Informasi tentang Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah

Informasi tentang Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah
 

Sebagian besar dari 718 bahasa daerah di Indonesia kini kondisinya terancam punah dan kritis, hal tersebut terjadi karena saat ini para penutur jati bahasa daerah banyak yang tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa ke generasi berikutnya, sehingga khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan akan bahasa daerah terancam punah. Untuk mencegah kepunahan tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas: Revitalisasi Bahasa Daerah, Selasa (22/2/2022).

Menurut Nadiem, revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan dan program yang diluncurkan menekankan prinsip dari program revitalisasi bahasa daerah ini yaitu dinamis, adaptif, regenerasi dan merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya. “Dinamis, berorientasi pada pengembangan dan bukan sekedar memproteksi bahasa. Adaptif dengan situasi lingkungan sekolah dan masyarakat tuturnya. Regenerasi dengan fokus pada penutur muda di tingkat sekolah dasar dan menengah, serta merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya,” ujarnya.

Sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini, kata Mendikbudristek adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah. Sementara itu, untuk komunitas penutur, Kemendikbudristek akan melibatkan secara intensif keluarga, para maestro, dan pegiat pelindungan bahasa dan sastra dalam penyusunan model pembelajaran bahasa daerah, pengayaan materi bahasa daerah dalam kurikulum, dan perumusan muatan lokal kebahasaan dan kesastraan.

Kemendikbudristek akan melatih para guru utama serta guru-guru bahasa daerah, mengadopsi prinsip fleksibiltas, inovatif, kreatif, dan menyenangkan yang berpusat kepada siswa; mengadaptasi model pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing; serta membangun kreativitas melalui bengkel bahasa dan sastra.

“Nanti siswanya dapat memilih materi sesuai dengan minatnya. Bangga menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi. Didorong untuk mempublikasikan hasil karyanya, ditambah liputan media massa dan media sosial, dan didorong untuk mengikuti festival berjenjang di tingkat kelompok/pusat pembelajaran, kabupaten/kota, dan provinsi,” jelas Menteri Nadiem.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian mengatakan bahasa menunjukkan peradaban dan budaya serta tradisi yang harus dilestarikan. “Mari kita jaga kelestarian bahasa daerah kita masing-masing. Tetap lestarikan dan jangan sampai punah,” ajaknya.

Upaya Kemendikbudristek untuk merevitalisasi bahasa daerah pun banyak mendapat dukungan, salah satunya dari Asistant General For Education UNESCO, Stefania Giannini. Ia mengatakan jika bahasa daerah termasuk dalam kondisi kritis, maka bersama bahasa daerah itu, budaya dunia dan sistem pengetahuan leluhur ikut terancam punah. Stefania menuturkan, tujuan dilakukannya pelindungan dan pelestarian bahasa adalah menjamin hak masyarakat adat untuk melestarikan, merevitalisasi, dan mempromosikan bahasa mereka, dan mengarusutamakan keragaman bahasa dan multibahasa ke dalam semua pembangunan berkelanjutan yang berjalan. “Kita harus memastikan bahwa teknologi digital mendukung penggunaan dan pelestarian bahasa dan keragaman bahasa ini,” ujarnya.

Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Syaiful Huda menyampaikan momen Hari Bahasa Ibu Internasional harus dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk melestarikan dan mengajarkan bahasa daerah kepada generasi muda. “Ini bagian dari menciptakan generasi yang cinta, dan punya karakter terhadap dirinya. Karena itu, kembali ke bahasa daerah menjadi bagian dari upaya kita (pemerintah) untuk mencetak anak-anak kita untuk berkarakter sebagaimana bahasa ibunya,” ungkapnya.

Pada tahun 2022 ini, Menteri Nadiem menuturkan, jumlah bahasa daerah yang akan menjadi objek revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi. Di antara Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Kemendikbudristek merancang tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Model A, di mana karakteristik daya hidup bahasanya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat tuturnya. Pendekatan yang dilakukan pada model A ini, adalah pewarisan dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah (berbasis sekolah). “Contohnya Bahasa Jawa, Sunda, dan Bali,” ujar Menteri Nadiem.

Selanjutnya model B, di mana karakteristik daya hidup bahasanya tergolong rentan, jumlah penuturnya relatif banyak dan bahasa daerahnya digunakan secara bersaing dengan bahasa-bahasa daerah lain. Pendekatan pada model ini adalah pewarisan dapat dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah jika wilayah tutur bahasa itu memadai dan pewarisan dalam wilayah tutur bahasa juga dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas.

Kemudian, model C, di mana karakteristik daya hidup bahasanya kategori mengalami kemunduran, terancam punah, atau kritis, serta jumlah penutur sedikit dan dengan sebaran terbatas. Pendekatan yang dilakukan pada model ini adalah pewarisan dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas untuk wilayah tutur bahasa yang terbatas dan khas dan pembelajaran dilakukan dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar atau dilakukan di pusat kegiatan masyarakat, seperti tempat ibadah, kantor desa, atau taman bacaan masyarakat.

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat sebanyak 11 bahasa daerah di Indonesia telah punah.

