Mengapa kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pengembangan agama Buddha di Nusantara

Sylvana Toemon Sabtu, 25 November 2017 | 04:10 WIB

Sriwijaya, pusat agama Buddha (Sylvana Toemon)

Sriwijaya pernah dikenal sebagai kerajaan maritim yang besar. Kerajaan ini juga pernah menjadi pusat penyebaran agama Buddha dan pengajaran bahasa Sansekerta.

Baca juga: Kedatuan Sriwijaya, Kerajaan Maritim yang Besar

Pusat Agama Buddha Abad 7 Sampai 11

Dari abad ke-7 hingga permulaan abad ke-11 Masehi, Kedatuan Sriwijaya merupakan pusat pengajaran agama Buddha. Di tempat ini, ada seorang biksu yang dikenal berpengetahuan luas. Namanya Dharmakirti. Demikian terkenalnya sampai-sampai biksu dari daerah jauh pun datang ke Sriwijaya untuk belajar pada Dharmakirti. Para biksu yang datang ke Sriwijaya ada yang tinggal untuk waktu yang lama. Pusat kerajaan besar ini juga menjadi pusat agama Buddha pada saat itu.

Baca juga: Prasasti Kedukan Bukit, Bagian Penting dari Sriwijaya

Catatan I-Tsing

I-Tsing adalah seorang biksu dari Tiongkok yang pernah datang dan belajar di Sriwijaya.  Dari catatan yang dibuatnya, kita dapat mengetahui keadaan Sriwijaya pada waktu itu. I-Tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya, yang disebutnya dengan nama Foshi. Ia datang ke sini untuk belajar tata bahasa Sansekerta. Pelajaran itu memang sangat diperlukannya di tujuan akhirnya, India. Ia menceritakan di tempat itu ada kota berbenteng yang dihuni ribuan biksu. Catatan I-Tsing juga menceritakan di tempat ini ada banyak gajah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari.

Mengapa kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pengembangan agama Buddha di Nusantara

Mengapa kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pengembangan agama Buddha di Nusantara
Lihat Foto

indonesia.go.id

Kerajaan Sriwijaya

KOMPAS.com - Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7. Dikenal sebagai kerajaan maritim terbesar di Nusantara. 

Kerajaan Sriwijaya juga termasuk salah satu kerajaan bercorak Buddha dan menjadi pusat agama Buddha di Asia Tenggara dan Asia Timur. 

Dalam buku Strategi dan Pertahanan Maritim Nusantara: Maritim Nusantara (2018) oleh Dickry Rizanny Nurdiansyah, sejak berdirinya di abad ke-7, Kerajaan Sriwijaya sudah aktif melakukan perdagangan.  Para saudagar China melakukan transaksi perdagangan dengan Kerajaan Sriwijaya. 

Kedatangan pendeta Buddha dari China melambungkan ketenaran Kerajaan Sriwijaya sebagai kota dagang terbesar di Nusantara.

Sebagai kerajaan maritim berpengaruh, Kerajaan Sriwijaya meluaskan ekspansi kekuasaannya dengan menaklukkan Laut Jawa, Indonesia Timur, dan beberapa daerah di Nusantara. 

Hal ini membuat Kerajaan Sriwijaya terus berkembang, terlebih dari segi ekonomi. Dengan perkembang secara pesat, masyarakat di Kerajaan Swirijaya memperoleh pendidikan yang layak. 

Baca juga: Dampak jika Balaputradewa Tidak Memimpin Sriwijaya

Menjalin hubungan luar negeri

Tak hanya dengan pedagang China, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin kerja sama dengan India, Burma, Melayu Kalimantan, Siam, Kamboja, Filipina, Persia, Arab, atau Afrika.

Dengan angkatan lautnya yang besar dan kuat, jalur-jalur utama kegiatan pelayaran dan perdagangan dikontrol secara ketat. Sehingga kapal-kapal yang masuk dipaksa berlabuh di Bandar Sriwijaya. 

Dengan penguasaannya jalur pelayaran penting membuat Kerajaan Sriwijaya menjadi satu-satunya kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara.

