Contoh PERTANYAAN wawancara tentang sejarah Desa

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 11 are not shown in this preview.

1. Apa yang anda ketahui tentang sejarah kota Kudus?

... ... ... ... ...

2. Bagaimana sejarah terbentuknya penamaan kawasan kota lama Kudus?

... ... ... ... ...

3. Apa yang anda ketahui tentang kondisi sosial budaya masyarakat di kawasan ini? ... ... ... ... ...

4. Peninggalan sejarah bercorak islam apa yang terdapat di kawasan ini?

... ... ... ... ...

5. Dimana sajakah peninggalan sejarah bercorak islam di Kota Kudus selain yang terdapat di kawasan ini?

... ... ... ... ...

6. Bagaimana kondisi peninggalan sejarah bercorak islam tersebut saat ini?

... ... ... ... ...

7. Adakah peninggalan sejarah bercorak islam yang sudah dikonservasi oleh pemerintah? Jika iya dimana saja?

... ... ... ... ...

8. Bagaimana peran/posisi pemerintah dalam pengelolaan peninggalan sejarah bercorak islam tersebut?

... ... ... ... ...

9. Bagaimana upaya guru dalam dalam mengajarkan IPS untuk ikut melestarikan peninggalan sejarah bercorak islam?

... ... ... ... ...

10. Bagaimanakan model pembelajaran yang digunakan guru atau disarankan untuk ikut melestarikan/konservasi peninggalan sejarah bercorak islam? ... ... ... ... ...

11. Bagaimana kendala bapak/ibu guru yang selama ini dihadapi saat mengaajrkan IPS pada pokok bahasan peninggalan sejarah bercorak islam? ... ... ... ... ...

12. Bagaimana tanggapan guru tentang bahan ajar alternatif seputar pelestarian/konservasi peninggalan sejarah bercorak islam di Kota Kudus? ... ... ... ... ...

13. Bagaimana respon siswa mengenai bahan ajar alternatif seputar pelestarian/konservasi peninggalan sejarah bercorak islam di Kota Kudus?

... ... ... ... ...

14. Bagaimana relevansi bahan ajar alternatif seputar pelestarian/konservasi peninggalan sejarah bercorak islam di Kota Kudus untuk menguatkan toleransi dan nasionalisme siswa?

... ... ... ... ...

15. Bagaimana dampak sosial yang ditimbulkan setelah bahan ajar alternatif seputar pelestarian/konservasi peninggalan sejarah bercorak islam di Kota Kudus diajarkan di dalam kelas IPS?

... ... ... ... ...

Lampiran 2. Transkripsi dan Hasil Gathering Data

Catatan Lapangan : R1

Bapak Sofyan merupakan (mantan) kepala desa Loram Kuon, namun beliau bukan mrupakan warga Loran Kulon asli sehingga beliau tidak begitu mengerti tentang sejarah Loram Kulon. Untuk menjawab pertanyaan dari peneliti, Bapak Sofyan mengajak rekan-rekannya untuk ikut membantu menjawab pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari orang-orang asli Loram Kulon.

Beliau menceritakan bahwa daerah Loram berasal dari sejarahnya bahwa dahulu terdapat pohon Lo (sejenis pohon Matoa: pohon berciri besar, tinggi, rindang, bahnya seperti kelengkeng) yang ngeram-ngerami (Jawa:mengehrankan karena unik) sehingga darah tersebut dinamakan dengan daerah LoramTp. Pohon itu masih ada hingga saat ini. Sedangkan sejarah penamaan desa di sekitar desa Loram Kulon, seperti Desa Getas Pejaten dan Desa Jati juga berasal dari nama pepohonan. Penamaan daerah Detas Pejaten dikarenakan dulunya terdapat pohon yang Getas (Jawa: mudah patah karena rapuh jika disentuh orang) sehingga dinakaman Getas PejatenTp. Sedangkan asal mula penamaan daerah jati dikarenakan duluya merupakan hutan JatiTp. Dahulu ketiga desa tersebut masih menjadi satu daerah yang kemudian dipecah menjadi seperti saat iniPS.

