Dalam proses penemuan alat tersebut kotoran sapi yang dimasukkan dalam

TEMPO.COBandung - Lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung 2004, Andrias Wiji Setio Pamuji, 38 tahun, mengolah limbah organik menjadi biogas. Instalasi bernama Teknologi Anak Negeri (Tenari) itu tidak memakai wadah penampung lagi. Gas yang dihasilkan bisa langsung mengalir ke kompor dari tangki reaktor limbah.

Tenari memakai bak umpan sebagai tempat mencampur limbah kotoran sapi dan air dengan komposisi 1:1. Larutan encer itu kemudian dialirkan ke reaktor biogas atau tangki berukuran 2 atau 4 meter kubik (kapasitas 2.000-4.000 liter) yang ‘ditanam’ di lubang tanah. “Posisi reaktornya di bawah supaya limbahnya tidak perlu diangkat-angkat untuk dimasukkan ke bak umpan,” tutur Andrias.

Di dalam reaktor, bakteri dari kotoran sapi yang bekerja dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen) bekerja mengurai limbah. Tahap pertama proses pembentukan biogas disebut hidrolisis, yakni bahan organik diuraikan oleh bakteri fakultatif menjadi bahan organik yang larut dalam air. Selanjutnya, bahan organik yang larut dalam air oleh bakteri acidogenesis diubah menjadi asam-asam lemak volatil.

Tahap terakhir, asam lemak tersebut diurai kelompok bakteri methanogenesis. Hasilnya menjadi gas dengan komposisi sekitar 60 persen gas metana (CH4), 38 persen karbon dioksida (CO2), sisanya bermacam gas, seperti N2, O2, H2, dan H2S. Sistem Tenari kemudian menyalurkan gas yang terhimpun di dalam reaktor lewat selang ke kompor di dapur, tanpa memakai lagi wadah penampung gas.

Untuk mengetahui produksi dan konsumsi biogas itu oleh pengguna, Andrias memasang manometer. Alat pengukur tekanan udara atau gas di dalam ruang tertutup tersebut berupa papan vertikal berangka dengan tempelan selang gas dari reaktor yang dilekukkan dan ditegakkan di dinding. Selang manometer diisi air berwarna sebagai penanda naik dan turun gas yang dipakai.

Bahan organik sumber biogas itu berupa kotoran hewan ternak, seperti sapi, kuda, kerbau, babi, ayam, kambing, atau domba. Limbah industri yang digunakan, misalnya tahu, tempe, kecap, kelapa sawit, dan tapioka. Adapun sampah organik seperti dari rumah tangga, restoran, dan pasar. “Tinja manusia juga bisa diolah, tapi perlu tangki khusus,” kata Andrias.

Di bengkel kerjanya ia menerapkan sekaligus meneliti pemakaian sampah organik, limbah potongan rumput atau semak, dan tinja penghuni, dengan tangki terpisah. Total per hari didapat sekitar 1.000 liter biogas yang setara dengan 0,46 kilogram gas elpiji. Tangki biogas berkapasitas 1 meter kubik bisa menihilkan biaya pembelian gas elpiji tabung 3 kilogram. “Pemakainya sekitar 2.000 orang,” katanya. Umumnya kalangan peternak sapi di pelosok Indonesia.

ANWAR SISWADI

Artikel YUNI ERLITA, S.Pt(Dinas Peternakan & Kesehatan Hewan) 21 Januari 2016 19:43:22 WIB

CARA MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakin meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga minyak untuk mengurangi sudsidi yang harus ditanggung oleh APBN. Yang menjadi pertanyaan adalah jika BBM mahal, apakah kita tidak bisa hidup tanpa menggunakan bahan bakar minyak tersebut. Ternyata tidak demikian. Sumber energi alternatif telah banyak ditemukan sebagai pengganti bahan bakar minyak, salah satunya adalah Biogas.

Pemerintah sudah saatnya mengalokasikan sebagian dari pengurangan subsidi BBM untuk mengembangkan biogas dari kotoran ternak keseluruh pelosak pedesaan.

Sudah saatnya pula kita berfikir dan berusaha mengembangkan kreatifitas untuk mengembangkan energi alternatif dari kotoran ternak, karena sudah banyak hasil penelitian ilmiah yang berhasil. Kegiatan yang harus kita lakukan sekarang adalah mengaplikasikan hasil penelitian tersebut untuk kepentingan masyarakat. Usaha ini juga harus didukung dengan mengubah pola pikir masyarakat untuk menerima kehadiran teknologi baru.

