Ongkos organisasi yang tinggi menurut mansur olsondalam interest group theory berikan argumentasi dan analisis terkait regulasinya bagaiman teori ini dapat mempengaruhi peran regulator.!

Oleh : Chrysant L. Kusumowardoyo

Ongkos organisasi yang tinggi menurut mansur olsondalam interest group theory berikan argumentasi dan analisis terkait regulasinya bagaiman teori ini dapat mempengaruhi peran regulator.!
Perpres No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa salah satu subsistem dalam sistem kesehatan nasional adalah manajemen dan regulasi kesehatan. Bila dirinci lagi, ada tiga dimensi utama dalam subsistem ini, yaitu: (1) apa saja kebijakan kesehatan yang mengatur tata kelola layanan kesehatan, (2) bagaimana kebijakan kesehatan tersebut dibuat, serta (3) seberapa jauh kebijakan tersebut responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Aspek-aspek penting dari subsistem kesehatan ini mencakup keterlibatan masyarakat dalam proses pengembangan kebijakan, pengajuan bukti-bukti yang mendasari dibuatnya kebijakan (evidence-based policy) serta seberapa kebijakan tersebut bisa dinilai atau ‘diaudit’ oleh publik.

Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa advokasi adalah elemen penting dari subsistem manajemen dan regulasi kesehatan ini. Advokasi adalah jalan untuk keterlibatan masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan. Advokasi diperlukan untuk memastikan diformulasikannya kebijakan kesehatan yang berbasis bukti. Advokasi juga memungkinkan publik untuk mengawal kebijakan agar tetap responsif dengan kebutuhan masyarakat. Selama ini sudah banyak tulisan yang menjelaskan tentang jalan untuk advokasi kebijakan, cara-cara yang perlu ditempuh dan rambu-rambu yang perlu diperhatikan. Tetapi artikel ini akan secara khusus melihat peran dari interest group atau kelompok kepentingan dalam mempengaruhi dan mengawal kebijakan lewat advokasi.

Dalam bukunya yang berjudul Health Policy: an Introduction to Process and Power, Walt (1994) mendefinisikan kelompok kepentingan sebagai kelompok masyarakat yang bekerjasama untuk tujuan yang sama tanpa memiliki minat untuk mendapatkan kekuasaan politik. Jadi kelompok kepentingan bisa terdiri dari berbagai elemen masyarakat, seperti LSM, serikat pekerja, asosiasi, akademisi, jurnalis dan sebagainya. Dalam konteks kesehatan, praktisi kesehatan, kelompok penyandang disabilitas, atau kelompok yang memiliki masalah kesehatan tertentu juga bisa menjadi kelompok kepentingan. Yang menjadi kesamaan dari kelompok yang berbeda-beda identitasnya ini adalah mereka sama-sama memiliki kepentingan terhadap suatu isu tertentu. Meski demikian, kepentingan mereka bisa berbeda, ada yang mendukung dan ada pula yang menentang kebijakan tertentu. Tetapi adanya kepentingan inilah yang menjadi pendorong mereka untuk mempengaruhi kebijakan.

Yang kemudian sering kali menjadi pertanyaan adalah dari mana kelompok kepentingan ini mempengaruhi kebijakan? Haruskah ia memberikan tekanan dari luar atau bantuan dari dalam sistem pembuatan kebijakan? Disinilah kelompok kepentingan bisa dibedakan menjadi insider dan outsider groups. Kelompok insider adalah kelompok yang diterima oleh pemerintah (pembuat kebijakan) karena dipandang memiliki legitimasi dan pengetahuan mendalam atas topik tertentu. Inilah yang membuat kelompok insider bisa berinteraksi langsung dan memiliki hubungan konsultatif dengan pembuat kebijakan. Sebaliknya, kelompok outsider dipandang kurang memiliki legitimasi, sebab itu mereka sering kali kesulitan untuk masuk ke dalam proses pembuatan kebijakan (Walt, 1994).

Perbedaan hubungan dengan pembuatan kebijakan inilah yang kemudian membuat perbedaan dalam cara advokasi untuk mempengaruhi kebijakan. Kelompok insider bisa memanfaatkan jalur-jalur formal, misalnya mereka bisa diundang oleh pembuat kebijakan untuk membuat naskah akademik, menghadiri public hearing, dan sebagainya. Sementara itu, kelompok outsider lebih menggunakan advokasi dengan cara yang tidak langsung, misalnya dengan membangun opini publik lewat media masa, atau memberikan tekanan lewat petisi, unjuk rasa dan sebagainya.

Baik dari dalam atau pun luar, interaksi langsung dengan pembuat kebijakan atau pun tidak langsung, kelompok kepentingan sama-sama memerlukan bukti-bukti untuk membuat argumentasi yang kuat dan bisa diandalkan sehingga layak untuk diajukan kepada para pembuat kebijakan. Dorongan ini yang kemudian cenderung membuat peran antar kelompok kepentingan menjadi tumpang tindih. Contohnya, banyak LSM yang kemudian menjadikan diri sebagai think tank - mereka fokus pada produksi pengetahuan yang menitikberatkan pada hasil-hasil kajian ilmiah. Walaupun hal ini bisa saja dilakukan oleh LSM, sebenarnya kekuatan utama yang dimiliki LSM adalah dalam mengartikulasikan dan merepresentasikan kepentingan publik. Sebaliknya, ‘bisnis’ utama dari universitas dan lembaga-lembaga penelitian adalah sebagai produsen pengetahuan, dan mereka tidak selalu memiliki kekuatan serta kemampuan advokasi yang dimiliki oleh LSM.

Implikasi kondisi di atas terhadap advokasi adalah, kolaborasi antar kelompok kepentingan sangat diperlukan, dimana setiap kelompok kepentingan perlu untuk saling mengkapitalisasi kekuatan masing-masing. Jaringan kebijakan yang efektif adalah jaringan kebijakan yang terdiri atas kelompok kepentingan yang bersifat lintas sektor dan heterogen, sehingga memungkinkan kolaborasi horizontal (antar kelompok kepentingan) untuk memberi tekanan dalam relasi vertikal (dengan pembuat kebijakan). Inilah yang memungkinkan tercapainya mandat dari subsistem manajemen dan regulasi, yaitu adanya keterlibatan masyarakat dalam mempengaruhi dan mengawal penerapan kebijakan-kebijakan kesehatan yang berbasis bukti.

1 POSISI TEORI EKONOMI BAGI HASIL DIDALAM PERKEMBANGAN KAJIAN EKONOMI POLITIK DR EDIARNO Direktur Lembaga Ekonomi Bagi Hasil http://www.ekonomi-bagi-hasil.com Jakarta, 28 May 2015 A. Pendahuluan Ilmu ekonomi umumnya memandang bahwa terbitnya buku Adam Smith (1729-1790), The Wealth of Nations tahun 1776 sebagai saat kelahiran ilmu ekonomi modern. Adam Smith membuat ekonomi menjadi sebuah ilmu (science). 1 Pandangan ekonomi yang dikemukakan Adam Smith dan ahli ekonomi lainnya pada abad 18-19 dikenal sebagai ekonomi klasik (classical economics). Berbeda dengan ilmu ekonomi, kajian ekonomi politik melihat terbitnya buku Adam Smith tersebut sebagai awal dipergunakannya istilah ekonomi politik (political economy). 2 Istilah yang dikenal sebelumnya adalah ekonomi (economics), dikemukakan oleh Aristotle sebagai bagian dari practical wisdom yang berkaitan dengan keluarga dan pengaturan rumah tangga (household management). 3 Didalam kajian ekonomi politik, ahli ekonomi politik sejak Adam Smith sampai kematian Karl Marx tahun 1883 disebut ahli ekonomi politik klasik (classical political economist), yang menggunakan pendekatan klasik didalam analisis ekonomi politik. Ahli ilmu ekonomi atau ekonom memang tidak menggunakan istilah ekonomi politik untuk kajian ekonomi yang mereka lakukan. Bagi mereka, kajian ekonomi adalah sebuah ilmu terpisah. Pencetus ilmu ekonomi klasik Adam Smith memang pertama kali menggunakan istilah ekonomi politik, namun tidak bermaksud untuk menggabungkan ekonomi dengan politik tapi justru untuk memisahkannya. Saat itu, Adam Smith menganjurkan transformasi pembebasan civil society yaitu masyarakat ekonomi dari negara. Istilah invisible hand merupakan 1 Michael Parkin, Economics, (New York: Pearson Addison-Wesley, 2005), p.52 2 York; Cambridge University Press, 1996), p.33 3 Frederick Copleston SJ, A History of Philosophy, Volume I, (New York: Bantam Doubleday Dell Publishing Group, 1985), p. 344