Untuk kondisi sosial budaya masyarakat Kudus secara umum, mereka masih memegang tradisi dan merupakan masyarakat yang religius (masih memegang kuat agama Islam)SB. Sedangkan untuk masyarakat Desa Loram Kulon, mereka masih menguri-uri (Jawa: mempertahankan) budaya ampyang yang hanya terdapat didaerah Loram, yaiutu memperingati Maulid Nabi dengan membuat makanan beraneka macam dan bentuk untuk dibawa ke masjid wali kemudian dinamakan bersama-samaSB.

Di daerah ini terdapat bangunan bersejarah yaitu masjid wali yang terletak di Desa Loram KulonPB. Masjid ini dibangun oleh Sultan Hadirin (Bupari Jepara pada masa itu) pada tahun 1757 yang angka tahun pembuatannya terdapat di tembok Gapura. Sultan Hadirin merupakan keturunan dari Sultan Trenggono, sedangkan Sultan Trenggono merupakan anak dari Raden Patah yang merupakan Sultan Demak pada masa ituPS. Mustaka yang terdapat di masjid Loram Kulon masih asli, hanya saja untuk melindunginya dari kerusakan maka sekarang mustaka tersebut ditutup dengan kubah. Penyebaran agama Islam di daerah ini adalah Syekh Abdur Rahman (Tuang Sang Sang) yang berasal dari CinaPS. Makam dari tuan Sang Sang dapat ditemui beberapa meter dari depan Masjid. Di belakang masjid ini tidak terdapat makam kuno, makam yang ada hanya makam Tuan Sang Sang tersebut. Masjid ini konon bertukar dengan Masjid Mantingan Jepara.

Bangunan bersejarah lainnya menurut bapak Sofyan yang masih terdapat di daerah ini adlah markas tentara Belanda (Sangko) yang berada di sebelah timur PLN. Namun markas tersebut saat ini sudah hilang, yang tersisa hanyalah tanah yang luas dengan beberapa rumah yang rusak. Perempatan Ploso juga dulunya merupakan bekas markas tentara Belanda.

Bapak sofyan dan rekan-rekan mengungkapkan bahwa pemerintah memiliki peran dalam pelestarian peninggalan bersejarah khususnya Masjid Wali Loram Kulon, dimana pemeliharaan dan perawatan gapura menjadi tanggung jawab

Dinas Purbakala Jawa Tengah yang berlokasi di Yogyakarta sedangkan pemeliharaan masjid menjadi tanggung jawab masyarakat setempat dalam bentuk swadayaPP.

Catatan Lapangan : R2

Bapak Aan merupakan keturunan dari pendiri Masjid Bubar, yaitu Pangeran Poncowati yang merupakan panglima Sunan Kudus. Sebenarnya akan lebih banyak memberikan informasi jika wawancara dilakukan dengan ayah dari bapak Aan, namun beliau sudah terlalu tua untuk mengingat dan menjawab pertanyaan sehingga kegiatan wawancara diwakilkan kepada Bapak Aan. Menutur bapak Aan, dulunya kota Kudus merupakan Kasunanan (bukan Kabupaten), dan pernah juga menjadi kota administratifPS. Kudus pernah dikuasai oleh agama Hindu sebelum adanya agama Islam (sekitar tahun 352 M dari tulisan arab yang terdapat di Masjid Bubar yang merupakan salah satu bukti peninggalan agama Hindu)PS. Di kota Kudus juga pernah terjadi perang antara umat agama Hindu dengan agama Islam yang merupakan sebuah agama baru di Kota KudusPS. Untuk menyelesaikan peperangan kemudian dibuat sebuah kesepakatan antara kedua umat agama tersebut bahwa umat Islam boleh menyiarkan agamanya di Kudus, namun tetap harus menghormati agama Hindu yang sudah ada lama sebelum kedatangan agama IslamPS. Salah satunya adalah pelarangan penyembelihan hewan sapi karena sapi merupakan hewan yang disucikan agama HinduSB. Selain itu umat hindu memberikan simbolnya kepada umat islam yaitu menara Masjid Kudus. Menurut beberapa cerita, konon dibawah menara terdapat sumur penguripan, yang menurut umat Hindu dapat menghidupkan orang yang telah mati. Oleh umat Islam kemudian sumur tersebut ditutup karena dapat mengakibatkan kemusyrikan bagi umatnya.

Bapak Aan menjelaskan bahwa pusat kota dahulu berada di kawasan menara, tepatnya di daerah Kudus Kulon sejak sekitar tahun 1839PS. Namun setelah berakhirnya masa kepemimpinan Sunan Kudus dan kedatangan Belanda, pusat kota kemudian dipindah ke alun-alun (simpang tujuh) yang merupakan daerah Kudus Wetan hingga sekarangPS.

Beberapa sejarah penamaan kawasan (toponim) di Kota Kudus, Bapak Aan menerangkan bahwa penamaan Desa Demangan dikarenakan dulunya merupakan tempat tinggal para Demang (kepala desa)Tp. Sedangkan desa kauman dulunya merupakan tempat tinggal para kaum (orang-orang pintar/berilmu)Tp. Mengenai kondisi sosial budaya masyarakat Kudus, Bapak aan menceritakan bahwa sebenarnya semua Pribumi asli Kudus merupakan umat muslim, tentu saja ketika agama Hindu sudah tergantikan oleh agama IslamSB. Warga Kudus umumnya memiliki toeransi tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, dan sebagian besar bekerja di sektor wiraswastaSB.

Ketika ditanyakan mengenai peninggalan bersejarah yang terdapat di kota Kudus, Bapak Aan menyebutkan antara lain Masjid Langgar Dalem, Masjid Menara Kudus, Masjid Madureksan yang merupakan masjid pertama kali di Kudus, masjid Kyai Telingsing, dan Masjid BubarPB. Mengenai Masjid Bubar, sebagai ahli waris yang juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan kebersihan bangunan tersebut, Bapak Aan menjelaskan bahwa Masjid tersebut dibangun pada tahun 352 H seperti yang tertera di ukiran batu masjid tersebut. Masjid

Bubardidirikan oleh Pangern Poncowati yang merupakan salah satu panglima dari Sunan KudusPS. Sebenarnya masjid ini tidak berbentuk seperti masjid pada umumnya, karena mihrab sebagai tempat imam terlalu kecil untuk bergerak, dan terletak di sebelah kiri, tidak di tengah seperti pada umumnya. Selain itu terdapat bangunan seperti lingga dan yoni yangterletak dibelakang masjid, sehingga diduga masjid ini dibangun ketika masyarakat masih memeluk agama HinduPS.

Menurut cerita, masjid ini dibangun oleh makhluk ghaib sebagaimana bangunan dari susunan batu lainnya seperti candi Borobudur yang menurut penduduk setempat tidak mungkin dibangun oleh manusia. Pengerjaan pembangunan masjid Bubar dilakukan pada malam hari ketika manusia sedang tidak beraktivitas. Namunpada suatu malam, ketika para makhluk Ghaib itu sedang bekerja, tiba-tiba sekitar jam 02.00 terdapat seorang manusia yang sedang menyapu. Penyapu ini mengira bahwa hari sudah pagi, dan makhluk ghaib merasa kehadirannya sudah diketahui oleh manusia (kamanungsan) sehingga mereka menghentikan pengerjaanya. Karena pengeejaan masjid tidak selesai (belum sempurna), maka masjid itu dinamai masjid Bubar. Adapun manusia yang memergoki makhluk ghaib tersebut konon dikutuk menjadi batu, dan diarea masjid terdapat salah satu batu yang berukiran manusia sedang memegang sapu, yang dipercaya masyarakat bahwa ukiran tersebut merupakan penyapu yang dikutuk ke dalam batu.

Mengenai peninggalan bersejarah lainnya, Bapak Aan menyebutkan beberapa yang masih terdapat di Kudus, Antara lain perkampungan kuno di daerah Kauman, makam Sosrokartono yang merupakan kakak RA. Kartini dan pernah menjadi bupati Kudus, pabrik gula Rendeng yang merupakan peninggalan Belanda, dan bekas asrama Polisi Rendeng yang merupakan bekas tangsi Belanda (tempat penyimpanan tank-tank milik belanda)PB. Namun tangsi tersebut sudah hilang dan di lokasi tangsi akan dibangun perumahan baru. Beberapa kawasan yang sudah dijadikan kawasan konservasi menurut beliau antara lain adalah Masjid Menara Kudus dan Masjid BubarKK. Sedangkan peran pemerintah dalam pengelolaan peninggalan bersejarah, Bapak Aan menjelaskan bahwa pemerintah memiliki peran dalam hal melindungi, namun kurang dalam hal perawatanPP. Misalkan Masjid Bubar yang sudah dilindungi dan tidak boleh dihancurkan, namun tidak terdapat dana perawatan misalnya untuk membersihkan rumput di sekitar masjid Bubar. Sehingga perawatan Masjid Bubar berasal dari dana swadaya masyarakat setempatPP.

Catatan Lapangan : R3

Bapak Sutriman merupakan warga asli Kudus dan sudah lama bertempat tinggal di Desa Jati Wetan. Menurut beliau, dahulu Desa Jati Wetan dan Desa Jati Kulon serta sebagian desa Getas Pejaten masih tergabung menjadi satu daerahPS. Desa Jati merupakan kawasan bekas hutan jati yang ditebas oleh mbah Surgijati yang merupakan pendiri cikal bakal daerah JatiPS. Mengenai kondisi sosial masyarakat Kudus menurut bapak Sutriman cukup baik, dimana sebagian besar masih memegang tradisi, meski sebagian sudah terpengaruh oleh budaya baruSB.

Peninggalan sejarah di kota Kudus yang bapak Sutriman ketahui antara lain Masjid Menara Kudus serta Masjid dan Gapura wali jati yang terdapat di Jati WetanPB. Masjid ini konon memiliki kaitan dengan masjid yang terdapat di Loram

Kulon meski beliau tidak dapat menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Sedangkan peran pemerintah dalam pengelolaan peninggalan bersejarah menurut beliau pemerintah merespon baik karena setiap ada usaha pembangunan daerah pasti akan dibantu oleh pemerintah desaPP.

Catatan Lapangan : R4

Bapak Priyadi merupakan warga asli Kudus yang juga ikut melestarikan kebudayaan asli Kudus dengan membangun sanggar tari di rumahnya. Beliau menceritakan bahwa kondisi sosial budaya masyarakat Kudus cukup baik, dimana sebagian besar masyarakat bekerja di sektor wiraswasta dan masih memiliki jiwa seni (misalnya bermain ketoprak atau barongan)SB. Namun dalam hal partisipasi masyarakat, dibutuhkan suatu pancingan/pemicu untuk menggerakkan masyarakat dalam suatu kegiatan agar masyarakat dapat turut aktif dalam kegiatan tersebutSB.

Bapak Priyadi menjelaskan bahwa bangunan peninggalan Belanda banyak ditemui di Desa Rendeng, seperti pabrik gula Rendeng, bangunan disebelah gedung BPD yang merupakan bekas tempat tinggal salah seorang warga Belanda, kantor irigasi, dan perumahan Belanda yang sekarang menjadi pemukiman pabrik gula RendengPB. Selain itu di Desa Loram Kulon juga terdapat masjid wali dan gapura waliPB. Masjid ini dinamakan masjid wali karena dibangun oleh seorang wali dan disakralkan oleh masyarakat.

Menurut beliau, di Kudus terdapat beberapa peninggalan bersejarah yang sudah dijadikan sebagai kawasan konservasi oleh pemerintah, yaitu Masjid Wali Loram Kulon serta Museum Kretek beserta Rumah Adat KudusnyaKK.

Sedangkan peran pemerintah dalam pengelolaan peninggalan bersejarah di kota Kudus, menurut bapak Priyadi sebenarnya pemerintah memiliki peran dalam menangani pengelolaan peninggalan bersejarah di kota Kudus, seperti beberapa bangunan bersejarah yang sudah dilindungi dan dikonservasi melalui Undang-Undang Cagar BudayaPP. Namun orang-orang yang berkecimpung di pemerintahan daerah terutama dalam bidang tersebut, kurang meguasai bidangnya masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari masih sedikitnya brosur-brosur mengenai peninggalan bersejarah yang dapat digunakan sebagai media promosi dalam menarik wisatawan, kurangnya kegiatan di bidang kebudayaan sehingga kebudayaan yang beraneka ragam di kota Kudus sering terabaikan dan tidak diketahui oleh pengunjung di luar Kudus seperti tarian-tarian tradisional yang seharusnya dilestarikan, dan sebagainya. Permasalahan lain yang timbul adalah dana yang tidak tepat sasaran, dalam artian dana yang seharusnya digunakan untuk pemeliharaan peninggalan bersejarah dan kebudayaan digunakan untuk bidang lain, hal ini juga terkait dengan pihak-pihak yang kurang menguasai bidangnya dalam sejarah dan kebudayaanPP. Beliau memberi suatu kiasan bahwa Kudus saat ini memiliki kebudayaan untuk membangun segala sesuatu yang modern, namun tidak pernah membangun kebudayaan itu sendiriSB.

Catatan Lapangan : R5

Bapak Ki Sarbini merupakan salah satu budayawan di kota Kudus yang juga merupakan seorang dalang wayang tradisional Kudus. Beliau menceritakan bahwa nama Kudus berasal dari batu Al Quds yang artinya suci. Dahulu kota Kudus merupakan sebuah padepokan (pondok pesantren) yang dipelopori oleh sunan Kudus dan lama kelamaan berkembang sehingga membentuk sebuah kotaPS. Perkembangan islam dikudus dimulai sejak tahun 1643PS, seperti diungkapkan dalam candra sengkala yang terdapat di masjid Kudus yang bertuliskan sirna ilang kertaning bumi. Jika ditafsirkan, kata tersebut berarti tahun 1640. Tahun ini juga bersamaan dengan runtuhnya kerajaan Majapahit.

Mengenai sosial budaya yang berkembang di masyarakat Kudus, bapak Ki Sarbini menjelaskan bahwa kebanyakan masyarakatnya masih menganut budaya adi luhung (Jawa:tradisi/kebudayaan leluhur), seperti adanya budaya apitan yang dilakukan setiap bulan apit/ bulan selo (Jawa, apit: diantara) dengan melakukan selamatan di Punden di desa masing-masingSB. Budaya ini merupakan kebudayan Hindu yang diadaptasi oleh umat Islam untuk menghargai agama sebelumnya (toleransi) dan menghindari perang agamaSB. Budaya ini dilakukan dengan menabuh benda keras dan membakar kemenyan untuk memohon maaf bagi para leluhur. Menabuh benda keras merupakan perwujudan asmaradhana dan membakar menyan merupakan perwujudan dari asmarawedha.

