Dokumen panduan perlindungan terhadap kekerasan fisik

Pasal 1 angka 15a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan, bahwa Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Adapun bentuk kekerasan yang dialami oleh anak sebagai berikut :

  1. Kekerasan Fisik; merupakan tindakan kekerasan yang diarahkan secara fisik kepada anak dan anak merasa tidak nyaman dengan tindakan tersebut. Adapun beberapa bentuk kekerasan fisik yang dialami anak antara lain tendangan, pukulan, mendorong, mencekik, menjambak rambut, meracuni, membenturkan fisik ke tembok, mengguncang, menyiram dengan air panas, menenggelamkan, melempar dengan barang, dll.
  2. Kekerasan Psikis; merupakan tindakan kekerasan yang dirasakan oleh anak yang mengakibatkan terganggunya emosional anak sehingga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak secara wajar. Adapun bentuk-bentuk dari kekerasan psikis ini antara lain : intimidasi (seperti menggertak, mengancam, dan menakuti), menggunakan kata-kata kasar, mencemooh, menghina, memfitnah, mengontrol aktivitas sosial secara tidak wajar, menyekap, memutuskan hubungan sosial secara paksa, mengontrol atau menghambat pembicaraan, membatasi kegiatan keagamaan yang diyakini oleh seorang anak dan lain sebagainya.
  3. Kekerasan Seksual; merupakan tindakan kekerasan yang dialami oleh anak yang diarahkan peda alat reproduksi kesehatan anak yang mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak baik secara fisik, psikis dan social anak. Adapun bentuk kekerasan seksual tersebut antara lain : hubungan seksual secara paksa/tidak wajar (pemerkosaan/percobaan pemerkosaan, incest, sodomi), penjualan anak untuk pelacuran/pornografi, pemaksaan untuk menjadi pelacur, atau pencabulan/pelecehan seksual serta memaksa anak untuk menikah.
  4. Penelantaran; merupakan tindakan kekerasan yang dialami anak baik disengaja atau tidak sengaja yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual dari orang yang memiliki kewenangan atas anak tersebut. Adapun bentuk penelantaran tersebut antara lain pengabaian terhadap kebutuhan dan keinginan anak, membiarkan anak melakukan hal-hal yang akan membahayakan anak, lalai dalam pemberian asupan gizi atau layanan kesehatan, pengabaian pemberian pendidikan yang tepat bagi anak, pengabaian pemberian perhatian dan kasih sayang dan tindakan pengabaian lainnya.
  5. Eksploitasi ekonomi yaitu tindakan yang mengeksploitasi ekonomi anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain (Pasal 88 UU PA).
  6. Kekerasan lainnya seperti:
    1. perlakuan kejam, yaitu tindakan secara zalim, keji, bengis atau tidak belas kasihan (Pasal 80 UUPA);
    2. abuse atau perlakuan salah lainnya yaitu tindakan pelecehan dan tidak senonoh (Pasal 81 UUPA);
    3. ketidakadilan, yaitu keberpihakan antara anak satu dan lainnya;
    4. ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar simbol atau gerakan tubuh baik dengan atau tanpa sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki anak (Pasal 1 butir 2 UU PTPPO);
    5. pemaksaan, adalah keadaan dimana anak disuruh melakukan sesuatu sedemikian rupa sehingga anak melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri (Pasal 18 UU PTPPO).

Bagaimana kalau kita menemukan kekerasan pada anak di sekitar kita?

Jangan diam saja, dan segera laporkan kejadian tersebut kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Kita bisa melaporkan kejadian tersebut kepada KPAI dengan menghubungi:

Telp                 : (021) 31901556 

Whatsapp        : 08111772273 

Website           : www.kpai.go.id

Sumber:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan

www.kpai.go.id

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN PSIKIS, FISIK DAN SEKSUAL MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Abstract Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan psikis, fisik dan seksual dan bagaimana penegakan hukum terhadap anak korban kekerasan fisik, psikis dan seksual. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Perlindungan anak adalah untuk menjamin dan melindungi hal-hal anak, terpenuhinya harkat dan martabat kemanusiaan, serta terhindar dari kekerasan dan diskriminasi serta terwujudnya yang berakhlak mulia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar konvensi hal-hal anak yang meliputi: Nondiskriminasi; Kepentingan yang terbaik dari anak; Hak untuk kelangsungan hidup;Hak untuk tidak di eksposisi. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 yang telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 pasal 59 menyebutkan tanggungan pemerintah untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak. 2. Perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan psikis, fisik dan seksual yaitu: Kekerasan psikis, biasanya terjadi di lingkungan rumah tangga yang dilakukan oleh orang tua sendiri; Kekerasan fisik akibat penganiayaan diakibatkan oleh suatu episode kekerasan yang tunggal atau berulang-ulang yang dilakukan terhadap anak; Kekerasan seksual berupa aktifitas yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak, ini dapat dilakukan dengan paksaan atau tanpa paksaan. Dalam pelanggaran seksual dengan unsur paksaan ini diberi trimonologi khusus yaitu perkosaan delik ini diatur dalam Pasal 285 KUHP yaitu harus memenuhi unsur kekerasan, persetubuhan, perempuan yang bukan istri.