2 ungkapan metapor Smith untuk menghapus politik (negara) dari ekonomi. 4 Gagasan self regulating market menunjukkan ekonomi sebagai wilayah otonom yang terpisah dari politik. Smith kemudian mengajukan gagasan pembagian kerja (division of labour) dan mekanisme pasar sebagai sarana untuk meraih kemakmuran bangsa yang lebih baik. Sebelum tahun 1870-an ilmu ekonomi didominasi oleh agenda ekonomi klasik yaitu ; akumulasi, pertumbuhan, distribusi dan teori nilai tenaga kerja ( Labor theory of value). 5 Apakah pembebasan ekonomi dari politik tersebut betul-betul berhasil? Caporaso dan Levine melakukan survei terhadap teori-teori ekonomi politik lalu menyimpulkan bahwa, baik pemisahan maupun penggabungan ekonomi dan politik tidak bisa dilakukan secara tegas. 6 Paska ekonomi klasik, kajian ekonomi politik terus berkembang dalam berbagai konteks yang berbeda. Analisa ekonomi politik menjadi lebih beragam karena baik ekonomi maupun politik memiliki beragam pengertian. Akibatnya, interaksi ekonomi dan politik bisa diartikan dalam beberapa makna. Selain itu, perdebatan tentang penggabungan dan pemisahan masih terus berlangsung. Perdebatan itu misalnya terlihat pada pernyataan Thomas Piketty (2014) dari Paris School of Economics, yang mengatakan The truth is that economics should never have sought to divorce itself from other social sciences and can advance only in conjunction with them. 7 Dengan latarbelakang seperti diatas, kehadiran teori Ekonomi Bagi Hasil 8 (profit loss economic theory) perlu ditelaah untuk mengetahui posisinya didalam kajian ekonomi politik. Posisi ekonomi bagi hasil (EBH) didalam konteks perkembangan kajian ekonomi politik dapat digunakan sebagai dasar yang proporsional untuk menilai teori EBH tersebut. Untuk itu, kajian ini akan menggunakan hasil survei Caporaso dan Levine sebagai kerangka acuan utama. 9 Selain itu akan dipergunakan buku-buku ilmu ekonomi politik lainnya. 4 York; Cambridge University Press, 1996), p.35 5 York; Cambridge University Press, 1996), p.30, 79 6 York; Cambridge University Press, 1996), p. 7 Thomas Piketty, Capital in The Twenty-First Century, (Cambridge; The Belknap Press of Harvard University Press, 2014), p.32 8 Ediarno, Teori Ekonomi Bagi Hasil, (Serang: Penerbit A-Empat, 2014) 9 York; Cambridge University Press, 1996)

3 B. Perkembangan Teori Ekonomi Politik Caporaso dan Levine membagi perkembangan kajian ekonomi politik menurut pendekatan yang digunakan. Terdapat enam jenis pendekatan didalam ekonomi politik yaitu, (1) pendekatan klasik (classical approach), (2) pendekatan neoklasik (neoclassical approach), (3) pendekatan Keyness (Keynessian), (4) pendekatan kekuasaan (power centered approach), (5) pendekatan negara (State centered approach) dan (6) pendekatan keadilan (Justice centered approach). Ke-enam jenis pendekatan tersebut sebenarnya merupakan pengembangan dari dua pendekatan dasar didalam kajian ekonomi politik; pendekatan terpusat kepada ekonomi (society centered approach) dan pendekatan terpusat kepada negara (state centered approach). Enam pendekatan diatas dapat disajikan menurut pola hubungan antara ekonomi dan politik menjadi empat kelompok. Pertama, pendekatan yang melihat ekonomi dan politik terpisah. Ekonomi bersifat sui generis memiliki realitas tersendiri, bukan bagian dari politik. Teori yang dikembangkan mengandung gagasan untuk melakukan depolitisasi ekonomi. 10 Pendekatan inilah yang dilakukan oleh pendekatan klasik (classical approach) dan juga menjadi titik tolak dari pendekatan Marxian. Politik disini diartikan sebagai pemerintah, sehingga depolitisasi ekonomi berarti menghapus intervensi pemerintah dari ruang ekonomi. Bagi ekonomi klasik (classical approach), ekonomi merupakan ruang tersendiri yang berisi transaksi ekonomi yang sifatnya privat, yang harus berjalan bebas dari pengaruh pemerintah. Depolitisasi ekonomi yang dilakukan oleh pendekatan klasik mengakibatkan istilah ekonomi menjadi pengganti istilah ekonomi politik dan ekonomi menjadi ilmu tersendiri seperti yang terlihat pada saat ini. Pada zamannya, Adam Smith melakukan reformasi pembebasan masyarakat sipil dari kekuasaan negara. Masyarakat sipil disini diartikan sebagai masyarakat ekonomi, Karl Mark memiliki pandangan ekonomi yang sebenarnya berakar dari ekonomi klasik. Marx termasuk orang yang memberikan kritik keras terhadap ekonomi klasik self regulating. Mark menunjukkan bahwa kapitalis tidak akan bertahan dalam jangka panjang. Mark memang tidak menganjurkan ekonomi yang 10 York; Cambridge University Press, 1996), p.3

4 dikendalikan negara. 11 Namun gagasannya membawa konsekwensi kepada penguasaan sistem ekonomi oleh negara. Mark adalah penganut supremasi ekonomi, dimana ekonomi adalah struktur dasar masyarakat (basic structure) yang mendikte kondisi-kondisi pada suprastruktur (suprastructure) dimana terdapat politik. Kondisi kehidupan material ekonomi akan menentukan kesadaran manusia. 12 Politik, negara adalah bagian dari superstruktur yang kondisinya didikte oleh kondisi struktur dasar. Implikasinya, maka politik, negara adalah kepanjangan kepentingan penguasa ekonomi. Politik menjadi pelindung kepentingan dari kelas penguasa struktur dasar yaitu penguasa ekonomi. Dalam sistem ekonomi kapitalis, negara bertindak atas nama dan untuk kepentingan kelas kapitalis, walau tak berarti dibawah perintah langsung kelas kapitalis. 13 Penguasaan ekonomi oleh negara atas nama dan untuk kepentingan kaum proletar direalisasikan oleh gerakan revolusi yang terjadi pada tahun 1917 di Rusia yaitu revolusi Bolshevik, yang dipelopori oleh Lenin (1870-1924). 14 Dengan demikian, ekonomi politik Marx menempatkan politik dan negara sebagai alat (apparatus) dari ekonomi. Kedua, pendekatan yang berpandangan bahwa ekonomi dan politik terpisah namun ada hubungan. Pendekatan Neoklasik (Neoclassical), Keynessian dan Justice Centered termasuk kedalam kelompok ini. 15 Walaupun ekonomi dan politik ada hubungan, namun ketiga pendekatan tersebut memaknai hubungan itu dengan cara yang berbeda. Neoklasik bertolak dari pandangan bahwa pendekatan ekonomi klasik mengandung akibat negatif bagi masyarakat, yaitu timbulnya negative externalities. Pertukaran sukarela dua institusi privat ternyata dapat menimbulkan akibat negatif bagi pihak ketiga yaitu publik. Akibat negatif ekonomi klasik tersebut merupakan sebuah kegagalan pasar (market failures). Timbulnya kegagalan pasar tersebut menyebabkan eksistensi peran politik menjadi relevan. Namun 11 York; Cambridge University Press, 1996), p.3 12 Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx, (Jakarta; Penerbit PT Gramedia, Cet. Kedua, 1999), hal. 142 13 York; Cambridge University Press, 1996), p.78 14 Bryan Caplan, Communism, (The Concise Encyclopedia of Economics, David R. Henderson, Ed. Liberty Fund, Inc, Library of Economics and Liberty,2008,),1. http://www.econlib.org/library/enc/communism.html (Accessed 25 February 2014) 15 York; Cambridge University Press, 1996), p.79, 100,197

