Show
Penanganan tentang konflik sosial diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. UU 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial ditandatangani Presiden DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 10 Mei 2012. UU Tentang Penanganan Konflik Sosial ini diundangakan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116 dan Penjelasan UU No 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik sosial dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5315 oleh Menkumham Amir Syamsudin pada tanggal 10 Mei 2012 di Jakarta. Apakah itu Penanganan Konflik Sosial?Dalam penjelasan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial menjelasakan secara umum bahwa Keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun pada sisi lain, kondisi tersebut dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional apabila terdapat ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial dan ekonomi, serta ketidakterkendalian dinamika kehidupan politik. Di samping itu, transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan Konflik, terutama Konflik yang bersifat horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum. Sistem penanganan Konflik yang dikembangkan selama ini lebih mengarah pada penanganan yang bersifat militeristik dan represif. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Penanganan Konflik masih bersifat parsial dan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah seperti dalam bentuk Instruksi Presiden, Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden. Berbagai upaya Penanganan Konflik terus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, termasuk membentuk kerangka regulasi baru. Dengan mengacu pada strategi Penanganan Konflik yang dikembangkan oleh Pemerintah, kerangka regulasi yang ada mencakup tiga strategi. Pertama, kerangka regulasi dalam upaya Pencegahan Konflik seperti regulasi mengenai kebijakan dan strategi pembangunan yang sensitif terhadap Konflik dan upaya Pencegahan Konflik. Kedua, kerangka regulasi bagi kegiatan Penanganan Konflik pada saat terjadi Konflik yang meliputi upaya penghentian kekerasan dan pencegahan jatuhnya korban manusia ataupun harta benda. Ketiga, kerangka regulasi bagi penanganan pascakonflik, yaitu ketentuan yang berkaitan dengan tugas penyelesaian sengketa/proses hukum serta kegiatan pemulihan, reintegrasi, dan rehabilitasi. Kerangka regulasi yang dimaksud adalah segala peraturan perundang-undangan, baik yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun dalam peraturan perundang-undangan yang lain, termasuk di dalamnya Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat (TAP MPR). Berangkat dari hal di atas, dasarnya terdapat tiga argumentasi pentingnya Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial, yaitu argumentasi filosofis, argumentasi sosiologis, dan argumentasi yuridis. 3 argumentasi penting dalam UU Penanganan Konflik Sosial:
Beberapa undang-undang yang erat kaitannya, bahkan menjadi dasar dan acuan bagi Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial adalah sebagai berikut:
Pembentukan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial dilakukan melalui analisis sinkronisasi dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Penanganan Konflik Sosial. Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial menentukan tujuan penanganan Konflik yaitu menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera; memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan; meningkatkan tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan; melindungi jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum; memberikan pelindungan dan pemenuhan hak korban; serta memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat. Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial mengatur mengenai Penanganan Konflik Sosial yang dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu Pencegahan Konflik, Penghentian Konflik, dan Pemulihan Pascakonflik. Tiga Tahap Penanganan Konflik dalam UU 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial:
Latar belakang pertimbangan hadirnya UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
Landasan hukum UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial adalah Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Berikut adalah isi UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, bukan format asli: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Penanganan Konflik mencerminkan asas:
Pasal 3Penanganan Konflik bertujuan:
Pasal 4Ruang lingkup Penanganan Konflik meliputi:
Pasal 5Konflik dapat bersumber dari:
Untuk memelihara kondisi damai dalam masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, setiap orang berkewajiban:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meredam potensi Konflik dalam masyarakat dengan:
Bagian Kelima Membangun Sistem Peringatan DiniPasal 10
Pasal 11Membangun sistem peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan cara:
Penghentian Konflik dilakukan melalui:
Bagian Kedua Penghentian Kekerasan FisikPasal 13
Status Keadaan Konflik ditetapkan apabila Konflik tidak dapat dikendalikan oleh Polri dan terganggunya fungsi pemerintahan. Pasal 15
Pasal 16Status Keadaan Konflik skala kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) ditetapkan oleh bupati/wali kota setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPRD kabupaten/kota. Pasal 17DPRD kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Penanganan Konflik selama Status Keadaan Konflik. Pasal 18Status Keadaan Konflik skala provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) ditetapkan oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPRD provinsi. Pasal 19DPRD provinsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Penanganan Konflik selama Status Keadaan Konflik. Pasal 20Status Keadaan Konflik skala nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) ditetapkan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan DPR.
DPR melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Penanganan Konflik selama Status Keadaan Konflik skala nasional. Pasal 22Penetapan Status Keadaan Konflik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) berlaku paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26Dalam Status Keadaan Konflik skala kabupaten/kota, bupati/wali kota dapat melakukan:
Pasal 27Dalam Status Keadaan Konflik skala provinsi gubernur dapat melakukan:
Pasal 28Dalam Status Keadaan Konflik skala nasional Presiden dapat menunjuk menteri yang membidangi koordinasi urusan politik, hukum, dan keamanan untuk melakukan:
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31Dalam hal keadaan Konflik dapat ditanggulangi sebelum batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, bupati/wali kota, gubernur, atau Presiden berwenang mencabut penetapan Status Keadaan Konflik.
Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 berakhir apabila:
BAB V PEMULIHAN PASCAKONFLIKBagian Kesatu UmumPasal 36
Bagian Kedua RekonsiliasiPasal 37
Bagian Ketiga RehabilitasiPasal 38
Bagian Keempat RekonstruksiPasal 39
BAB VI KELEMBAGAAN DAN MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIKBagian Kesatu KelembagaanPasal 40Kelembagaan penyelesaian Konflik terdiri atas Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial, serta Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial. Bagian Kedua Mekanisme Pranata Adat dan/atau Pranata SosialPasal 41
Bagian Ketiga Satuan Tugas Penyelesaian Konflik SosialParagraf Satu UmumPasal 42
Paragraf Dua Tugas dan Fungsi Satuan Tugas Penyelesaian Konflik SosialPasal 43
Pasal 44Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial menyelenggarakan fungsi:
Paragraf Tiga Pembentukan, Penetapan, dan Pembubaran Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});Pasal 45Pembentukan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilakukan melalui mekanisme:
Pasal 46
Paragraf Empat Keanggotaan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik SosialPasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50Penetapan anggota Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial unsur masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 49 ayat (1) dengan mempertimbangkan ketokohan, integritas, dan moralitas. Pasal 51Anggota Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial berhenti atau diberhentikan karena:
BAB VII PERAN SERTA MASYARAKATPasal 52
BAB VIII PENDANAANPasal 53
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58Ketentuan mengenai perencanaan, penganggaran, penyaluran, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pengelolaan pendanaan Penanganan Konflik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IX KETENTUAN PERALIHANPasal 59Semua program dan kegiatan yang berkaitan dengan Penanganan Konflik yang telah berlangsung sebelum ditetapkannya Undang-Undang ini dapat terus dilaksanakan sampai dengan berakhirnya program dan kegiatan tersebut. BAB X KETENTUAN PENUTUPPasal 60Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanganan konflik dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 61Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang- Undang ini diundangkan. Pasal 62Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Demikian tentang UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, semoga bermanfaat. [ Sumber : By Philipp Foltz - www.ancientgreekbattles.net/.../Pericles.htm, Public Domain, Gambar ] UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial |