Apa perbedaan antara pengertian cakap dan dewasa menurut hukum adat dengan menurut undang-undang yang Anda ketahui?

Author: Putri Ayu Trisnawati, S.H.

Kecakapan bertindak maupun kewenangan bertindak, keduanya berkaitan dengan peristiwa melakukan tindakan hukum. Tindakan hukum merupakan peristiwa sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat mengadakan hubungan dengan anggota masyarakat yang lain,. Karena tindakan hukum merupakan tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh manusia, maka perlu pengaturan tentang kecakapan dan kewenangan bertindak. Pasal 1329 BW mengatakan bahwa pada asasnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali undang-undang menentukan lain. Karena membuat perjanjian adalah tindakan yang paling umum dilakukan oleh anggota masyarakat maka dari ketentuan tersebut bahwa semua orang pada asasnya cakap untuk bertindak, kecuali undang-undang menentukan lain

Orang yang dimaksud dalam kecapakapan dalam bertindak sebagai subjek hukum, yaitu segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban sehingga memiliki kewenangan untuk bertindak. Berlakunya manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia.  Seorang bayi yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya, misalnya untuk menjadi ahli waris.  Apabila si anak meninggal sewaktu dilahirkan maka ia dianggap tidak pernah ada berdasarkan Pasal 2 KUH Perdata. Namun menurut hukum, setiap orang dianggap cakap bertindak sebagai subjek hukum, kecuali oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap  berdasarkan Pasal 1329 KUH Perdata.

Orang yang cakap adalah orang yang telah dewasa (telah berusia 21 tahun) dan berakal sehat, sedangkan orang yang tidak cakap adalah orang yang belum dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan, yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk atau pemboros. Kecakapan  seseorang  bertindak  di  dalam  hukum  atau  untuk  melakukan perbuatan  hukum  ditentukan dari telah  atau belum  seseorang  tersebut dikatakan dewasa menurut hukum. Kedewasaan seseorang merupakan tolak ukur dalam  menentukan  apakah  seseorang  tersebut  dapat  atau  belum  dapat  dikatakan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Kedewasaan seseorang menunjuk  pada  suatu  keadaan  sudah  atau  belum  dewasanya  seseorang  menurut hukum  untuk  dapat  bertindak  di  dalam  hukum  yang  ditentukan  dengan  batasan umur. Sehingga kedewasaan di dalam hukum menjadi syarat agar seseorang dapat dan boleh dinyatakan sebagai  cakap bertindak dalam melakukan segala perbuatan hukum.

Hukum perdata di Indonesia berlaku bermacam macam patokan umur dewasa bagi masing-masing golongan penduduk. Undang-undang menentukan tidak semua orang sebagai pendukung hukum (recht) adalah cakap (bekwaan) adalah kriteria umum yang di hubungkan dengan keaadaan diri seseorang, sedangkan berwenang (bevoegd) merupakan kriteria khusus yang di hubungkan dengan suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Seseorang yang cakap belum tentu berwenang tetapi yang  berwenang sudah pasti cakap.

Undang-undang menentukan bahwa untuk  dapat bertindak dalam hukum, seseorang harus telah cakap dan berwenang. Seseorang dapat di katakan telah cakap dan berwenang, harus memenuhi syarat-syarat yang di tentukan oleh Undang-undang yaitu telah dewasa, sehat pikiranya (tidak di bawah pengampuan) serta tidak bersuami bagi wanita.

Kecakapan  bertindak  merupakan  kewenangan  umum  untuk  melakukan tindakan  hukum.  Setelah  manusia  dinyatakan  mempunyai  kewenangan  hukum maka selanjutnya kepada mereka diberikan kewenangan untuk melaksanakan hak dan  kewajibannya  oleh  karenanya  diberikan  kecakapan  bertindak.  Terkait dengan  hak  terdapat  kewenangan  untuk  menerima,  sedangkan  terkait  dengan kewajiban  terdapat  kewenangan  untuk  bertindak  (disebut  juga  kewenangan bertindak). Kewenangan  hukum  dimiliki  oleh  semua  manusia  sebagai  subyek hukum, sedangkan kewenangan bertindak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya faktor usia, status (menikah atau belum), status sebagai ahli waris, dan lain-lain.

Menurut Pasal 330 KUH Perdata seseorang telah dewasa apabila telah berumur 21 tahun, dan telah kawin sebelum mencapai umur tersebut. Kecakapan berbuat dam kewenangan bertindak menurut hukum ini adalah di  benarkan dalam ketentuan Undang-undang itu sendiri, yaitu

1. Seseorang  anak yang belum dewasa (belum mencapai umur 21 tahun) dapat melakukan seluruh perbuatan hukum apabila telah berusia 20 tahun dan telah mendapat surat pernyataan dewasa (venia aetatis) yang di  berikan oleh presiden, setelah mendengar nasihat Mahkama Agung (Pasal 419 dan 420 KUH Perdata)

2. Anak yang berumur 18 tahun dapat melakukan perbuatan hukum tertentu setelah mendapat surat pernyataan dewasa dari pengadilan (Pasal 426 KUH Perdata)

