10 lelucon rasis paling lucu 2022

Create

Upload Video

My VideosData AnalysisManage Interactions

  • Home
  • Anime
  • Trending
  • Category
  • LIVE

Log in to view your "Followed" content.

About usContact usGet AppTerms of ServicePrivacy PolicyInfringement Complaint© 2022 Bilibili

1 View27/10/2021

bili_1661235786

0 Follower · 195 Videos

  • All
  • Anime

3:09

Joyride Para sa Mga malalaking kesonde bola

VideongViral

864 Views

0:35

Begini Kalau Polisinya Damai

K Games

44 Views

0:16

Anak Jepang Usil

K Games

172 Views

2:37

SUS BA ANG ANIME NA TO???

SempayAnime

2.2K Views

4:14

DjDanz Remix - Dayang Dayang ( BOMB MASA REMIX ) ( Budots Remix ) Tiktok Viral Remix

DjDanz Remix Official

10.3K Views

4:00

DjDanz Remix - Sabak Daddy ( BOMB MASA REMIX ) ( Budots Remix ) Tiktok Viral Remix

DjDanz Remix Official

3.1K Views

3:54

YUMMY HOTDOG MY TOMMY ( DISCOBUDOTS REMIX ) | DJDANZ REMIX |

DjDanz Remix Official

3.0K Views

3:10

JUMBO HOTDOG (Tiktok Dance Challenge) l Zumba Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

3.6K Views

0:14

Grabe ang Cute nila at sexy pa

Hiro's_tv

164 Views

3:03

Puro tanduay l Tiktok Remix Viral l Budots l Zumba Dance Fitness l BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

2.8K Views

3:54

LASON MONG HALIK | OPM Tiktok Remix |Zumba Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

2.5K Views

5:07

TIKTOK REMIX | SOLO BOMB REMIX | DJ ADRIE YAN

Dj Adrie yan Official

183 Views

3:36

BAKIT PAPA ( CHRISTMAS MEDLEY ) Dj YuanBryan ReMix | TikTok Viral l Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

1.5K Views

2:47

ANG KWENTO NI MIYA | MOON GOD NA NAGKATAWANG TAO🔥 MLBB STORY

Chezd

183 Views

2:42

ALPHA KOKAK l Tiktok Viral Budots Remix l Zumba Dance Fitness l BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

1.6K Views

0:08

"Now look at this"

Animasi_Nostalgia

141 Views

1:53

HALLOWEEN Book Recommendations! #viral #trendings #popularbooks #novel

MizukiRose

12 Views

0:09

Salah Tarik Moment💀

Zeve_Zv

56 Views

1:46:31

Your Name. (2016) Tagalog Dubbed

Nhardz.GG

130 Views

1:33

LIBRO. mp4😂😂 UTO² HAHAHA

LokongPINOY

180 Views

3:22

KAGOME ( BUDOTS Remix) | Dj KRZ l TIKTOK Zumba Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

2.4K Views

4:54

NOSI BALASI ( SAMPAGUITA ) TECHNO BOMB MASA REMIX [ DJDANZ REMIX ]

DjDanz Remix Official

608 Views

4:05

BOOM SHAKALAKA (TIKTOK VIRAL) DJ RR REMIX | Zumba Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

5.3K Views

2:21

ANIME NA PUNO NG LABAN! - PART 2

SempayAnime

474 Views

0:15

Shhhh🥶 Pov: This Grandpa.

Uchiha_ßeluga

132 Views

2:37

ANG AKING TOP 3 BADASS VILLAINS SA ANIME!

SempayAnime

135 Views

4:26

AMELIA | Tiktok Dance Challenge | Jonel Sagayno Remix | Zumba Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

2.8K Views

0:14

Ano Title po ng Music?

kitagawamarin02

149 Views

4:37

BOBELENA (TIKTOK REMIX) Zumba Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

2.1K Views

4:54

Paloma Faith - Only Love Can Hurt Like This (Lyric Video)

bili_1340054982

91 Views

5:44

WHAT'S UP I DjDanz Remix l 90'S Zumba Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

1.3K Views

4:07

MAHAL ANG GASOLINA (TikTok Budots Remix) | Dj Rowel | Zumba Dance Fitness | BMD CREW

Amazing Carlo - BMD Crew

1.6K Views

4:36

KAGOME ( BREAKLATIN REMIX ) | LO KI | DJDANZ REMIX | TIKTOK VIRAL REMIX

DjDanz Remix Official

227 Views

1:30

mukbang

Siquijorian

49 Views

0:43

#cttotiktok

Yamete_Oniii_Chan

24 Views

0:11

kucing handal spong

SiAnakKonda

704 Views

0:11

Supra wibu

wibusensei

11.1K Views

0:46

Bro Has a Point!🤔

Uchiha_ßeluga

1.2K Views

3:27

Dax - Dear Alcohol (Filipino Verse) "Dear Alak"

Filipino Music

614 Views

Home>LUCU...!!! soksokan mau ke ??? tapi tidak tau bahasa ??? |Awalnya sekedar lelucon tapi diangap rasis>

Comments

10 lelucon rasis paling lucu 2022

Send

There is nothing here

  • Daftar Jurnal
  • Naskah Penulis HHS
  • PMC4659767

Penyelam Budaya Etnis Minor Psychol. Naskah penulis; Tersedia di PMC 2016 14 Januari. Author manuscript; available in PMC 2016 Jan 14.

Diterbitkan dalam bentuk final yang diedit sebagai:

PMCID: PMC4659767PMC4659767

NIHMSID: NIHMS704612NIHMS704612

Abstrak

Tujuan

Efek diskriminasi berbasis peer sangat berbahaya bagi remaja mengingat peran yang meningkat dari umpan balik sosial selama periode ini. Penelitian saat ini bertujuan untuk memahami ekspresi unik diskriminasi yang dialami remaja antara teman -teman dekat dan teman, serta pengaruh sehari -hari dari pengalaman tersebut.

metode

Studi 1 termasuk wawancara semi -terstruktur (10 wawancara, 2 kelompok fokus; MAGE = 17,3) dengan sampel etnis/rasial beragam remaja. Studi 2 (n = 79; mage = 15,72) menggunakan studi buku harian 21 hari harian dengan sampel yang berbeda dari remaja etnis/rasial beragam.

Hasil

Studi 1 menemukan bahwa, di antara teman -teman dekat dan teman -teman, remaja mengalami “godaan etnis/rasial,” suatu bentuk diskriminasi yang unik yang ditandai oleh humor. Selain itu, remaja secara konsisten menganggap pesan negatif sebagai tidak berbahaya berdasarkan sifat interaksi yang seharusnya lucu. Studi 2 menemukan bahwa ketika remaja ditargetkan untuk menggoda etnis/rasial, individu yang sudah cemas mengalami peningkatan kecemasan harian, dan peningkatan kecemasan sosial bertahan selama beberapa hari.

Kesimpulan

Studi saat ini menunjukkan bahwa di antara teman sebaya, menggoda etnis/rasial adalah cara umum bahwa remaja berinteraksi di sekitar etnis/ras. Selanjutnya, penelitian ini menunjukkan kompleksitas pengalaman ini; Meskipun mereka sebagian besar dianggap normatif dan tidak berbahaya, mereka juga memiliki efek psikologis negatif untuk beberapa remaja. Implikasi untuk pemahaman konseptual kami tentang diskriminasi dan menggoda selama masa remaja dibahas.

Kata kunci: remaja, diskriminasi, godaan etnis/rasial, persahabatanadolescence, discrimination, ethnic/racial teasing, friendship

Meskipun dapat terjadi dengan cara yang bernuansa dan halus, diskriminasi meresapi kehidupan etnis/ras minoritas di Amerika Serikat (Garcia Coll et al., 1996; Pascoe & Smart Richman, 2009; Sue, 2009; Sue, Capodilupo, Nadal, & Torino, 2008). Bagi remaja, pengalaman buruk seperti itu mungkin merupakan beban yang sangat berat untuk ditanggung, karena menavigasi lanskap sosial mereka sudah bisa menjadi tantangan (Spencer, 1995). Secara khusus, pengaruh sosial teman sebaya menjadi semakin tinggi selama masa remaja (Erikson, 1968). Namun, ada sedikit pengetahuan tentang cara -cara remaja mengalami diskriminasi etnis/rasial di antara rekan -rekan dekat (mis., Teman sebaya dengan siapa seseorang memiliki hubungan yang ada) dan teman -teman. Oleh karena itu, dalam dua sampel independen dari beragam remaja, penelitian ini meneliti apakah pengalaman diskriminasi etnis/rasial terjadi antara teman sebaya dan teman. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mempertimbangkan bagaimana pengalaman seperti itu mungkin berbeda dari konseptualisasi tradisional diskriminasi, dan hasil psikologis yang terkait dengan pengalaman ini.

Pengalaman Subyektif Diskriminasi: Kerangka Teoritis

Diskriminasi etnis/rasial adalah stresor yang meresap yang meningkatkan risiko untuk hasil perkembangan maladaptif (Spencer, 1995). Meskipun diskriminasi dilakukan oleh individu, institusi, dan kebijakan, penelitian ini berfokus pada bentuk diskriminasi interpersonal. Varian fenomenologis dari teori sistem ekologis (PVEST; Spencer, 1995) mengartikulasikan pentingnya pemrosesan pengalaman individu mereka, khususnya pengalaman diskriminasi (Spencer, Dupree, & Hartmann, 1997). Spencer dan rekannya berpendapat bahwa "proses perseptual diri subyektif meningkat dalam kompleksitas karena karakter dan konten lingkungan berisiko tinggi yang terkait dengan etnis dan visibilitas untuk minoritas Amerika" (1997; hal. 818). Artinya, untuk etnis/ras minoritas, interpretasi dan mengatasi pengalaman yang merugikan seperti diskriminasi sangat rumit. Konsisten dengan PVEST, kami memeriksa pengalaman subyektif diskriminasi di dua studi menggunakan desain MethedMethods yang muncul (Creswell & Plano Clark, 2007). Studi 1 meneliti pengalaman diskriminasi secara kualitatif, karena mengumpulkan pengalaman -pengalaman ini dalam kata -kata remaja sendiri memungkinkan kita untuk menangkap pengalaman subyektif mereka. Menggunakan sampel independen, Studi 2 secara kuantitatif mengeksplorasi pengalaman diskriminasi yang dilaporkan peserta dalam Studi 1, dengan mempertimbangkan perbedaan individu dalam kecemasan yang kemungkinan akan mempengaruhi pengalaman subyektif mereka. Bersama -sama, kedua studi tersebut memberikan pendekatan pelengkap untuk memahami pengalaman subyektif dari diskriminasi etnis/rasial antara teman sebaya dan teman, dan pengaruh pengalaman tersebut setiap hari.

Ethnic/Racial Discrimination: Considering the Source

Empirical evidence has documented the negative effects of discrimination across a broad range of outcomes, including increased anxiety (e.g., Gaylord-Harden & Cunningham, 2009) and depressive symptoms (e.g., English, Lambert, & Ialongo, 2014; Seaton & Douglass, 2014), decreased self-esteem (e.g., Armenta & Hunt, 2009), and lower academic outcomes (e.g., Chavous, Rivas-Drake, Smalls, Griffin, & Cogburn, 2008). Amid evidence of these negative effects, attention in the literature has considered the source of discrimination for adolescents, with particular attention paid to discrimination from peers versus adults (Fisher, Wallace, & Fenton, 2000). The effects of peer discrimination may be particularly pernicious during adolescence given developmental tendencies to place increased emphasis on peer feedback and acceptance (Erikson, 1968; Savin-Williams & Berndt, 1990). Indeed, research finds that adolescents internalize negative messages about their ethnicity/race from peers differently than from adults. For example, Rivas-Drake, Hughes, and Way (2009) found that among a diverse group of adolescents, discrimination from peers, but not from adults, was associated with personal views about their ethnic group (i.e., private regard). Similarly, Greene and colleagues (2006) found that peer discrimination had greater mental health implications than did adult discrimination among Black, Latino, and Asian American adolescents. Other research has suggested that the influence of peer- versus adult-based discrimination may be domain-specific; among Black, Latino, and Asian American adolescents, peer discrimination was associated with psychological maladjustment, whereas discrimination from school personnel was associated with poor academic performance (Benner & Graham, 2013). In sum, it appears that peers can constitute a unique and meaningful source of discrimination for adolescents.

Although close relationships such as friendships do not seem like the most obvious context for discrimination, perspectives from social cognition suggest that they may, in fact, be prime settings for adolescents to explore intergroup dynamics. Adolescents often rely on stereotypes and generalizations of others to lessen their cognitive load (Selman, 1980) as they are concurrently struggling to figure out their own identity and how it is related to those around them (Quintana, 1998). Adolescents’ attempts to navigate their own emerging identities and those of others take place largely within relationships (Phinney & Tarver, 1988; Swann, 1987), and thus may result in experiences of discrimination between close peers and friends, particularly in diverse settings where ethnic/racial identities are highly salient (Umaña-Taylor & Fine, 2004).

Research on power dynamics (e.g., Rosenbloom & Way, 2004) and intimacy (e.g., Shelton, Trail, West, & Bergsieker, 2010) suggest that if discrimination occurs within existing relationships, the nature of such experiences may be unique. Discrimination paradigms are typically framed within a power imbalance, in which dominant group members direct differential treatment toward subordinate group members (Williams, Neighbors, & Jackson, 2003). Indeed, research on peer discrimination supports the notion that individuals from ethnic/racial groups with greater social capital are more likely to direct discrimination toward members of less valued groups (Fisher et al., 2000; Greene et al., 2006; Rosenbloom & Way, 2004). However, power dynamics become more ambiguous in the presence of existing relationships and friendships (De Goede, Branje, & Meeus, 2009; Hodges, Boivin, Vitaro, & Bukowski, 1999) and such relationships are likely transactional in nature (Newcomb & Bagwell, 1995). Additionally, close peers and friendships lend a degree of intimacy to interpersonal interactions that may not be present among general peers (Reis & Shaver, 1988), and existing frameworks of discrimination are largely incompatible with the notion of intimacy. Based on these fundamental differences, it is likely that discrimination in existing relationships would be qualitatively different from discrimination between general peers.

