Keunikan tata rias dan kostum tarian yang berasal dari d.i yogyakarta adalah …

Keunikan tata rias dan kostum tarian yang berasal dari d.i yogyakarta adalah …

Keunikan tata rias dan kostum tarian yang berasal dari d.i yogyakarta adalah …
Lihat Foto

warisanbudaya.kemdikbud.go.id

Beksan Lawung Ageng Keraton Yogyakarta

KOMPAS.com - Beksan Lawung Ageng atau tari Lawung Ageng sebuah tarian yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana I.

Beksan Lawung Ageng menjadi salah satu tarian pusaka Keraton Yogyakarta dan merujuk pada bentuk ritual kenegaraan.

Dilansir dari situs resmi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Beksan Lawung Ageng menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak.

Hal tersebut terinspirasi dari perlombaan Watangan yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Dalam perlombaan tersebut, seorang prajurit akan berkuda sembari membawa tombak berujung tumpul disebut lawung.

Lawung ini digunakan untuk menyerang dan menjatuhkan lawan. Perlombaan ini sering dilakukan di Alun Alun Utara dengan iringan gamelan Kiai Guntur Laut.

Baca juga: Tari Manduda, Menceritakan Kehidupan Petani di Sumatera Utara

Dalam tari Lawung Ageng ini menggambarkan bagaimana prajurit-prajurit keraton berlatih perang dan adu ketangkasan menggunakan tombak.

Gerakan-gerakan yang diberikan bernuansa heroik, patriotik, dan maskulin. Tak hanya sekadar menyajikan sebuah tarian, Beksan Lawung Ageng juga memberikan dialog dengan bahasa Jawa, Melayu, dan Madura.

Sampai saat ini Beksan Lawung Ageng menjadi tarian khusus, bagian dari upacara kenegaraan. Beksan Lawung Ageng biasa dipentaskandalam perayaan pernikahan agung putra-pitri Sultan di Kepatihan.

Para penari akan ikut serta dalam kirab pengantin dan keraton menuju Kepatihan. Mereka akan mengendarai kuda yang dikawal oleh Bregada Wirabraja dan diiringi gamelan Kiai Guntur Sari.

Pada masa lalu, Sultan tidak menghadiri pesta pernikahan putra-putrinya di Bangsal Kepatihan. Sebagai gantinya, Sultan menggelar Beksan Lawung Ageng yang setara kehadirannya dengan Sultan.

Baca juga: Tari Serampang Dua Belas, Mengisahkan Cinta Pandangan Pertama

Dalam Beksan Lawung Ageng terdapat lima peran penting, yaitu:

  1. Jajar, empat penari berperan sebagau prajurit muda. Dalam keprajuritan, jajar memiliki pangkat paling rendah.
  2. Lurah, terdiri dari empat penari, berperan sebagai prajurit yang telah matang dan memiliki posisi di atas jajar. Penari ini menggunakan ragam gerak kalang kinantang yang bersifat gagah dan anggun. Jajar dan Lurah berperang berhadapan satu sama lain.
  3. Botoh, dua penari sebagai tokoh yang mengadu ketangkasan prajurit mereka.
  4. Ploncon, terdiri dari empat penari bertugas memegang tombak sebelum digunakan jajar atau lurah.
  5. Salaotho, dua penari berpedan sebagai Abdi Dalem yang melawak dan setia pada masing-masing botoh. Penari ini menggunakan ragam gerak gecul yang bersifat jenaka.

Busana

Dalam jurnal Beksan Lawung Ageng pada Upacara Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta (2016) oleh R.M Kusmahardika, busana dalam Beksan Lawung Ageng memiliki arti penting.

Busana tarian memang cukup sederhana, mulai dari tutup kepala, kain batik, kain cinde untuk celana, sampur, lonthong, kaweng, bara, serta aksesori lain seperti sumping, kalung, buntal, kelat, dan lainnya.

Namun, terdapat perbedaan motif batik untuk tiap-tiap peran. Kain batik motif parang rusak barong ceplok gurdha untuk penari botoh.

Baca juga: Tari Tanggai, Tarian Menyambut Tamu di Sumatera Selatan

Motif parang rusak barong ceplok gurdha dengan ukuran lebih kecil untuk peran lurah. Penari ploncon memakai kain bermotif parang seling. Motif batik kawung untuk penari jajar dan kalangan terbatas di dalam keraton.