5 Neoklasik tidak bermaksud menghadirkan lembaga politik untuk melakukan intervensi kedalam ekonomi. Negara atau politik diperlukan untuk menanggulangi eksternalitas tersebut. Untuk menanggulangi eksternalitas tersebut, maka politik, negara perlu menerapkan metode ekonomi neoklasik didalam kegiatannya. Sejalan dengan itu Neoklasik membangun gagasan-gagasan metodologi ekonomi baru. Neoklasik mengalihkan fokus analisis ekonomi klasik dari masalah akumulasi dan pembagian kerja kepada masalah perilaku ekonomi. Bagi Neoklasik, persoalan ekonomi merupakan implementasi norma perilaku ekonomi individu yang sifatnya universal. Perilaku ekonomi individu itu adalah membuat pilihan rasional (rational choice), dalam ruang lingkup yang serba terbatas (contrained) untuk mencapai tujuan kepuasaan individu yang maksimum (maximizing utility). Dengan landasan perilaku tersebut, rasional, kelangkaan, efisiensi dan kepuasaan maksimum, maka persoalan ekonomi merupakan persoalan tentang alokasi sumber daya. Pandangan ekonomi Neoklasik tersebut diatas kemudian diterapkan kedalam wilayah politik. Neoklasik memandang bahwa area politik adalah juga wilayah dimana proses dan putusan politik dilakukan menurut prinsip rational choice dan maximizing utility. 16 Dengan prinsip ekonomi tersebut, maka negara atau politik seharusnya membuat kebijakan, pengaturan yang dapat membuat ruang ekonomi menjadi lebih efisien dan dapat menghindari eksternalitas negatif. Peran negara menurut neoklasik tersebut menempatkan negara atau politik sebagai pendukung bagi ekonomi. Pandangan ini sebenarnya konsisten dengan pandangan ekonomi klasik. Disamping itu, varian lain dari analisa ekonomi atas politik juga dikembangkan dalam kerangka bahwa arena politik dan negara dilihat sebagai kumpulan individu atau aktor-aktor dengan preferensi ekonomi. Aktor politik bekerja dalam kerangka untuk memaksimumkan kepuasaan individual mereka dengan cara-cara yang secara rasional adalah efisien. Pendekatan ekonomi politik neoklasik berarti penggunaan metode-metode ekonomi, yaitu efisiensi dan maksimalisasi keuntungan, didalam proses dan keputusan politik. Dalam perjalanannya, pendekatan ekonomi politik neoklasik inilah yang paling banyak dikembangkan. Analisis ekonomi politik Neoklasik merupakan ekonomisasi terhadap politik. 16 York; Cambridge University Press, 1996), p.4

6 Caporaso dan Levine membagi aplikasi pendekatan neoklasik kedalam politik menjadi tiga kelompok teori. 17 1. Teori pilihan publik (Public Choice theory) 18 Perhatian teori pilihan publik adalah tentang metode-metode didalam mengkombinasikan preferensi individu dalam fungsinya untuk kesejahteraan publik, berhadapan dengan faktor-faktor penghambat dan peluang yang dihasilkan oleh lingkungan politik. Literatur teori pilihan publik dikembangkan oleh, Musgrave, Musgrave and Peacock, Kenneth Arrow, Anthony Down, James Buchanan, Gordon Tullock, Mancur Olson. Analisis pilihan publik kemudian berkembang menjadi dua jenis teori. a. Normative public choice theory: 19 Kajian ini dilakukan Buchanan, Arrow dan Sen. Teori pilihan publik normatif menganalisa tentang sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh sistem politik; struktur pemerintah, peraturan, prosedur, perilaku birokrat dan lembaga-lembaga politik. Sifat-sifat yang seharusnya tersebut misalnya efisien, responsif, stabil dan adil. b. Positive public choice theory: 20 Mereka yang membahas teori ini adalah Mancur Olson, Anthony Down, Axelrod, Popkin, Taylor. Teori pilihan publik positif tidak membahas sifat-sifat seharusnya dari sistem politik, tapi menjelaskan alasan-alasan timbulnya sifat-sifat tertentu dari komponen tertentu didalam sistem politik, misalnya perilaku birokrat, fenomena voting, perilaku partai politik dan preferensi pemilih diantara ideologi dan utilitas yang ditawarkan politisi kepada pemilih. 2. Analisa ekonomi kebijakan (economic analysis of policy) Analisa ekonomi atas kebijakan dikembangkan oleh Adam Smith, Herbert Spencer, Wicksell, Stokey and Zeckhauser. Tiga hal yang menjadi perhatian pendekatan neoklasik, dan juga pendekatan klasik, tentang kebijakan politik yaitu; 17 York; Cambridge University Press, 1996), p.133 18 Deliarnov, Ekonomi Politik,( Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), hal. 139 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Politik, Kajian Teoritis dan Analisis Empiris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 48 19 York; Cambridge University Press, 1996), p.135 Deliarnov, Ekonomi Politik,( Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), hal. 143 20 York; Cambridge University Press, 1996), p.138 Deliarnov, Ekonomi Politik,( Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), hal. 144

7 a. Apa perbedaan peran pemerintah dengan pasar atau apa batasan ruang lingkup pemerintah dan pasar. Neoklasik berpandangan bahwa prinsip yang berlaku adalah bahwa, pasar melakukan alokasi seefisien mungkin, jika pasar gagal, maka pemerintah masuk mengatasinya dengan tindakan yang tidak dapat dilakukan oleh individu b. Apa prinsip-prinsip yang seharusnya untuk mengorganisasi pemerintah, Prinsip pertama, pemerintah harus diorganisasi untuk mendorong terjadinya pertukaran bebas dan sukarela yang seluas-luasnya, termasuk didalam lembaga pemerintah. Prinsip kedua, prinsip wicksellian unanimity dimana prinsip pareto optimal diterapkan didalam politik. Wicksell menulis bahwa didalam pemerintahan demokratis kebijakan seharusnya diputuskan melalui persetujuan dan meminimalkan unsur pemaksaan didalam proses voting. Simple majority (50,01%) tidak cukup, tapi 75%-90%. c. Kebijakan yang paling efisien untuk mencapai tujuan-tujuan kolektif. Kebijakan pemerintah tersebut dibuat dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat diraih secara individual, seperti barang publik. Didalam pembuatan kebijakan tersebut, maka cost benefit analysis harus dilibatkan didalam evaluasi dan perbandingan antara berbagai alternatif kebijakan. Kebijakan yang terbaik adalah kebijakan yang menghasilkan perbedaan terbesar antara total manfaat dengan total cost. 3. Analisa ekonomi kelembagaan (economic analysis of institutions) Ekonomi kelembagaan dikembangkan oleh Douglass North, Margaret Levi, Mancur Olson, Robert Bate. Ekonomi kelembagaan menjelaskan hubungan antara perilaku dengan prinsip dan tujuan ekonomi didalam konteks kelembagaan tertentu. Analisa ekonomi kelembagaan menekankan bahwa faktor kelembagaan dapat mendorong perilaku yang koperatif, biaya transaksi yang lebih murah dan operasi produksi dan perdagangan yang lebih baik. Lembaga politik dapat merumuskan objek yang boleh diperdagangkan, aturan-aturan didalam pertukaran ekonomi, dan menjelaskan manfaat dan tanggungjawab terhadap hak milik. Aspek politik dari ekonomi kelembagaan dikembangkan dari pemikiran politik tentang landasan bagi berdirinya negara, penggunaan kekuatan negara, ruang lingkup wewenang yang dimiliki negara dan kemampuan negara didalam mengenakan sanksi untuk memaksa perilaku tertentu.

