Apa fungsi kajian ontologi dalam penelitian ilmiah

Desember 2014

Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu:

Kajian Tindak Plagiat dari Segi Ontologi, Epistemologi & Aksiologinya

Dunia akademik tidak bisa dipisahkan dari kegiatan menulis. Mulai dari tingkat sekolah hingga perguruan tinggi, para pelajar akan menerima tugas-tugas menulis dalam berbagai bentuk, bisa formal maupun informal. Dalam bentuk formal misalnya karya tulis, laporan penelitian, skripsi, tesis dan sebagainya. Sedangkan dalam bentuk informal misalnya berupa cerita pendek, cerita bersambung, atau tulisan populer lainnya.

Tulisan-tulisan tersebut seringkali dipublikasikan atau dijadikan konsumsi umum. Dalam skop kecil, hasil tulisan tersebut dipampangkan di kelas atau mading sekolah sehingga bisa dibaca semua warga sekolah. Dalam skop yang lebih besar, tulisan-tulisan tersebut akan didokumentasikan di perpustakaan besar atau dipublikasikan di media cetak lokal maupun nasional. Hal ini tentu saja memiliki sisi positif dan negatifnya. Di segi positif, semua pembaca bisa memperoleh ilmu maupun manfaat dari tulisan tersebut. Penulisnya pun bisa memperoleh honor dari penerbitan tulisannya. Di lain sisi, tulisan-tulisan tersebut bisa menjadi bumerang. Tulisan-tulisan yang bagus dan unik seringkali menjadi objek ‘pencurian’ oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Hal ini tentu saja merugikan penulisnya.

Tindakan pencurian tulisan ini lazim disebut sebagai tindakan plagiarisme. Dalam plagiarisme, si plagiator mengambil tanpa izin baik sebahagian atau keseluruhan tulisan korban dan mengakuinya sebagai hasil atau gagasannya sendiri. Tindakan tidak terpuji ini sudah seharusnya dihindari dan dinilai tidak patut dilakukan apalagi oleh praktisi akademis yang seharusnya menghasilkan karya-karya original yang dapat berkontribusi positif bagi dunia pendidikan.

LANDASAN TEORI

Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta onta berarti ‘yang berada’, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Susanto (2014:90) berpendapat bahwa ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada. Ontologi berusaha menjawab ‘apa’ dari esensi benda.

Endraswara (2012:99) menyatakan bahwa ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba mencermati hakikat keilmuan. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh suatu perwujudan tertentu. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.

Epistemologi merupakan gabungan dua kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan tentang teori ilmu pengetahuan. Epistemologi berusaha menjawab bagaimana sesuatu itu menjadi ada. (Endraswara, 2012:118).

Semiawan (2005:157) dalam Susanto (2014:102) menyatakan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis sekitar teori pengetahuan. Harold Titus (1984:187) dalam Susanto (2014:103) menjelaskan tiga persoalan pokok dalam bidang epistemologi, yaitu:

  1. Apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah datangnya pengetahuan yang benar itu? Bagaimana cara mengetahuinya?
  2. Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa ada dunia yang benar-benar di luar pengetahuan kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya?
  3. Apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dari yang salah?

Jadi epistemologi adalah filsafat ilmu yang meneropong bagaimana kebenaran itu diperoleh. Melalui epistemologi manusia akan memahami bagaimana ilmu pengetahuan itu ada secara ilmiah.

Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti nilai dan logos yang berarti ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dimilikin manusia sebagai dasar mempertimbangkan sesuatu. (Susanto, 2014:116).

Suriasumantri (1985:234) dalam Endraswara (2012:146) menyatakan bahwa aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan yang dimiliki manusia diharapkan mempunyai manfaat bagi manusia itu sendiri.

Menurut Susanto (2014: 117) aksiologi memberikan jawaban atas pertanyaan berikut:

  1. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan?
  2. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
  3. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
  4. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau professional?

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aksiologi adalah ilmu yang membicarakan aspek kegunaan ilmu pengetahuan.

  1. KAJIAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI TINDAKAN PLAGIARISME

Pengertian Plagiarisme

Ontologi mengkaji tentang hakikat dari sesuatu. Hakikat plagiarisme itu sendiri dapat dipahami dari pengertiannya. Berikut adalah pengertian plagiarisme menurut beberapa sumber.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 dikatakan bahwa: “Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai”

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) disebutkan: “Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat) sendiri”. Sedangkan menurut kamus lain yaitu Oxford American Dictionary dalam Clabaugh (2001) plagiarisme adalah: “to take and use another person’s ideas or writing or inventions as one’s own. Berdasarkan Kamus Longman Dictionary of English Languange and Culture, plagiasi didefinisikan sebagai pengambilan gagasan karya orang lain kemudian menggunakan gagasan tersebut dalam karyanya sendiri tanpa memberi penghargaan terhadap penulis aslinya.