Untuk para salaotho menggunakan corak batik dari daerah lain seperti kain bangbangan dari madura. Sedangkan untuk rias tradisi disesuaikan dengan karakter masing-masing peran.

Urutan 

Setelah berbagai upacara perkawinan selesai dilaksanakan di kraton, dilanjutkan prosesi arak-arakan dari kraton menuju kepatihan.

Urutan iring-iringan, yaitu:

  • Iring-iringan terdepan adalah prajurit Wirabraja membawa bendera dan genderang. Disusul kesatuan musik atau abdi dalem ungel-ungelan, dan tandu pengantin putri yang didampingi pengantin pria dengan berkuda.
  • Di belakang pengantin pria terdapat para pembawa barang ampilan, kerabat dekat, danpenari edan-edanan.
  • Barisan selajutnya para penari Lawung Ageng dengan iringan gamelan Kyai Guntursari yang melagukan gending Sabrangan. Urutannya:
  1. Penari salaotho berjalan kaki
  2. Abdi dalem pembawa tombak para penari
  3. Botoh naik kuda dipayungi dengan songsong kebesaran. Beksan ini menjadi simbol kehadiran raja.
  4. Lurah menunggangi kuda tetapi tidak dipayungi
  5. Jajar juga menaiki kuda tidak dipayungi
  6. Ploncon sama dengan lurah dan jajar

Baca juga: Tari Tabuik, Tarian Tradisional di Sumatera Barat

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

KOMPAS.com - Tari Serimpi merupakan salah satuan tarian Jawa klasik dari Kerajaan Mataram Islam di masa pemerintahan Sultan Agung.

Namun, seiring dengan adanya perjanjian Giyanti yang dilakukan pihak VOC dengan Sunan Pakubuana III pada 1755, Kerajaan Mataram pecah menjadi dua, yakni Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta berimbas pada tari Serimpi.

Di mana terjadi perbedaan gerakan pada dua kerajaan tersebut meski inti tariannya masih sama.

Dikutip situs Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), adapun jenis serimpi dari kedua keraton pewaris Mataram dapat dibedakan menjadi dua yakni, gaya Ngayogyakarta dan gaya Surakarta.

Fungsi tarian Serimpi pada masa lalu dipertunjukkan sebagai salah satu ritual sakral dalam acara-acara tertentu seperti pisowanan agung dan peringatan hari penting dalam keraton.

Tarian Serimpi yang dikenal pada masa Sultan Agung memang sama-sama dikenal oleh kedua kerajaan baru. Tapi dari keduanya memiliki sedikit perbedaan.

Baca juga: Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral Keraton Kasunanan Surakarta

Tari tersebut diperagakan empat putri yang masing-masing mendapat sebutan, air, api, angin dan bumi atau tanah. Selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin.

Dikutip dari buku Seni Tari Jawa (1931) karya Lelyveld van Th. B, dulu tari Serimpi hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang pilihan keraton. Karena Serimpi memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meski sifatnya tidak sesakral tari Bedhaya.

Tari Serimpi Gaya Yogyakarta

Dikutip dari buku Tari srimpi, Ekspresi Budaya Para Bangsawan Jawa (1994) karya Arif E. Suprihono, tari Serimpi dikenal di lingkungan budaya Jawa.

Di mana keberadaannya merupakan ungkapan seni komunitas bangsawan pada zaman keemasan raja-raja atau penguasa Jawa pada masa lalu.

Di lingkungan Keraton Yogyakarta ditemukan ada sejumlah 37 judul garapan dari Serimpi. Dari sejumlah besar nama Serimpi ada beberapa yang perpadanan nama dengan Serimpi yang ada di Surakarta.

Baca juga: Ciri-Ciri Umum Ras Negroid

Persamaan nama tersebut dapat diduga sebagai bentuk sajian yang sama atau juga sekedar persamaan nama tanpa kejajaran misi.

Dapat pula diduga bahwa nama itu sama oleh sebab diiringi oleh jenis gending yang sama.

Gerakan dalam Tari Serimpi ini didominasi oleh gerakan tangan, kaki, dan kepala.

Di lingkungan Keraton Yogyakarta, tari Serimpi dianggap sebagai salah satu tarian sakral disamping tari bedhaya dan wayang wong.

