Diyat yang dikenai seseorang ketika mematahkan gigi orang adalah

Diyat adalah sejumlah denda yang dikeluarkan oleh pelaku pembunuhan kepada keluarga korban yang memaafkan perbuatannya. Adanya diyat merupakan bentuk pengganti hukuman kisas. Diyat terbagi menjadi dua jenis yaitu diyat ringan dan diyat berat. Dalil melakukan diyat adalah Surah Al-Baqarah ayat 178. Pembayarannya dalam bentuk unta berjumlah 100 ekor atau uang yang seharga dengan itu.

Dalil

Dalil untuk melakukan diyat adalah Surah Al-Baqarah ayat 178. Dalam ayat ini, diyat diartikan sebagai pembayaran seseorang sebagai pengganti pemberian maaf dari orang lain akibat pembunuhan. Bagi pemberi diyat, pembayaran tersebut merupakan bentuk permintaan maaf. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa diyat merupakan bentuk keringanan dan rahmat dari Allah dalam urusan maaf-memaafkan.[1]

Sebab penurunan ayat ini diketahui dari periwayatan Qatadah. Darinya diketahui bahwa penduduk pada masa jahiliah sering melakukan pembunuhan. Terjadinya pembunuhan disebabkan permusuhan di antara para penduduk. Pembunuhan yang umum dilakukan adalah pembunuhan budak seseorang atas budak orang lain. Selain itu, budak yang dibunuh jika diganti harus pula dengan pembunuhan orang yang merdeka. Hal ini untuk menyatakan bahwa suatu suku lebih mulia dibandingkan suku lainnya. Penggantian pembunuhan dengan status yang lebih mulia juga dilakukan dengan membunuh laki--laki sebagai pengganti wanita.[2]

Penggunaan

Diyat merupakan suatu kekhususan yang hanya diterapkan oleh umat Nabi Muhammad. Tujuan penggunaannya sebagai pengganti kisas dalam syariat Islam bagi pembunuh. Umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad hanya menerapkan hukum kisas saja.[3]

Macam-macam

Diyat ringan

Diyat ringan adalah diyat yang dibayarkan untuk pembunuhan yang tidak disengaja dan semi-disengaja.[4] Dalam kasus tersebut diyat merupakan hukum asal.[5] Penetapan kasus pembunuhan yang tidak disengaja dan semi-disengaja diketahui melalui buku-buku fikih. Bahan pertimbangannya terletak pada niat, motivasi, kondisi teknis, cara dan alat yang dipakai dalam pembunuhan.[6]

Diyat ringan dibayarkan dengan 100 ekor unta yang terbagi menjadi 5 jenis usia. 20 ekor unta pertama berumur 0–1 tahun. 20 ekor unta kedua berusia 1–2 tahun. 20 ekor unta ketiga berumur 2–3 tahun. 20 ekor unta keempat berumur 3–4 tahun. 20 ekor unta kelima berusia 4–5 tahun.[4] Diyat ini wajib dibayar oleh keluarga pelaku dalam jangka waktu tiga tahun atau langsung tunai.[butuh rujukan]

Diyat berat

Diyat berat adalah diyat yang dibayarkan oleh pembunuh kepada keluarga korban karena melakukannya dengan sengaja.[4] Dalil untuk memberikan diyat berat adalah Surah An-Nisa' ayat 92.[7] Diyat berat juga diberikan kepada kasus pembunuhan yang menyerupai disengaja. Dalam kasus demikian, diyat berat menjadi hukum asal.[5]

Diyat berat dibayarkan dengan 100 ekor unta yang terbagi menjadi 4 jenis usia. 20 ekor unta pertama berumur 2–3 tahun. 20 ekor unta kedua berusia 3–4 tahun. 20 ekor unta ketiga berumur 4–5 tahun. 40 ekor unta keempat merupakan untuk yang sedang bunting.[4]

Pelaku yang memberi diyat berat wajib untuk membayar sendiri dengan metode pembayaran tunai. Unta-unta sebagai pembayaran dapat diganti menggunakan uang tunai pada kondisi tidak dapat memperoleh unta.[8] Melakukan pembunuhan seperti disengaja, terhadap diyatnya wajib untuk dibayar oleh keluarga pelaku diangsur dalam waktu tiga tahun atau langsung tunai.[butuh rujukan]

