Bagaimana pemanfaatan hutan yang baik dan benar

SAMARINDA – Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.89/Menhut-II/2014 tentang Hutan Desa termasuk tata cara pengelolaan dan pemanfaatan kawasan perhutanan dengan baik direspon baik Pemprov Kaltim. Hal ini terbuktikan dengan disahkannya pembentukan Hutan Desa Merabu yang terletak di Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau. Tahun ini, hutan desa tersebut telah disahkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penerbitan Hak Pengelolaan Hutan Desa.  

“Sesuai dengan kehendak Menteri Kehutanan tersebut, gubernur sudah membuat Pergub untuk mensahkan satu dari beberapa hutan desa yang ada di Kaltim,” kata Kepala Dinas Kehutanan Kaltim, Chairil Anwar.  

Sebelumnya, masyarakat di sekitar Desa Merabu memang telah memanfaatkan hutan sebagai sumber pendapatan mereka. Mata pencahariaan utama penduduk sekitar sangat erat kaitannya dengan penggunaan hutan, seperti pencari rotan, pencari sarang burung wallet, hingga pekerja ladang.  

“Jika tidak ada aturan sah yang mengaturnya, ditakutkan dapat terjadi eksploitasi sumber daya yang terdapat dalam kawasan hutan tersebut,” Chairil Anwar menambahkan.  

Terlebih, hutan seluas 22.000 hektar tersebut, bukan hanya merupakan hutan produksi. Hutan Desa Merabu terdiri dari hutan produksi seluas kurang lebih 12.000 hektar dan hutan lindung seluas 10.000 hektar.

Karena itulah, meskipun telah ada peraturan yang membawahi dan melandasi penggunaan hutan desa, masyarakat hanya diperbolehkan untuk memanfaatkan kawasan hutan produksi saja.

“Jika mereka mengambil  hasil hutan dari hutan lindung, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku,” tegasnya.  

Hutan Desa Merabu juga berpotensi untuk menjadi kawasan wisata. Chairil Anwar menyebutkan terdapat beberapa goa alam yang belum pernah digali oleh warga sekitar.

"Asalkan pemanfaatannya benar, hutan desa dapat semakin mendorong kesejahteraan rakyat. Selama ini warga sekitar sudah memanfaatkan dan mengelolanya dengan baik,” paparnya.

Sementara, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Areal Kerja dari Menteri Kehutanan, hutan desa di Kaltim dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, untuk areal kerja Kabupaten Berau, terdapat satu hutan desa, yaitu Desa Merabu. Yang kedua untuk areal kerja Kabupaten Kutai Barat, terbagi atas tiga desa, yaitu Desa Bermai, Desa Besiq dan Desa Sembuan. Ketiga, untuk areal kerja Kabupaten Kutai Timur, terdapat dua desa, yakni Desa Karangan dan Desa Long Bentuk. Lima desa tersebut akan segera disahkan pula seperti Hutan Desa Merabu, agar pemanfaatannya tidak melampaui batas. (aka/sul/hmsporv)

Foto : Hutan desa harus diatur secara tegas agar masyarakat setempat dapat memanfaatkannya sesuai kebutuhan. (dok/humasprov)

DALAM empat tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya telah melakukan berbagai terobosan-terobosan dalam pembangunan sektor kehutanan. Salah satunya tata kelola hutan. Kini tata kelola hutan tidak lagi semata memberikan keuntungan bagi swasta, tapi untuk kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Banyak terobosan lain yang dilakukan perempuan kelahiran 28 Juli 1956 ini. Berikut kutipan wawancara Media Indonesia Dhika Kusuma Winata dengan Siti Nurbaya di ruang kerjanya, Rabu (17/10).

RUANG Lingkup Kerja KLHK apa saja dengan penggabungan dua kementerian era sebelumnya, yaitu Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan? Dan bagaimana kondisinya sekarang? Saya bersyukur bahwa penyatuan dua kementerian dan sekarang menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berlangsung dengan baik dan ternyata sinerginya menjadi sangat bagus. Mengapa? Karena dengan penyatuan ini penanganan secara koheren soal lingkungan dan soal hutan bisa diaktualisasikan lebih baik.

Dengan ini fokus kerja bisa diorientasikan. Secara umum bisa dilihat bahwa dua fokus utamanya dalam lingkup LHK, yaitu green issues dan brown issues. Green issues berkenaan dengan soal-soal hutan seperti produksi, konservasi, penghijauan, deforestasi, tumbuhan dan satwa liar, dan lainlain. Sedangkan brown issues berkenaan dengan soal-soal lingkungan seperti pencemaran, sampah, dan lain-lain. Tentu saja terhadap isu LHK tersebut dalam pengelolaannya dilakukan dengan sistem pengendalian baik penegakan hukum maupun pengendalian perubahan iklim sebagai konvensi dunia dan tentu saja instrumen- instrumen konvensi lainnya.

Apa saja peran strategis KLHK? Pertama, menjaga kualitas lingkungan hidup yang mencakup seperti daya dukung, kualitas air, kualitas udara dan kualitas lahan yang dapat mendukung kehidupan, Pengendalian pencemaran, pengelolaan DAS, keanekaragaman-hayati dan perubahan iklim; Kedua, menjaga jumlah dan fungsi hutan serta isinya, yang mencakup menjaga jumlah hutan (lindung dan konservasi) yang mencukupi untuk menopang kehidupan yang mencakup seperti menyediakan hutan produksi dan APL untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat, menjaga jumlah flora, fauna dan endangered species; serta ketiga menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumber daya alam untuk kelangsungan kehidupan, yang mencakup seperti menjaga kelangsungan ekosistem (hutan-flora-fauna-kehati lain) untuk keseimbangan alam dan kehidupan, menjaga daerah aliran sungai (DAS) dan sumber mata air untuk ketersediaan air yang mencukupi kelangsungan hidup dan menjaga daya dukung fisik ruang dan kualitas ruang.

Dalam kegiatan selama 4 tahun ini kegiatan dan hasil kerja apa yang menonjol menurut Menteri LHK? Kalau kita lihat agenda kerja Presiden untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan keberpihakan kepada masyarakat banyak (smallholders) sejak tahun pertama hingga tahun keempat ini dan memasuki tahun kelima mengarah kepada peningkatan sumber daya manusia yang satu sama lain agenda besar ini mengait, atau yang disebut pemerataan ekonomi, maka relevansi kebijakan Bapak Presiden itu sangat jelas diaktualisasikan dalam lingkup KLHK ini. Saya ingin menjelaskan prioritas kerja dan hasilnya dalam hal pengembangan hutan sosial.

Saya kira kita semua tahu latar belakang pentingnya hutan sosial ini sebagai aktualisasi kebijakan Presiden untuk berpihak pada rakyat, keberpihakan pemerintah kepada masyarakat di dalam dan di sekitar hutan pada tidak kurang dari 25 ribu desa dan penduduknya yang relative miskin.

Kita lihat aktualisasi kebijakan pemerataan ekonomi itu didekati dari aspek-aspek. Akses lahan untuk bekerja, berusaha dan berpenghasilan, fasilitasi pemerintah setelah adanya akses untuk kesempatan berusaha serta peningkatan kapasitas manajemen berusaha oleh masyarakat dengan transfer kemampuan teknis manajemen usaha kelas korporat. Jadi manajemen rakyat sistimatis dan produktif seperti korporat.

Ringkasnya, kalau kita lihat kondisi yang ada, berupa persoalan kemiskinan; adanya ketimpangan dan konflik penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; ketidakadilan sosial ekonomi rakyat serta kerusakan sumber daya alam, maka agenda hutan sosial menjadi sangat strategis sebagai jawaban untuk tujuan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan, berkelanjutan, ramah lingkungan serta membangun kemandirian ekonomi.