Peninggalan bersejarah yang terdapat di kota Kudus antara lain Masjid Wali yang terletak di Desa Jepang kecamatan Mejobo dengan Gapura yang sudah miring 10-15o. Masjid ini merupakan peninggalan masa Kerajaan PajangPB. Selain itu juga terdapat gedung pemuda yang sekarang menjadi pertokoan (ruko) di Jalan A. Yani. Gedung ini dulunya merupakan markas BelandaPB. Dulu, Mall Ramayana merupakan toko kain, dan di belakangnya terdapat batas kota Kudus-Pati pada masa Belanda berupa tugu dengan jam dinding yang terletak di pertigaan jalan. Adapun di belakang bangunan Mall Ramayana dulu merupakan kantor CPM (Corps Polisi Militer), dan pernah dialihfungsikan sebagai bioskop sebelum akhirnya menjadi tempat parkir motor Ramayana hingga sekarangPB. Sedangkan bangunan di depan Mall Matahari dulunya merupakan rumah pembesar Belanda pada saat pembangunan jalan Daendels.

Menurut bapak Ki Sarbini, bangunan yang sudah dikonservasi (dilindungi oleh pemerintah) adalah Masjid Menara Kudus dan Masjid Loram KulonKK. Beliau tidak berani menjelaskan tentang peran pemerintah dalam pengelolaan peninggalan bersejarah karena hal itu berkaitan dengan pemerintah dan beliau merasa tidak memiliki kewenangan untuk menjawabnya.

Catatan Lapangan : R6

Menurut bapak Eko, di Kudus dahulu banyak perusahaan industri rokok baru bermunculan (dahulu pemilik industri tersebut hanya 2 orang pribumi dan 2 orang non pribumi). Yang termasuk perusahaan pribumi adalah pabrik rokok Jambu Bol dan Sukun sedangkan industri rokok yang dimiliki oleh non pribumi adalah Djarum dan Nojorono. Djarum sendiri dulunya merupakan pabrik petasan di rembang dengan cap “Leo” dan pada tahun 1955 berubah menjadi pabrik Rokok. Sedangkan perusahaan rokok sukun dulunya memproduksi Gerobak

Cikar, Pabrik Tahu, dan kemudian berubah menjadi pabrik rokok yang merupakan perusahaan keluarga. Industri ini kemudian berdiversikasi menjadi perusahaan percetakan, tekstil, dan sebagainya. Industri rokok sukun banyak memberikan lapangan pekerjaan terutama bagi masyarakat Gebog karena Industri tersebut memang berada di daerah Gebog. Memang keberadaan pabrik rokok di Kudus dapat menciptakan lapangankerja bagi masyarakat sekitar (hampir 50% penduduknya bekerja di pabrik rokok)SB.

Bapak Eko juga menceritakan salah satu pemilik usaha industri rokok yang merupakan pelopor industri rokok pertama di Kudus yaitu Nitisemito. Nitisemito dulu merupakan wartawan dan hartawan pertama di Indonesia, yang memulai usahanya dari berjualan rokok lintingan dengan campuran tembakau dan teh yang pada saat itu masih merupakan inovasi baru. Usaha ini lama kelamaan berkembang dan menjadi sukses, dantaranya beliau memiliki perusahaan rokok cap “tiga bola”). Sayangnya usaha tersebut lama kelamaan hancur karena tidak dikelola dengan baik oleh keturunannya.

Menurut bapak Eko, kondisi sosial budaya masyarakat Kudus pada umumnya tidak neko-neko (Jawa: Macam-macam). Mereka hanya berkonsentrasi pada pekerjaanSB, dan masyarakat Kudus asli pada umumnya merupakan keturunan dari Sunan Kudus dan orang-orang penganut beliau sehingga memiliki sifat hampir sama dengan leluhurnya, seperti menganut agama islam dan banyak mengamalkan ajaran agama Islam sehingga mencerminkan masyarakat yang religusSB.

Peninggalan bersejarah yang terdapat di Kudus menurut bapak Eko adalah Masjid Menara Kudus, Masjid Bubar, Masjid Wali, dan Makam Kyai TelingsingPB. Sedangkan peninggalan sejarah yang sudah dijadikan sebagai kawasan konservasi antara lain Masjid Menara Kudus dan Masjid LoramKK.