8 North dan Thomas menyatakan definisi kelembagaan (institutions) sebagai, pengaturan antar unit ekonomi yang berisi batasan dan spesifikasi tentang bagaimana unit-unit ekonomi tersebut bekerjasama dan berkompetisi. North juga menyatakan, kelembagaan berisi serangkaian prosedur untuk membatasi perilaku, yang muncul dalam bentuk peraturan (rule) dan regulasi (regularion), yang digunakan untuk mendeteksi penyimpangan dari aturan dan regulasi tersebut dan juga berisi serangkaian moral, norma etika didalam berperilaku yang menentukan batas-batas didalam pembuatan aturan, regulasi dan cara-cara penegakannya. Definisi lembaga tersebut dikemukakannya dalam kerangka fungsi kelembagaan sebagai faktor penghambat (dan atau faktor peluang) yang berada diluar pelaku ekonomi. Analisa ekonomi kelembagaan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis analisa yaitu, analisis hubungan faktor kelembagaan dengan pasar (Institutions and market behavior) dan analisis ekonomi terhadap lembaga politik(economic reasoning and political institution). 21 a. Institutions and market behavior Kajian ini melakukan analisa tentang hubungan antara faktor kelembagaan dengan pasar. Hubungan keduanya dapat dinyatakan dalam tiga bentuk. Pertama, pasar sebenarnya adalah lembaga itu sendiri. Pasar ekonomi adalah proses yang terlembaga karena didalam pasar tersebut terdapat aturan sehingga terjadi perilaku yang teratur didalam pasar. Aturan tersebut mengatur tatacara pertukaran dan tanggungjawab tentang biaya-biaya. Pertukaran didalam pasar tidak akan terjadi jika di pasar tidak terdapat aturan dan konvensi. Pasar bekerja berdasarkan perjanjian yang berisi ketentuan tentang batas-batas hak milik dan larangan kecurangan, pencurian dan pemaksaan. Kedua, kelembagaan pada dasarnya menentukan ruang lingkup pertukaran yang terjadi di pasar. Kelembagaan membolehkan dan atau melarang pertukaran barang-barang tertentu. Kelembagaan atau peraturan melarang perdagangan anak, perdagangan suara pemilih (buying votes) dan insider trading di pasar modal. Ketentuan larangan untuk memperdagangkan barang tertentu tersebut umumnya 21 York; Cambridge University Press, 1996), p. 150, 151

9 merupakan keputusan politik. Larangan perdagangan barang tertentu memiliki dampak ekonomi karena larangan tersebut merubah alokasi pasar. Pelarangan itu sendiri mengandung biaya, baik untuk membuat peraturan perundang-undangannya maupun untuk menegakkannya. Ketiga, kelembagaan yang bersifat politik umumnya dibuat untuk merubah insentif yang mendasari gerakan pasar. Misalnya, pembuatan keputusan politik berupa aturan-aturan, UU atau Peraturan Pemerintah, untuk melindungi industri substitusi import atau untuk melindungi lingkungan tertentu. Aturan tersebut kadang-kadang hanya untuk mengalihkan kegiatan ekonomi dari satu sektor ke sektor lainnya. Krueger, Tollison menunjukkan bahwa aturan tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan kemakmuran melalui perubahan kegiatan produksi atau transfer atau melalui kegiatan yang sifatnya rent seeking. 22 b. Economic reasoning and political institution Pendekatan Neoklasik pada dasarnya mengabaikan masalah kelembagaan. Kalaupun mengenalnya, kelembagaan dianggap sebagai konstan sehingga tidak mempengaruhi kegiatan alokasi. Alasannya, karena kelembagaan hanya berpengaruh dalam jangka panjang. Dalam kegiatan alokasi jangka pendek, faktor kelembagaan dapat diabaikan. Pada saat ini, pandangan tersebut tidak tepat lagi. Kajian faktor kelembagaan menjadi penting karena sejarah perkembangan ekonomi itu sendiri dan adanya pengakuan bahwa perilaku ekonomi tidak terlepas dari pengaruh faktor kelembagaan.terdapat dua mazhab analisis ekonomi terhadap faktor kelembagaan yang dilakukan ekonom. Pertama, kelompok yang memperlakukan faktor kelembagaan sebagai faktor exogenous, berada diluar model ekonomi. Tujuan kajian adalah untuk mengetahui pengaruh penting dari faktor kelembagaan terhadap perilaku ekonomi. Pendekatan ekonomi kelembagaan yang memperlakukan faktor kelembagaan diluar ekonomi disebut juga Institutonally situated rational choice approach. Didalam kelompok ini, terdapat kelompok yang melakukan kajian empiris dan kelompok yang 22 York; Cambridge University Press, 1996), p. 151

10 melakukan kajian analitis. Pokok masalah yang dikaji kelompok empirik adalah tentang perbandingan pengaruh dari berbagai faktor kelembagaan terhadap perilaku rasional dan self interest. Kedalam kelompok ini terdapat Douglas North, Margaret Levi, Mancur Olson dan Robert Bates. North melakukan kajian tentang pengaruh dari perubahan hak milik terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu varian dari Ekonomi Kelembagaan baru adalah Economic Analysis of Law dengan tokohnya Richard Posner. Posner mengungkapkan perlunya pembelaan hukum terhadap norma Voluntary di dalam ekonomi; The major function of criminal law in a capitalist society is to prevent people from bypassing the system of voluntary, compensated exchange-the market, explicit or implicit-in situation where, because transaction costs are low, the market is a more efficient method of allocating resources than forced exchange. Market bypassing in such situation is inefficient.. 23 Economic Analysis of law pada awalnya dikembangkan oleh Beccaria dan Bentham (1843) pada awal abad 19. Kemudian bangkit kembali sejak tahun 1968 dengan munculnya artikel Gary Becker(Crime and Punishment: An Economic Approach,1968). 24 Di dalam Economic Analysis of Law, hukum dijadikan economic tools untuk mencapai tujuan ekonomi seperti maximizing of happiness, sehingga melahirkan konsep Economic Conception of Justice. 25 Ekonomi kelembagaan dari kelompok analitis melakukan kajian tentang hubungan sifat-sifat logis dari perilaku pertukaran dan faktor kelembagaan politik. Apakah mungkin merancang faktor kelembagaan didalam prosedur pemilu demokratis yang tidak menghasilkan instabilitas seperti yang dikatakan Arrow? Kedua adalah kelompok ahli yang memperlakukan faktor kelembagaan sebagai endogenous, berada didalam model ekonomi, sehingga merupakan variabel yang akan dijelaskan 23 Richard Posner, An Economic Theory of the Criminal Law, (Columbia; Columbia Law Review, Vol 85, No.6, Oct, 1985), p. 1193-1231 http://www.jstor.org/stable/1122392 (Accessed Dec 17, 2013) 24 Richard Posner, An Economic Theory of The Criminal Law, (Columbia Law Review Vol. 85, No.6; Columbia Law Review Association, Inc, Oct 1985), p. 1193-1231. http://www.jstor.org/stable/1122392. (Accessed : Dec 5, 2013) 25 Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 7, 29