Apa yang dimaksud dengan perhutanan sosial itu? Perhutanan sosial ialah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya,

keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan. (PermenLHK No 83/2016). Values yang mengemuka dalam program Hutan

Sosial ini utamanya meliputi; pemanfaatan untuk kesejahteraan (Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu, Jasa Lingkungan), partisipasi masyarakat dan kapasitas. Kemudian produktivitas rakyat, menjaga lingkungan dan fungsi alam, serta jiwa konservasi dan perlindungan hutan, suksesi, keseimbangan/ homeostasis dan Kesadaran untuk preservasi, restorasi dan rehabilitasi.

Dari target ideal akses seluas 12,7 -13,8 juta ha, maka untuk periode 2015-2019 diproyeksikan target penyelesaian sekitar 3,5 juta ha dan diproyeksikan selanjutnya pada 2020-2024 seluas 5 juta ha.

Realisasi hutan sosial per 4 Oktober seluas 2.010.156, 81 juta ha yang dialokasikan bagi sekitar 477.135 KK. Selama periode 2007-2014 telah dikeluarkan izin seluas 449.104 ha, sedangkan pada periode 4 tahun Kabinet Kerja, telah dikeluarkan izin seluas 1.561.053 Ha (sekitar 4 kali lipat sebelum Kabinet Kerja).

Diperkirakan telah membuka kesempatan kerja sekitar 1,4 juta orang, dengan kegiatan yang meliputi kegiatan penanaman pohon, mengelola atau memanfaatkan atau memproduksi Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu (Madu, Tumbuhan Obat, Rotan, Tanaman Hias, dll), melakukan agroforestry (multi purpose trees species, kopi, buah, empon dan rempah, komoditi pertanian lainnya), jasa lingkungan (wisata alam, pemanfaatan air dan karbon, beternak (Sylvopastura), usaha perikanan (Sylvofishery). Sebagai gambaran, peningkatan ekonomi masyarakat hutan sosial dengan pendapatan panen udang/ha/panen semula 7,3 juta menjadi 292 juta (contoh di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, pada panen 22 Juli 2018).

Ringkasnya, selama 4 tahun ini dalam periode Presiden Jokowi dengan konsep ekonomi rakyat, pada lingkup KLHK sangat jelas hal-hal yang muncul dan di antaranya baru pertama kali dilakukan oleh pemerintah, yaitu sebagai berikut; Hutan Sosial sebagai kebijakan dengan konsep baru yang utuh dalam prinsip ekonomi kerakyatan dan pemerataan, dan sejalan dengan itu untuk pertama kalinya Hutan Adat diakui oleh negara, sejak Indonesia merdeka.

Tentang Hutan Adat, bisa dijelaskan apa saja kendala terbesar dalam menyelesaikan masalah tersebut dan bagaimana cara mengatasinya selama ini? Kendala terbesar dalam penyelesaian/ penerbitan Hutan Adat yang dikelola oleh masyarakat hukum adat ialah belum adanya Peraturan Daerah yang menetapkan masyarakat hukum adat tersebut.

Sampai dengan saat ini, total Hutan Adat yang telah ditetapkan sebanyak 35 unit Hutan Adat di 47 desa yang tersebar di Provinsi Jambi, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara dengan luas 27.950,34 Ha yang terdiri dari 12.858 KK.

Masyarakat hukum adat di Indonesia cukup unik dalam kegiatan pengelolaan hutan sebagai contoh di Provinsi Maluku, Papua dan Papua Barat. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kawasan hutan yang diklaim sebagai Hutan Adat/ulayat. Namun, untuk penanganan kasuskasus tenurial tersebut, KLHK telah mempersiapkan tim yang melakukan pemetaan konflik-konflik dalam kawasan hutan serta solusi penyelesaiannya.