Berdasarkan data yang diberikan Kemendikbudristek, Provinsi Maluku menjadi daerah yang paling banyak kehilangan bahasa daerah yakni sebanyak delapan bahasa. Sementara itu, tiga bahasa lainnya berasal dari Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

Adapun bahasa daerah yang punah antara lain Bahasa Tandia dari Papua Barat, Bahasa Mawes dari Papua, dan Bahasa Ternateno dari Maluku Utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kemudian Bahasa Kajeli/Kayeli, Bahasa Piru, Bahasa Moksela, Bahasa Palumata, Bahasa Hukumina, Bahasa Hoti, bahasa Serua, dan Bahasa Nila dari Maluku.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek, M Abdul Khak mengatakan kepunahan 11 bahasa daerah itu disebabkan banyak hal, dan masing-masing berbeda-beda penyebabnya.

"Secara umum disebabkan oleh globalisasi yang mengarah ke monolingualisme, kawin silang atau campur antaretnis, migrasi dan mobilitas tinggi, serta sikap bahasa penutur jati," kata Khak kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/6).

Informasi tentang Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah

Sebagai informasi, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek mengategorikan status bahasa daerah di Indonesia menjadi kategori aman, stabil tetapi terancam punah, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis, dan punah.

Status aman artinya bahasa daerah masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik tersebut. Ada 25 bahasa daerah yang masuk dalam status aman.

Status stabil tetapi terancam punah artinya semua anak-anak dan kaum tua menggunakan bahasa daerah tetapi jumlah penutur sedikit. Ada 19 bahasa daerah yang masuk dalam status ini.

Kemudian, status mengalami kemunduran artinya sebagian penutur anak-anak, kaum tua, dan sebagian penutur anak-anak lain tak menggunakan bahasa daerah. Ada tiga bahasa daerah yang masuk dalam status mengalami kemunduran.

Status terancam punah artinya semua penutur 20 tahun ke atas dan jumlahnya sedikit, sementara generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri. Ada 25 bahasa daerah yang masuk dalam status ini.

Selain itu, status kritis artinya penutur bahasa daerah berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit. Ada enam bahasa daerah yang masuk dalam status kritis.

Terakhir, status punah yang artinya tidak ada lagi penutur bahasa daerah. Ada 11 bahasa daerah yang masuk dalam status punah.

Kekinian, Kemendikbudristek menyatakan setidaknya lima bahasa daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk dalam program revitalisasi bahasa daerah tahun 2022.  Lima bahasa ibu tersebut yakni bahasa Dawan, bahasa Manggarai, bahasa Kambera, bahasa Rote, dan bahasa Abui.

Abdul Khak menuturkan NTT merupakan provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah bahasa daerah terbanyak. Dari 718 bahasa daerah yang ada di Indonesia, 72 di antaranya berasal dari NTT.

"Revitalisasi ini merupakan upaya untuk mencegah bahasa daerah punah terlalu, dan nilai-nilai kebahasaan tersebut masih dapat diketahui dan digunakan oleh generasi berikutnya," kata dia.

(lna/kid)

[Gambas:Video CNN]

Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan sebanyak 25 bahasa daerah di Indonesia terancam punah.

Sebanyak 25 bahasa daerah itu terancam punah karena semua penuturnya berusia 20 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit. Generasi tua pun sudah tidak berbicara bahasa daerah itu kepada anak-anak atau hanya berbicara dengan usia sebayanya.

Adapun bahasa daerah yang terancam punah antara lain bahasa Hulung, Bobat, Samasuru yang berasal dari Maluku.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kemudian bahasa Mander, Namia, Usku, Dubu, Irarutu, Podena, Makiew, Bku, Mansim Borai yang berasal dari Papua, dan bahasa Ponosokan serta Sangihe Talaud dari Sulawesi Utara.

Lalu bahasa Konjo dari Sulawesi Selatan, bahasa Bajau Tungkai Satu dari Jambi, bahasa Lematang dari Sumatera Selatan, bahasa Minahasa dan bahasa Gorontalo Dialeg Suwawa yang berasal dari Gorontalo.

Selain itu, bahasa Nedebang dan bahasa Adang dari Nusa Tenggara Timur (NTT), bahasa Benggaulu dari Sulawesi Barat, bahasa Arguni dan Kalabra dari Papua Barat.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, Abdul Khak mengatakan pihaknya berupaya mencegah punahnya bahasa daerah itu dengan meluncurkan program Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah".

Dalam program ini, kata Khak, dilakukan upaya memperkenalkan bahasa daerah dari generasi tua ke generasi muda, terutama usia SD dan SMP.

"Di sini para maestro, seniman, tokoh yang menguasai bahasa daerah, nyanyian daerah, berpidato, mendongeng, dan seni lain yang menggunakan bahasa daerah mengajarkan kepada para guru untuk selanjutnya diajarkan ke siswa," kata Khak kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/6).

Di akhir program Revitalisasi Bahasa Daerah akan diramaikan dengan Festival Tunas Bahasa Ibu secara berjenjang.

"Festival ini menjadi evaluasi, sekaligus selebrasi bagi para pemenang," ujarnya.

(ina/bmw/bmw)

[Gambas:Video CNN]