Bila kita tidak bersatu yang akan terjadi adalah

Semarang – Kerukunan antarumat beragama merupakan kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama, tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik harus hidup rukun dan damai.

“Tahun 2019 masuk tahun politik, dan pada tahun politik ini kita ingin negara bersatu. Kita banyak ide dan pemikiran yang berbeda tetapi tujuannya tetap satu membangun bangsa bersama-sama,” kata Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen, usai membuka Rakerda DPD Walubi Jateng, di PO Hotel Semarang, Selasa (4/12).

Pada Rakerda Walubi Jateng 2018, putra ulama kharismatik KH Maimoen Zubair itu mengajak semua umat beragama, termasuk umat Budha, agar terus berkontribusi menjaga dan merawat kerukunan di Jawa Tengah. Buat program kerja yang inovatif dan kreatif dalam rangka memajukan organisasi dan senantiasa menanamkan saling toleransi, rukun dan menghormati perbedaan.

“Demikian halnya juga kami sebagai umat muslim juga diajarkan bahwa ‘agamamu adalah agamamu, dan agamaku adalah agamaku’, saling menghormati dalam hal beribadah dan bagaimana saling toleransi. Ini yang kita harapkan,” terangnya.

Terlebih Walubi Jateng aksi sosialnya tinggi. Sehingga menurut Taj Yasin, berbagai kegiatan sosial Walubi bisa disinergikan dengan program-program Pemprov Jateng dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Senada disampaikan Gubernur Jateng H Ganjar Pranowo SH MIP dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Wakil Gubernur Jateng. Menurutnya, kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional yang harus terus dipelihara. Kerukunan hidup antarumat beragama berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Karena itu, kerukunan antarumat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman serta perasaan orang lain,” katanya.

Dijelaskan, kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna baik dan damai. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan bersepakat untuk tidak menciptakan perselisihan maupun pertengkaran. Apabila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, kerukunan adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.

“Mari kita jaga persatuan ini. Jangan mau dipecah belah dan diadu domba oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang menginginkan hilangnya kedamaian dari bumi pertiwi,” pintanya.

Gubernur menyampaikan, manusia ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual maka rukun adalah kunci untuk saling membantu dan peduli.

Kerukunan antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antarumat beragama.

“Ini sangat penting, terlebih akhir-akhir ini bangsa kita terus diuji dengan sikap-sikap intoleransi terhadap perbedaan yang ada,” imbuhnya.

Menurut gubernur, apabila semua bisa rukun dan damai, pembangunan akan semakin lancar. Demikian pula sebaliknya, jika kerusuhan terjadi dimana-mana, pembangunan akan sulit dilaksanakan, termasuk dalam hal menunaikan ibadah akan selalu merasa was-was dan cemas.

Kerukunan umat beragama dan harmonisasi merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang beradab dan bermartabat, salah satu wujud nyata upaya tersebut di Jawa Tengah adalah pelaksanaan Tri Kerukunan Umat Beragama. Yaitu kerukunan intern umat seagama, antarumat beragama dan antara umat beragama dengan pemerintah dengan melibatkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat, dan seluruh elemen masyarakat.

Ia menambahkan, selain menjadi wahana konsolidasi organisasi, Raker DPD Walubi Provinsi Jawa Tengah ini, merupakan salah satu mekanisme organisasi dalam rangka evaluasi dan menyusun program kerja tidak hanya untuk kemajuan organisasi dan para pemeluk agama Budha, tetapi juga Indonesia.

“Untuk itu, forum ini diharapkan menghadirkan diskusi yang berkualitas, sehingga nantinya tercipta berbagai program kerja yang juga berkualitas,” harapnya.

Sementara itu, Plt Ketua DPD Walubi Jateng Romo Pujianto menjelaskan, melalui kegiatan itu diharapkan umat Budha lebih rukun, saling menghormati, bersatu, gotong royong, dan maju. Sebab tanpa hal-hal tersebut maka kerukunan dan kedamaian tidak akan terwujud. Semua umat bergama, termasuk umat Budha harus senantiasa bergotong royong.

“Kita tidak menganggap paling hebat atau paling benar sendiri. Yang jelas kita harus hidup rukun dan saling menghargai. Ini yang paling utama,” paparnya.

Rakerda yang dihadiri sekitar 400 umat Budha perwakilan dari berbagai daerah, seperti Boyolali, Temanggung, Jepara, Kudus, serta Kabupaten dan Kota Semarang ini membahas sebanyak 12 program. Belasan program itu meliputi antara lain program generasi muda, organisasi, serta program ekonomi kerakyatan.

