Tata cara penyampaian pendapat dimuka umum

Penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara namun harus dilakukan secara bertanggungjawab dalam suasana aman, tertib, dan damai. Atas dasar inilah maka lahir Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 (UU 9/1998) tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

Dalam UU 9/1998 tersebut dijelaskan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara yang dimaksud di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang didatangi dan/atau dilihat setiap orang. Adapun unjuk rasa/demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum. 

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan berlandaskan pada asas-asas yang diatur dalam pasal 3 UU 9/1998 yaitu:

a. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;

b. asas musyawarah dan mufakat;

c. asas kepastian hukum dan keadilan;

d. asas proporsionalitas; dan

e. asas manfaat.

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum, namun wajib tunduk pada ketentuan yang telah ditetapkan yaitu:

a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;

b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;

c. menaati hukum dan ketentuan peraturan perudnang-undangan yang berlaku;

d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan

e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Lalu bagaimana bentuk-bentuk dan tata cara penyampaian pendapat di muka umum? Berikut penjelasannya.

1. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:

a. unjuk rasa atau demonstrasi;

b. pawai;

c. rapat umum; dan/atau

d. mimbar bebas.

2. Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:

a. di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi miiter, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional;

b. pada hari besar nasional.

3. Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.

4. Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, dengan ketentuan:

a. dapat dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok;

b. pemberitahuan selambat-lambatnya 3x24 jam (tiga kali dua puluh empat jam) sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat; dan

c. surat pemberitahuan paling tidak harus memuat:

- maksud dan tujuan;

- tempat, lokasi, dan rute;

- waktu dan lama;

- bentuk;

- penanggungjawab;

- nama dan alamat organisasi, kelompok, atau perorangan;

- alat peraga yang dipergunakan, dan/atau

- jumlah peserta. 

d. pemberitahuan secara tertulis tidak berlaku bagi kegiatan di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.

5. Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri wajib:

a. segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;

b. berkoordinasi dengan penanggungjawab penyampaian pendapat di muka umum;

c. berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat; dan

d. mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.

6. Polri bertanggungjawab memberikan perlindungan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.

7. Polri bertanggungjawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Dalam hal terjadi pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Penanggungjawab harus menyampaikannya secara tertulis kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.

Apabila ketentuan-ketentuan di atas tidak dipenuhi maka pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan, pelaku atau peserta yang melakukan perbuatan melanggar hukum dapat dikenakan sanksi hukum, dan penanggungjawab yang melakukan tindak pidana dikenakan sanksi pidana ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan UU 9/1998 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Download: https://drive.google.com/file/d/1EH_E88PMYje9ZZ4MzUL7ZCMtgo3K14HC/view?usp=sharing

Tata cara penyampaian pendapat dimuka umum

Undang-undang (UU) No. 9 Tahun 1998

Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

Polri menerbitkan arahan berbentuk Surat Telegram bernomor STR/1852/VIII/2018 kepada para kapolda terkait maraknya kegiatan deklarasi politik. Surat tersebut menyatakan bahwa ada empat aksi dukungan capres yang perlu mendapat perhatian, yaitu #2019GantiPresiden, #2019TetapJokowi, #Jokowi2Periode dan #2019PrabowoPresiden. Terkait hal itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan bahwa kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum telah dilindungi oleh undang-undang namun tetap harus menghormati hak dan kebebasan orang lain.

Setyo menyampaikan bahwa dalam menyampaikan pendapat di muka umum, perlu mempertimbangkan kewajiban dan tanggungjawab dalam menghormati hak dan kebebasan orang lain. (Hukumonline, 3/9)

Kemudian, Setyo mengatakan bahwa kegiatan tersebut harus menaati aturan dan menjaga ketertiban, seperti: menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum.

Setyo juga menyebutkan bahwa materi dalam kegiatan penyampaian pendapat tersebut tidak boleh memecah belah kesatuan bangsa. Selain itu, Setyo juga menuturkan bahwa Polri berhak untuk mempelajari terlebih dahulu setiap permohonan kegiatan untuk melihat adanya potensi konflik ketika acara tersebut dilaksanakan.

Apabila kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat, maka Polri berhak menolak kegiatan tersebut. Polri harus bersikap netral dan segala keputusan yang dikeluarkan semata-mata untuk mencegah terjadinya konflik.

Adapun, pengamat hukum tata negara Universitas Nusa Cendana Kupang, Dr Johanes Tuba Helan, berpendapat bahwa secara hukum pemilu, gerakan ganti presiden dan gerakan tetap dukung Jokowi tidak melanggar hukum, tetapi gerakan-gerakan seperti itu berpotensi mengganggu ketertiban dan keamanan karena bisa menimbulkan benturan fisik antara pro dan kontra, sehingga polisi wajib bertindak (hukumonline, 3/9)

Johanes mengatakan, mengenai hak menyampaikan pendapat, kelompok yang melakukan gerakan ganti presiden dan yang pro Jokowi tidak bisa menggunakan aturan menyampaikan hak di depan umum sebagai alasan.

Adapun tata cara penyampaian pendapat di muka umum menurut Pasal 10 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 yaitu kegiatan wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemberitahuan tersebut disampaikansecara tertulis oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggungjawab kelompok.

Pemberitahuan disampaikan selambat-lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat. Pemberitahuan secara tertulis ini tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.

Sumber:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b8d1b8495341/soal-aksi-tagar-dukungan-capres–simak-ketentuan-menyampaikan-pendapat-di-muka-umum (diakses 04/10/2018)

https://news.detik.com/berita/4194427/polri-terbitkan-aturan-soal-izin-acara-gerakan-tagar-dukung-capres (diakses 04/10/2018)

VIVA – Cara menyampaikan pendapat di muka umum harus diketahui oleh semua orang. Seperti diketahui, menyampaikan pendapat merupakan kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang. Bahkan, hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD).

Dikutip dari laman resmi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.

Kebebasan untuk mengemukakan pendapat ini merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dasar hukum tentang menyampaikan pendapat tercantum pada UUD 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28.

UU yang mulai berlaku sejak 26 Oktober 1998 ini mengatur bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika serta hak mogok pekerja di lingkungan kerja.

Nah, untuk menyampaikan pendapat di muka umum, terdapat sejumlah cara atau prosedur yang bisa dilakukan. Hal ini penting dilakukan guna meminimalisir dampak atau akibat yang ditimbulkan dari pendapat yang disampaikan.

Melansir laman resmi Polda Kepri, berikut ini 5 cara menyampaikan pendapat di muka umum dengan baik dan benar.

1. Memikirkan dulu apa yang akan disampaikan