One way that discriminatory experiences may manifest among close peers and friends is through teasing. Teasing is a typical social interaction for adolescents (Sanford & Eder, 1984) in which an “[i]ntentional provocation [is] accompanied by playful markers that together comment on something of relevance to the target” (Keltner, Capps, Kring, Young, & Heerey, 2001, p. 229). A basic premise of teasing behaviors is that they only occur in relationships that have achieved a minimum level of intimacy (Baxter, 1992), and research indicates that individuals hold lay theories in which teasing is understood as an act of solidarity between two people (Tragesser & Lippman, 2005). Indeed, teasing is a common and socially acceptable form of interaction within social relationships, and research on teasing suggests that individuals are more likely to direct negative messages through teasing comments to their friends than their nonfriend peers (Keltner, Young, Heerey, Oemig, & Monarch, 1998). Despite the fact that teasing typically takes place between close peers and friends, research has documented its negative psychological impacts (Faith, Storch, Roberti, & Ledley, 2008; McCabe, Miller, Laugesen, Antony, & Young, 2010; Storch et al., 2003). For example, research on weight-based teasing demonstrates that for obese children, the frequency of weight-based teasing from peers negatively impacts mental health, including increased loneliness and incidence of bulimia (Hayden-Wade et al., 2005). Taken together, this research suggests that teasing may be one way in which adolescents interact with their close peers and friends about ethnicity/race, and that such experiences may have harmful individual effects that are consistent with general discriminatory experiences. However, research has not examined teasing experiences around ethnicity/race specifically.

Sifat peran yang dinamis

Hubungan sebaya, diskriminasi interpersonal, dan menggoda sering dipertimbangkan dalam konteks angka dua. Misalnya, pengalaman diskriminasi dan menggoda bergantung pada kehadiran setidaknya dua orang: korban (yaitu, orang yang menjadi sasaran), dan pelaku (mis., Orang yang menargetkan seseorang). Penelitian yang ada, seperti yang ditinjau di atas, telah secara luas mendokumentasikan efek samping diskriminasi dan menggoda untuk korban (mis., Pascoe & Smart Richman, 2009; Keltner et al., 2001). Badan penelitian yang terpisah tetapi komplementer secara konseptual telah memeriksa diskriminasi dan menggoda dari perspektif pelaku (lihat Kowalski, 2001; Quillian, 2006;). Penelitian tentang viktimisasi sebaya, yang pernah mencerminkan perbedaan yang sama dalam pemahaman para korban dan pelaku, sejak itu menunjukkan manfaat dari mempertimbangkan bagaimana satu individu dapat memainkan kedua peran pada titik waktu yang berbeda (Schwartz, Dodge, Pettit, & Bates, 1997; Unnever, 2005). Sebagai contoh, satu studi menemukan bahwa 21% instance intimidasi termasuk individu yang melaporkan menjadi target dan pelaku sering (Nansel et al., 2001). Menyadari peran dinamis yang dimainkan remaja dalam hubungan dekat dan interaksi yang terjadi dalam hubungan ini, penelitian ini menanyakan tentang pengalaman korban dan pelaku diskriminasi etnis/rasial.

Selain mengambil peran sebagai pelaku atau korban, remaja dapat terlibat di luar angka dua, dalam bentuk pengalaman perwakilan, dengan memberikan saksi diskriminasi (Harrell, 2000). Rasisme perwakilan telah dianggap sebagai sumber stres potensial bagi anak -anak (mis., Menyaksikan orangtua menjadi korban rasial; Quintana & McKown, 2008), dan pengalaman menggoda perwakilan telah dikonseptualisasikan sebagai mekanisme dimana remaja datang untuk memahami dan menginternalisasi norma -norma sebaya sebaya (Jones & Crawford, 2006). Memang, teori pembelajaran sosial menunjukkan bahwa remaja akan dipengaruhi oleh diskriminasi etnis/rasial yang mereka saksikan dalam jaringan sebaya mereka bahkan jika mereka bukan pelaku atau korban (Bandura, 1986). Dalam Studi 1, kami mempertimbangkan banyak cara dinamis bahwa seorang remaja dapat terlibat dalam pengalaman diskriminasi dalam jaringan rekan mereka. Dalam Studi 2, kami mempertimbangkan bagaimana berbagai peran ini mengubah makna pengalaman tersebut. Bersama -sama, pendekatan ini memungkinkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang pengalaman remaja.

Studi 1

Tujuan

Studi 1 menggunakan pendekatan kualitatif untuk memeriksa pengalaman diskriminasi antara teman dekat dan teman untuk remaja yang tinggal di daerah perkotaan yang beragam dan menghadiri sekolah menengah yang beragam, di mana peluang untuk persahabatan antarkelompok akan tinggi. Tujuan penelitian pertama adalah untuk memeriksa apakah pengalaman diskriminasi terjadi antara teman -teman dekat dan teman, dan jika demikian seperti apa pengalaman ini. Kami berhipotesis bahwa remaja akan melaporkan diskriminasi antara teman dekat dan teman, tetapi bahwa sifat dari pengalaman seperti itu akan berbeda dari bagaimana diskriminasi tradisional diwakili dalam penelitian yang ada. Lebih lanjut, kami berhipotesis bahwa menggoda mungkin menjadi salah satu jalan potensial yang dengannya rekan dan teman dekat berinteraksi di sekitar etnis/ras. Tujuan penelitian kedua adalah untuk mengeksplorasi berbagai peran dalam diskriminasi, menanyakan remaja tentang korban, pelaku, dan pengalaman mendiskriminasi untuk menangkap sifat dinamis dari interaksi tersebut (mis., Peran ganda yang mungkin dimainkan seseorang) dalam hubungan ini. Kami berhipotesis bahwa remaja akan dapat mengidentifikasi pengalaman di mana mereka telah menjadi korban dan pelaku diskriminasi, serta contoh di mana mereka mengalami diskriminasi secara perwakilan sebagai pihak ketiga.

metode

Peserta

Peserta adalah 23 remaja di dua sekolah menengah umum di New York City (Mage = 17,3, Sdage = 0,46, 62% perempuan). Peserta diminta untuk mengidentifikasi diri etnis/ras mereka dengan menanggapi pertanyaan "Ras atau etnis apa yang Anda lihat sendiri?" Respons beragam, dan banyak yang mewakili banyak latar belakang etnis/rasial (lihat Tabel 1).Table 1).

Tabel 1

Identifikasi diri etnis/rasial peserta dalam Studi 1 menurut sekolah dan jenis wawancara

Wawancara

Sekolah aSekolah b
Hitam InggrisAmerika Afrika
Asli Amerika dan HitamAmerika Afrika
Asli Amerika dan HitamAfrika Amerika dan Hitam
Dominika, Haiti, dan penduduk asli AmerikaPuerto Rico dan Irlandia
Hispanik dan putihHitam dan Hispanik (Nigeria dan Panama) a
Grup fokus

LatinoHispanik (Dominika)
Hispanik (Peru)Hispanik
Hispanik dan DominikaCina
Hispanik dan EkuadorPutih
Puerto Rico dan SisiliaOrang yunani
Kolombia dan EkuadorRusia
Perancis

Prosedur

Peserta direkrut untuk studi saat ini dari dua dari lima sekolah yang terlibat dalam Studi Pengalaman Pemuda (YA), sebuah studi longitudinal tentang perkembangan remaja. Sekolah yang termasuk dalam studi YA yang lebih besar memiliki ukuran yang sebanding dan semuanya diperingkat sebagai sekolah berkinerja terbaik oleh Departemen Pendidikan Kota New York (DOE). Sekolah dipilih untuk dimasukkan berdasarkan komposisi etnis/rasial siswa; Untuk penelitian ini, peserta direkrut dari sekolah yang didominasi Hispanik (sekolah A) dan sekolah yang heterogen (sekolah B). Karena keragaman NYC yang melekat, "terutama" didefinisikan sebagai 40% atau lebih dari badan siswa; Di sekolah yang heterogen, tidak ada kelompok yang menghasilkan lebih dari 40% dari badan siswa.

Konselor bimbingan sekolah memfasilitasi perekrutan peserta kelas 11 dan 12 yang cukup nyaman untuk membahas topik sensitif yang termasuk dalam protokol wawancara, dan untuk menghindari partisipasi silang dalam studi yang lebih besar (yang termasuk peserta kelas 9 dan 10). Ada lima wawancara pribadi dan satu kelompok fokus yang dilakukan di setiap sekolah. Untuk wawancara, perekrutan tidak ditargetkan pada kelompok etnis/rasial tertentu. Untuk kelompok fokus, perekrutan menargetkan kelompok yang identifikasi etnis/rasnya sejajar dengan komposisi etnis/rasial yang lebih besar dari sekolah. Konsisten dengan penelitian sebelumnya (Moore, 2006; Smith & Belgrave, 1995), kombinasi wawancara dan kelompok fokus digunakan untuk memberikan triangulasi informasi (Willig, 2013), dan menangkap pengalaman pribadi dan informasi tentang norma kelompok (SEAL, Bogart , & Ehrhardt, 1998).

Teknik wawancara semi -terstruktur digunakan dalam wawancara dan kelompok fokus untuk menyelidiki pengalaman diskriminasi peserta di antara teman -teman. Diskriminasi dibahas dalam hal "perlakuan tidak adil" dan "penilaian" untuk mengurangi karakteristik permintaan pertanyaan. Pengalaman antar teman ditangkap dengan cara langsung dan tidak langsung; Mereka ditangkap langsung dengan bertanya kepada peserta apakah mereka pernah diperlakukan secara tidak adil atau buruk oleh teman -teman mereka karena etnis atau ras mereka (yaitu, peran teman tertanam dalam pertanyaan). Mereka juga ditangkap secara tidak langsung ketika peserta menanggapi pertanyaan apa pun dengan menjelaskan atau berbagi pengalaman yang mereka miliki dengan teman -teman mereka (mis., Peran teman tertanam dalam tanggapan). Protokol juga memasukkan berbagai pertanyaan lain yang relevan dengan pengalaman etnis/ras di sekolah, termasuk arti -penting, dinamika sebaya (mis., “Kliksi”), dan hubungan guru -siswa. Semua wawancara berlangsung di ruang pribadi di sekolah peserta, dan berlangsung sekitar satu jam; Kaset audio sesi ditranskripsi dan ditransfer ke NVIVO8. Semua nama yang termasuk dalam transkrip diubah.

Penulis pertama (seorang wanita kulit putih) melakukan semua wawancara dan kelompok fokus, dan secara eksplisit mengakui rasnya di 58% (7 dari 12) wawancara ketika peserta tampaknya berjuang berbagi pengalaman etnis/rasial mereka sendiri, terutama pengalaman mereka dengan mereka orang kulit putih lainnya. Untuk mempromosikan kepercayaan data, coders tambahan (penulis kedua dan ketiga, seorang wanita Asia dan laki -laki kulit putih) dilatih dengan panduan coder (dikembangkan oleh penulis pertama), dan setiap pertanyaan atau masalah ditangani di antara kelompok tersebut. Seperti halnya semua penelitian kualitatif, terlepas dari perjanjian pelatihan dan kode, karakteristik sosiodemografi dan pandangan pribadi para peneliti tidak diragukan lagi mempengaruhi cara data dikumpulkan, dilihat, dan ditafsirkan (lihat Finlay, 2002). Sebagai contoh, masing -masing coders mendekati analisis yang meyakini bahwa remaja mengalami diskriminasi.

Hasil

Rencana analitik

Hasil yang dilaporkan dalam artikel ini didasarkan pada subset dari skema pengkodean yang dikembangkan menggunakan unsur -unsur pendekatan teori ground (Charmaz, 2006; Glaser, 1992; Strauss & Corbin, 1998). Pengkodean terbuka, di mana setiap baris data diperiksa, pertama kali digunakan untuk mengidentifikasi tema utama dalam data. Putaran sekunder dari pengkodean aksial, di mana tema konseptual dalam struktur pengkodean terbuka diidentifikasi dan diatur secara hierarkis, kemudian dilakukan untuk menghubungkan tema awal. Akhirnya, putaran pengkodean selektif, di mana setiap struktur pengkodean ditentukan sedekat mungkin, dilakukan untuk mengidentifikasi subtema. Setelah skema pengkodean dikembangkan, semua transkrip kemudian dikodekan secara independen dalam Dedoose (Dedoose versi 4.5, 2013) oleh penulis kedua dan ketiga (k = 0,74 untuk semua analisis yang digunakan dalam penelitian ini).

Dalam setiap wawancara dan kelompok fokus, semua contoh masing -masing kode dipertimbangkan; Selanjutnya, analisis tingkat peristiwa dan orang dilakukan. Dengan memeriksa semua contoh kode, terlepas dari sumber, tema tingkat acara dapat dipertimbangkan. Dengan memeriksa contoh kode berdasarkan sumber, tema tingkat orang dapat dipertimbangkan. Kedua tingkat analisis disajikan di seluruh hasil. Ketika memeriksa tema tingkat orang, kelompok fokus diperlakukan sebagai satu titik data, kecuali tema yang bertentangan disajikan.

AIM I: Pengalaman diskriminasi antara teman dekat dan teman

Untuk mengatasi tujuan pertama, kami memeriksa apakah dan bagaimana peserta mengalami diskriminasi antara teman. Untuk menangkap pengalaman khusus ini, semua laporan diskriminasi pertama kali disaring. Hasil ini menunjukkan bahwa semua peserta (100%; n = 12) dapat mengidentifikasi waktu ketika mereka telah diperlakukan secara berbeda berdasarkan etnis/ras mereka dari sumber apa pun. Secara total, 137 pengalaman diceritakan di seluruh peserta, dan ini diberi kode paling luas sebagai "pengobatan berbasis etnis/ras." Di seluruh peserta, kisah -kisah ini diajukan sebagai tanggapan atas setiap pertanyaan dalam protokol; Yaitu, meskipun setiap peserta tidak menceritakan kisah tentang etnis/perawatan berbasis ras dalam menanggapi setiap pertanyaan, bahkan pertanyaan yang seharusnya jinak (mis., "Ceritakan tentang kelompok teman terdekat Anda") mengangkat kisah etnis/ras -Perawatan berbasis untuk setidaknya satu peserta, mendukung relevansi dan frekuensi pengalaman seperti itu dalam kehidupan remaja. Selanjutnya, laporan tentang etnisitas/perawatan berbasis ras disaring berdasarkan konteks di mana mereka terjadi (mis., Teman atau teman dekat vs non-teman atau orang asing); 18% (n = 25) dari semua akun perawatan etnis/ras termasuk diskriminasi dengan nonpeers, seperti ditatap di kereta bawah tanah, atau dihentikan secara tidak perlu oleh seorang petugas polisi. Mengingat bahwa pengalaman -pengalaman ini bukanlah fokus dari penelitian ini, mereka tidak akan dibahas lebih lanjut.

