Mike Nafizahni Show 28 Juni 2021
Program vaksinasi Covid-19 usia 18 tahun ke atas tengah berlangsung di Jakarta. Berbeda dengan program vaksinasi lansia, kali ini Pemprov DKI Jakarta juga menyediakan vaksin AstraZeneca untuk memenuhi kebutuhan vaksin di ibu kota. Hampir mirip dengan cerita vaksin Sinovac, awal kemunculan vaksin Astrazeneca di Indonesia juga menimbulkan beragam pertanyaan dan keraguan. Beruntung, Jakarta Smart City berkesempatan berbincang bersama dr. Adam Prabata, yang saat ini sedang menempuh pendidikan S3 Medical Science di Kobe University, Jepang. Simak bagaimana dr. Adam Prabata menjawab keraguan vaksin AstraZeneca berikut ini, yuk! Mengapa efikasi vaksin AstraZeneca dari WHO dan Kemenkes RI berbeda? Mana yang sebaiknya menjadi rujukan? dr. Adam: Lalu, bagaimana dengan efektivitas vaksin AstraZeneca? dr. Adam: “Pada penelitian terbaru di Inggris, 12 Juni 2021, efektivitas vaksin AstraZeneca setelah penyuntikan dosis kedua adalah 79% menurunkan risiko terinfeksi Covid-19 tanpa gejala dan 92% menurunkan risiko terinfeksi Covid-19 yang bergejala, dengan jeda penyuntikan dosis pertama dan dosis kedua selama 12 minggu.” Kenapa jangka waktu pemberian dosis pertama dan kedua vaksin AstraZeneca berbeda dengan vaksin Sinovac? Apakah proses pembentukan antibodi dari vaksin AstraZeneca memakan waktu lebih lama? dr. Adam: “Efikasi terbaik vaksin AstraZeneca didapat dengan jeda penyuntikan dosis pertama dan dosis kedua yang lebih lama, yaitu 12 minggu. Selain itu, proses pembentukan antibodi dari vaksin AstraZeneca cenderung lebih lama (jika dibandingkan dengan vaksin Sinovac dan Sinopharm). Antibodi dari vaksin Sinovac maupun Sinopharm terbentuk setelah 28 hari dari suntikan pertama. Sedangkan antibodi dari vaksin AstraZeneca terbentuk setelah 42 hari dari suntikan pertama.” (Gambar dari paparan dr. Adam Prabata) Apa benar masyarakat usia muda lebih dianjurkan menggunakan vaksin AstraZeneca? dr. Adam: Apa benar vaksin AstraZeneca mengandung tripsin babi? Apa bahan utama pembuatan vaksin AstraZeneca? dr. Adam: “Vaksin AstraZeneca tidak mengandung bahan yang berasal dari hewan. Namun, dalam proses pembuatannya bersinggungan dengan enzim tripsin yang berasal dari pankreas babi.” (Terkait hal tersebut, MUI telah mengeluarkan Fatwa Mubah terhadap penggunaan vaksin AstraZeneca yang bisa dilihat di sini). (Gambar dari Instagram @adamprabata) Apa benar vaksin AstraZeneca dapat memicu pembekuan darah? Berdasarkan berita yang beredar, di Eropa terjadi kasus pembekuan darah yang didominasi oleh perempuan muda setelah divaksin AstraZeneca. dr. Adam: “Benar. Di Inggris ada risiko pembekuan darah yang didominasi perempuan muda dengan rasio yang terbilang kecil, antara 1:100.000 hingga 3,6:1.000.000 pada orang yang menggunakan vaksin AstraZeneca.” Adakah kriteria orang yang tidak bisa divaksin AstraZeneca? dr. Adam: “Sejauh ini, orang yang tidak diperbolehkan menggunakan vaksin AstraZeneca sehingga menimbulkan kontraindikasi yaitu mereka yang memiliki riwayat penyakit HITT (Heparin Induced Thrombocytopenia and Thrombosis), sehingga muncul pembekuan darah karena pengobatan Heparin. Namun, kasus ini tergolong langka dan tidak banyak.” Lalu bagaimana dengan orang yang memiliki riwayat penyakit jantung dan pembekuan darah? Dari berita yang beredar, hal tersebut dapat meningkatkan risiko pembekuan darah. dr. Adam: “Jika memiliki riwayat penyakit jantung dan pembekuan darah, konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter. Jika tidak ada masalah, maka pemberian vaksin AstraZeneca boleh dilanjutkan. Selain itu, Ikatan Dokter Jantung Indonesia juga tidak melarang pemberian vaksin AstraZeneca pada pasien penyakit jantung dan pembuluh darah yang kondisinya stabil. Risiko pembekuan darah akibat vaksin tersebut sangat kecil (3,6 kasus per satu juta orang yang divaksin), namun efektivitasnya sangat baik.” Benarkah efek samping vaksin AstraZeneca lebih berat daripada vaksin Sinovac? dr. Adam: “Benar. Umumnya ada dua jenis efek samping setelah vaksin, lokal dan sistemik. Efek samping lokal