3. Seseorang  yang berumur 18 tahun dapat membuat surat wasiat (Pasal 897 KUH Perdata)

4. Orang  laki-laki yang telah mencapai umur 15 tahun dan perempuan yang  telah berumur 15 tahun dalam melakukan perkawinan (Pasal 29 KUH Perdata)

5. Pengakuan anak dapat di lakukan  oleh orang  yang  telah berumur 19 tahun (Pasal 282 KUH Perdata)

6. Anak yang telah berumur 15 tahun dapat menjadi saksi (Pasal  1912) KUH Perdata)

7. Seseorang yang  telah di taruh di bawah pengampuan karena boros dapat :

  • Membuat surat wasiat (Paslal 446 KUH Perdata)
  • Melakukan perkawinan (Pasal 452 KUH Perdata)

8. Istri cakap bertindak dalam hukum dalam hal :

  • Dituntut dalam perkara pidana, menuntut perceraian perkawinan, pemisahan meja dan ranjang  serta menuntut pemisahan harta kekayaan (Pasal 111 KUH Perdata).
  • Membuat surat wasiat (Pasal 118 KUH Perdata)

Seseorang yang telah cakap menurut hukum mempunyai wewenang bertindak dalam hukum. Tetapi di samping itu Undang-undang menentukan beberapa perbuatan yang tidak berwenang di lakukan oleh orang  cakap tertentu, diantaranya :

  1. Tidak boleh mengadakan jual beli antara suami dan istri (Pasal 1467 KUH Perdata) disini suami adalah cakap,  tapi tidak berwenang menjual apa saja kepada istrinya.
  2. Larangan kepada pejabat umum (hakim, jaksa, panitera, advocat, juru sita, notaris) untuk menjadi pemilik karena penyerahan hak-hak, tuntutan-tuntutan yang  sedang dalam perkara (Pasal 1468 KUH Perdata).
  3. Apabila hakim terikat hubungan keluarga  sedarah atau semenda dengan ketua, seorang hakim anggota, jaksa, penasihat hukum, panitera, dalam suatu  perkara tertentu ia wajib mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara itu, begitu pula ketua, hakim anggota, jaksa panitera, terikat  hubungan keluarga dengan yang diadili ia wajib mengundurkan diri. (Pasal 28 UU. No.14/1970).

John Ganesha Siahaan / Opini

Bagaimana mendefinisikan cakap dewasa dapat dikaji dari perspektif hukum. Dalam hukum positif, seseorang karena umur dan keadaan tertentu dimana kepadanya dapat dikenakan pertanggungjawaban atas perbuatan hukum yang diadakannya maka ia sudah disebut sebagai orang dewasa dan cakap.

Sedangkan Hukum Adat tidak menitikberatkan pada persoalan umur, adat menempatkan criteria cakap sebagai kemampuan untuk melakukan hubungan hukum, sedangkan dewasa dimaknai sebagai kemampuan untuk hidup mandiri.

Berikut beberapa criteria cakap yang terdapat dalam hukum adat (AdatRecht)dari kajian-kajian para sarjana :

  1. Cakap : Kuat Gaweh (Soepomo)
  2. Cakap : Bisa mengurus harta benda dan keperluan dirinya sendiri; (Soepomo)
  3. Cakap : Bisa bergaul dengan masyarakat luas dan mempertanggung jawabkannya (Soepomo)
  4. Dewasa : Tidak menjadi tanggungan orang tua – bukan sekedar sudah kawin; Ter Haar
  5. Dewasa : Tidak hidup bersama orangtua lagi; Ter Haar
  6. Dewasa : Menempati rumah sendiri; Ter Haar

CAKAP DEWASA

Selanjutnya kriteria cakap dan dewasa yang ditemukan dalam hukum positif :

  1. Pasal 420, 421 KUHPerdata tentang pendewasaan secara penuh pada usia 20 tahun melalui keputusan penguasa
  2. Pasal 330 Ayat 1 KUHPerdata : belum dewasa usia 21 tahun dan belum kawin;
  3. UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 : Anak adalah dibawah 18 tahun dan belum kawin, tetapi jika anak laki berusia 19 dan menikah atau anak perempuan berusia 16 tahun dan menikah maka mereka disebut dewasa;
  4. Dalam KUHP pasal 45, orang dengan usia dibawah 16 Tahun melakukan tindak pidana tertentu maka ia dianggap belum dewasa dan harus dikembalikan kepada orantuanya;
  5. Dalam UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU Pengadilan memberikan cirri anak dengan usia tertentu dan persyarakat belum kawin;
  6. UU Pemilu, keidakcakapan untuk menjadi pemilih dalam suatu pemilu ditentukan berdasarkan usia dibawah 17 tahun dan belum kawin;
  7. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 Ayat 1 bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri adalah 21 tahun sepanjang anak tidak cacat fisik maupun mental atau belum kawin

DOWNLOAD Kompilasi-Hukum-Islam-INPRESDownload