Menurut Reitz dalam Online Dictionary for Library and Information Science plagiarisme adalah : “Copying or closely imitating take work of another writer, composer etc. without permission and with the intention of passing the result of as original work.

Soendjoto (2013) menyatakan bahwa plagiarisme adalah tindakan menjiplak dan mengakui hasil karya orang lain dan kemudian mengakui karya tersebut sebagai miliknya. Orang yang melakukan plagiarisme disebut plagiaris/plagiator. Oleh karena itu, plagiarisme adalah pencurian atau pembajakan dan plagiaris adalah pencuri atau pembajak.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa plagiarisme adalah suatu tindakan baik sengaja maupun tidak sengaja mengambil sebagian atau keseluruhan hasil karya atau tulisan orang lain untuk kemudian dianggap sebagai hasil karyanya tanpa seizin penulis aslinya.

Cakupan Plagiarisme

Berdasarkan beberapa definisi plagiarisme di atas, dapat disimpulkan cakupan plagiarisme sebagai berikut:

  1. Mengakui hasil karangan orang lain sebagai karangan sendiri.
  2. Mengakui ide atau gagasan orang lain sebagai ide atau gagasan sendiri.
  3. Mengutip kata-kata/kalimat orang lain atau mengubah kalimat orang lain ke dalam kalimat sendiri (parafrase) tanpa menyebutkan identitas sumbernya.

Tipe Plagiarisme
Menurut Soelistyo (2011) ada beberapa tipe plagiarisme:

  1. Plagiarisme Kata demi Kata (Word for word Plagiarism). Penulis menggunakan kata-kata penulis lain dengan persis tanpa menyebutkan sumbernya.
  2. Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source). Penulis menggunakan gagasan orang lain tanpa memberikan pengakuan yang cukup (tanpa menyebutkan sumbernya secara jelas).
  3. Plagiarisme Kepengarangan (Plagiarism of Authorship). Penulis mengakui sebagai pengarang karya tulis karya orang lain.
  4. Self Plagiarism. Termasuk dalam tipe ini adalah penulis mempublikasikan satu artikel atau hasil penelitian miliknya pada lebih dari satu redaksi publikasi atau jurnal. Penulis tersebut mendaur ulang karya tulis/karya ilmiahnya sendiri agar dapat diterbitkan di jurnal yang berbeda, padahal esensinya sama. Self plagiarism dibolehkan apabila ciptaan karya baru yang dihasilkan memiliki perubahan yang berarti. Artinya karya yang lama merupakan sumber terciptanya karya baru yang lebih besar dan memberikan manfaat baru.

Epistemologi mengkaji sumber dari sebuah ilmu atau sesuatu. Epistemologi plagiarisme berarti mengkaji apa sumber dari terciptanya perilaku plagiat yang sudah menjadi fenomena biasa di kalangan akademisi.

Mahasiswa dengan mudah mengcopy-paste artikel atau buku dari internet untuk dimasukkan ke dalam tulisannya sendiri. Hal ini lumrah terjadi. Tak hanya di kalangan mahasiswa, di kalangan dosenpun hal ini beberapa kali menjadi temuan yang mengakibatkan gelar mereka dicabut.

Melakukan plagiarisme tentunya bukan tanpa alasan. Ada faktor-faktor yang memicu si pelaku untuk melakukan penjiplakan daripada menghasilkan karya originalnya sendiri. Adapun penyebab dari tindakan plagiarisme tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Kekurangan ide dan malas berpikir

Sebuah tulisan merupakan ide-ide yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan sehingga bisa dibaca oleh orang lain. Dengan kata lain, tulisan tersebut menjadi media pentransferan ide dari penulis kepada pembaca. Namun terkadang ketika dihadapkan pada tugas-tugas menulis, orang-orang seringkali tidak mampu menghasilkan ide-ide yang baru. Lebih parah lagi, mereka malas hanya untuk berpikir. Di lain pihak, tugas tetap harus diselesaikan. Inilah yang menjadi pemicu dilakukannya penjiplakan terhadap hasil karya orang lain. Cara ini dianggap paling cepat dan pra ktis untuk menyelesaikan masalah tanpa mempertimbangkan resikonya. Padahal sanksi mengenai plagiat sudah diatur dalam Undang-undang.

Seringkali mahasiswa ditugaskan untuk membuat sebuah tulisan dalam waktu yang singkat atau waktu yang diberikan cukup panjang namun mahasiswa tersebut tidak punya waktu untuk mengerjakannya. Kasus-kasus yang cukup sering ditemui pada mahasiswa S2 dan S3 yang rata-rata sudah bekerja dan memiliki anak. Keterbatasan waktu menyebabkan mereka untuk mencari jalan pintas dengan menyalin artikel-artikel yang bertebaran di internet dengan sedikit ‘polesan’ sehingga menyerupai hasil karya sendiri.