11 oleh perilaku ekonomi. Kelompok ini menggunakan metode ekonomi, rational choice theory, dengan memasukkan faktor kelembagaan sebagai variabel endogen. Status variabel kelembagaan berada disebelah kiri persamaan, menjadi objek pilihan, menjadi argumen didalam fungsi utilitas dan sebagai output yang akan diterangkan sebagaimana kegiatan alokasi. Faktor kelembagaan dapat diterangkan berdasarkan perubahan eksogenus dari faktor produksi, preferensi dan tehnologi. Jika perbandingan tenaga kerja/tanah meningkat, maka hak milik harus berubah agar lebih menguntungkan kepada pemilik faktor produksi yang lebih langka, dalam hal ini adalah pemilik tanah. Disini faktor kelembagaan diperlakukan sebagai fenomena yang harus dijelaskan. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan neoklasik terhadap kelembagaan atau institutonally situated rational choice approach, dalam hal usahanya untuk merumuskan perubahan kelembagaan dari sebuah model ekonomi yang telah dirancang untuk tujuan atau maksud tertentu. 26 Para ahli yang terlibat didalam kajian ini adalah North dan Thomas, Levi, Basu, Jones dan Schlicht. Tujuan dari kajian kelompok ini adalah untuk mengetahui potensi manfaat yang dapat diraih dalam inovasi, produksi dan pertukaran. North memberi perhatian besar tentang aturan hak milik yang dapat mengurangi eksternalitas yang positif, mengurangi perilaku rent seeking dan pengurangan biaya membuat dan menjalankan kontrak. 27 Pendekatan Keynes dan para pengikutnya(keynessian) serta Neoklasik memiliki kesamaan pandangan tentang adanya kegagalan pasar(market failure) dari ekonomi klasik. Namun, kegagalan pasar menurut Keynes jauh lebih dalam dan menyerang prinsip dasar sistem ekonomi pasar yaitu; prinsip self regulating. 28 Menanggapi krisis ekonomi Great depression 1930-an, Keynes menyatakan self regulating ekonomi klasik gagal berfungsi sehingga diperlukan peran pemerintah untuk mengatasi kegagalan tersebut dengan kebijakan stabilisasi. 26 York; Cambridge University Press, 1996), p. 156 27 York; Cambridge University Press, 1996), p.153 28 York; Cambridge University Press, 1996), p. 100

12 Keynes melakukan reposisi hubungan ekonomi dengan politik, dengan memasukkan kebijakan pemerintah (stabilization policy) sebagai salah satu variabel ekonomi yang penting dan bahkan lebih powerful. Tanpa variabel kebijakan pemerintah, ekonomi klasik akan lumpuh seperti krisis Great depression 1930-an. Keynes menyatakan salah satu penyebab kegagalan pasar adalah karena pasar pada dasarnya kekurangan permintaan (lack of demand). Stabilisasi ekonomi atau manajemen permintaan tersebut dimaksudkannya untuk mengatasi kekurangan permintaan tersebut. Didalam proses pembuatan keputusan manajemen permintaan (demand management) tersebut, maka agenda politik akan mudah terlibat, seperti kaitannya dengan citra kandidat didalam pemilu. Dengan demikian, kebijakan stabilisasi tersebut dapat dipandang sebagai tindakan politik. Namun, kebijakan itu bisa juga dipandang sebagai tindakan administratif semata, sehingga tidak termasuk didalam kategori tindakan politik. Stabilisasi bahkan bisa dirancang bersifat otomatis, sehingga ekonom memandang stabilisasi hanya sebagai alat saja, seperti alat perbaikan mobil seorang montir. Pandangan bahwa stabilisasi hanya sebagai alat tehnis cocok dengan konsepsi dasar ekonomi klasik tentang pasar yang bebas dari politik. Walaupun terdapat perbedaan pandangan diatas, konsepsi Keynes jelas telah membatasi peran pasar self regulating ekonomi klasik dan telah menyebabkan terlibatnya negara didalam ekonomi. 29 Walaupun stabilisasi bisa dianggap sebagai alat atau tindakan administratif saja, namun stabilisasi tetap bisa dipolitisasi. Didalam kebijakan stabilisasi tersebut bisa terdapat pertimbangan, kepentingan dan agenda yang berdimensi politik. Ekonomi politik menurut pendekatan Keynessian berarti penggunaan kekuatan politik yang terbatas, yaitu kebijakan stabilisasi atau demand management oleh negara, didalam pengaturan kegiatan ekonomi. Justice centered approach berusaha menentukan hubungan yang tepat antara keputusan publik dengan kepentingan pribadi melalui kriteria tertentu dari variabel yang dipandang sebagai penghubung antara kesejahteraan individu, negara dan perbedaan kemampuan antar individu. Kriteria variabel tersebut diperoleh dari konsep keadilan dan konsep masyarakat yang dipanding adil. Didalam ekonomi politik, keadilan merupakan prinsip keteraturan masyarakat tentang hak milik 29 York; Cambridge University Press, 1996), p.103, 119

13 dan sistem pasar. Pendekatan keadilan melakukan analisa terhadap lembaga pasar dalam hubungannya dengan keinginan untuk menjunjung tinggi integritas martabat manusia. Pendekatan keadilan menggunakan sudut pandang yang lebih luas dari batas hak milik pribadi ekonomi neoklasik. Masalah ekonomi politik yang utama dibahas didalam pendekatan keadilan adalah tentang hak milik yaitu; tentang sifat-sifat, spesifikasi dan batasan hak milik. Prinsip keadilan digunakan untuk menilai faktor kelembagaan, seperti hak milik, dan difungsikan untuk melakukan liberalisasi politik dan ekonomi. Faktor kelembagaan harus menghormati adanya kesetaraan kemerdekaan warga dan hak-hak pribadi yang tak boleh diganggugugat. Rawl menyatakan; setiap orang memiliki hak-hak pribadi yang tidak dapat diganggugugat bahkan oleh alasan demi tujuan kesejahteraan masyarakat. Hak-hak pribadi tidak tunduk kepada alasan-alasan politik dan alasan kepentingan sosial. 30 Topik utama pendekatan keadilan adalah membangun konsepsi hak milik yang tidak didasarkan kepada kepentingan politik dan ekonomi, tapi didasarkan kepada martabat dan integritas pribadi manusia. Pendekatan keadilan diatas mengakibatkan konsep hak milik yang terdapat didalam pendekatan Neoklasik, yang berbasis utilitarian, tidak termasuk adil, karena dirumuskan berdasarkan perhitungan kesejahteraan ekonomi (welfare calculation). Cara pandang ini membuat pendekatan keadilan diatas bertentangan dengan utilitarian, yang menjadi basis Neoklasik. Akibatnya, keadilan justice centered approach bertentangan dengan tujuan Neoklasik yaitu pareto optimality. Dari sudut pandang utilititarian, keadilan berdasarkan integritas martabat manusia justru dapat mengakibatkan terganggunya kesejahteraan individu dan masyarakat. Sebaliknya, dari sudut pandang justice centered approach, konsep hak milik yang tergantung kepada tujuan kesejahteraan masyarakat akan mengakibatkan rusaknya hak milik berbasis integritas manusia. Hak-hak martabat manusia tidak tunduk kepada alasan ekonomi dan politik. Peningkatan kesejahteraan material yang dihasilkan konsep hak milik belum berarti peningkatan martabat dan integritas manusia. Gagasan hak milik pribadi tidak sama dengan gagasan kebebasan inisiatif, penentuan tujuan hidup dan integritas manusia. Kontradiksi hak milik menimbulkan tiga jenis 30 York; Cambridge University Press, 1996), p. 198