Kemaksiatan

Suatu penerima diyat ditetapkan melampaui batas dan membuat kemaksiatan atas syariat pada kondisi tertentu. Kondisi ini ketika telah mengambil diyat dan tetap membunuh pemberi diyat. Pembunuhan ini ditetapkan sebagai bentuk pelanggaran janji dan pengkhianatan kepada si pembunuh yang telah memberi diyat.[9]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Buhairi 2012, hlm. 54.
  2. ^ Buhairi 2012, hlm. 56.
  3. ^ Buhairi 2012, hlm. 55.
  4. ^ a b c d Irfan dan Masyrofah 2013, hlm. 7.
  5. ^ a b Burlian 2015, hlm. 52.
  6. ^ Irfan dan Masyrofah 2013, hlm. 8.
  7. ^ Burlian 2015, hlm. 48.
  8. ^ Sinaga, Ali Imran (2020). Fiqh Al-Takhtit: Fikih Berdasarkan Silabus (PDF). Jakarta: Kencana. hlm. 198.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  9. ^ Buhairi 2012, hlm. 55-56.

Daftar pustaka

  • Buhairi, Muhammad Abdul Athi (2012). Taman, M., dan Yasir, M., ed. Tafsir Ayat-Ayat Yā Ayyuhal-ladzīna Āmanū. Diterjemahkan oleh Kasdi, A., dan Farida, U. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-593-4.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
  • Burlian, Paisol (2015). Implementasi Konsep Hukuman Qishash di Indonesia (PDF). Jakarta Timur: Sinar Grafika. ISBN 978-979-007-583-2.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  • Irfan dan Masyrofah (2013). Fiqh Jinayah (PDF). Jakarta: Amzah. ISBN 978-602-8689-76-2.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Diyat&oldid=21479159"

IV. DIYAT

a. Pengertian Diyat

Diyat adalah sejumlah harta yang wajib diberikan kepada pihak terbunuh atau teraniaya. Maksud disyariatkannya diyat adalah mencegah praktik pembunuhan atau penganiayaan terhadap seseorang yang sudah semestinya mendapatkan jaminan perlindungan jiwa.

b. Sebab – sebab ditetapkannya diyat

Diyat wajib dibayarkan karena beberapa sebab berikut;

1. Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan pihak terbunuh (keluarga korban). Dalam hal ini pembunuh tidak diqishash, akan tetapi wajib baginya menyerahkan diyat kepada keluarga korban.

2. Pembunuhan seperti sengaja.

3. Pembunuhan tersalah.

4. Pembunuh lari, akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara jelas. Dalam konteks semisal ini, diyat dibebankan kepada keluarga pembunuh.

5. Qishash sulit dilaksanakan. Ini terjadi pada jinayah ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang terkait dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya).

c. Macam – macam Diyat

Diyat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Diyat Mughalladzah atau denda berat.

Tekhnis diyat mughaladzah adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri dari

   30 hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun ),

   30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan

   40  unta khilfah ( unta yang sedang bunting ).

Yang wajib membayarkan diyat mughaladzah adalah:

A. Pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh keluarga korban. Dalam hal ini diyat harus diambilkan dari hartanya dan dibayarkan secara kontan sebagai pengganti qishash.

Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ قَتَلَ مُتَعَمِّدًادُفِعَ إِلَى أَوْلِيَاءِ الْمَقْتُوْلِ فَإِنْ شَاءُوْا قَتَلُوْا وَإِنْ شَاءُوْا أَخَذُوْا الدِّيَةَ وَهِيَ ثَلَاثُوْنَ حِقَّةً وَ ثَلَاثُوْنَ جَذْعَةً وَ أَرْبَعُوْنَ خِلْفَةً. (رواه الترميذي)

Artinya : “ Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, (hukumannya) harus menyerahkan diri kepada keluarga korban, jika mereka menghendaki dapat mengambil qishash, dan jika mereka tidak menghendaki ( mengambil qishash) , mereka dapat mengambil diyat berupa 30 hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun ), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan unta khilfah ( unta yang sedang bunting )”(HR.Turmudzi(.

B. Pelaku pembunuhan seperti sengaja. Diyat mughaladzah pada kasus pembunuhan seperti sengaja ini dibebankan kepada keluarga pembunuh dan diberikan kepada keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga tahun, setiap tahunnya dibayar sepertiga.

C. Pelaku Pembunuhan di tanah haram (Mekkah), atau pada asyhurul hurum (Muharram, Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah), atau pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap mahramnya.

2. Diyat Mukhaffafah atau denda ringan.

Diyat mukhoffafah yang dibayarkan kepada keluarga korban ini berupa 100 ekor unta, terdiri dari

   20 unta hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun),

   20 unta jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun),

   20 unta binta makhath ( unta betina lebih dari 1 tahun),

   20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun).