Bagaimana persoalan penegakan hukum secara umum? Keliatannya langkah korektif yang ada cukup maju ya? Instrumen penegakan hukum untuk menjaga lingkungan kelihatannya sangat efektif dan cukup baik. Masyarakat dan kita semua memerlukan keadilan dalam hal tata kelola sumber daya alam dan lingkungan ini. Langkah korektif penegakan hukum di KLHK dikembangkan dengan pendekatan, yaitu pertama, penegakan hukum aksi korektif dilakukan untuk mendorong perubahan perilaku guna membangun budaya kepatuhan untuk mewujudkan Keadilan Lingkungan dan Kewibawaan Negara; Kedua, lekuatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan karena dilakukan oleh Unit Kerja Spesialis yaitu Direktorat Jenderal Penegakan Hukum. Unit kerja spesialis ini lebih efektif karena dapat lebih fokus pelaksanaan kepada pencapaian misi unit kerja; Ketiga, Kekuatan lain ialah mandat penegakan hukum yang kuat yang diberikan kewenangannya oleh tujuh undang- undang (UU Kehutanan, UU Lingkungan, UU Konservasi, UU P3H, dan lain-lain); Keempat, instrumen penegakan hukum holistik, yaitu instrumen sanksi Administratif, penyelesaian sengketa dan penegakan hukum pidana.

Selama 4 tahun ini dilakukan operasi penegakan hukum sebanyak 704 kali masing-masing untuk perambahan hutan 254 kali, illegal logging 240 kali dan kejahatan wild life sebanyak 219 kali. Dari gambaran operasi ini diperkirakan hutan yang dapat diselamatkan seluas LK 8 juta hektare.

Apa pencapaian KLHK dalam program pengendalian perubahan iklim? Pengendalian perubahan iklim merupakan langkah penting dalam upaya menyeluruh untuk kita menyiapkan kondisi lingkungan hidup yang baik bagi masyarakat. Amanat ini juga dimandatkan pada UUD Pasal 28. Jadi program pengendalian perubahan iklim ini merupakan konsesi internasional yang relevan dengan kepentingan kita sendiri di Indonesia untuk menjaga lingkungan yag baik dan sehat bagi rakyat. Dalam hal ini atas dukungan DPR RI, telah terbit Undang- Undang No 16 tahun 2016 tentang Ratifi kasi Paris Agreement. Selain itu untuk melengkapi instrumen kerjanya, maka diterbitkan Peraturan Menteri LHK No 70 tahun 2017 tentang REDD, Peraturan Menteri LHK No 71/2017 tentang Sistem Registri Nasional (SRN), Peraturan Menteri LHK No. 72/2017 tentang MRV, Peraturan Menteri LHK No 73/2017 tentang IGRK, Peraturan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim di tahun 2016 tentang Adaptasi Perubahan Iklim, dan di tahun 2017 tentang Program Kampung Iklim.

Sebagai upaya menurunkan emisi GRK sebesar 29% atas usaha sendiri (Bussiness as usual/BAU) dan 41% dengan bantuan pihak luar, di tahun 2030, Indonesia melakukan berbagai upaya mitigasi, adaptasi, inventarisasi GRK, pengendalian karhutla, dan pengelolaan dukungan (sumber daya perubahan iklim, dalam bentuk pendanaan dan peningkatan kapasitas.

Sebagai bagian dari pemenuhan komitmen pengurangan emisi GRK Indonesia sebanyak 29% pada 2030. Bagaimanakah pengurangan emisi selama 4 tahun terakhir? Pada NDC Indonesia 2016, telah dilaporkan kontribusi penurunan emisi GRK sebesar 8,7% atau sebesar 250 Mton CO2e, sedangkan untuk tahun 2017, diperkirakan kontribusinya mencapai 24,4% (masih dalam proses validasi, dengan status input 80%).

Isu lain yang menarik masyarakat yaitu pencemaran dan kerusakan lingkungan serta sampah, Bagaimana perkembangan terkini terkait pencemaran dan kerusakan lingkungan oleh KLHK? KLHK melihat bahwa kualitas hidup manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Oleh karena itu, KLHK selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pengendalian faktor pencemar yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Pencemaran yang terjadi di sungai, laut dan udara merupakan konsentrasi KLHK dalam mengendalian kerusakan lingkungan melalui berbagai kebijakan yang melibatkan masyarakat. Upaya pelibatan masyarakat ini dilakukan untuk menyadarkan masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran lingkungan.