Mayoritas (82%; n = 112) dari pengalaman yang diceritakan oleh peserta terjadi antara rekan dekat (mis. Teman sekelas, kenalan) atau teman. Konsisten dengan keseluruhan pengalaman etnisitas/perawatan berbasis ras, semua peserta dapat mengingat setidaknya satu insiden yang terjadi di antara teman-teman khususnya. Sepanjang laporan ini, kami mengidentifikasi dua tema yang jelas yang dapat dengan andal digunakan untuk mengklasifikasikan akun -akun ini: diskriminasi dan godaan etnis/rasial. Dua tema ini identik pada dua dimensi utama; yaitu, (a) yang terjadi antara rekan atau teman dekat, dan (b) referensi untuk etnis atau ras yang membawa beberapa konten atau makna stereotip. Namun, ada perbedaan yang jelas antara diskriminasi dan godaan etnis/rasial berdasarkan pengalaman subyektif para peserta, dan cara mereka menceritakan pengalaman ini. Menggoda etnis/rasial, seperti yang diceritakan oleh para peserta, selalu ditandai dengan penggunaan bahasa untuk berkonotasi humor (mis., "Hanya bercanda!" ). Namun, pengalaman diskriminasi konsisten dengan paradigma diskriminasi yang diterima secara umum karena mereka tidak memiliki humor dan diceritakan dengan cara yang serius oleh para peserta. Diskriminasi menyumbang 24% (n = 27) dari pengalaman pengobatan berbasis etnis/ras, sementara penggoda etnis/rasial menyumbang 76% (n = 85); Mengingat bahwa distribusi pengalaman sangat condong ke arah etnis/ras, dan kurangnya informasi yang tersedia tentang pengalaman semacam itu dalam literatur, kami lebih lanjut menganalisisnya untuk memeriksa pengalaman dan konten yang dirasakan.

Pengalaman yang dirasakan

Fitur yang menentukan dari godaan etnis/rasial adalah bahwa hal itu terjadi bersama dengan penggunaan penanda humor, sebagaimana disampaikan oleh peserta. Juga perlu dicatat bahwa dalam setiap wawancara dan kelompok fokus, peserta mengangkat topik godaan etnis/rasial tanpa ditanya secara langsung tentang hal itu; Memang, pertanyaan tentang godaan etnis/rasial bukanlah bagian dari protokol wawancara. Mengingat bahwa peserta secara spontan menawarkan contoh -contoh godaan etnis/rasial, konteks di mana mereka ditawarkan dalam wawancara adalah informatif tentang persepsi pengalaman. Pertama, 42% peserta (n = 5) menawarkan contoh -contoh godaan etnis/rasial ketika ditanya apakah teman -teman mereka pernah memperlakukan mereka secara negatif berdasarkan ras atau etnis mereka; Namun, dalam kasus seperti itu, peserta dengan suara bulat menolak gagasan bahwa diskriminasi terjadi di antara teman -teman mereka, dan sebaliknya menawarkan contoh -contoh di mana mereka "main -main" bertukar komentar tentang etnis/ras mereka. Di sini seorang peserta berusia 17 tahun yang diidentifikasi sebagai penduduk asli Amerika dan hitam berbicara tentang pengalaman yang dia saksikan:

Pewawancara: Dapatkah Anda memikirkan saat ketika seorang siswa di sini diperlakukan secara berbeda atau tidak adil karena ras atau etnis? Can you think of a time when a student here was treated differently or unfairly because of race or ethnicity?

Peserta: Um saya tidak akan mengatakan tidak adil ... seperti mereka mengolok -oloknya. Um I wouldn’t say unfair … like they made fun of him.

Pewawancara: Untuk apa? For what?

Peserta: Untuk menjadi orang Meksiko. Anda tahu bagaimana mereka ... Saya tidak tahu, Anda tahu bagaimana mereka. ... Saya tidak berpikir mereka menganggapnya serius atau apa pun. Mereka hanya membuat lelucon seperti, ‘karena seluruh hal flu babi, ya. For being Mexican. You know how they … I don’t know, you know how they. … I don’t think they took it seriously or anything. They were just making jokes like, ‘cause the whole swine flu thing, yeah.

Meskipun peserta sering mengangkat godaan etnis/rasial dalam menanggapi pertanyaan tentang diskriminasi dari teman -teman mereka, sangat mengatakan bahwa mereka melakukannya dengan menawarkan apa yang mereka lihat sebagai kontrafaktual terhadap pengalaman seperti itu, jelas menunjukkan perbedaan yang dirasakan antara pengalaman diskriminasi dan etnis /menggoda rasial.

Selain itu, 35% peserta (n = 4) menggambarkan godaan etnis/rasial ketika ditanya tentang arti -penting etnis/ras mereka selama hari sekolah mereka, memberikan contoh bagaimana interaksi tersebut meningkatkan kesadaran akan etnis atau ras mereka sendiri. Misalnya, sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang waktu-waktu tertentu dari kesadaran rasial yang meningkat, seorang peserta, seorang wanita berusia 16 tahun yang diidentifikasi sebagai orang kulit hitam Inggris, disampaikan:

Kapan di luar gelap? …. Ya mereka suka ‘Aku tidak bisa melihatmu Shauna, di mana kamu Shauna?’ [Tertawa] Maksudku itu lucu tapi, dan aku suka memakai semua hitam sehingga mereka benar -benar tidak bisa melihatku kadang -kadang. Ditambah aku kecil seperti….

Sambil memberikan contoh ini tentang bagaimana tindakan teman-temannya membuatnya sadar akan etnis/rasnya, peserta tidak hanya memberi label pada diri sendiri sebagai lucu, tetapi dia juga memberikan pembenaran untuk perilaku teman-temannya. Terlepas dari bagaimana penggoda etnis/rasial dinaikkan, 100% peserta (n = 12) awalnya melaporkan bahwa menggoda etnis/rasial tidak berbahaya; Artinya, tidak ada peserta yang mengakui aspek negatif atau menyakitkan dari pengalaman tersebut atas kemauan mereka sendiri. Sebagai tindak lanjut dari pembenaran awal dari pengalaman ini, peserta kemudian secara langsung ditanya tentang sifat berbahaya dari perilaku seperti itu (mis., Semua peserta ditanya apakah mereka dapat berpikir kapan pun pengalaman seperti itu berbahaya). Bahkan setelah penyelidikan langsung, hanya 17% (n = 2) yang dapat mengingat contoh di mana godaan etnis/rasial tidak dianggap lucu, atau menyebabkan seseorang menjadi kesal. Menanggapi pertanyaan ini, peserta berusia 18 tahun yang mengidentifikasi diri sebagai Dominika, Haiti, dan penduduk asli Amerika menggambarkan yang berikut:

Peserta: ‘Karena teman kulit putih UM saya, Julia, dia mengolok -olok saya karena saya hitam. ‘Cause my um White friend, Julia, she makes fun of me ‘cause I’m Black.

Pewawancara: Dan apa yang dia katakan? And what does she say?

Peserta: Dia selalu mengatakan seperti 'apa yang terjadi, negro,' seperti dia berbicara tentang para budak juga. She always says like ‘what up, Nigger,’ like she talks about the slaves too.

Pewawancara: Dan bagaimana Anda bereaksi terhadap sesuatu seperti itu? And how do you react to something like that?

Peserta: Um suatu kali saya benar -benar marah padanya, saya tersinggung dan saya ingin meninju wajahnya. Tapi aku hanya melepaskannya. ... Itu hanya karena seperti, saya tidak tahu seperti itu subjek yang sensitif bagi saya, seperti budak. Karena seperti apa yang terjadi pada mereka. Jadi itu seperti, seperti saya tidak, mungkin saya mengalami hari yang buruk hari itu, tetapi saya ingat saya menjadi sangat marah. Um one time I got really mad at her, I got offended and I wanted to punch her in the face. But I just let it go. … It’s just because like, I don’t know like that’s a touchy subject to me, like slaves. Because like what happened to them. So it’s just like, like I don’t, maybe I was having a bad day that day but I remember I just got so mad.

Tanggapan yang lebih umum terhadap pertanyaan tentang sifat pengalaman yang berpotensi berbahaya adalah pembelaan dari mereka (83%; n = 10). Dalam satu kelompok fokus, seorang pria berusia 17 tahun yang diidentifikasi sebagai Puerto Rico dan Sisilia menjelaskan: “Kami memiliki teman-teman Hispanik, tetapi kami dapat mengatakan kepada satu orang 'oke, Anda seorang spic,' tapi kami bermain-main , tapi kami tidak mengatakan 'setiap orang Hispanik adalah spic.' " mungkin merasakan perilaku seperti itu. Seorang peserta berkata, “Agak sulit dijelaskan. Kedengarannya sangat rasis, tetapi benar -benar tidak. " Peserta sebagian besar tampaknya menyadari bahwa pertukaran mereka dapat dianggap sebagai rasis atau diskriminatif, tetapi mereka tidak perlu menafsirkannya seperti itu. Mengingat desakan ini pada sifat tidak terluka dari pengalaman -pengalaman ini, kami memilih untuk memeriksa lebih lanjut konten pengalaman menggoda etnis/rasial yang ditawarkan peserta.

Isi

Mengingat laporan subyektif peserta tentang pengalaman -pengalaman ini secara eksplisit tidak negatif, kami menganalisis konten untuk mempertimbangkan apakah interaksi menggoda etnis/rasial yang dilaporkan berbeda dari paradigma diskriminasi yang khas di mana stereotip dan prasangka adalah mekanisme yang mendasarinya. Analisis menunjukkan bahwa tiga tema menangkap semua pengalaman menggoda etnis/rasial yang ditawarkan oleh peserta: (a) adanya stereotip eksplisit, (b) tidak adanya stereotip eksplisit, dan (c) adanya stereotip implisit. Ketiga tema diidentifikasi dalam semua wawancara, sehingga data tingkat pengalaman dilaporkan.

Kehadiran stereotip eksplisit termasuk contoh -contoh di mana istilah etnis/rasial dipasangkan dengan harapan yang mengomentari secara langsung pada istilah yang diberikan. Seorang peserta, seorang pria berusia 16 tahun yang diidentifikasi sebagai Hispanik dan Dominika menjelaskan interaksi dengan teman-teman bandnya: "Ya saya bermain-main dengan mereka, seperti 'Berhenti menjadi orang Meksiko yang malas dan naik drum.' Sama seperti itu." Dalam pernyataan ini, individu secara terang -terangan menawarkan makna ("malas") dari istilah etnis yang diberikan ("Meksiko") dalam kerangka humor ("Saya bermain -main dengan mereka"). Ini adalah bentuk paling umum dari pengalaman menggoda etnis/rasial (55%; n = 47).

Tidak adanya stereotip eksplisit termasuk pengalaman di mana istilah etnis/rasial diberikan tanpa makna kontekstual langsung, dan tidak ada makna yang secara dangkal jelas. Seorang peserta berusia 18 tahun yang diidentifikasi sebagai Latino menggambarkan: “Jika kita memberinya sesuatu yang terakhir, jika dia kebetulan mendapatkan saya tidak tahu seteguk soda terakhir, [dia seperti] 'mengapa karena saya' m black?, 'tapi itu semua menyenangkan. " Ini adalah contoh -contoh di mana menggoda etnis/rasial tampaknya paling tidak relevan dengan situasi yang jelas, sejauh mereka tidak memiliki landasan langsung dalam aspek eksplisit dari konteks; Label rasial ditawarkan ("hitam"), tetapi artinya tidak secara langsung diberikan oleh pelaku atau pilihan istilah. Tema ini menangkap 31% (n = 26) dari contoh menggoda etnis/rasial.

Kehadiran stereotip implisit yang dirujuk pada contoh -contoh godaan etnis/rasial di mana istilah etnis/rasial yang digunakan secara makna bias dalam haknya sendiri, sehingga penggunaan istilah yang merendahkan stereotip atau bias tersirat. Ini jelas dalam pernyataan berikut, juga ditawarkan oleh peserta berusia 18 tahun yang diidentifikasi sebagai Latin:

Kami akan berada di bus dan mereka akan menjadi orang kulit hitam di bus dan ... salah satu teman saya yang lain akan mengatakan seperti, nigga atau apa pun ... [tawa]. ... ya kami menggunakannya dengan orang -orang yang berkulit hitam, yang tidak berkulit hitam. Ya karena Anda tahu orang kulit hitam agak tersinggung.

Penggunaan cercaan ini berlabuh dalam arti penting historis yang menawarkan makna yang jelas bagi situasi tanpa pernyataan terang -terangan; Bisa dibilang, komentar seperti itu bermakna dalam pengaturan yang paling dekontekstual karena implikasinya yang lebih besar. Ini adalah pengalaman menggoda etnis/ras yang paling umum dilaporkan (14%; n = 12).

AIM II: Pengalaman Dinamis

Untuk mengatasi tujuan kedua Studi 1, kami mengeksplorasi sifat dinamis dari pengalaman -pengalaman ini dengan mempertimbangkan berbagai peran yang mungkin dimainkan oleh seorang individu. Oleh karena itu, data pada tingkat pengalaman spesifik godaan etnis/rasial (n = 85) dilaporkan. Kami dengan sengaja menilai tiga peran yang berbeda, termasuk target, pelaku, dan peran perwakilan, melalui tiga pertanyaan terpisah yang digunakan dalam semua wawancara. Pertama, peserta ditanya tentang pengalaman korban mereka sendiri (mis., Target). Kedua, peserta diminta untuk berpikir tentang waktu ketika mereka mungkin telah memperlakukan seseorang secara berbeda berdasarkan etnis/ras mereka (yaitu, pelaku); Pertanyaan ini ditempatkan menjelang akhir protokol wawancara sehingga pewawancara dapat mengembangkan hubungan dengan peserta sebelum mengajukan pertanyaan sensitif seperti itu. Ketiga, peserta ditanya apakah mereka telah melihat teman atau teman sekelas lainnya diperlakukan dengan buruk karena etnis atau ras (yaitu, perwakilan). Meskipun hanya bertanya tentang tiga peran yang berbeda ini, peran tambahan dan tidak terduga dari godaan etnis/rasial yang diarahkan sendiri secara konsisten dilaporkan selama wawancara. Peran keempat ini tidak diharapkan apriori dan karenanya tidak secara langsung diselidiki selama wawancara; Namun, mengingat konsistensi yang muncul selama wawancara, itu dimasukkan dalam pengkodean dan dilaporkan di sini.

Pengalaman target menyumbang 42% (n = 36) dari semua interaksi menggoda etnis/rasial yang dilaporkan. Dalam contoh ini, seorang peserta berusia 17 tahun yang diidentifikasi sebagai Hispanik dan White menggambarkan pengalaman umum dengan teman-temannya: "Mereka akan seperti 'oh, Anda adalah penyelundup narkoba Kolombia' seperti tidak ada hal lain yang harus dilakukan Katakanlah, dan mereka hanya akan mengatakannya. Saya suka ‘Tapi ... itu tidak ada hubungannya dengan itu!’ ”Peran pelaku menyumbang 47% (n = 40) dari semua interaksi godaan etnis/rasial yang dilaporkan. Contoh ditawarkan oleh peserta berusia 17 tahun yang diidentifikasi sebagai penduduk asli Amerika dan hitam di sini:

Setelah saya mengenal Anda atau apa pun dan kemudian saya akan, saya akan mengatakan lelucon kecil juga. Ya tentu saja saya akan melakukannya. Saya akan mengatakan lelucon juga, 'Anda Dominika yang keras Anda' kepada teman saya karena dia sangat keras. Dan kemudian ada stereotip yang keras jadi saya akan bercanda tentang hal itu.

Vicarious experiences of teasing were the least mentioned roles, comprising 5% (n = 4) of ethnic/racial teasing reported. Here, a 16-year-old participant who identified as Hispanic and White explains an interaction between two peers:

One week we were talking about nominating who we want for student speaker and everyone’s like ‘Oh, nominate Brittany she’ll do such a good job’ and this kid Mark goes like, ‘Oh, is she the other Black girl who isn’t Alyssa?’ … and Alyssa just turns to him and she’s like ‘Mark, are you the other Asian boy who isn’t Dave?’, who’s the other Asian boy in our advisory. And then everyone laughed and like neither of them were upset, they were like ‘Oh, that was a good joke.’

Surprisingly, participants also reported instances of self-directed ethnic/racial teasing, in which individuals made fun of themselves. Self-directed ethnic/racial teasing made up 6% (n = 5) of reports. One participant, a 17-year-old male who identified as Colombian and Ecuadorian shared an example in which a friend was teasing him about matters unrelated to his race or ethnicity, and he responded by saying: “You’re picking on me ‘cause I’m [Hispanic] right? [laughter].” These roles were unexpected, as they refer to experiences where someone has chosen to call attention to or make publicly disparaging comments about his or her ethnicity/race intended to evoke humor. A 17-year-old participant who identified as African American provided some insight into this particular form of ethnic/racial teasing when she explained:

So I think making a joke about yourself is a lot easier than having someone else make a joke because what else can they say now? If they’re saying a joke to hurt you and you’ve already said it, then … there’s nothing else they can say.

This explanation suggests that self-directed ethnic/racial teasing may be a form of self-protection when individuals are worried about being the target of such a comment from another person. Overall, the experiences participants reported could be uniquely classified by these four roles (target, perpetrator, vicarious, and self-directed); however, all participants reported occupying multiple roles, and therefore these roles could not reliably distinguish between participants.

Discussion

Our results indicate that experiences of ethnic/racial discrimination occur between friends, but that such experiences are qualitatively different than typical conceptualizations of discrimination. Based on the results of Study 1, we define ethnic/racial teasing as a social interaction surrounding one’s ethnicity or race in which explicit or implicit prejudices are delivered under the guise of humor. The reports of ethnic/racial teasing that emerged from participants in this study were remarkably consistent, and the ease with which such experiences came to mind for adolescents (despite a lack of direct probing) suggests that ethnic/racial teasing experiences are salient for adolescents. Indeed, although it was not the explicit aim of Study 1 to examine experiences of ethnic/racial teasing per se, these were the most consistently reported experiences of adolescents in response to questions regarding ethnic/ racial discrimination among close peers and friends. The ability to explore themes that were not hypothesized a priori is a strength of the semistructured interview (Patton, 2005), and this inductive approach allowed us to explore experiences that youth provided on their own. Although psychological experiences of ethnic/racial teasing have not been examined or acknowledged within discrimination paradigms, it is perhaps not surprising that teasing is one way that youth are interacting around their ethnicity/race; indeed, teasing experiences have been recognized as a common yet difficult experience for youth to navigate (Eder, Evans, & Parker, 1995; Mooney, Creeser, & Blatchford, 1991).

These reports are consistent with research on colormuteness (Pollock, 2004). In her anthropological work examining high school students’ dialogues around race and ethnicity, Pollock provides examples of students engaging in what she calls “race teasing” (Pollock, 2004, p.46). For example, she describes instances of students reading their own poems modeled on a famous Chicano power manifesto and shouting their race at the end (e.g., “I’m black! I—am—black!” or “Filipino!”) while thrusting their fists in the air and laughing or smirking, behaviors which are reminiscent of the self-directed roles described in the current study. Throughout this ethnographic study Pollock also describes students dismissing instances of racism as “just a joke” (p.71), suggesting that there are significant contradictions between the ways that adolescents discuss the salience of race and stereotypes, yet simultaneously declare them irrelevant. This conclusion is resonant with inconsistencies in participants’ reports in the current study, in which they shared experiences that contained biased messages and derogatory words, yet declared that discrimination does not occur among their close peers by dismissing such experiences as teasing. Despite the rich qualitative data gathered and consistencies with previous anthropological work, the current study does not assess how often ethnic/racial teasing occurs for adolescents. Therefore, the frequency with which adolescents experience ethnic/racial teasing remains an empirical question.

In addition, these qualitative findings suggest that adolescents draw significantly different meaning from ethnic/racial teasing experiences than they do from traditional forms of discrimination. Adolescents were unanimous in their initial subjective reports, arguing that such interactions were not harmful or malicious, despite the negative ethnic/racial messages that were sometimes being delivered through them. Even when directly asked, only a small minority of participants admitted to the potentially harmful nature of these experiences. These reports are consistent with a general teasing framework; teasing is a common and socially acceptable form of interaction in social relationships (Keltner et al., 1998; Kowalski, 2001, 2003). Teasing behaviors are largely dictated by social norms, such that they only occur between individuals with an existing relationship, and researchers have suggested that teasing is in fact a way to take stock of or index intimacy between two people (Baxter, 1992); by engaging in teasing, individuals acknowledge a bond that is strong enough to tolerate such behavior (Roberts, Bell, & Murphy, 2008). These findings raise an important empirical question regarding whether ethnic/racial teasing is qualitatively different from discrimination not only in its form, but also perhaps in its impact; are ethnic/racial teasing experiences really innocuous teasing experiences, as participants’ subjective assessments in Study 1 would suggest, or are they associated with negative outcomes? To address these questions, we turn to Study 2.

Study 2

Aims

Based on these qualitative reports of ethnic/racial teasing, a quantitative study was designed to examine ethnic/racial teasing in adolescents’ everyday lives. The first goal of Study 2 was to quantitatively assess the frequency of ethnic/racial teasing for adolescents. Therefore, a daily diary method was used to capture potential experiences of ethnic/racial teasing as they were happening on a daily basis (Csikszentmihalyi & Larson, 1987); diary methods have been highlighted as a best practice for collecting accurate measurements when particular behaviors or events are being considered (Moskowitz & Russell, 2009). Based on the results of Study 1, it was expected that ethnic/racial teasing would be a common experience for adolescents, with multiple reports of such interactions occurring each week. Similarly, Study 1 suggests that ethnic/racial teasing would be largely occurring between close peers and friends given the nature of the interactions; however, in Study 2 we aimed to sample all ethnic/racial teasing interactions that adolescents experience for a comprehensive assessment. It was further expected that across a number of days, participants would report engaging in ethnic/racial teasing in a variety of different ways (e.g., each participant would report multiple roles). By having participants repeatedly report their experiences (i.e., on a daily basis), these differing roles could be captured.

The second goal of Study 2 was to assess the association between daily ethnic/racial teasing and mental health indicators of general anxiety and social anxiety to consider whether such experiences were as innocuous as participants’ reports suggested in Study 1. Consistent with discrimination perspectives, it was expected that individuals would have higher levels of general anxiety and social anxiety on days when they were the target of ethnic/racial teasing or when they experienced ethnic/racial teasing vicariously (Gee, Walsemann, & Brondolo, 2012; Ong, Burrow, Fuller-Rowell, Ja, & Sue, 2013; Spencer, 2006). That is, it was expected that despite the supposedly humorous masking, ethnic/racial teasing would have adverse effects for youth who were targeted directly by the comments, or who witnessed another being targeted. Contrastingly, self-directed and perpetrator experiences were not expected to be related to daily anxiety symptoms, as adolescents can control whether or not to engage in such experiences, thereby minimizing the associated anxiety around such experiences (Chorpita & Barlow, 1998).

The third goal of Study 2 was to assess how individual differences in stable anxiety would influence the meaning of ethnic/racial teasing interactions for adolescents. Daily diary methods are uniquely poised to address such person (i.e., individual differences in anxiety) by context (i.e., experiences of ethnic/racial teasing) interactions (Magnusson & Stattin, 1998). Given the reports in Study 1 that ethnic/racial teasing was not negative, we considered whether some adolescents may interpret the “humorous” component of such experiences differently than others. Experimental research suggests that individual differences in anxiety influence how threatening information is processed (Mathews & MacLeod, 1986); individuals with high anxiety are more likely than individuals with low anxiety to interpret stressors in their environment as threatening (Bar-Haim, Lamy, Pergamin, Bakermans-Kranenburg, & van IJzendoorn, 2007). Given the ambiguous nature that the use of supposed humor lends, it was expected that adolescents with high stable anxiety would interpret ethnic/racial teasing as more threatening than their peers with low stable anxiety, and subsequently display more negative outcomes.

Method

Participants

Participants were 79 adolescents (Mage = 15.72, SDage = .68, 64.6% female) who self-identified as Hispanic or Latino/a (43%), White or European American (24%), Asian or Asian American (19%), Black, African American, or West Indian (8%), or Other (including American Indian, Native American, and not listed; 6%).

Procedure

Although participants were recruited from the same two high schools as in Study 1, the samples were selected from different grades to prevent overlap between the two studies. Parental consent and assent forms were distributed to all 10th grade students two weeks prior to the study. Participants took part in an orientation session on Day 1 where they completed presurvey measures. On Day 1 participants also began the daily diary portion of the study, completing brief measures online prior to going to bed for 21 days. On average, participants completed 15 of 21 daily surveys (SD = 5.87); across the sample, 28.6% of daily diary surveys were missing. Participants completed daily surveys in an average of 11.5 minutes. After three weeks, participants returned for a final debriefing session and were compensated $50.00 for their participation; 100% of participants returned for the final debriefing session.

Person-level measures: Trait anxiety

Trait anxiety was assessed as part of the presurvey using the trait anxiety subscale of the State–Trait Anxiety Inventory (STAI; Spielberger, Gorsuch, & Lushene, 1970). This subscale conceptualizes anxiety as a personality trait, and includes 12 items (e.g., “I feel like a failure”). Responses ranged from 1 (almost never) to 4 (almost always) (M = 2.04, SD = 0.50, = − .90), with higher scores indicating higher anxiety symptoms.

Daily measures

Ethnic/racial teasing frequency

Participants were prompted to “Think of any teasing interactions you witnessed today, including any you made yourself or heard someone else say” and were then asked to indicate the subject of these interactions from a given list including politics, gender, race or ethnicity, and so forth. If participants did not self-select “Race or ethnicity” they were asked “Did you hear or were you involved in any jokes about race or ethnicity today?” as a secondary measure. Participants then described the content of the interaction in an open-ended response. Screening of these responses resulted in three cases (<1%) being excluded from analyses, as they did not meet the criteria for ethnic/racial teasing (i.e., did not include either explicit or implicit references to race or ethnicity).

Ethnic/racial teasing role

When participants indicated experiencing ethnic/racial teasing, they also indicated their role by identifying “Who was the person who made the teasing comment?” (I did/Someone else did) and “Who was the comment directed at?” (Myself/Someone else). Based on the different constellation of responses to these two questions, the four targeted roles (i.e., target, perpetrator, self-directed, vicarious) were uniquely assessed for each reported experience of ethnic/racial teasing.

State anxiety

A 4-item abbreviated version of the 8-item State Anxiety subscale from the STAI was used to assess daily anxiety (Spielberger et al., 1970). Participants responded to items that had been altered to the past tense and referred to the given day (e.g., “I felt like a failure today” vs. the standard form of “I feel like a failure”). Responses ranged from 1 (not at all) to 4 (all the time; M = 1.90, SD = 0.42, = α .84).

Social anxiety

A 3-item abbreviated version of the 8-item Fear of Negative Evaluation (FNE) subscale of the Social Anxiety Scale for Adolescents (SAS-A; La Greca & Lopez, 1998) was used to assess social anxiety. Once again, items were altered to the past tense and referred to the past day (e.g., “I worried about what others said about me today”). Responses ranged from 1 (not at all) to 4 (all the time; M = 1.75, SD = 0.81, = α .89).

Results

Analytic plan

To address the first study aim, the prevalence of daily ethnic/racial teasing was assessed by examining average experiences reported across individuals and the distribution of roles (i.e., target, perpetrator, self-directed, vicarious). To address the second study aim, the associations between same-day ethnic/racial teasing and anxiety outcomes were examined using two-level intercepts-and-slopes-as-outcomes models using hierarchical linear modeling techniques in HLM (Raudenbush, Bryk, & Congdon, 2004). Correlations among daily general anxiety and social anxiety were modest (average r = .44; SD = .06, range .34 –.56), and therefore daily general anxiety and social anxiety outcomes were modeled separately.

First, main effects of daily ethnic/racial teasing roles on same-day anxiety and social anxiety were modeled at level 1, controlling for trait anxiety at level 2. Missing data at Level 1 were handled in HLM by weighting individual estimates according to empirical Bayes theory. Next, interactions between trait anxiety at level 2 and ethnic/racial teasing roles at level 1 were considered. To probe significant cross-level interactions, simple slopes analyses examined results at ±1 SD around the mean for trait anxiety. Finally, time-lag models were used to examine the association between previous-day ethnic/racial teasing (d = 1) and anxiety outcomes (d) to assess whether such experiences had carry-over effects. Main effects and moderation models used to examine the same-day associations were replicated for the cross-day associations. For clarity, results from the same-day and time-lag models are presented concurrently.