Banyak kapal-kapal dagang dari berbagai negara yang berlabuh membawa keuntungan tidak sedikit bagi Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara dengan wilayah kekuasaannya hingga ke Mancanegara.

Dilansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kerajaan Sriwijaya terletak di daerah lintasan pelayaran dan perdagangan antara Asia Timur, Asia Selatan.

Menurut para ahli Kerajaan Sriwijaya terletak ditepi Sungai Musi, Palembang. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim dengan letak yang strategis.

Baca juga: Hasil Perjuangan Raja Balaputradewa terhadap Kerajaan Sriwijaya

Ini mendorong para pedagang untuk melakukan kegiatan perdagangan.

Kerajaan Sriwijaya juga menguasai dua perairan laut penting dalam perdagangan Nusantara, yakni Selat Malaka dan Selat Sunda.

Dengan kondisi itu membuat Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara.

Untuk melindungi dan menjaga jalur perdagangan laut, Kerajaan Sriwijaya menyusun kekuatan angkatan laut.

Itu membuat aman oleh para kapal dagang dan mendorong semakin banyak pedagang singgah ke Sriwijaya.

Pusat agama Buddha

Selain sebagai kerajaan maritim terbesar dengan jalur perdagangan yang strategis, Kerajaan Sriwijaya juga menjadi pusat ilmu dan agama Buddha di Asia Tenggara dan Asia Timur. Di mana agama Buddha Mahayana berkembang cukup pesat di tengah masyaraktnya. 

Kondisi pendidikan dan agama Buddha yang berkembang di Sriwijaya diperoleh dari seorang pendeta Buddha China bernama I-Tsung.

Baca juga: Sejarah Terbentuknya Kerajaan Sriwijaya

Pada 672, ia akan pergi ke India dan singgag di Sriwijaya. Ia mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya merupakam pusat ilmu dan agama Buddha.

Sekembalinya dari India, I-Tsung tidak langsung pulang ke China tapi singgah di Sriwijaya.

Di sana, ia mempelajari dan menterjemahkan kitab-kitab ajaran agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa China.

Bahkan sekitar ribuan pendeta datang dan berkumpul di Sriwijaya untuk membahas tentang agama Buddha. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Mengapa kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pengembangan agama Buddha di Nusantara

Mengapa kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pengembangan agama Buddha di Nusantara
Lihat Foto

KOMPAS/SUPRIYANTO

Ilustrasi Raja Sri Jayanasa, dibuat dengan acuan patung peninggalan Kerajaan Sriwijaya

KOMPAS.com - Kerajaan Sriwijaya yang berdiri sejak paruh kedua abad ke-7 dikenal sebagai kerajaan maritim.

Dengan pusat pemerintahan di Palembang, yang dekat dengan jalur pelayaran dan perdagangan dunia, kerajaan ini mampu menguasai perdagangan di Asia Tenggara.

Selain dikenal sebagai kerajaan maritim berpengaruh, Kerajaan Sriwijaya juga menjadi pusat penyebaran agama Buddha.

Berikut ini kehidupan keagamaan di Kerajaan Sriwijaya.

Baca juga: Kehidupan Perekonomian Kerajaan Sriwijaya

Pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara

Sejak abad ke-7, Kerajaan Sriwijaya telah dikenal sebagai pusat penyebaran agama Buddha di kawasan Asia Tenggara.

Hal itu diketahui berdasarkan catatan I-Tsing, yang menjadi catatan tertua tentang Sriwijaya.

I-Tsing adalah biksu dari China yang dikenal sebagai seorang penjelajah dan penerjemah teks agama Buddha.

Dalam pelayarannya dari China ke India untuk memperdalam ajaran Buddha, I-Tsing pernah singgah kemudian tinggal di Kerajaan Sriwijaya.

Perkembangan kehidupan beragama Kerajaan Sriwijaya menurut I-Tsing sangat baik.

Pada kunjungan pertamanya (671-672), I-Tsing menghabiskan enam bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta dan Melayu.

Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Nalanda di India, yang menjadi pusat pendidikan agama Buddha saat itu, dan tinggal selama 11 tahun untuk memperdalam ilmunya.