Mengenai peran pemerintah dalam pengelolaan peninggalan bersejarah, Bapak Eko berpendapat bahwa sebenarnya pemerintah memiliki peran, seperti adanya dana dari Dinas Pariwisata Daerah untuk melestarikan dan merawat rumah adat serta adanya peran serta pihak ketiga (sponsor/pemerhati) pengusaha rokok dalam pelestarian kebudayaan daerahPP.

Catatan Lapangan : R7

Bapak Marno bukan merupakan warga asli Kudus, karena beliau menetap di Kudus setelah menikah dengan salah seorang warga Kudus asli. Namun beliau merupakan seorang pemerhati sejarah yang sangat concern mengenai sejarah Kudus dan berupaya untuk mempertahankan peninggalan bersejarah yang terdapat di kota Kudus. Seperti pernah suatu ketika, akan dibangun saluran air yang menghubungkan Masjid Menara dengan sungai. Tetapi air tersebut mengalir dari tempat menuju tempat rendah, dan tempat rendah tersebut adalah Masjid Menara (air akan mengalir menuju Majid Menara) sehingga masyarakat setempat khawatir jika pembangunan itu tetap dilaksanakan akan merusak bangunan menara secara lambat laun karena terkena air yang dapat menyebabkan bangunan menjadi berlumut dan lama kelamaan dapat hancur.karena itu masyarakat setempat melakukan demonstrasi kepada pemerintah daerah dan pembangun proyek tersebut. Demontrasi ini menghasilkan kesepakatan bahwa akan dibangun saluran air dari masjid menara menuju tempat yang lebih rendah, meski untuk itu

pemborong harus menggali tanahagar lokasi masjid menara menjadi lebih tinggi dibanding daerah yang akan dialiri air. Beliau berperan dalam demonstrasi tersebut dan menjadi penyampai aspirasi masyarakat kepada pemerintah dan pembangun.

Mengenai sejarah kota Kudus, Bapak Marno menceritakan bahwa sekitar abad 12-14 Masehi merupakan awal berdirinya kota Kudus (madya)PS. Dahulu pusat pemerintahan berada di masjid, hal ini dibuktikan dengan adanya prasasti yang menyebutkan bahwa Kudus merupakan sebuah “nagari”PS. Dulu, desa Kauman dan Langgar Dalem merupakan satu desa yang kemudian dipecah ketika orde baru sekitar tahun 1973PS. Setelah masa sunan Kudus, pada awal abad 16 Bangsa Portugis datang ke Kudus melalui kota Jepara yang dipimpin oleh Baron Von ScheilerPS. Pasukan ini menetap di Bangsri, ketika akan menaklukan pati melalui Kudus. Sehingga tidak terdapat peninggalan bangsa Portugis karena bangsa ini tidak menduduki Kudus secara langsung melainkan hanya sebagai kota perantara saja.

Kemudian pada jaman VOC, pusat pemerintahan dipindah dari menara ke Alun-alun yang berada di Kudus Wetan. Secara otomatis perkembangan kota pun berpindah dari Kudus Kulon ke Kudus WetanPS dan perkembangan Kudus Kulon terkesan stagnan saat ini. Pada tahun 1948, Belanda pernah membom KudusPS, dan pernah pula terjadi perang etnis antara etnis Cina dan Jawa pada tahun 1927PS. Hal ini disebabkan ketika putra sunan Kudus kedua, yaitu Raden Asnawi yang merombak serambi masjid pada tahun baru Cina. Masyarakat Cina merasa tersinggung karena tahun baru Cina merupakan tahun baru yang suci dan R. Asnawi malah merombak serambi Masjid. Ketika itu beberapa orang cina masuk ke masjid dengan kaki kotor. Raden Asnawi merasa tersinggung, sehingga terjadi bentrokan antara masyarakat Islam dan Cina. Bahkan sempat terjadi pelemparan