“Program melibatkan anak muda menjadi prioritas karena anak muda menjadi dasar berbangsa dan bernegara. Sehingga generasi muda harus maju dan hebat dan mengambil peran dalam berbangsa dan bernegara. Generasi muda menjadi vital dalam organisasi Walubi,” terangnya.

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Bila kita tidak bersatu yang akan terjadi adalah

Sumber gambar, TWITTER

Keterangan gambar,

Para siswi memulai aksi protes hanya beberapa jam setelah pemimpin tertinggi Iran bersuara.

Para siswi di Iran melepas jilbab mereka, melambai-lambaikannya di udara dan meneriakkan penentangan terhadap pemerintah, dalam aksi yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mendukung protes yang melanda negara itu.

Sejumlah video yang telah diverifikasi oleh BBC menunjukkan bahwa demonstrasi terjadi di dalam halaman sekolah dan di jalanan beberapa kota.

Aksi itu menggemakan protes lebih luas yang dipicu kematian seorang perempuan yang dianggap melanggar hukum Iran soal jilbab pada bulan lalu.

Di Karaj, yang berlokasi di sebelah barat ibu kota Teheran, para siswi dilaporkan memaksa seorang pejabat pendidikan keluar dari sekolah mereka.

Rekaman yang diunggah di media sosial pada Senin (04/10), menunjukkan para siswi itu berteriak “tidak tahu malu” dan melemparkan benda-benda yang tampak seperti botol air kosong kepada pria itu hingga dia pergi.

Protes lainnya oleh para siswi juga dilaporkan terjadi pada hari Selasa di Karaj, Teheran, serta kota-kota barat laut Saqez dan Sanandaj.

Sejumlah siswa tampak difoto berdiri di ruang kelas mereka tanpa menggunakan jilbab.

Beberapa dari mereka mengacungkan jari tengah pada potret Ayatollah Khamenei dan pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Sumber gambar, TWITTER/@1500TASVIR

Keterangan gambar,

Para siswi berunjuk rasa sepanjang jalan utama di Karaj, sebuah kota di sebelah barat Teheran, pada Selasa.

Analisis oleh Rana Rahimpour, BBC Persia

Setelah hampir tiga minggu protes berlangsung, jelas bahwa kepemimpinan Iran menghadapi tantangan serius.

Lawannya tidak sebatas politisi atau penduduk berusia 20-an. Mereka sekarang juga menghadapi siswi remaja yang tidak takut membakar foto pemimpin tertinggi.

Aksi protes pun terus berlanjut meskipun Ayatollah Ali Khamenei menuding bahwa aksi-aksi itu adalah “kerusuhan” yang diatur oleh Barat.

Banyak dari mereka yang ikut serta untuk protes hanya menginginkan kehidupan normal. Mereka mungkin tidak mengerti politik, tetapi mereka sadar bahwa mereka tidak bebas menjalani hidup yang mereka inginkan.

Saat ini, setiap sekolah dan universitas di Iran berpeluang menjadi markas para pengunjuk rasa. Setiap hari di sekolah, para remaja bisa berkumpul dan bertukar pikiran tentang ara menggulingkan rezim.

Pertanyaannya adalah apakah Republik Islam dapat menghentikan mereka, dan bagaimana menghentikan mereka.

Baca juga:

Aksi protes oleh para siswi dimulai beberapa jam setelah Ayatollah Khamenei, yang memiliki keputusan akhir soal seluruh permasalahan negara, akhirnya berbicara atas aksi-aksi protes dan menuduh Amerika Serikat dan Isralel, yang merupakan musuh bebuyutan Iran, mendalangi “kerusuhan”.

Dia juga mendukung penuh pasukan keamanan yang merespons aksi-aksi protes dengan tindakan represif.

Rentetan aksi protes ini, yang diwarnai oleh kekerasan, dipicu oleh kematian Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi berusia 22 tahun yang kritis setelah ditahan oleh polisi moral pada 13 September di Teheran.

Amini ditahan karena diduga melanggar undang-undang yang mewajibkan perempuan menutupi rambut mereka dengan jilbab. Dia meninggal di rumah sakit tiga hari kemudian.

Keluarganya menuduh bahwa petugas memukul kepada Amini dengan tongkat dan membenturkan kepala Amini ke salah satu kendaraan mereka.

Polisi membantah bahwa Amini dianiaya dan mengklaim dia mengalami “serangan jantung”.

Aksi protes pertama berlangsung di wilayah barat laut Iran, yang dihuni oleh orang-orang Kurdi, juga tempat Amini tinggal. Aksi protes serupa kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh negeri.

Data korban itu mencakup 63 pengunjuk rasa yag menurut aktivis etnis Baluch, telah tewas dalam bentrokan di kota Zahedan pada Jumat lalu.