Baca juga: I-Tsing, Biksu China yang Memperdalam Agama Buddha di Sriwijaya

Pada 687, I-Tsing kembali singgah di Kerajaan Sriwijaya ketika akan kembali ke China.

Saat itu, Palembang telah menjadi pusat penyebaran agama Buddha dan I-Tsing tinggal selama dua tahun untuk menerjemahkan kitab suci Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Mandarin.

Pada 689, I-Tsing sempat kembali ke China untuk mendapatkan tinta dan kertas yang belum dimiliki Sriwijaya.

Masih di tahun yang sama, ia kembali ke Sriwijaya dan tinggal hingga 695 untuk menyelesaikan misinya dalam menerjemahkan kitab suci Buddha.

Dalam catatannya, I-Tsing kagum dengan perkembangan agama Buddha di Sriwijaya.

I-Tsing bahkan menyarankan para biksu dari negerinya yang hendak menuju Nalanda untuk belajar di Sriwijaya.

Ketika tinggal di Sriwijaya, ia bertemu dengan para biksu dari wilayah di Nusantara lainnya.

I-Tsing juga menulis bahwa raja-raja di Nusantara banyak yang memeluk agama Buddha.

Baca juga: Penyebab Kemunduran Kerajaan Sriwijaya

Peran kerajaan dalam penyebaran agama Buddha

Peranan pemerintahan Kerajaan Sriwijaya dalam pembinaan kehidupan umat beragama sangat tinggi. Raja-raja Sriwijaya juga selalu tampil sebagai pelindung agama Buddha.

Hal itu seperti tertulis pada Prasasti Nalanda, yang sebagian isinya menerangkan bahwa Raja Balaputradewa dari Sriwijaya meminta Raja Dewapaladeva untuk menyediakan tanah sebagai pembangunan asrama bagi pelajar agama Buddha dari Sriwijaya.

Isi prasasti ini menjadi bukti bahwa Raja Sriwijaya menaruh perhatian sangat besar terhadap pengajaran dan pendidikan agama Buddha, bahkan mendukung rakyatnya yang belajar hingga ke luar negeri.

Selain itu, Prasasti Nalanda juga menyebut bahwa lima desa di Kalkutta (sekarang Kolkata), India, dibebaskan dari pajak untuk keperluan misi agama Buddha Kerajaan Sriwijaya.

Adapun setelah kembali dari India, para pelajar tersebut akan meneruskan ilmunya dengan mendirikan pusat pendidikan dan pengajaran agama Buddha di Sriwijaya.

Baca juga: Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Pendiri Kerajaan Sriwijaya

Pendeta Buddha tersohor di Sriwijaya

Di Kerajaan Sriwijaya terdapat pendeta agama Buddha yang tersohor bernama Sakyakirti.

Sakyakirti adalah mahaguru Buddha di Sriwijaya yang telah menjelajah lima negeri di India untuk menambah ilmunya dan merupakan pengarang kitab Hastadandasastra.

Selain Sakyakirti, terdapat guru agama Buddha lain di Sriwijaya yang juga termasyhur namanya, yakni Dharmapala dan Dharmakirti.

Dharmakirti adalah salah seorang biksu tertinggi di Sriwijaya yang menyusun kritik atas kitab Abhisamayalamkara.

Bahkan, antara tahun 1011-1023, datang pendeta dari Tibet bernama Attisa ke Sriwijaya dengan tujuan belajar kepada Dharmakirti.

Berkat peran para mahaguru tersebut, Kerajaan Sriwijaya kerap dikunjungi oleh para biksu dari berbagai negeri.

Para biksu yang datang untuk mendalami ajaran Buddha mendapatkan tempat khusus dan sangat dihormati oleh penguasa Sriwijaya.

Baca juga: Balaputradewa, Pembawa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Meski menjadi pusat pengajaran dan penyebaran agama Buddha, di wilayah Kerajaan Sriwijaya juga ada kelompok masyarakat dari agama lain, misalnya Hindu dan Tantris.

Salah satu buktinya adalah adanya penemuan berupa arca batu yang mewakili agama Hindu dan Tantris di wilayah Kerajaan Sriwijaya.

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.