Di mana pementasan yang dilakukan pada masa kuasa raja-raja Yogyakarta, terutama sebelum raja ke sembilan, dipercaya secara kuat untuk menyajikan tari Serimpi diatur oleh beberapa pengaturan.

Peraturan tersebut juga diterapkan pada pementasan-pementasan ritual kenegaraan, seperti ulang tahun dan peringatan naik tahta Sultan.

Baca juga: Contoh Penerapan Sila Kelima Pancasila

Pola sajian tari

Tari Serimpi gaya Yogyakarta secara mendasar disusun dengan tiga unsur pokok, yakni gerak tari klasig gaya Yogyakarta, tata busana khas serimpi gaya Yogyakarta, dan tema cerita yang diambil dari sumber cerita dramatik baik Mahabarata, cerita Menak atau legenda Jawa lainnya.

Pada unsur gerak tari di dukung oleh iringan tari yang menjiwai garapan tarinya. Pola sajian srimpi terdiri dari tiga bagian, yakni maju gawang yang biasa disebut kapang kapang menuju tempat pentas.

Biasanya gerak kapang-kapang dilakukan seperti sikap jalan biasa dengan sikap lengan tertentu. Selanjutnya lihat uraian notasi tarinya.

Dalam melakukan gerak kapang kapang dalam maju gawang biasanya disertai dengan cara-cara berbelok ke kanan atau ke kiri, rangkaian gerak ini diakhiri dengan sikap duduk.

Bagian kedua merupakan tarian pokok. Pada tarian pokok digambarkan isi tema yang ingin disajikan.

Dalam inti cerita garapan tari berbentuk sajian perang antara dua tokoh yang diakhiri dengan adegan perang.

Baca juga: Contoh Penerapan Sila Pertama Pancasila

Gerak-gerak perangnya dilakukan dengan tempo yang agak lambat dan sangat ritmis, hingga tidak terkesan sebagai perang sungguhan.

Pada bagian ketiga dari struktur sajian tari Serimpi gaya Yogyakarta adalah mundur gawang. Di mana merupakan kebalikan dari bagian pertama (maju gawang).

Dalam proses gerak maju gawang, mundur gawang biasa dilakukan dengan gerak berjalan.

Busana tari Serimpi

Ada pola dasar yang dipergunakan dalam tata busana para tari Serimpi. Pada mulanya menggunakan busana pengantin putri kebesaran.

Namun, pada perkembangannya sampai bentuk busana khas dengan kain seredan dan baju tanpa lengan.

Baca juga: Contoh Penerapan Sila Kedua Pancasila

Tema cerita sajian tari

Pendukung sajian koreografi serimpi adalah inti cerita yang biasanya diungkapkan melalui pembacaan narasi atau lebih akrab disebut pamaosan kandha.

Kandha sebagai satu ungkapan verbal bukan saja berisikan latar belakang pementasan beserta tujuan diadakan pergelaran, tapi juga berisi ringkasan cerita yang akan disajikan dalam tarian Serimpi.

Pada sajian pertunjukkan tari Serimpi cenderung mengambil dari nama gending pokok yang dipergunakan untuk mengiringi.

Nama Serimpi Pandelori misalnya, diambilkan dari nama gending utama yang dipergunakan untuk mengiringnya, yakni yakni Gending Pandelori Pelog Barang.

Serimpi Teja menggunakan gending pengiring utama Gending Teja laras Slendro Patet Manyura.

Gamelan Jawa sebagai pengiring tari serimpi lebih dimaksudkan sebagai pengiring rangkaian gerak tari.

Baca juga: Contoh Penerapan Sila Keempat Pancasila

Dilansir dari buku Seni Tari Jawa: Tradisi Surakarta dan Peristilahannya (1991) karya Papenhuyzen, Clara Brakel, pada pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti tari Bedhaya tapi hanya di waktu-waktu tertentu saja.

Adapun iringan musik tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.

Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Tari serimpi sangopati Tari Srimpi Anglirmendhung Tari Srimpi Ludira Madu Tari Serimpi Renggawati.

Tari Serimpi China, Tari Serimpi Pistol, Tari Serimpi Padhelori, Tari Serimpi Merak Kasimpir, dan Tari Serimpi Pramugrari.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.