  1. Tidak percaya diri dengan hasil karya sendiri.

Di lain sisi, ada orang-orang yang sebenarnya mampu menghasilkan karya-karya baru namun tidak cukup percaya diri untuk menampilkan hasil karyanya di depan umum. Sehingga sungguh disayangkan, mereka lebih memilih untuk menjiplak hasil karya orang lain yang dianggap lebih bagus dan lebih pantas.

  1. Kurang pengetahuan mengenai cara mengutip sumber.

Menggunakan ide orang lain atau ahli yang sesuai tentunya tidak dilarang. Namun caranya harus benar, bisa dengan mengutip atau mem-paraphrase, tidak lupa mencantumkan sumbernya di daftar pustaka.

Kurangnya minat baca juga merupakan salah satu faktor penyebab seseorang melakukan plagiat, karena ini berhubungan dengan berapa banyak ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Menulis merupakan sebuah proses pentransferan ilmu dan gagasan. Seseorang yang kurang memiliki minat baca tentunya tidak mempunyai cukup ide atau gagasan baru yang bisa dikembangkan dalam bentuk tulisan.

Aksiologi berkenaan dengan manfaat atau nilai-nilai moral yang terkandung dalam suatu ilmu. Walaupun kita tidak bisa melihat plagiarisme sebagai sebuah ilmu murni, namun kita bisa mengganggapnya sebagai sebuah pengetahuan karena di dalamnya terkandung hal-hal yang diperoleh melalui pengalaman manusia. Pengetahuan ini bisa kita lihat manfaat/tujuan dan nilainya berdasarkan kaidah moral.

Tujuan dilakukannya plagiarisme yang dilakukan secara sengaja dalam keadaan terdesak adalah untuk pemenuhan tuntutan tugas baik di lingkungan sekolah, kampus, maupun pekerjaan. Disebabkan oleh kekurangan waktu atau ide tadi maka si penulis memutuskan melakukan plagiarisme sebagai cara paling praktis untuk menyelesaikan tulisan dengan lebih cepat dan ringan. Di lain pihak, plagiarisme yang sebenarnya dapat dihindari namun masih ingin dilakukan disinyalir merupakan suatu cara untuk meninggikan gengsi si penulis di mata orang lain. Dengan mencaplok tulisan yang lebih bagus, maka si plagiat berharap orang lain yang membaca tulisannya akan beranggapan bahwa ia telah berhasil menghasilkan tulisan yang bagus dan berbobot.

  1. Kaitannya dengan kaidah moral

Ditilik dari segi moral atau etika, plagiat tentunya jelas merupakan tindakan yang tercela. Plagiator dapat disamakan dengan pencuri, walaupun yang dicuri bukanlah barang yang nyata namun abstrak karena merupakan ide, gagasan, atau hasil pemikiran. Dilihat dari sisi manapun, tidak ada pembenaran untuk tindakan ini.

KESIMPULAN

Setelah dikaji secara ontologi, epistemologi, dan aksiologinya, maka dapat disimpulkan bahwa plagiarisme merupakan suatu tindakan yang tidak ada nilai positifnya sama sekali. Si pelaku tidak hanya membohongi orang lain namun juga dirinya sendiri. Tindakan ini merugikan banyak orang terutama penulis asli karena telah dicuri gagasan atau idenya. Plagiarisme melanggar norma hukum, agama, dan kesusilaan.

SARAN

            Sebagai civitas akademika, seyogyanya kita perlu menghindari plagiarisme. Cara-cara yang bisa kita lakukan misalnya dengan:

  1. Lebih menumbuhkan minat baca sehingga kita memiliki ‘kumpulan gagasan’ yang bisa dituangkan ke dalam tulisan.
  2. Menanamkan ke dalam diri bahwa plagiarisme sama dengan mencuri yang merupakan perbuatan tercela dan dari segi agama adalah dosa.
  3. Mempelajari dan berusaha lebih memahami proses pengutipan dan parafrase yang benar dan selalu tidak lupa mencantumkan sumber di akhir tulisan.

REFERENSI

Endraswara, S. 2012. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: CAPS

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi

Soelistyo, H. 2011. Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Soendjoto, M.A. 2013. Plagiarism, Kesalahan Berbahasa Tulis, dan Pencegahannya. Dirjen Dikti.

Susanto, A. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)

Oxford American Dictionary dalam Clabaugh (2001)

Kamus Longman Dictionary of English Languange and Culture

Reitz dalam Online Dictionary for Library and Information Science (http://www.abc-clio.com/ODLIS/odlis_p.aspx)