14 pendekatan keadilan yaitu pendekatan Libertarian, Kontraktarian (contractarian) dan Hegelian. Pendekatan libertarian menentang intervensi negara didalam kehidupan ekonomi berdasarkan tafsiran terhadap keadilan sebagai jaminan atas hak atas milik. Semakin berkurang intervensi negara maka semakin luas ruang hak milik pribadi dan juga berarti semakin adil. Hal ini sesuai dengan pandangan etis libertarian dimana etika yang utama adalah hak (right) bukan baik (good) 31. Negara liberal berkepentingan untuk menjaga tegaknya sistem hak milik pribadi sehingga benda-benda yang dimiliki seseorang diperoleh berdasarkan cara-cara yang syah menurut hukum. 32 Negara berkewajiban untuk merevisi hak milik yang diperoleh secara tidak syah. Negara libertarian menjaga terpeliharanya keadilan didalam perolehan hak milik, didalam trasfer hak milik dan didalam melakukan koreksi atas perolehan hak milik yang tidak sesuai dengan keadilan. Keadilan bagi libertarian adalah terjaminnya hak milik, yaitu hak milik yang syah secara hukum. Pendekatan kontraktarian mendukung keterlibatan negara namun bukan dalam rangka menegakkan hak milik pribadi tapi dalam fungsinya menciptakan masyarakat yang adil berdasarkan pandangan sosial kolektif. Alasannya, negara ada tercipta karena sosial kolektif, kalau negara tidak ada maka pandangan sosial kolektif itu tidak ada. Hak milik individu hanyalah salah satu komponen dari usaha untuk membangun tatanan kelembagaan yang adil. John Rawl merupakan orang yang yang membahas teori kontraktarian modern. Menurut Rawl, walaupun konsep hak milik berperan namun hak milik hanya salah satu elemen untuk mendapatkan distribusi kekayaan yang adil. Dalam konteks hak-hak pribadi, Rawl mengutarakan gagasan keadilan sebagai fairness. Semua nilai sosial, seperti kebebasan dan peluang, pendapatan dan kekayaan, dan semua yang berbasis pada keutamaan diri harus didistribusikan secara merata dan distribusi yang tidak merata yang terpaksa dilakukan, jika ada, haruslah dilakukan untuk kebaikan setiap orang. Kemudian Rawl mengajukan prinsip perbedaan (difference principle) yang menyatakan bahwa ketidaksamaan harus menguntungkan mereka yang kurang beruntung. Mereka yang kurang beruntung harus dibela karena kemakmuran atau pendapatan yang dihasilkan pribadi terbentuk karena adanya kontribusi 31 York; Cambridge University Press, 1996), p. 209 32 York; Cambridge University Press, 1996), p.201

15 masyarakat yang memberi kemungkinan terjadinya kontrak atau pertukaran antar individu. Masyarakat yang menciptakan kemakmuran dan masyarakat harus ikut menyelesaikan ketimpangan kemakmuran. Pendapat Rawl ini membuka peluang bagi intervensi negara didalam ekonomi. Pendapat Rawl tersebut berbeda dengan Novick, yang menyatakan bahwa masyarakat tidak menghasilkan kepincangan pendapatan. Masyarakat adalah sebuah sistem pertukaran yang sukarela, sehingga distribusi pendapatan yang dihasilkannya telah adil. Semua produk yang tercipta didunia telah ada orang yang berhak untuk memilikinya. 33 Kepemilikan itu terjadi melalui proses penentuan yang bersifat sukarela. Kepincangan distribusi, jika ada, bukan dihasilkan oleh masyarakat tapi dihasilkan oleh sistem diluar masyarakat. Raw dan Keyness memiliki kesamaan dalam hal perlunya intervensi negara didalam ekonomi. Namun intervensi tersebut tidak dikatakan politik karena bersifat administratif. Persoalan produksi dan distribusi hasilnya tetap dilakukan menurun logika ekonomi dan pengaturan administratif menurut prinsip keadilan. Dengan demikian, pendekatan libertarian dan kontraktarian tetap berada dalam jalur yang konsisten dengan neoklasik yaitu depolitisasi ekonomi. 34 Masyarakat yang membentuk ekonomi dan membentuk sistem yang adil, yang terpisah dari politik. Tidak ada maksud penggunaan penyelesaian politik didalam ketimpangan pendapatan menurut pendekatan kontraktarian. Kesamaan keduanya dengan pandangan neoklasik terletak pada keduanya yang sama tentang posisi etis individu didalam berhadapan dengan masyarakat. Libertarian menganggap individu sebagai otonom (autonomous), sedangkan kontraktarian menganggap individu sebagai penyebab adanya (antecedent) masyarakat. Keduanya menempatkan individu sebagai figur awal sebelum terbentuknya masyarakat. Pendekatan Hegelian menolak pandangan etis libertarian dan kontraktarian tentang posisi individu. Bagi Hegel, konsepsi individu hanya ada didalam masyarakat. Individu hanya bisa dikatakan bebas dan otonom ditengah adanya masyarakat atau karena adanya masyarakat. Hegel mengajukan konsep masyarakat sebagai wujud melalui hubungan (connectedness) dan ketergantungan yang timbal 33 York; Cambridge University Press, 1996), p.205 34 York; Cambridge University Press, 1996), p. 208

16 balik (mutual dependence) 35. Seseorang tergantung kepada masyarakat untuk membuat individu tersebut bebas. Hegel menyatakan masyarakat ekonomi pasar membuat anggotanya, para individu, tergantung kepada pasar untuk melangsungkan kehidupannya. Dalam ekonomi pasar, ketergantungan itu tanpa jaminan bahwa individu akan dapat memperoleh kebutuhannya melalui aturan main pasar. Masyarakat harus bertanggungjawab atas kemiskinan yang dihasilkannya, karena masyarakat itu mencabut individu dari mata pencahariannya. Individu dibuat miskin karena masyarakat pasar mencabut alat-alat alamiah mata pencahariannya dan ikatan keluarganya. Otoritas publik harus berperan sebagai pengganti atas ikatan hubungan keluarga yang rusak. Pada dasarnya, Hegel bermaksud menggunakan ketergantungan sosial sebagai dasar bagi intervensi negara didalam ekonomi. Ketiga, pendekatan power centered approach yang sebenarnya tidak berada dalam konteks kajian hubungan antara ilmu ekonomi dan ilmu politik. Power centered approach merupakan pendekatan yang menganalisa dimensi kekuasaan yang dikandung oleh pasar neoklasik. Unsur kekuasaan yang dibahas didalam pendekatan ini adalah kekuasaan yang terbentuk didalam internal pasar neoklasik. Seharusnya unsur kekuasaan tidak terdapat di pasar ekonomi neoklasik, mengingat ciri-ciri pasar neoklasik yang bekerja berdasarkan prinsip sukarela, bebas, dan kriteria pareto optimal. Pasar yang sukarela (voluntary) bertentangan dengan konsep kekuasaan yang mengandung unsur pemaksaan (coercion). Namun pandangan tersebut hanya alasan tersembunyi bagi korporasi untuk menjalankan kapitalisme. Didalam istilah Galbraith, pasar adalah sebuah alat pencair yang efektif untuk menyembunyikan aspek kekuasaan pasar yang dikandung industri kapitalisme. Gelapnya aspek kekuasaan pasar tersebut bukan kebetulan, tapi memang penting, atau paling tidak sangat membantu, bagi pendukung kapitalisme. 36 Namun persoalannya, bagaimana sistem yang bekerja dengan prinsip sukarela dan bebas bisa menjadi sistem yang mengandung kekuasaan? Pertanyaan diatas sebenarnya tergantung kepada tafsiran tentang kekuasaan (power). Kekuasaan bisa berarti kapasitas untuk mencapai tujuan di dunia. Untuk mencapai tujuan, kekuasaan digunakan untuk mempengaruhi atau merubah dunia, melakukan tindakan yang 35 York; Cambridge University Press, 1996), p. 212 36 York; Cambridge University Press, 1996), p. 160