Control variables

Gender, school of recruitment, day type (weekday, weekend), and day of study (1–21) were examined as possible control variables. Gender was unrelated to daily ethnic/racial teasing and schools accounted for less than 1% of the variance in ethnic/racial teasing so they were not retained in the models. Day type (weekday vs. weekend) and day of study (1–21) were significantly related to daily ethnic/racial teasing; adolescents were more likely to report ethnic/racial teasing on weekdays than weekends, χ2(1) =14.68, p < .001, and were less likely to report ethnic/racial teasing as the study progressed (b= −.12, SE = .02, p < .001). Day type and day of study were therefore retained as control variables at level 1.

Aim I: Prevalence

Adolescents reported an average of 3.49 ethnic/racial teasing experiences (SD = 2.58) over three weeks, with a range from 1 to 14 reported experiences across participants. Across the course of the study, a total of 396 experiences of ethnic/racial teasing were reported by all participants. There was high variability in the frequency of roles; of all ethnic/racial teasing experiences reported by participants, vicarious roles were the most frequently reported (58.6%; n = 232), followed by target roles (22.2%; n = 88), perpetrator roles (12.1%; n = 48), and finally self-directed roles (7%; n = 28).

Aim II: Ethnic/racial teasing and daily anxiety

Main effects of roles

Results indicated marginal differences in the relationships between roles in ethnic/racial teasing and same-day anxiety, with the trend indicating that adolescents felt slightly higher anxiety on days when they were targets of ethnic/racial teasing compared to days when they experienced no teasing (b = .12, SE = .06, p = .07). Time-lag results indicated that this marginal effect was not significant across days.

Results also indicated significant differences in the relationships between roles and same-day social anxiety, such that adolescents felt higher social anxiety on days when they were targets of ethnic/racial teasing compared to days when they experienced no teasing (b = .35, SE = .15, p < .05). Time-lag results confirmed these findings, as adolescents also felt higher social anxiety when they had been a target of ethnic/racial teasing on the previous day compared to when they had experienced no teasing on the previous day (b = .20, SE = .09, p < .05).

Trait anxiety moderation

Next, trait anxiety was examined as a moderator of the relationship between roles in ethnic/racial teasing and daily anxiety and social anxiety.

Daily anxiety

Trait anxiety significantly moderated the relationship between self-directed ethnic/racial teasing and same-day anxiety (b= −.58, SE = .21, p < .01; see Figure 1A). Individuals with low trait anxiety felt more anxious when they made a self-directed ethnic/racial teasing comment than on days when they did not experience ethnic/racial teasing (b = .39, SE = .14, p < .01). There was no effect, however, for individuals with high trait anxiety (b = −.18, SE = .21, p < .39). Secondary analyses indicated that on days in which no ethnic/racial teasing was reported, adolescents with high levels of trait anxiety reported feeling more anxious on a daily basis than their peers with low trait anxiety (b = .48, SE = .09, p < .001). When they engaged in self-directed ethnic/racial teasing, however, there were no differences in daily anxiety between high and low trait anxiety adolescents (b = −.10, SE = .23, p < .69). Time-lag results indicated that this effect was not significant across days. Further, trait anxiety did not moderate the same-day or time-lag associations between target, victim, or vicarious roles with daily anxiety.

10 lelucon rasis paling lucu 2022

A, The relationship between daily ethnic/racial teasing roles and daily anxiety moderated by trait anxiety. ** p <.01, ***p < .001. Significant differences noted on the axis labels indicate between-person differences for that role. Significant differences noted on the graph indicate within-person differences from no teasing experiences. B, The relationship between daily ethnic/racial teasing roles and daily social anxiety moderated by trait anxiety. + p < .05, *p < .05, ** p < .01, *** p < .001. Significant differences noted on the axis labels indicate between-person differences for that role. Significant differences noted on the graph indicate within-person differences from no teasing experiences.

Daily social anxiety

Trait anxiety significantly moderated the relationship between self-directed ethnic/racial teasing and same-day social anxiety (b = −1.41, SE = .31, p < .001; see Figure 1B). Results indicated that individuals with low trait anxiety felt more socially anxious when they made a self-directed ethnic/racial teasing comment than on days when they did not experience ethnic/racial teasing (b = .99, SE = .14, p < .001). Individuals with high trait anxiety, however, felt less socially anxious when they made a self-directed ethnic/racial teasing comment (b= −.41, SE = .20, p < .05). Secondary analyses indicated that adolescents with high trait anxiety reported feeling more socially anxious than their peers with low trait anxiety on days when they experienced no ethnic/racial teasing (b = .51, SE = .18, p < .01). When they engaged in self-directed ethnic/racial teasing, however, individuals with high trait anxiety reported feeling less socially anxious than their peers with low trait anxiety (b = −.90, SE = .36, p = .01). Time-lag results indicated that trait anxiety significantly moderated the relationship between previous-day self-directed ethnic/racial teasing and social anxiety (b= −6.43, SE = 1.24, p < .001), and the nature of these findings was consistent with the same-day associations.

Kecemasan sifat juga secara signifikan memoderasi hubungan antara peran target (b = 0,84, SE = 0,36, p <0,05) dan kecemasan sosial. Orang -orang dengan kecemasan sifat tinggi mengalami lebih banyak kecemasan sosial ketika mereka menjadi sasaran untuk menggoda etnis/rasial daripada pada hari -hari ketika mereka tidak mengalami godaan etnis/rasial (b = 0,57, SE = 0,20, hal .01). Tidak ada efek untuk individu dengan kecemasan sifat rendah, (b = −.27, se = .14, p <.07). Analisis sekunder menunjukkan bahwa remaja dengan kecemasan sifat tinggi melaporkan merasa lebih cemas secara sosial daripada rekan -rekan mereka dengan kecemasan sifat rendah ketika mereka menjadi target menggoda etnis/rasial (b = 1,35, SE = 0,41, p <0,001). Hasil jeda waktu menunjukkan bahwa kecemasan sifat secara signifikan memoderasi hubungan antara peran target hari sebelumnya dan kecemasan sosial (b = 0,60, SE = 0,14, p <0,001), dan sifat temuan ini konsisten dengan yang sama- asosiasi hari. Kecemasan sifat tidak memoderasi hubungan yang sama atau waktu-waktu antara pelaku atau peran perwakilan dengan kecemasan sosial sehari-hari.

Diskusi

Menggunakan metode kuantitatif, Studi 2 menunjukkan bahwa pengalaman menggoda etnis/rasial umum relatif sering untuk remaja, dan peran yang mereka mainkan dalam interaksi tersebut dapat bervariasi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa pengalaman menggoda etnis/rasial dapat menjadi negatif bagi remaja dalam hal kecemasan dan kecemasan sosial, tetapi pengalaman ini bergantung pada (a) peran yang dimainkan individu dalam pengalaman (mis., Perbedaan situasional), dan (b ) tingkat kecemasan yang stabil (mis., Perbedaan individu). Kurangnya temuan untuk peran perwakilan konsisten dengan penelitian sebelumnya tentang diskriminasi perwakilan, yang menunjukkan bahwa pengalaman seperti itu tidak berdampak negatif pada pihak ketiga (Tynes et al., 2008). Namun, sebagai target menggoda etnis/rasial dan ketika membuat komentar mandiri, remaja merasa lebih cemas secara sosial baik pada hari itu dan hari berikutnya, dan hasil negatif ini konsisten dengan pengalaman umum diskriminasi (mis., Cassidy, O'Connor , Howe, & Warden, 2004). Pada gilirannya, ini menunjukkan bahwa terlepas dari humor yang seharusnya, pengalaman menggoda etnis/rasial mungkin sebenarnya berbahaya. Meskipun penelitian ini adalah yang pertama untuk pengetahuan kami untuk secara langsung memeriksa kecemasan sosial dalam kerangka diskriminasi, ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa kaum muda yang secara verbal mengorbankan laporan sosial laporan sosial (mis., Storch, Brassard, & Masia-Warner, 2003) , dan konsisten dengan hipotesis bahwa sifat menggoda etnis/rasial membuatnya sangat relevan dengan kecemasan tentang pengalaman interpersonal.

Sebaliknya, efek untuk kecemasan umum tampaknya tidak cukup kuat untuk bertahan di luar pengalaman sehari -hari. Sejalan dengan model stres masa lalu (mis., Selye, 1973), ada kemungkinan bahwa peserta mengalami tahap alarm awal setelah interaksi godaan etnis/rasial, ditandai dengan lonjakan gejala kecemasan yang berlangsung 24 jam atau kurang dan beruntung sebagai peserta Tahan efek stres. Sebaliknya, efek untuk kecemasan sosial tampaknya bertahan sepanjang hari, menunjukkan bahwa interaksi ini sangat menonjol bagi kekhawatiran remaja tentang penampilan sosial mereka. Meskipun ada literatur yang telah melacak efek jangka panjang dari akumulasi stres terkait ras (Brody et al., 2014), proses stres yang terkait dengan stres rasial sehari-hari masih merupakan pertanyaan empiris.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa peran target dan mandiri adalah pengalaman yang sangat berbeda untuk remaja tergantung pada karakteristik individu yang mereka bawa ke interaksi. Dalam penelitian ini, remaja dengan tingkat kecemasan yang tinggi yang menjadi sasaran untuk menggoda etnis/rasial yang dilaporkan merasa lebih cemas secara sosial, sedangkan rekan -rekan kecemasan mereka yang rendah tidak terpengaruh oleh pengalaman tersebut. Temuan ini konsisten dengan penelitian tentang bias pemrosesan selektif yang telah menunjukkan bahwa individu dengan kecemasan sifat tinggi secara otomatis memproses informasi yang mengancam pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang lain daripada rekan -rekan kecemasan sifatnya yang rendah (Macleod & Rutherford, 1992), serta penelitian yang mendokumentasikan perbedaan individu (MacLeod & Rutherford, 1992 dalam reaktivitas terhadap peristiwa stres (Bolger & Schilling, 1991). Lebih lanjut, perbedaan berbasis peran tidak mengejutkan mengingat berbagai agen di antara mereka; Seorang individu tidak dapat mengontrol apakah orang lain mengolok -oloknya, tetapi individu itu dapat memutuskan apakah akan mengolok -olok dirinya sendiri atau tidak. Secara keseluruhan, hasil kuantitatif ini menunjukkan bahwa pengalaman menggoda etnis/rasial umumnya negatif untuk remaja, meskipun implikasinya kompleks dan bervariasi antar orang dan situasi.

Diskusi Umum

Meskipun ada banyak penelitian yang mengeksplorasi etnisitas/diskriminasi berbasis ras dan pengalaman menggoda umum, penelitian ini adalah yang pertama secara empiris mempertimbangkan makna dan dampak dari contoh-contoh unik di mana keduanya terjadi secara bersamaan. Menggunakan desain metode campuran berurutan yang muncul dan eksplorasi (Creswell & Plano Clark, 2007), kami mengidentifikasi pengalaman yang sebelumnya tidak diteliti dari godaan etnis/rasial di kalangan remaja, dan menyelidiki pengalaman sehari-hari. Bahwa menggoda etnis/rasial dibahas dalam semua wawancara dalam Studi 1 tanpa secara eksplisit didorong menunjukkan bahwa penggoda etnis/rasial mungkin menjadi salah satu cara remaja secara teratur berinteraksi satu sama lain tentang etnis/ras. Selain itu, bahwa studi ini 1 peserta menegaskan pengalaman menggoda etnis/rasial tidak berbahaya dalam jaringan sebaya mereka menunjukkan interaksi tersebut dianggap normatif dan tidak berbahaya oleh remaja. Namun, hasil studi 2 menunjukkan bahwa pengalaman menggoda etnis/rasial umum yang sering dikaitkan dengan peningkatan kecemasan harian dan, dengan demikian, dapat menjadi pengalaman negatif bagi remaja.

Mempertimbangkan makna menggoda etnis/rasial

Laporan menggoda etnis/rasial dalam Studi 1 konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pengalaman menggoda umum adalah umum selama masa remaja (Jones, Newman, & Bautista, 2005; Sanford & Eder, 1984) dan bahkan mungkin menjadi “bagian penting dari yang Budaya Remaja ”(Jones et al., 2005, hal. 421). Berdasarkan hanya pada laporan subyektif peserta yang dikumpulkan dalam Studi 1, orang dapat menyimpulkan bahwa godaan etnis/rasial mencerminkan perilaku menggoda khas yang umum pada masa remaja, dan dengan demikian remaja, orang tua, guru, administrator sekolah, dan pemangku kepentingan lainnya tidak boleh peduli dengan seperti itu interaksi. Namun, beberapa dekade penelitian tentang diskriminasi menunjukkan bahwa pesan negatif seperti yang termasuk dalam contoh godaan etnis/rasial dalam Studi 1 dapat, pada kenyataannya, merugikan (lihat Pascoe & Smart Richman, 2009).

Studi 2 menawarkan bukti bahwa pengalaman menggoda etnis/rasial bisa negatif bagi kaum muda. Melalui penilaian kuantitatif pengalaman menggoda etnis/rasial, menjadi jelas bahwa ada implikasi negatif dari interaksi tersebut untuk kecemasan harian dan kecemasan sosial remaja; Secara khusus, bagi kaum muda yang tidak memiliki hak pilihan atas interaksi (mis., Target dan pengalaman perwakilan), dan bagi kaum muda yang cemas. Hasil Studi 2 menyoroti kompleksitas pembuatan makna di sekitar godaan etnis/rasial, karena implikasi dari godaan etnis/rasial tampaknya bervariasi berdasarkan cara spesifik di mana individu terlibat dalam interaksi, dan perbedaan individu yang mereka miliki membawa ke situasi. Variabilitas dalam bagaimana remaja ini mengalami godaan etnis/rasial dari hari ke hari dan dari orang ke orang menyoroti salah satu aspek paradoks dari menggoda: itu mengandung komponen prososial dan antisosial (Jones et al., 2005; Keltner et al., 1998) (Jones et al., 2005; Keltner et al., 1998) . Akibatnya, pembuatan makna dari pengalaman seperti itu rumit. Jika menggoda etnis/rasial dipahami sebagai bentuk diskriminasi, itu mungkin paling cocok dalam kerangka kerja mikro karena maksud pelaku mungkin ambigu, dan sebagai hasilnya pengalaman pembuatan makna bagi korban menjadi kompleks, tergantung pada individu dan variabel kontekstual (Sue et al., 2008). Meskipun pengalaman menggoda etnis/rasial mungkin tidak selalu halus, pengaturan ramah di mana mereka terjadi dan penggunaan humor dapat memungkinkan remaja untuk secara dangkal membelokkan maknanya, tetapi membuat mereka bertanya -tanya tentang niat yang mendasari interaksi tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa interaksi seperti itu tidak boleh dianggap normatif atau tidak berbahaya, tetapi harus dipertimbangkan dengan bentuk diskriminasi halus lainnya.