terjadi di area suntik seperti kemerahan, bengkak, dan nyeri. Sedangkan efek samping sistemik terjadi di seluruh badan seperti demam, pegal-pegal, kelelahan, mengantuk, dan sebagainya. Efek samping vaksin AstraZeneca berbeda dengan vaksin lain karena adanya risiko pembekuan darah. Hal ini terjadi karena adanya zat dari vaksin yang memicu terjadinya pembekuan darah. Belum diketahui secara pasti jenis zat apa yang dapat memicu pembekuan darah tersebut. Namun, sejauh ini, efek samping pembekuan darah ada pada jenis vaksin yang menggunakan adenovirus, seperti AstraZeneca dan Johnson & Johnson.” Apakah penderita autoimun bisa divaksin AstraZeneca?dr. Adam: “Berdasarkan penelitian yang meliputi vaksin AstraZeneca, secara umum vaksin AstraZeneca dapat ditoleransi dengan baik oleh penderita autoimun.” (Jika dilihat berdasarkan rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), 18 Maret 2021, penderita autoimun bisa mendapatkan vaksin jika kondisinya dinyatakan stabil oleh dokter yang merawat). Kenapa ada kasus meninggal setelah divaksin AstraZeneca?dr. Adam: Apakah vaksin AstraZeneca mampu melawan varian baru Covid-19?dr. Adam: “Varian Covid-19 yang banyak ditemukan di Indonesia saat ini adalah varian Delta, beberapa waktu lalu juga ada varian Alpha. Untuk vaksin AstraZeneca (menurut pernyataan WHO), sudah terbukti efektif melawan kedua varian Covid-19 tersebut.” Dari banyaknya informasi yang diberikan oleh dr. Adam mengenai AstraZeneca, tentunya vaksin ini memiliki risiko. Namun, risiko tersebut tidak sebanding dengan banyaknya manfaat yang diberikan jika kita menggunakan vaksin tersebut. Jadi bagi kamu yang sudah berusia 18 tahun ke atas, segera daftarkan dirimu untuk vaksinasi melalui aplikasi JAKI yang dapat di-download melalui Google Play Store maupun App Store. Jangan lupa tetap jaga kesehatan dan terapkan protokol kesehatan di manapun kamu berada, ya.
Menulis segala hal yang berkaitan dengan hiruk pikuk Ibu Kota. Pegiat dan penikmat karya sastra lulusan Universitas Negeri Jakarta. Saat ini menjadi bagian dari Jakarta Smart City sebagai tim Content Writer.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menjadikan vaksin booster Covid-19 sebagai syarat untuk mudik Lebaran tanpa harus melakukan swab antigen maupun tes polymerase chain (PCR). Lantas berapa lama jarak vaksin booster dari vaksin kedua? Informasi saja, vaksin booster diberikan kepada masyarakat berusia 18 tahun ke atas dan sudah mendapatkan menyelesaikan vaksinasi primer atau sudah disuntik vaksin dosis pertama dan kedua. Bagi kelompok masyarakat berusia 18-59 tahun, vaksin booster diberikan enam bulan setelah penyuntikan dosis kedua dilakukan. Adapun untuk kelompok masyarakat berusia 60 tahun ke atas (lansia), vaksin booster diberikan 3 bulan setelah dosis kedua. Percepatan penyuntikan vaksin booster bagi lansia tertuang dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor SR.02.06/II/ 1123 /2022 tentang Penyesuaian Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 Dosis Lanjutan (Booster) bagi Lansia. "Kalau sebelumnya vaksinasi booster diberikan minimal 6 bulan, mulai hari ini pemberian dosis booster bagi lansia dapat diberikan dengan interval minimal tiga bulan setelah mendapat vaksinasi primer lengkap," kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19, Siti Nadia Tarmizi dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (31/3/2022). Masyarakat yang ingin mendapatkan vaksin booster harus terlebih dahulu mendapatkan e-tiket yang terdapat di website Pedulilindung.id dan aplikasi PeduliLindungi. Berikut cara mengeceknya: Melalui Website PeduliLindungi.id
Melalui Aplikasi PeduliLindungi
Saat ini sudah ada enam vaksin yang digunakan dalam booster. Yakni ada Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, Moderna, Janssen (J&J) dan Sinopharm. Keenamnya menggunakan kombinasi baik homolog dan heterolog dalam pemberian dosis ketiga vaksin Covid-19. Berikut kombinasi vaksin booster yang diumumkan pemerintah beberapa waktu lalu:
(roy/roy) TAG: vaksin booster vaksin covid-19 kemenkes mudik lebaran |