam Malik, Wikana, Pandu Karta Wiguna, Maruto Nitimihardjo, Kusnaeni, dan Sjahrir juga dipanggil.

“Maksud kedatangan itu ialah untuk membawa mereka yang berkumpul itu ke Oranje Boulevard (rumah Laksamana Maeda) guna menyaksikan upacara penandatanganan Proklamasi tersebut. Tetapi oleh putusan yang berkumpul ketika itu cukup Sukarni dan Chairul Saleh berangkat menyaksikannya,” tulis Adam Malik.

Rumusan Pemuda

Sukarni membawa teks Proklamasi rumusan pemuda, yang menyatakan dengan revolusioner: “Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.”

Menurut Mohammad Hatta dalam Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Sukarni mungkin punya rumusan semacam itu. “Tetapi waktu panitia kecil bersidang, Sukarni tidak banyak bicara dan saya tidak ingat bahwa dia pernah mengemukakan rumusannya itu,” kata Hatta.

Sukarni menitipkan teks Proklamasi rumusan pemuda kepada Subardjo. Dia bersama Sayuti Melik dan B.M. Diah duduk di belakang Sukarno, Hatta, dan Subardjo yang sedang merumuskan naskah Proklamasi di meja bundar ruang makan. Sedangkan tokoh-tokoh lain, baik dari kaum tua anggota PPKI maupun pemuda, menunggu di ruangan tengah dan serambi rumah.

“Sukarni kelihatannya gelisah resah; dia keluar masuk ruangan seperti ada sesuatu yang dipikirkan,” kata Subardjo dalam Lahirnya Republik Indonesia.

Baca juga: Begini Naskah Proklamasi Dirumuskan

Akhirnya, konsep naskah Proklamasi berhasil disusun dengan ditulis tangan oleh Sukarno, sebagai berikut:

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-2 yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17-8-05

Wakil-2 bangsa Indonesia

Baca juga: Sayuti Melik Mengubah Beberapa Kata dalam Naskah Proklamasi

Sukarno kemudian meminta Sayuti Melik untuk mengetik konsep naskah Proklamasi tersebut. Sayuti Melik, ditemani B.M. Diah, mengetiknya di ruangan bawah tangga dekat dapur.

Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi dengan perubahan: “tempoh” menjadi “tempo”; kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti “Atas nama Bangsa Indonesia” dengan menambahkan nama “Soekarno-Hatta”; serta “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Angka tahun ’05 adalah singkatan dari 2605 tahun showa Jepang, yang sama dengan tahun 1945 masehi.

Jadi, naskah Proklamasi yang diketik Sayuti Melik sebagai berikut:

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-2 yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17, boelan 8 tahoen 05

Atas nama Bangsa Indonesia

Soekarno-Hatta

Baca juga: D.N. Aidit di Sekitar Proklamasi Kemerdekaan

Sukarno kemudian membacakan teks Proklamasi ketikan Sayuti Melik tersebut dengan pelan-pelan agar semua yang hadir dapat menangkap kata demi kata.

Sukarni menilai teks Proklamasi tersebut “terlepas dari semangat revolusioner, lemah, dan tidak percaya diri sendiri. Rancangan tersebut tidak mencerminkan tekad untuk melepaskan diri dari penguasaan Jepang. Tekad kita untuk memproklamasikan kemerdekaan tidak tergantung pada persetujuan dari Jepang. Proklamasi ini adalah kehendak kita sendiri, kehendak rakyat, dan kita akan melaksanakannya walau halangan apapun.”

Oleh karena itu, Sukarni tidak setuju dengan kalimat kedua karena tidak percaya bahwa Jepang akan menyerahkan kekuasaan dengan cara sukarela. "Kita harus merenggutnya dari tangan mereka,” kata Sukarni.

Sukarni ingin kalimat kedua berbunyi seperti rumusan pemuda: “Segala badan-badan pemerintah yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.”

Beberapa pemuda mendukung Sukarni. Tetapi para anggota PPKI menentang perubahan. Keputusannya tetap pada naskah Proklamasi yang diketik Sayuti Melik tersebut. Sukarno kemudian menanyakan siapa yang akan menandatangani naskah Proklamasi?

Penandatangan Proklamasi

Sukarni yang berdiri di samping Subardjo berbisik, “Bung, apakah secarik kertas dari kawan-kawan di Jalan Bogor Lama tadi, telah disampaikan kepada Bung Karno?”

“Saya betul-betul terkejut diingatkan akan janji saya itu," kata Subardjo. "Oh, maaf Karni, saya benar-benar lupa, tetapi baiklah bersabar sebentar…”

Sebelum Subardjo sempat menyampaikan secarik kertas itu, Sukarno mengajukan saran bahwa naskah Proklamasi ditandatangani oleh “wakil-wakil rakyat Indonesia” yaitu anggota PPKI dan wakil pemuda. Bung Hatta juga mengusulkan naskah Proklamasi ditandatangani oleh semua yang hadir seperti naskah Proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat, Declaration of Independence.

Baca juga: Mencari Mikrofon Proklamasi

Namun, Sukarni menolak usul itu. Dia mengusulkan agar naskah Proklamasi ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama rakyat Indonesia. Usul Sukarni ini diterima.

Setelah semua setuju naskah Proklamasi otentik yang diketik Sayuti Melik ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia, persoalan berikutnya di mana Proklamasi dibacakan?

Sukarni memberitahukan bahwa rakyat di sekitar kota Jakarta telah diserukan untuk berbondong-bondong ke Lapangan Ikada (kini kawasan Monas) pada 17 Agustus 1945 untuk mendengarkan Proklamasi kemerdekaan.

Baca juga: Perempuan yang Hadir dalam Proklamasi Kemerdekaan

Sukarno tidak setuju pembacaan Proklamasi di Lapangan Ikada. Menurutnya, rapat umum di Lapangan Ikada tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa militer Jepang mungkin akan menimbulkan salah paham dan bentrokan antara rakyat dan militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut mungkin terjadi.

Sukarno menawarkan pekarangan rumahnya di Pegangsaan Timur 56 yang cukup luas untuk menampung ratusan orang. “Karena itu saya minta semua saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan Timur 56, sekitar pukul 10.00 pagi,” kata Sukarno.