PRINSIP PEMBUATAN BIOGAS
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.

Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55°C, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang terlihat dibawah ini:

Komposisi biogas : kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian
Jenis gas: Biogas, Campuran kotoran + sisa pertanian: Metan (CH4), Karbon dioksida (CO2), Nitrogen (N2), Karbon monoksida (CO), Oksigen (O2), Propena (C3H8), Hidrogen sulfida(H2S), sedikit Nilai kalor (kkal/m2).

MEMBANGUN INSTALASI BIOGAS
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yang dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan.

Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.

Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.

Proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:

1. Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester

2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.

3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.

4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan menyala.

5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal.

Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik padat dan pupuk organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui.

BEBERAPA tahun terakhir istilah Biogas memang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat kita. Telah banyak terobosan teknologi tepat guna yang diciptakan baik kalangan insiyur, akademisi maupun masyarakat umum untuk pemanfaatan salah satu energi alternatif terbarukan ini. Bahkan sebagian masyarakat pedesaan di beberapa propinsi, terutama para peternak sapi telah menggunakan teknologi ramah lingkungan ini sebagai pemenuhan kebutuhan bahan bakar sehari-hari. Dengan kata lain, mereka telah berhasil mencapai swadaya energi dengan tidak lagi menggunakan minyak tanah untuk memasak, bahkan juga untuk penerangan.

Andrias Wiji Setio Pamuji adalah mahasiswa lulusan Teknik Kimia Departemen Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia adalah pemenang dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa tahun 2002 yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, untuk penemuannya pada Reaktor biogas dari plastik dengan bahan baku Kotoran sapi.

Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan Biogas sebenarnya cukup besar, namun belum semua peternak memanfaatkannya. Bahkan selama ini telah menimbulkan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan. Umumnya para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke sungai atau langsung menjualnya ke pengepul dengan harga sangat murah. Padahal dari kotoran sapi saja dapat diperoleh produk-produk sampingan (by-product) yang cukup banyak..

Andrias membawa kotoran sapi yang sudah dicampur air dari sebuah peternakan. Kotoran sapi itu ia bawa dengan jeriken ukuran lima liter. Sampai di rumah indekos, jeriken tetap ditutup agar terjadi fermentasi pada kotoran sapi. Setelah sebulan, jeriken dibuka dan di atas lubang jeriken dipasang plastik. Plastik langsung mengembang.

Selanjutnya ia segera mencari pucuk bolpoin yang terbuat dari logam. Pucuk pulpen ini ditusukkan pada plastik dan keluarlah gas. Ia menyulutnya dengan korek api. Gas yang keluar berubah menjadi api setelah dibakar dengan korek api.

Andrias terus memodifikasi peralatan dengan menggunakan uang bantuan dari teman- temannya. Percobaan demi percobaan ia lakukan untuk bisa menghasilkan reaktor dan penampung gas berharga murah dan berkapasitas mencukupi untuk kebutuhan rumah tangga.

Sampai akhirnya, dari percobaan demi percobaan, ia menghasilkan reaktor dari plastik dengan tebal 250 mikron serta menciptakan kompor untuk jenis gas metana.

Ia baru memasarkan reaktor tersebut pada April 2005. Saat itu dirasa tepat sebab harga bahan bakar minyak (BBM) terus naik. Kini penemuannya sudah tersebar ke peternak sapi perah di Subang, Bandung, Garut, Tasikmalaya, dan Padang, Sumatera Barat, menyusul Bali, Jawa Tengah, dan Lampung. Saat itu Andrias menjual reaktornya dengan harga Rp 1,5 juta, termasuk pemasangan.

Sampai kini gas yang dihasilkan belum dapat dikemas dalam tabung karena gas dari kotoran sapi adalah jenis metana (CH4). Sementara gas yang dikemas dalam tabung merupakan gas yang bisa dicairkan, yang berasal dari jenis butana (C4 H10) dan pentana (C5 H12). Gas yang bisa dicairkan bisa masuk dalam tabung dengan volume jauh lebih banyak. Namun, metana tidak bisa demikian.

|Dikutip dari berbagai sumber