Implikasi Perkembangan

Godaan etnis/rasial itu terjadi selama masa remaja meningkatkan pertimbangan perkembangan yang menarik. Remaja adalah periode aktif pengembangan identitas (Erikson, 1968) di mana identitas etnis-rasial khususnya sedang dinegosiasikan (Phinney, 1989). Lebih lanjut, pengaruh persahabatan dan umpan balik sebaya sangat kuat selama masa remaja. Pengalaman sosial yang dimiliki remaja mengenai etnis/ras menjadi tertanam dalam cara mereka memandang diri mereka sendiri dan rekan -rekan mereka (Selman, 1980). Pertimbangan perkembangan ini mungkin memiliki implikasi untuk frekuensi dan implikasi menggoda etnis/rasial. Artinya, penggoda etnis/rasial dapat menjadi bentuk diskriminasi yang unik terhadap remaja, dan prevalensi di antara kelompok -kelompok teman dapat menunjukkan bahwa menggoda etnis/rasial adalah bentuk normatif dari sosialisasi. Ini memiliki konsekuensi yang berpotensi serius, mengingat bahwa diskriminasi sebaya mungkin memiliki dampak kesehatan mental yang lebih besar daripada diskriminasi orang dewasa (Greene et al., 2006).

Batasan dan arah masa depan

Studi saat ini memiliki keterbatasan yang dapat menginformasikan penyelidikan di masa depan. Pertama, cara teman dan persahabatan didefinisikan sepanjang Studi 1 dan Studi 2 tidak mewakili operasionalisasi yang terbatas atau lengkap dari hubungan teman dekat. Dalam Studi 1, istilah "teman" tidak secara eksplisit didefinisikan untuk peserta, jadi ada kemungkinan bahwa beberapa peserta menafsirkan istilah ini secara berbeda dari yang lain. Misalnya, beberapa peserta mungkin telah memasukkan kenalan dalam definisi mereka sendiri tentang teman, sedangkan beberapa peserta mungkin hanya mempertimbangkan teman terbaik mereka. Meskipun ini membatasi pemahaman ilmiah kami tentang parameter keintiman yang tepat di mana godaan etnis/rasial terjadi, kami percaya bahwa pendekatan semacam itu konsisten dengan kerangka kerja PVEST (Spencer, 1995) dengan menempatkan prioritas pada perspektif individu dan pemrosesan mereka pengalaman sendiri. Dalam Studi 2, kami memeriksa pengalaman menggoda etnis/rasial tanpa menentukan bahwa interaksi terjadi dalam persahabatan. Oleh karena itu, bukan kasus bahwa Studi 2 memperluas temuan Studi 1 untuk menguji dampak godaan etnis/rasial di antara teman -teman, tetapi lebih melengkapinya. Mengingat deskripsi pengalaman -pengalaman ini yang disediakan dalam Studi 1 dan penelitian sebelumnya tentang bentuk dan sifat interaksi menggoda umum, diharapkan bahwa interaksi semacam itu sebenarnya akan terjadi antara teman dekat atau teman. Namun, penelitian ini tidak membahas apakah penggoda etnis/rasial hanya terjadi di antara teman -teman. Penelitian sebelumnya tentang pengalaman menggoda umum menunjukkan bahwa sifat menggoda interaksi bervariasi berdasarkan jenis hubungan antara dua orang (yaitu, kedekatan, status sosial; Pawluk, 1989), dan penelitian di masa depan harus mempertimbangkan apakah penggoda etnis/rasial terjadi di luar persahabatan dan hubungan yang ada. Jika interaksi menggoda etnis/rasial terjadi di dalam dan di luar persahabatan, peringkat kualitas relasional seperti kedekatan dan keintiman mungkin menjadi moderator yang penting.

Selain itu, penelitian ini meneliti pengalaman remaja di dua sekolah menengah di daerah perkotaan yang besar, di mana keragaman badan siswa dan masyarakat sekitarnya sangat tinggi, terutama relatif terhadap seluruh Amerika Serikat. Mengingat konteks yang terbatas ini dan jumlah remaja yang relatif kecil yang pengalamannya diwakili dalam penelitian ini, penelitian ini tidak dapat mengatasi keberadaan godaan etnis/rasial selama masa remaja. Salah satu jalan penting untuk penelitian di masa depan adalah mereplikasi temuan bahwa pengalaman menggoda etnis/rasial terjadi untuk remaja secara teratur dalam konteks lain. Jalan kedua untuk penelitian di masa depan adalah untuk mempertimbangkan bagaimana keragaman konteks sekolah dapat memainkan peran dalam frekuensi dan makna menggoda etnis/rasial. Memang, penggoda etnis/rasial mungkin lebih mungkin terjadi dalam pengaturan yang sangat beragam, dan mungkin memiliki implikasi yang berbeda daripada di sekolah yang lebih homogen. Sayangnya, tidak ada variabilitas yang cukup antara dua sekolah menengah yang termasuk dalam penelitian ini untuk secara sistematis menyelidiki pengaruh konteks tersebut. Studi di masa depan dapat mencicipi dari beberapa sekolah dengan berbagai keragaman siswa dan memeriksa pengalaman siswa dari etnis/rasial yang menggoda dalam lingkungan sekolah ini. Terkait, frekuensi dan makna pengalaman menggoda etnis/rasial kemungkinan besar dipengaruhi oleh cara seseorang berada dalam konteks tersebut, termasuk apakah mereka adalah minoritas numerik atau mayoritas dalam kelompok teman dan konteks sekolah. Meskipun peserta kulit putih dimasukkan dalam penelitian ini, tidak ada cukup banyak peserta kulit putih untuk mempertimbangkan bagaimana pengalaman mereka mungkin unik dari rekan -rekan etnis/ras minoritas mereka.

Terkait, komposisi etnis/rasial dari konteks langsung di mana pengalaman menggoda etnis/rasial terjadi mungkin memiliki implikasi untuk frekuensi dan makna pengalaman ini (Graham, Munniksma, & Juvonen, 2014; Vervoort, Scholte, & Overbeek, 2010) . Misalnya, apakah remaja adalah satu -satunya minoritas dalam kelompok teman dapat menciptakan dinamika yang berbeda dari remaja dalam sekelompok teman yang beragam secara etnis. Studi saat ini tidak mempertimbangkan komposisi etnis/ras persahabatan, dan, dengan demikian, penelitian di masa depan harus memasukkan pertimbangan ini sebagai moderator potensial. Akhirnya, keanggotaan dalam kelompok dan outgroup juga dapat memainkan peran; Jika seorang individu mengalami interaksi perwakilan, misalnya, di mana anggota dalam kelompok adalah target, ia mungkin merasa lebih terpengaruh oleh pengalaman daripada jika targetnya adalah anggota out-group. Studi saat ini tidak mempertimbangkan nuansa ini, yang harus dipertimbangkan oleh penelitian di masa depan sehubungan dengan semua peran.

Ringkasan

Singkatnya, karya ini menunjukkan bahwa pengalaman menggoda etnis/rasial menonjol di antara teman -teman dekat dan teman selama masa remaja. Secara keseluruhan, studi ini menunjukkan bahwa pengalaman menggoda etnis/rasial adalah cara umum bahwa remaja berkomunikasi di antara rekan -rekan mereka tentang etnis/ras, menawarkan bukti empiris pertama yang berpotensi pesan negatif di sekitar etnis/ras sedang dipertukarkan di ruang "ramah" seperti itu. Lebih lanjut, hasil dari Studi 2 menunjukkan bahwa ketika pengalaman menggoda etnis/rasial terjadi, mereka mungkin tidak sama berbahayanya dengan laporan remaja tentang pengalaman seperti itu yang disarankan dalam Studi 1. Meskipun hasil dari dua studi ini menawarkan pemahaman awal tentang etnis/rasial Menggoda, masih ada banyak pertanyaan empiris mengenai apa arti pengalaman ini bagi remaja. Dengan demikian, penelitian di masa depan harus mempertimbangkan jenis -jenis hubungan spesifik di mana godaan etnis/rasial terjadi, serta efek psikologis positif dan negatif lainnya untuk remaja, untuk lebih memahami kesamaan konseptual dan perbedaan antara menggoda dan diskriminasi etnis/ras.

Informasi Kontributor

Sara Douglass, T. Denny Sanford Sekolah Dinamika Sosial dan Keluarga, Arizona State University. T. Denny Sanford School of Social and Family Dynamics, Arizona State University.

Sheena Mirpuri, Departemen Psikologi, Universitas Fordham. Department of Psychology, Fordham University.

Devin English, Departemen Psikologi, Universitas George Washington. Department of Psychology, George Washington University.

Tiffany Yip, Departemen Psikologi, Universitas Fordham. Department of Psychology, Fordham University.