Yang wajib membayarkan diyat mukhaffafah adalah:

A. Pelaku pembunuhan tersalah, dengan tekhnis pembayaran diangsur selama 3  tahun, setiap tahunnya sepertiga dari jumlah diyat.

Rasulullah bersabda:

دِيَةُ الْخَطَأِ أَخْمَاسًا, عِشْرُوْنَ حِقَّةً وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ مَخَاضٍ وَ عِشْرُوْنَ بِنْتَ لَبُوْنٍ وَ عِشْرُوْنَ اِبْنَ لَبُوْنٍ. (رواه دارقطني)

Artinya : “ Diyat khatha’ diperincikan lima macam, yaitu 20 unta hiqqah, 20 unta jadza’ah, 20 unta binta makhath ( unta betina lebih dari 1 tahun), 20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibnu labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun) (HR.Daruquthni)

B. Pelaku tindak pidana yang berupa menciderai anggota tubuh, atau menghilangkan fungsinya yang dimaafkan oleh korban atau keluarganya.

Jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka diyat wajib dibayarkan dengan sesuatu yang seharga dengan unta.

d. Diyat karena kejahatan melukai atau memotong anggota badan

Aturan diyat untuk kejahatan melukai atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat pembunuhan. Berikut penjelasan ringkasnya:

  1. Wajib membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkan anggota badan tunggal (lidah, hidung, kemaluan laki – laki) atau sepasang anggota badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan lain – lain). Dalam hadits yang diriwayatkan Jabir Rasul saw bersabda:

وَفِى الرِّجْلَيْنِ الدِّيَةُ  (أخرجه أبو داود و غيره)

Artinya : “Pada (memotong) kedua kaki satu diyat penuh

Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda:

وَفِى الْيَدَيْنِ الدِّيَةُ  (أخرجه أبو داود و غيره)

Artinya : “Pada (memotong) kedua tangan satu diyat penuh

Kedua riwayat tersebut menegaskan bahwa pelaku tindak pidana pemotongan anggota tubuh tunggal ataupun berpasangan wajib membayar diyat penuh setelah korban atau keluarga korban memaafkannya. Jika korban ataupun keluarga korban tak memaafkannya maka ia diqishash.

2. Wajib membayar setengah diyat berupa 50 ekor unta, jika seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan semisal satu tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya. Terkait dengan hal ini Rasulullah bersabda:

وَفِى اْلأُذُنِ خَمْسُوْنَ مِنَ الْإِبِلِ. (رواه البيهقي)

Artinya : “Dalam merusak satu telinga wajib membayar 50 ekor unta” (HR.Baihaqi dan Daruquthni)

3. Wajib membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai otak.

4. Wajib membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang terkelupas.

5. Wajib membayar 10 ekor unta bagi  seseorang yang melukai orang lain hingga mengakibatkan jari-jari tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10 ekor unta).

6. Wajib membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor unta).   

Adapun tekhnis pembayaran diyat, jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia bisa digantikan dengan uang seharga unta tersebut. Ketentuan – ketentuan yang belum ada aturan hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.

e. Hikmah Diyat

            Hikmah terbesar ditetapkannya diyat adalah mencegah pertumpahan darah serta sebagai obat hati dari rasa dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.

            Kita dapat merasakan hikmah diwajibkannya diyat saat kita menelaah secara seksama bahwa keluarga korban mempunyai 2 pilihan. Pertama; meminta qishash, kedua; memaafkan pelaku tindak pembunuhan atau penganiayaan dengan kompensasi diyat. Dan saat pilihan kedua dipilih keluarga korban, maka secara tidak langsung keluarga korban telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi bersih dari amarah ataupun rasa dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku tindak pembunuhan ataupun penganiayaan.

            Walaupun secara manusiawi rasa sakit hati ataupun dendam tidak bisa dihilangkan begitu saja dengan diterimanya diyat, tetapi karena keluarga korban telah berniat dari awal “untuk memaafkan pelaku tindak pidana” maka dorongan batin itu lambat laun akan menetralisir suasana hingga akhirnya keluarga korban benar-benar bisa memaafkan pelaku tindak pidana setelah mereka menerima diyat.

       Sampai titik ini, semakin bisa dirasakan bahwa diyat merupakan media syar’i efektif pencegah pertumpahan darah dan penghilang rasa sakit hati atau dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.