17 mengatasi dunia atau mengatasi penolakan dari alam atau manusia. Disamping penolakan (resistant), didalam kekuasaan terdapat unsur bujukan (persuasion) dan dorongan (inducement). Kekuasaan dapat dilakukan dalam tiga jenis yaitu, kekuasaan mengatasi alam untuk mencapai tujuan(power to), kekuasaan atas orang lain (power over) dan kekuasaan dengan orang lain (power with). Dalam perjalanannya, ekonomi pasar kapitalis ternyata berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Walaupun kepincangan pendapatan terjadi, ekonomi pasar membuat banyak pihak meningkat kekayaannya. Peningkatan kekayaan tersebut akan meningkatkan kekuasaan karena kekayaan berarti memiliki objek-objek yang dapat memperluas ruang pemenuhan keinginan. Semakin kaya seseorang maka semakin besar kekuasaannya untuk mencapai tujuan-tujuannya. Kapitalisme cenderung menghasilkan distribusi kekayaan yang tidak adil. Akibatnya, timbul hirarki struktur pemilikan aset produktif yang mencerminkan struktur kekuasaan. Disini, kekuasaan didalam ekonomi pasar dapat diartikan sebagai pemilikan dan kontrol atas aset produktif. Aspek kekuasaan didalam ekonomi pasar bukan hanya mengenai kekuasaan untuk mencapai tujuan akibat penguasaan aset produktif. Kekuasaan kapitalis terlihat pada aspek lainnya, yaitu : 1. Struktur pasar, 2. Kontrak buruh, 3.Relasi produksi didalam perusahaan. Setiap jenis pasar sesungguhnya mengandung jenis kekuasaan tertentu. Didalam struktur pasar persaingan sempurna, maka tidak ada ruang bagi perusahaan untuk memiliki kekuasaan atas perusahaan lainnya (power over). Namun, pasar perusahaan sempurna sebenarnya mengandung kekuasaan untuk mencapai tujuannya (power to). Didalam struktur pasar oligoppoli dan monopoli maka perusahaan memiliki kekuasaan atas perusahaan lainnya sesuai dengan pangsa pasar yang dimilikinya (power over). Perusahaan oligopoli adalah price maker, karena dia dapat menentukan tingkat harga yang lebih tinggi. Perusahaan oligopoli juga dapat menggunakan kekuasaannya untuk tingkat produksi, tehnologi dan bahkan citarasa. Perusahaan oligopoli memiliki kekuasaan atas perusahaan lain dan atas konsumen karena oligopoli ditandai oleh ciri-ciri adanya ketergantungan yang tinggi antar perusahaan. Kontrak kerja antara buruh dengan pemilik modal dapat dipandang sebagai bebas dari unsur kekuasaan karena kontrak dilakukan melalui pertukaran yang bebas dan sukarela. Pemilik modal dan pemilik tenaga kerja tidak dapat melakukan paksaan didalam pembuatan kontrak. Aliran neoklasik umumnya memiliki pandangan

18 seperti ini. Namun, kebebasan buruh sebenarnya tergantung luas tidaknya jumlah alternatif pemilik modal yang bersedia membeli tenaga kerjanya. Jika alternatif pemilik modal yang bersedia membeli tenaga kerjanya tidak ada, maka buruh menjadi tergantung kepada satusatunya pemilik modal saja. Akibatnya, buruh tidak lagi bebas didalam membuat kontrak, kekuasaan pemilik modal menjadi meningkat. Dalam konteks pertukaran antara buruh dan pemilik modal, pemilik modal cenderung memiliki kekuasaan atas buruh. Penyebabnya adalah karena kehidupan buruh dipertaruhkan didalam pertukaran tersebut, jumlah pemilik modal lebih kecil daripada jumlah buruh sehingga pemilik modal lebih langka dan terpisahnya modal dari pemiliknya sedangkan komoditi tenaga kerja tidak terpisah dari pemiliknya. Akibatnya, modal memiliki mobilitas lebih tinggi dibanding tenaga kerja. Fenomena berkembangnya fasilitas pabrik produksi perusahaan di berbagai negara merupakan upaya pemilik modal untuk menjaga agar posisi tawar pemilik modal tetap lebih kuat dari buruh. Dengan demikian, didalam proses pembuatan kontrak kerja, pemilik modal lebih berkuasa atas buruh. Pada saat kontrak kerja telah ditandatangani, maka pemilik modal memiliki kekuasaan untuk menentukan apa yang harus dilakukan buruh selama kontrak kerja. Pemilik modal memiliki kekuasaan untuk memberi perintah kepada tenaga kerja. Perintah menjadi dasar bagi bekerjanya struktur organisasi perusahaan. Mark menyebutkan adanya struktur dominasi di perusahaan, melalui perintah. Jika di pasar, produksi ditentukan oleh harga yang terbentuk melalui kordinasi pertukaran bebas, produksi didalam perusahaan sudah tidak lagi dikordinasi melalui pertukaran bebas tapi berdasarkan perintah. Perusahaan berubah menjadi lembaga kekuasaan, sistem otoritas, karena didalamnya lebih mementingkan aspek kontrol pemilik modal melalui mekanisme perintah daripada aspek efisiensi. Pekerjaan dilakukan tidak lagi berdasarkan interaksi bebas tapi berdasarkan perintah pemilik modal. Pemilik modal memiliki kekuasaan atas buruh melalui cara-cara yang yang tidak langsung, yaitu melalui penyamaan persepsi kepentingan dan atau melalui aturan sosial. Pemilik modal melakukan pengkondisian persepsi, yang sebenarnya telah terdistorsi, yang ditujukan agar pihak sasaran, yaitu buruh, mendukung kepentingan pemilik modal. Kekuasaan yang diperoleh dengan cara-cara tersebut disebut conditioned power. Ciri-cirinya conditioned power adalah, (1) kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk meraih kepentingan, (2)

19 pemilik kekuasaan memiliki kesadaran tentang kepentingannya yang sesungguhnya dan tahu tentang cara mencapainya, (3) pihak yang tidak memiliki kekuasaan (buruh) tidak memiliki persepsi yang sama tentang kepentingan sesungguhnya dan kalaupun punya maka kepentingannya berbeda, (4) dibentuknya aturan sosial (social order) yang menimbulkan mispersepsi tentang kepentingan sesungguhnya sehingga buruh bekerja melayani kepentingan pihak yang berkuasa (pemilik modal), walaupun kepentingan itu bertentangan dengan kepentingannya. 37 Pengembangan conditioned power dilakukan karena adanya kesulitan untuk menggunakan kekuasaan secara paksa dan eksplisit ketika digunakan untuk keuntungan pemilik modal diatas biaya kaum buruh dan konsumen. Penggunaan conditioned power berkembang menjadi isyu yang penting seperti terlihat dengan munculnya kritik-kritik terhadap ekonomi seperti, didalam teori konsumsi, kritik tentang false needs; didalam analisa distribusi, kritik tentang legitimasi laba dan investasi swasta; didalam teori produksi; kritik tentang legitimasi struktur otoritas; didalam ekonomi kesejahteraan, kritik tentang efisiensi pasar bebas. Kritik tersebut mencerminkan adanya usaha pemilik modal membangun doktrin yang memberi pembenaran dan dukungan terhadap usaha pencapaian kepentingan laba pemilik modal. Konsumen diyakinkan bahwa kebutuhan mereka riel dan pekerja diyakinkan bahwa laba perusahaan adalah kepentingan mereka. Padahal, kepentingan sesungguhnya sebenarnya adalah kepentingan pemilik modal yaitu untuk memaksimalkan laba dan mempertahankan kekayaan mereka. Konsumen menjadi korban karena mereka mengkonsumsi produk yang tidak sesuai dengan kepentingan meraka yang sesungguhnya. Pekerja dikorbankan karena menganggap laba perusahaan memang merupakan kepentingan mereka yang sesungguhnya, padahal gajinya tidak ada hubungan dengan laba. Bentuk penggunaan lainnya adalah memberikan pendidikan ideologis kepada masyarakat untuk menerima aturan sosial (social order) tertentu yang tujuan aslinya adalah untuk keuntungan kaum kaya. Semakin berhasil pengkondisian itu dilakukan maka semakin kecil usaha untuk memaksakan kekuasaan tersebut. Penggunaan aturan sosial melalui pendidikan ideologis merupakan bentuk kesatuan sikap kaum pemilik modal untuk menjaga kemakmuran dan melindungi 37 York; Cambridge University Press, 1996), p.173, 174