Referensi

  • Armenta BE, Hunt JS. Menanggapi devaluasi sosial: Efek dari diskriminasi pribadi dan kelompok yang dirasakan pada identifikasi kelompok etnis dan harga diri pribadi remaja Latin/Latina. Proses Grup & Hubungan Antar Kelompok. 2009; 12: 23–39. http://dx.doi.org/10.1177/1368430208098775. [Beasiswa Google]Group Processes & Intergroup Relations. 2009;12:23–39. http://dx.doi.org/10.1177/1368430208098775. [Google Scholar]
  • Bandura A. Yayasan Sosial Pemikiran dan Tindakan: Teori Kognitif Sosial. Englewood Cliffs, NY: Prentice Hall; 1986. [Google Cendekia]Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Englewood Cliffs, NY: Prentice Hall; 1986. [Google Scholar]
  • Bar-Haim Y, Lamy D, Pergamin L, Bakermans-Kranenburg MJ, van Ijzendoorn MH. Bias atensi terkait ancaman pada individu yang cemas dan non-anxious: Sebuah studi meta-analitik. Buletin psikologis. 2007; 133: 1–24. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.133.1.1. [PubMed] [Google Cendekia]Psychological Bulletin. 2007;133:1–24. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.133.1.1. [PubMed] [Google Scholar]
  • Baxter LA. Bentuk dan fungsi permainan intim dalam hubungan pribadi. Penelitian Komunikasi Manusia. 1992; 18: 336–363. http://dx.doi.org/10.1111/j.1468-2958.1992.tb00556.x. [Beasiswa Google]Human Communication Research. 1992;18:336–363. http://dx.doi.org/10.1111/j.1468-2958.1992.tb00556.x. [Google Scholar]
  • Benner AD, Graham S. Anteseden dan konsekuensi diskriminasi ras/etnis selama masa remaja: apakah sumber diskriminasi penting? Psikologi Perkembangan. 2013; 49: 1602–1613. http://dx.doi.org/10.1037/a0030557. [PubMed] [Google Cendekia]Developmental Psychology. 2013;49:1602–1613. http://dx.doi.org/10.1037/a0030557. [PubMed] [Google Scholar]
  • Bolger N, Schilling EA. Kepribadian dan Masalah Kehidupan Sehari -hari: Peran Neurotisme dalam Paparan dan Reaktivitas terhadap Stresor Harian. Jurnal Kepribadian. 1991; 59: 355-386. http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-6494.1991.tb00253.x. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Personality. 1991;59:355–386. http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-6494.1991.tb00253.x. [PubMed] [Google Scholar]
  • Brody GH, Lei MK, Chae DH, Yu T, Kogan SM, Beach Sr. Diskriminasi yang dirasakan di kalangan remaja Afrika -Amerika dan beban alostatik: analisis longitudinal dengan efek buffering. Perkembangan anak. 2014; 85: 989–1002. http://dx.doi.org/10.1111/cdev.12213. [Artikel gratis PMC] [PubMed] [Google Cendekia]Child Development. 2014;85:989–1002. http://dx.doi.org/10.1111/cdev.12213. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
  • Cassidy C, O'Connor RC, Howe C, Warden D. Diskriminasi dan tekanan psikologis: Peran harga diri pribadi dan etnis. Jurnal Psikologi Konseling. 2004; 51: 329–339. http://dx.doi.org/10.1037/0022-0167.51.3.329. [Beasiswa Google]Journal of Counseling Psychology. 2004;51:329–339. http://dx.doi.org/10.1037/0022-0167.51.3.329. [Google Scholar]
  • Charmaz K. Membangun teori ground. Thousand Oaks, CA: Sage; 2006. [Google Cendekia]Constructing grounded theory. Thousand Oaks, CA: Sage; 2006. [Google Scholar]
  • Chavous TM, Rivas-Drake D, Smalls C, Griffin T, Cogburn C. Masalah gender juga: Pengaruh diskriminasi rasial sekolah dan identitas rasial pada hasil keterlibatan akademik di antara remaja Afrika-Amerika. Psikologi Perkembangan. 2008; 44: 637-654. http://dx.doi.org/10.1037/0012-1649.44.3.637. [PubMed] [Google Cendekia]Developmental Psychology. 2008;44:637–654. http://dx.doi.org/10.1037/0012-1649.44.3.637. [PubMed] [Google Scholar]
  • Chorpita BF, Barlow DH. Pengembangan Kecemasan: Peran Kontrol di Lingkungan Awal. Buletin psikologis. 1998; 124: 3–21. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.124.1.3. [PubMed] [Google Cendekia]Psychological Bulletin. 1998;124:3–21. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.124.1.3. [PubMed] [Google Scholar]
  • Creswell JW, Plano Clark VL. Memilih desain metode campuran. Merancang dan melakukan penelitian metode campuran. Thousand Oaks, CA: Sage; 2007. hlm. 58–88. [Beasiswa Google]Choosing a mixed methods design. Designing and conducting mixed methods research. Thousand Oaks, CA: Sage; 2007. pp. 58–88. [Google Scholar]
  • Csikszentmihalyi M, Larson R. Validitas dan reliabilitas metode pengambilan sampel pengalaman. Jurnal penyakit saraf dan mental. 1987; 175: 526–536. http://dx.doi.org/10.1097/00005053-198709000-00004. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Nervous and Mental Disease. 1987;175:526–536. http://dx.doi.org/10.1097/00005053-198709000-00004. [PubMed] [Google Scholar]
  • Dedoose. Dedoose, Versi 4.5, Aplikasi Web untuk Mengelola, Menganalisis, dan Menyajikan Data Penelitian Metode Kualitatif dan Campuran. Los Angeles, CA: Konsultan Penelitian Sosiokultural, LLC; 2013. Diperoleh dari www.dedoose.com. [Beasiswa Google]Dedoose, version 4.5, web application for managing, analyzing, and presenting qualitative and mixed method research data. Los Angeles, CA: SocioCultural Research Consultants, LLC; 2013. Retrieved from www.dedoose.com. [Google Scholar]
  • De Goede IH, Branje SJ, Meeus WH. Perubahan perkembangan dan perbedaan gender dalam persepsi pertemanan remaja. Jurnal remaja. 2009; 32: 1105–1123. http://dx.doi.org/10.1016/j.adolescence.2009.03.002. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Adolescence. 2009;32:1105–1123. http://dx.doi.org/10.1016/j.adolescence.2009.03.002. [PubMed] [Google Scholar]
  • Eder D, Evans CC, Parker S. Sekolah Talk: Gender dan Budaya Remaja. New Brunswick, NJ: Rutgers University Press; 1995. [Google Cendekia]School talk: Gender and adolescent culture. New Brunswick, NJ: Rutgers University Press; 1995. [Google Scholar]
  • Bahasa Inggris D, Lambert SF, Ialongo NS. Asosiasi longitudinal antara diskriminasi rasial yang berpengalaman dan gejala depresi pada remaja Afrika -Amerika. Psikologi Perkembangan. 2014; 50: 1190–1196. http://dx.doi.org/10.1037/a0034703. [Artikel gratis PMC] [PubMed] [Google Cendekia]Developmental Psychology. 2014;50:1190–1196. http://dx.doi.org/10.1037/a0034703. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
  • Erikson eh. Identitas: Pemuda dan Krisis. New York, NY: Norton, Inc; 1968. [Google Cendekia]Identity: Youth and crisis. New York, NY: Norton, Inc; 1968. [Google Scholar]
  • Faith MA, Storch EA, Robertti JW, Ledley DR. Mengenang masa kanak-kanak di antara orang dewasa non-klinis dan non-perguruan tinggi. Jurnal Psikopatologi dan Penilaian Perilaku. 2008; 30: 171–179. http://dx.doi.org/10.1007/s10862-007-9062-0. [Beasiswa Google]Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment. 2008;30:171–179. http://dx.doi.org/10.1007/s10862-007-9062-0. [Google Scholar]
  • Finlay L. “Menggunakan” peneliti: asal, proses, dan praktik refleksivitas. Penelitian Kesehatan Kualitatif. 2002; 12: 531–545. http://dx.doi.org/10.1177/104973202129120052. [PubMed] [Google Cendekia]Qualitative Health Research. 2002;12:531–545. http://dx.doi.org/10.1177/104973202129120052. [PubMed] [Google Scholar]
  • Fisher CB, Wallace SA, Fenton RE. Diskriminasi Diskriminasi selama masa remaja. Jurnal Pemuda dan Remaja. 2000; 29: 679-695. http://dx.doi.org/10.1023/a:102645906512. [Beasiswa Google]Journal of Youth and Adolescence. 2000;29:679–695. http://dx.doi.org/10.1023/A:1026455906512. [Google Scholar]
  • García Coll C, Lamberty G, Jenkins R, McAdoo HP, Crnic K, Wasik BH, Vázquez García H. Model integratif untuk studi kompetensi perkembangan pada anak -anak minoritas. Perkembangan anak. 1996; 67: 1891–1914. http://dx.doi.org/10.2307/1131600. [PubMed] [Google Cendekia]Child Development. 1996;67:1891–1914. http://dx.doi.org/10.2307/1131600. [PubMed] [Google Scholar]
  • Gaylord-Harden NK, Cunningham JA. Dampak dari diskriminasi rasial dan strategi koping pada gejala internalisasi pada pemuda Afrika -Amerika. Jurnal Pemuda dan Remaja. 2009; 38: 532–543. http://dx.doi.org/10.1007/s10964-008-9377-5. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Youth and Adolescence. 2009;38:532–543. http://dx.doi.org/10.1007/s10964-008-9377-5. [PubMed] [Google Scholar]
  • Gee GC, Walsemann KM, Brondolo E. Perspektif Kursus Kehidupan tentang bagaimana rasisme mungkin terkait dengan ketidakadilan kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Amerika. 2012; 102: 967–974. http://dx.doi.org/10.2105/ajph.2012.300666. [Artikel gratis PMC] [PubMed] [Google Cendekia]American Journal of Public Health. 2012;102:967–974. http://dx.doi.org/10.2105/AJPH.2012.300666. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
  • Glaser BG. Dasar -dasar analisis teori ground. Mill Valley, CA: The Sociology Press; 1992. [Google Cendekia]Basics of grounded theory analysis. Mill Valley, CA: The Sociology Press; 1992. [Google Scholar]
  • Graham S, Munniksma A, Juvonen J. Manfaat psikososial persahabatan lintas etnis di sekolah menengah perkotaan. Perkembangan anak. 2014; 85: 469–483. http://dx.doi.org/10.1111/cdev.12159. [PubMed] [Google Cendekia]Child Development. 2014;85:469–483. http://dx.doi.org/10.1111/cdev.12159. [PubMed] [Google Scholar]
  • Greene ML, Way N, Pahl K. Lintasan diskriminasi orang dewasa dan peer yang dirasakan di antara remaja hitam, Latin, dan Asia -Amerika: pola dan korelasi psikologis. Psikologi Perkembangan. 2006; 42: 218–236. http://dx.doi.org/10.1037/0012-1649.42.2.218. [PubMed] [Google Cendekia]Developmental Psychology. 2006;42:218–236. http://dx.doi.org/10.1037/0012-1649.42.2.218. [PubMed] [Google Scholar]
  • Harrell sp. Konseptualisasi multidimensi stres rasisme: implikasi untuk kesejahteraan orang kulit berwarna. American Journal of Orthopsikiatri. 2000; 70: 42–57. http://dx.doi.org/10.1037/h0087722. [PubMed] [Google Cendekia]American Journal of Orthopsychiatry. 2000;70:42–57. http://dx.doi.org/10.1037/h0087722. [PubMed] [Google Scholar]
  • Hayden-Wade HA, Stein RI, Ghaderi A, Saelens BE, Zabinski MF, Wilfley de. Prevalensi, karakteristik, dan korelasi pengalaman menggoda di antara anak -anak yang kelebihan berat badan vs teman sebaya yang tidak terlalu berat. Penelitian Obesitas. 2005; 13: 1381–1392. http://dx.doi.org/10.1038/oby.2005.167. [PubMed] [Google Cendekia]Obesity Research. 2005;13:1381–1392. http://dx.doi.org/10.1038/oby.2005.167. [PubMed] [Google Scholar]
  • Hodges EV, Boivin M, Vitaro F, Bukowski WM. Kekuatan persahabatan: Perlindungan terhadap siklus yang meningkat dari viktimisasi sebaya. Psikologi Perkembangan. 1999; 35: 94-101. http://dx.doi.org/10.1037/0012-1649.35.1.94. [PubMed] [Google Cendekia]Developmental Psychology. 1999;35:94–101. http://dx.doi.org/10.1037/0012-1649.35.1.94. [PubMed] [Google Scholar]
  • Jones DC, Crawford JK. Budaya penampilan rekan selama masa remaja: variasi massa jenis kelamin dan tubuh. Jurnal Pemuda dan Remaja. 2006; 35: 243–269. http://dx.doi.org/10.1007/s10964-005-9006-5. [Beasiswa Google]Journal of Youth and Adolescence. 2006;35:243–269. http://dx.doi.org/10.1007/s10964-005-9006-5. [Google Scholar]
  • Jones D, Newman J, Bautista S. Model tiga faktor menggoda: pengaruh persahabatan, jenis kelamin, dan topik tentang reaksi emosional yang diharapkan terhadap menggoda selama masa remaja awal. Perkembangan sosial. 2005; 14: 421–439. http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-9507.2005.00309.x. [Beasiswa Google]Social Development. 2005;14:421–439. http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-9507.2005.00309.x. [Google Scholar]
  • Keltner D, Capps L, Kring AM, Young RC, Heerey EA. Hanya menggoda: analisis konseptual dan tinjauan empiris. Buletin psikologis. 2001; 127: 229–248. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.127.2.229. [PubMed] [Google Cendekia]Psychological Bulletin. 2001;127:229–248. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.127.2.229. [PubMed] [Google Scholar]
  • Keltner D, Young RC, Heerey EA, Oemig C, Monarch ND. Menggoda dalam hubungan hierarkis dan intim. Jurnal Kepribadian dan Psikologi Sosial. 1998; 75: 1231–1247. http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.75.5.1231. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Personality and Social Psychology. 1998;75:1231–1247. http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.75.5.1231. [PubMed] [Google Scholar]
  • Kowalski RM, editor. Diizinkan tidak hormat: Menggoda dalam interaksi interpersonal. Washington, DC: American Psychological Association; 2001. [Google Cendekia]Permitted disrespect: Teasing in interpersonal interactions. Washington, DC: American Psychological Association; 2001. [Google Scholar]
  • Kowalski RM, editor. Mengeluh, menggoda, dan perilaku menjengkelkan lainnya. New Haven, CT: Yale University Press; 2003. [Google Cendekia]Complaining, teasing, and other annoying behaviors. New Haven, CT: Yale University Press; 2003. [Google Scholar]
  • La Greca AM, Lopez N. Kecemasan sosial di antara remaja: hubungan dengan hubungan sebaya dan persahabatan. Jurnal Psikologi Anak Abnormal. 1998; 26: 83–94. http://dx.doi.org/10.1023/a:1022684520514. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Abnormal Child Psychology. 1998;26:83–94. http://dx.doi.org/10.1023/A:1022684520514. [PubMed] [Google Scholar]
  • MacLeod C, Rutherford EM. Kecemasan dan pemrosesan selektif informasi emosional: memediasi peran kesadaran, sifat dan variabel negara, dan relevansi pribadi bahan stimulus. Penelitian dan terapi perilaku. 1992; 30: 479-491. http://dx.doi.org/10.1016/0005-7967(92)90032-C. [PubMed] [Google Cendekia]Behaviour Research and Therapy. 1992;30:479–491. http://dx.doi.org/10.1016/0005-7967(92)90032-C. [PubMed] [Google Scholar]
  • Magnusson D, Stattin H. Teori Interaksi Orang-Konteks. Dalam: Damon W, Lerner RM, editor. Buku Pegangan Psikologi Anak. Vol. 1. Hoboken, NJ: Wiley; 1998. hlm. 687–759. [Beasiswa Google]Handbook of child psychology. Vol. 1. Hoboken, NJ: Wiley; 1998. pp. 687–759. [Google Scholar]
  • Mathews A, Macleod C. Diskriminasi isyarat ancaman tanpa kesadaran di negara -negara kecemasan. Jurnal Psikologi Abnormal. 1986; 95: 131–138. http://dx.doi.org/10.1037/0021-843x.95.2.131. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Abnormal Psychology. 1986;95:131–138. http://dx.doi.org/10.1037/0021-843X.95.2.131. [PubMed] [Google Scholar]
  • McCabe RE, Miller JL, Laugesen N, Antony MM, Young L. Hubungan antara gangguan kecemasan pada orang dewasa dan teringat pada masa kanak -kanak menggoda. Jurnal Gangguan Kecemasan. 2010; 24: 238–243. http://dx.doi.org/10.1016/j.janxdis.2009.11.002. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Anxiety Disorders. 2010;24:238–243. http://dx.doi.org/10.1016/j.janxdis.2009.11.002. [PubMed] [Google Scholar]