Beberapa langkah yang telah dilakukan oleh KLHK dalam mengendalian pencemaran lingkungan ialah. Pertama pencemaran sungai. Pengendalian pencemaran sungai dilakukan melalui kegiatan kali bersih di 15 DAS prioritas, di antaranya pengendalian pencemaran Sungai Citarum dan Ciliwung. Gerakan ini dilakukan tidak hanya melalui bersih-bersih sungai, tetapi juga dilakukan untuk mengendalikan kerusakan sungai yang disebabkan oleh adanya kerusakan di daerah hulu sungai. Kedua, pencemaran laut terutama dilakukan untuk mengendalikan sampah plastik yang banyak menumpuk di laut. Upaya pengendalian sampah termasuk sampah plastik ini di antaranya gerakan bersih-bersih laut yang telah dilakukan di Bali, Labuan Bajo dan beberapa pantai yang juga menjadi objek wisata. Selain itu, pada 31 Oktober-1 Nopember 2018, Pemerintah Indonesia cq Kementerian LHK akan menjadi tuan rumah The Fourth Intergovernmental Review on The Implementation of Global Programme of Action for the Protection of The Marine Environment from Land Based Activities di Denpasar Bali. Dari pertemuan ini akan dihasilkan rencana kerja bersama antara negara-negara dalam perlindungan lingkungan laut. Ketiga pencemaran udara.

Di perkotaan, KLHK juga menekankan kepada pengurangan polusi dari kendaraan bermotor dengan penetapan standar kendaraan ramah lingkungan serta memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat melalui kampanye eco-driving setiap tahun.

Apa saja upaya KLHK yang dilakukan dalam mengurangi sampah plastik? Bagaimana koordinasi KLHK dengan pihak lain dalam upaya tersebut? Komposisi sampah plastik nasional 2016 sebesar 16%. Meskipun tidak banyak, namun sampah plastik menimbulkan kerugian dari sisi ekonomi maupun kesehatan jika tidak dikelola dengan tepat, khususnya di perkotaan.

Transformasi kebijakan pengelolaan sampah diwujudkan dalam Peraturan Presiden Nomor 97/2017 tentang kebijakan dan strategi nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di mana target Indonesia Bersih 2025 dicapai melalui 30% pengurangan sampah dan 70% penanganan sampah. Paradigma Jakstranas ialah pengurangan sampah di sumbernya, menunjukan tekad yang kuat untuk pelibatan partisipasi masyarakat melalui perubahan perilaku dan budaya untuk menjadi gerakan masyarakat.

Indikator utama dalam 30% pengurangan sampah antara lain: penurunan waste generation per kapita, penurunan timbulan sampah di sumber dan penurunan jumlah sampah terbuang di lingkungan.

Bagaimana pencapaian KLHK dalam program konservasi sumber daya alam dan Ekosistem selama ini? Luas kawasan konservasi di Indonesia saat ini mencapai 27.108.486,54 ha yang terbagi dalam 521 unit kawasan konservasi. Sebaran kawasan konservasi di seluruh wilayah Indonesia. Belum seluruh kawasan konservasi tersebut dikelola secara intensif di tingkat tapak. Dari 521 unit kawasan tersebut, belum seluruhnya memiliki rencana pengelolaan. Dari segi keanekaragaman spesies, baik satwa liar maupun tumbuhan alam, bangsa Indonesia telah dianugerahi berbagai ragam kekayaan yang unik, endemik, serta langka. Hingga saat ini, tercatat sejumlah 47.910 spesies keanekaragaman hayati di Indonesia (LIPI, 2013).

Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisi ekosistemnya menjadi salah satu indikator kinerja kegiatan pada rencana strategis Ditjen KSDAE tahun 2015-2019, dengan target luasan sebesar 100.000 ha. Total capaian indikator kegiatan pemulihan ekosistem sampai dengan Agustus 2018 ialah 24.758,72 Ha atau sebesar 24,76% dari target. (S2-25)