20 kekuasaan mereka. Penggunaan aturan sosial lebih efektif daripada pemaksaan kekuasaan ketika menghadapi situasi kepincangan pendapatan yang memang dihasilkan oleh sistem ekonomi pasar. Ke-empat, pendekatan terpusat kepada negara (state centered approach) merupakan kajian ekonomi politik yang menjadikan politik seagai sudut pandang. Pendekatan negara berkebalikan dengan pendekatan neoklasik yang menjadikan metode ekonomi sebagai instrumen atau alat analisis politik. Negara didalam pendekatan neoklasik berfungsi instrumental yaitu alat atau lembaga yang digunakan untuk meraih tujuan-tujuan pihak swasta. Hobbes dan Locke menyatakan fungsi instrumental politik. Fenomena politik paling jelas dapat diterangkan sebagai hasil resultan dari berbagai faktor sosial, dan dengan demikian institusi politik dan lembaga agama/kepercayaan paling mudah dipahami dengan menggunakan metode yang ada dibelakangnya yaitu proses sosial yang melatarbelakanginya, yang mendikte bentuk tampilan segala sesuatu yang bersifat politis. 38 Didalam pendekatan negara, negara memiliki otonomi sendiri yang memiliki agenda sendiri yang tidak tunduk kepada keinginan pihak swasta.didalam pendekatan ini politik diartikan sebagai negara atau agenda negara dikaji dalam hubungannya dengan ranah ekonomi. Didalam kajian ekonomi politik neoklasik istilah swasta (private sphere) disebut juga dengan istilah civil society, masyarakat (society). Didalam pendekatan negara, terdapat dua aspek penting yang memerlukan pengertian yang jelas yaitu, otonomi negara dan negara. Otonomi negara menunjukkan kapasitas negara untuk bertindak secara independen terlepas dari kekuatan sosial, khususnya kekuatan masyarakat ekonomi. Kekuatan sosial masyarakat tetap ada namun kekuatan sosial tersebut tidak memiliki pengaruh yang menentukan tindak negara. Otonom berarti negara bebas dari pengaruh eksternal yang berkembang di masyarakat. Bebas dari pengaruh eksternal memiliki tiga pengertian. Pertama, negara memenangkan dalam pertarungan menghadapi tekanan dari masyarakat. Para pimpinan negara memiliki tujuan mereka sendiri dan kelompok masyarakat konstituen mereka. Didalam pertarungan politik, pimpinan negara melawan tekanan dari masyarakat dan menjadikan kepentingan pimpinan negara sebagai kebijakan publik. Pengertian kedua adalah tindakan negara tidak didikte atau 38 York; Cambridge University Press, 1996), p. 181

21 dikendalikan oleh salah satu kelompok atau koalisi kelompok. Hal ini terjadi ketika resultan dari berbagai kepentingan kelompok mencapai titik nol. Dalam situasi ini, negara dapat bertindak independen karena kekuatan masyarakat sipil secara keseluruhan gagal memformulasikan satu kehendak sosial. Dalam istilah Marx hal itu disebut dengan terjadinya keseimbangan diantara berbagai kekuatan kelas yang saling bertentangan. 39 Didalam teori pilihan publik kondisi ini merupakan sebuah kegagalan untuk mengidentifikasi preferensi sosial. Hal tersebut umum terjadi sehingga membuat negara-negara yang masyarakatnya demokratis berada pada posisi sulit. Pengerrtian ketiga tentang otonomi berkaitan dengan kapasitas negara untuk menahan tekanan dari masyarakat. Dari segi kemampuan negara untuk menahan tekanan tersebut, terdapat negara yang kuat dan negara yang lemah. Negara yang kuat berarti mampu menahan tekanan tersebut dan mampu menghasilkan kebijakan publik berdasarkan inisiatif dan kepentingan negara. Negara yang lemah adalah negara yang terjebak didalam pertarungan kepentingan masyarakat sipil. Negara menurut pendekatan utilitarian, yang diwakili oleh Nordlinger didalam On the Autonomy of the Democratic State (1981) adalah menunjukkan kepada semua individu yang menempati jabatan publik dan memberi mereka wewenang untuk membuat dan menegakkan keputusan yang mengikat semua anggota masyarakat. Pengertian Nordlinger tentang negara ini berdasarkan sifat yang dikandung oleh jabatan publik, yaitu dapat membuat putusan yang mengikat seluruh warga, kualitas mana tidak dimiliki oleh individu masyarakat sipil. Pengertian tersebut sebenarnya tidak dapat digunakan untuk membedakan secara tegas mana yang merupakan preferensi negara dan mana preferensi pihak swasta. Batas keduanya kabur karena negara berisi individu yang mungkin memiliki preferensi dan kepentingan yang sama dengan masyarakat ekonomi. Negara menjadi tidak dapat dipisahkan secara tegas dengan masyarakat sipil. Pengertian otonomi negara menjadi tidak jelas. Aliran utilitarian dari varian pluraris menyatakan negara memiliki peran fasilitatif, yaitu memfasilitassi tekanan masyarakat yang saling bertentangan, melakukan mediasi, kordinasi dan mengambil putusan kompromi dengan tetap menjaga agar aturan main tetap diikuti semua pihak. Negara menjadi penjamin atas jalannya prosedur dan menjadi pihak 39 York; Cambridge University Press, 1996), p.182

22 yang melaksanakan kebijakan. Negara disini memegang posisi yang minor. Keputusan politik mencerminkan keseimbangan kekuatan yang ada diantara berbagai kelompok yang berkembang di masyarakat. Jika deadlock terjadi, maka hal itu menunjukkan resultan dari berbagai kekuatan tersebut mencapai titik nol, dengan mana potensi negara untuk membuat keputusan yang independen meningkat. Dengan teori pluralis tersebut, kasus negara yang otonom, jika ada, lebih merupakan sebuah anomali empiris. Namun, fakta pada paska perang dunia II menunjukkan peningkatan otonomi negara. Depresi AS tahun 1930-an melahirkan teori makroenomi yang memberi negara peran lebih besar. Kompetisi ekonomi antara Inggris dan Amerika Serikat tahun 70-an membuat kemampuan perubahan masyarakat sipil melemah sehingga membuka lebar bagi masuknya kebijakan negara activist Keynes. Bagi negara Brazil, Peru, otonomi negara semakin jelas dan tidak terbatas pada kebijakan activist tapi benar-benar menjadikan negara yang otonom, independen dan sangat intervionis. Pada sisi lainnya, pada banyak negara-negara demokratis, kelompok-kelompok profesional diberi lisensi kemudian dibawa masuk kedalam struktur negara. Akibatnya, batas-batas antara ruang privat dan publik menjadi kabur. Konsepsi Marxian mengenai otonomi negara disebutkan dengan istilah otonomi relatif. Konsep otonomi relatif tersebut bertentangan dengan konsep Marx tentang negara. Negara merupakan agen dari kelas penguasa ekonomi yang membawa dan membela kepentingan dan prefensi kelas yang mereka wakili. Disini terjadi lompatan konseptual dari konsep kepentingan yang bersifat individualistik dan materialis kepada konsep kepentingan yang bersifat ideologis. Masalah lain yang dihadapi utilitarian dan Marxian dalam kaitan dengan otonomi negara adalah gagasan ketertiban sosial (social order). Bagi utilitarian, negara menjamin dan menegakkan beberapa prinsip dan norma ketertiban sosial dasar, yang merupakan hasil konsensus, diatas berlangsungnya pertentangan kepentingan antar kelompok masyarakat. Baik utilitarian maupun Marxian menghadapi kesulitan untuk menjelaskan perlunya negara dipandang dari sudut untuk menjalankan fungsi memelihara ketertiban sosial. Gagasan social order bertentangan dengan teori otonomi negara berdasarkan landasan kepentingan. Didalam pendekatan terpusat kepada negara, fokus perhatian dititikberatkan kepada mekanisme penyelenggaraan negara, dengan objek analisisnya adalah politikus, birokrat dan negara itu sendiri. Terdapat tiga varian model analisis yaitu (a) Power seeking politician,