  • Mooney A, Creeser R, pandangan anak -anak Blatchford tentang menggoda dan berkelahi di sekolah -sekolah junior. Penelitian Pendidikan. 1991; 33: 103–112. http://dx.doi.org/10.1080/0013188910330203. [Beasiswa Google]Educational Research. 1991;33:103–112. http://dx.doi.org/10.1080/0013188910330203. [Google Scholar]
  • Moore J., iii Investigasi kualitatif lintasan karier laki -laki Afrika -Amerika di bidang teknik: implikasi bagi guru, konselor sekolah, dan orang tua. Catatan Guru Perguruan Tinggi. 2006; 108: 246–266. http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-9620.2006.00653.x. [Beasiswa Google]Teachers College Record. 2006;108:246–266. http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-9620.2006.00653.x. [Google Scholar]
  • Moskowitz DS, Russell JJ. Perilaku mengukur. Jurnal Kepribadian Eropa. 2009; 23: 417-419. [Google Cendekia]European Journal of Personality. 2009;23:417–419. [Google Scholar]
  • Nansel TR, Overpeck M, Pilla RS, Ruan WJ, Simons-Morton B, Scheidt P. Perilaku intimidasi di antara remaja AS: prevalensi dan hubungan dengan penyesuaian psikososial. JAMA: Jurnal Asosiasi Medis Amerika. 2001; 285: 2094–2100. http://dx.doi.org/10.1001/jama.285.16.2094. [Artikel gratis PMC] [PubMed] [Google Cendekia]JAMA: Journal of the American Medical Association. 2001;285:2094–2100. http://dx.doi.org/10.1001/jama.285.16.2094. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
  • Newcomb AF, Bagwell CL. Hubungan Persahabatan Anak-Anak: Tinjauan Meta-Analitik. Buletin psikologis. 1995; 117: 306–347. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.117.2.306. [Beasiswa Google]Psychological Bulletin. 1995;117:306–347. http://dx.doi.org/10.1037/0033-2909.117.2.306. [Google Scholar]
  • Ong AD, Burrow AL, Fuller-Rowell Te, Ja NM, Sue DW. Mikroagressi rasial dan kesejahteraan harian di antara orang Asia-Amerika. Jurnal Psikologi Konseling. 2013; 60: 188–199. http://dx.doi.org/10.1037/a0031736. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Counseling Psychology. 2013;60:188–199. http://dx.doi.org/10.1037/a0031736. [PubMed] [Google Scholar]
  • Pascoe EA, Smart Richman L. Persepsi Diskriminasi dan Kesehatan: Tinjauan Meta-Analitik. Buletin psikologis. 2009; 135: 531–554. http://dx.doi.org/10.1037/a0016059. [Artikel gratis PMC] [PubMed] [Google Cendekia]Psychological Bulletin. 2009;135:531–554. http://dx.doi.org/10.1037/a0016059. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
  • Patton MQ. Penelitian kualitatif. Hoboken, NJ: Wiley, Ltd.; 2005. http://dx.doi.org/10.1002/0470013192.bsa514. [Beasiswa Google]Qualitative research. Hoboken, NJ: Wiley, Ltd.; 2005. http://dx.doi.org/10.1002/0470013192.bsa514. [Google Scholar]
  • Pawluk CJ. Konstruksi sosial menggoda. Jurnal untuk teori perilaku sosial. 1989; 19: 145–167. http://dx.doi.org/10.1111/j.1468-5914.1989.tb00142.x. [Beasiswa Google]Journal for the Theory of Social Behaviour. 1989;19:145–167. http://dx.doi.org/10.1111/j.1468-5914.1989.tb00142.x. [Google Scholar]
  • Phinney JS. Tahapan pengembangan identitas etnis pada remaja kelompok minoritas. Jurnal remaja awal. 1989; 9: 34–49. http://dx.doi.org/10.1177/0272431689091004. [Beasiswa Google]The Journal of Early Adolescence. 1989;9:34–49. http://dx.doi.org/10.1177/0272431689091004. [Google Scholar]
  • Phinney J, Tarver S. Ethnic Identity Search and Commitment pada siswa kelas delapan dan putih. Jurnal remaja awal. 1988; 8: 265–277. http://dx.doi.org/10.1177/0272431688083004. [Beasiswa Google]The Journal of Early Adolescence. 1988;8:265–277. http://dx.doi.org/10.1177/0272431688083004. [Google Scholar]
  • Pollock M. Colormute: Dilema pembicaraan ras di sekolah Amerika. Princeton, NJ: Princeton University Press; 2004. [Google Cendekia]Colormute: Race talk dilemmas in an American school. Princeton, NJ: Princeton University Press; 2004. [Google Scholar]
  • Quillian L. Pendekatan baru untuk memahami prasangka rasial dan diskriminasi. Tinjauan Tahunan Sosiologi. 2006; 32: 299–328. http://dx.doi.org/10.1146/annurev.soc.32.061604.123132. [Beasiswa Google]Annual Review of Sociology. 2006;32:299–328. http://dx.doi.org/10.1146/annurev.soc.32.061604.123132. [Google Scholar]
  • Quintana SM. Pemahaman perkembangan anak -anak tentang etnis dan ras. Psikologi Terapan & Pencegahan. 1998; 7: 27–45. http://dx.doi.org/10.1016/s0962-1849(98)80020-6. [Beasiswa Google]Applied & Preventive Psychology. 1998;7:27–45. http://dx.doi.org/10.1016/S0962-1849(98)80020-6. [Google Scholar]
  • Quintana SM, McKown C. Buku Pegangan Ras, Rasisme, dan Anak Berkembang. Hoboken, NJ: Wiley; 2008. [Google Cendekia]Handbook of race, racism, and the developing child. Hoboken, NJ: Wiley; 2008. [Google Scholar]
  • Raudenbush SW, Bryk AS, Congdon R. HLM 6 untuk Windows [Perangkat Lunak Komputer] Skokie, IL: Scientific Software International, Inc.; 2004. [Google Cendekia]HLM 6 for Windows [Computer software] Skokie, IL: Scientific Software International, Inc.; 2004. [Google Scholar]
  • Reis HT, Shaver P. Keintiman sebagai proses interpersonal. Dalam: Duck S, Hay DF, Hobfoll SE, Ickes W, Montgomery BM, editor. Buku Pegangan Hubungan Pribadi: Teori, Penelitian dan Intervensi. Oxford, Inggris: Wiley; 1988. hlm. 367–389. [Beasiswa Google]Handbook of personal relationships: Theory, research and interventions. Oxford, England: Wiley; 1988. pp. 367–389. [Google Scholar]
  • Rivas-Drake D, Hughes D, Way N. Analisis awal asosiasi antara sosialisasi etnis-ras, diskriminasi etnis, dan identitas etnis di antara siswa kelas enam perkotaan. Jurnal Penelitian tentang Remaja. 2009; 19: 558–584. http://dx.doi.org/10.1111/j.1532-7795.2009.00607.x. [Beasiswa Google]Journal of Research on Adolescence. 2009;19:558–584. http://dx.doi.org/10.1111/j.1532-7795.2009.00607.x. [Google Scholar]
  • Roberts RA, Bell LA, Murphy B. Membalikkan naskah: Menganalisis pembicaraan pemuda tentang ras dan rasisme. Antropologi & Pendidikan Triwulan. 2008; 39: 334–354. http://dx.doi.org/10.1111/j.1548-1492.2008.000225.x. [Beasiswa Google]Anthropology & Education Quarterly. 2008;39:334–354. http://dx.doi.org/10.1111/j.1548-1492.2008.00025.x. [Google Scholar]
  • Rosenbloom S, Way N. Pengalaman diskriminasi di antara remaja Afrika -Amerika, Asia -Amerika, dan Latin di sekolah menengah kota. Pemuda & Masyarakat. 2004; 35: 420–451. http://dx.doi.org/10.1177/0044118x03261479. [Beasiswa Google]Youth & Society. 2004;35:420–451. http://dx.doi.org/10.1177/0044118X03261479. [Google Scholar]
  • Sanford S, Eder D. Humor remaja selama interaksi sebaya. Triwulan Psikologi Sosial. 1984; 47: 235–243. http://dx.doi.org/10.2307/3033820. [Beasiswa Google]Social Psychology Quarterly. 1984;47:235–243. http://dx.doi.org/10.2307/3033820. [Google Scholar]
  • Savin-Williams RC, Berndt TJ. Persahabatan dan hubungan sebaya. Dalam: Feldman S, Elliott GR, editor. Di ambang batas: remaja yang sedang berkembang. Cambridge, MA: Harvard University Press; 1990. hlm. 277–307. [Beasiswa Google]At the threshold: The developing adolescent. Cambridge, MA: Harvard University Press; 1990. pp. 277–307. [Google Scholar]
  • Schwartz D, Dodge KA, Pettit GS, Bates JE. Sosialisasi awal korban agresif intimidasi. Perkembangan anak. 1997; 68: 665-675. http://dx.doi.org/10.2307/1132117. [PubMed] [Google Cendekia]Child Development. 1997;68:665–675. http://dx.doi.org/10.2307/1132117. [PubMed] [Google Scholar]
  • Seal DW, Bogart LM, Ehrhardt AA. Dinamika kelompok kecil: kegunaan diskusi kelompok fokus sebagai metode penelitian. Dinamika grup. 1998; 2: 253–266. http://dx.doi.org/10.1037/1089-2699.2.4.253. [Beasiswa Google]Group Dynamics. 1998;2:253–266. http://dx.doi.org/10.1037/1089-2699.2.4.253. [Google Scholar]
  • Seaton EK, Douglass S. Keragaman sekolah dan diskriminasi rasial di kalangan remaja Afrika-Amerika. Keragaman budaya dan psikologi etnis minoritas. 2014; 20: 156–165. http://dx.doi.org/10.1037/a0035322. [PubMed] [Google Cendekia]Cultural Diversity and Ethnic Minority Psychology. 2014;20:156–165. http://dx.doi.org/10.1037/a0035322. [PubMed] [Google Scholar]
  • Selman RL. Pertumbuhan pemahaman interpersonal: analisis perkembangan dan klinis. San Diego, CA: Academic Press; 1980. [Google Cendekia]The growth of interpersonal understanding: Developmental and clinical analyses. San Diego, CA: Academic Press; 1980. [Google Scholar]
  • Selye H. Evolusi konsep stres. Ilmuwan Amerika. 1973; 61: 692–699. [PubMed] [Google Cendekia]American Scientist. 1973;61:692–699. [PubMed] [Google Scholar]
  • Shelton JN, Trail TE, TV Barat, Bergsieker HB. Dari Strangers to Friends: Model proses keintiman interpersonal dalam mengembangkan persahabatan antar -ras. Jurnal Hubungan Sosial dan Pribadi. 2010; 27 (1): 71–90. http://dx.doi.org/10.1177/0265407509346422. [Beasiswa Google]Journal of Social and Personal Relationships. 2010;27(1):71–90. http://dx.doi.org/10.1177/0265407509346422. [Google Scholar]
  • Smith KJ, Belgrave LL. Rekonstruksi Kehidupan Sehari -hari: Mengalami Badai Andrew. Jurnal Etnografi Kontemporer. 1995; 24: 244–269. http://dx.doi.org/10.1177/089124195024003001. [Beasiswa Google]Journal of Contemporary Ethnography. 1995;24:244–269. http://dx.doi.org/10.1177/089124195024003001. [Google Scholar]
  • Spencer MB. Masalah lama dan teori baru tentang pemuda Afrika-Amerika: varian fenomenologis dari teori sistem ekologis. Dalam: Taylor RL, editor. Pemuda Hitam: Perspektif tentang status mereka di Amerika Serikat. Westport, CT: Praeger; 1995. hlm. 37–69. [Beasiswa Google]Black youth: Perspectives on their status in the United States. Westport, CT: Praeger; 1995. pp. 37–69. [Google Scholar]
  • Spencer MB. Teori Fenomenologi dan Sistem Ekologis: Pengembangan Beragam Kelompok. Dalam: Damon W, Lerner R, editor. Buku Pegangan Psikologi Anak: Vol. 1. Model teoritis perkembangan manusia. Edisi ke -6. New York, NY: Wiley; 2006. hlm. 829–893. [Beasiswa Google]Handbook of child psychology: Vol. 1. Theoretical models of human development. 6th ed. New York, NY: Wiley; 2006. pp. 829–893. [Google Scholar]
  • Spencer MB, Dupree D, Hartmann T. Varian fenomenologis dari teori sistem ekologis (PVEST): perspektif pengorganisasian diri dalam konteks. Pengembangan dan Psikopatologi. 1997; 9: 817–833. http://dx.doi.org/10.1017/s0954579497001454. [PubMed] [Google Cendekia]Development and Psychopathology. 1997;9:817–833. http://dx.doi.org/10.1017/S0954579497001454. [PubMed] [Google Scholar]
  • CD Spielberger, Gorsuch RL, Lushene RE. Manual untuk Inventarisasi Kecemasan Tangga Negara. Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press; 1970. [Google Cendekia]Manual for the State-Trait Anxiety Inventory. Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press; 1970. [Google Scholar]
  • Storch EA, Brassard MR, Masia-Warner CL. Hubungan viktimisasi sebaya dengan kecemasan sosial dan kesepian pada masa remaja. Jurnal Studi Anak. 2003; 33: 1–19. [Google Cendekia]Child Study Journal. 2003;33:1–19. [Google Scholar]
  • Strauss A, Corbin J. Dasar -dasar Penelitian Kualitatif: Teknik dan Prosedur untuk Mengembangkan Teori Berdasarkan. Edisi ke -2. Thousand Oaks, CA: Sage; 1998. [Google Cendekia]Basics of qualitative research: Techniques and procedures for developing grounded theory. 2nd ed. Thousand Oaks, CA: Sage; 1998. [Google Scholar]
  • Sue DW. Rasial Microaggressions dan WorldViews. Psikolog Amerika. 2009; 64 (3): 220–221. http://dx.doi.org/10.1037/a0015310. [PubMed] [Google Cendekia]American Psychologist. 2009;64(3):220–221. http://dx.doi.org/10.1037/a0015310. [PubMed] [Google Scholar]
  • Sue D, Capodilupo CM, Nadal KL, Torino GC. Mikroagressi rasial dan kekuatan untuk mendefinisikan realitas. Psikolog Amerika. 2008; 63: 277–279. http://dx.doi.org/10.1037/0003-066x.63.4.277. [Beasiswa Google]American Psychologist. 2008;63:277–279. http://dx.doi.org/10.1037/0003-066X.63.4.277. [Google Scholar]
  • Swann WB., JR Identity Negosiasi: Di ​​mana dua jalan bertemu. Jurnal Kepribadian dan Psikologi Sosial. 1987; 53: 1038-1051. http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.53.6.1038. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Personality and Social Psychology. 1987;53:1038–1051. http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.53.6.1038. [PubMed] [Google Scholar]
  • Tragesser SL, Lippman LG. Menggoda: Untuk superioritas atau solidaritas? Jurnal Psikologi Umum. 2005; 132: 255–266. http://dx.doi.org/10.3200/genp.132.3.255-266. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of General Psychology. 2005;132:255–266. http://dx.doi.org/10.3200/GENP.132.3.255-266. [PubMed] [Google Scholar]
  • Tynes BM, Giang MT, Williams DR, Thompson GN. Diskriminasi rasial online dan penyesuaian psikologis di kalangan remaja. Jurnal Kesehatan Remaja. 2008; 43: 565–569. http://dx.doi.org/10.1016/j.jadohealth.2008.08.021. [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Adolescent Health. 2008;43:565–569. http://dx.doi.org/10.1016/j.jadohealth.2008.08.021. [PubMed] [Google Scholar]
  • Umaña-Taylor AJ, Fine Ma. Meneliti identitas etnis di kalangan remaja asal Meksiko yang tinggal di Amerika Serikat. Jurnal Ilmu Perilaku Hispanik. 2004; 26: 36–59. http://dx.doi.org/10.1177/0739986303262143. [Beasiswa Google]Hispanic Journal of Behavioral Sciences. 2004;26:36–59. http://dx.doi.org/10.1177/0739986303262143. [Google Scholar]
  • Unnever JD. Pengganggu, korban agresif, dan korban: apakah mereka kelompok yang berbeda? Perilaku agresif. 2005; 31: 153–171. http://dx.doi.org/10.1002/ab.20083. [Beasiswa Google]Aggressive Behavior. 2005;31:153–171. http://dx.doi.org/10.1002/ab.20083. [Google Scholar]
  • Vervoort MH, Scholte RH, Overbeek G. Bullying dan viktimisasi di antara remaja: Peran etnis dan komposisi etnis kelas sekolah. Jurnal Pemuda dan Remaja. 2010; 39: 1–11. http://dx.doi.org/10.1007/s10964-008-9355-y. [Artikel gratis PMC] [PubMed] [Google Cendekia]Journal of Youth and Adolescence. 2010;39:1–11. http://dx.doi.org/10.1007/s10964-008-9355-y. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
  • Williams DR, tetangga HW, Jackson JS. Diskriminasi dan kesehatan ras/etnis: Temuan dari studi masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Amerika. 2003; 93: 200-208. http://dx.doi.org/10.2105/ajph.93.2.200. [Artikel gratis PMC] [PubMed] [Google Cendekia]American Journal of Public Health. 2003;93:200–208. http://dx.doi.org/10.2105/AJPH.93.2.200. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
  • Willig C. Memperkenalkan penelitian kualitatif dalam psikologi. New York, NY: McGraw-Hill International; 2013. [Google Cendekia]Introducing qualitative research in psychology. New York, NY: McGraw-Hill International; 2013. [Google Scholar]