Terdapat tiga hal yang tidak boleh dilakukan selama berhaji yaitu

Terdapat tiga hal yang tidak boleh dilakukan selama berhaji yaitu

Suasana saat menjalankan Haji - larangan dan dendanya /Abdullah_Shakoor/Pixabay

PORTAL GROBOGAN – Haji merupakan salah satu rukun Islam yang mana dapat dilaksanakan jika sudah mampu.

Mengingat kembali rukun Islam itu ada lima. Pertama adalah syahadat. Kedua sholat. Ketiga puasa. Keempat Zakat dan kelima merupakan Haji.

Saat menjalankan ibadah haji ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan apabila hal yang dilarang tersebut di langgar akan menyebabkan denda.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta Hari Minggu, 24 April 2022 Kemarahan Andin terhadap Ammar dan Nino Semakin Memuncak

Sebenarnya materi mengenai haji telah disampaikan saat menempuh pendidikan sekolah menengah pertama atau di MTs.

Namun tidak ada salahnya jika mengingat dan membaca ulang mengenai mater haji. Seperti pengertian haji, syarat haji, rukun haji dan hal-hal yang dilarang ketika melaksanakan ibadah haji.

Seperti diketahui bahwa rukun haji meliputi ihram, wukuf di padang arafah, thawaf, sa’i, tahallul dan dikerjakan dengan tertib.

Baca Juga: Mengenal aspek-aspek Orientasi Tujuan, dalam Teori Motivasi Pelajar

Selain itu juga telah dikatahui bahwa wajib haji meliputi, ihram dari miqat, bermalam atau mabit di Muzdalifah, bermalam atau mabit di Mina.

Melontar jumrah aqobah pada hari raya haji tanggal 10 Dzulhijjah, melempar tiga jumrah pada tanggal 11,12,13 Dzulhijjah pada tiap-tiap jumrah dengan 7 batu kerikil.

Terdapat tiga hal yang tidak boleh dilakukan selama berhaji yaitu

(Foto: news.at) (Foto: news.at)

Jamaah haji dilarang melakukan beberapa hal ketika ia memasuki ihram. Apa yang seharusnya boleh dilakukan di luar ihram menjadi haram selama jamaah haji dalam keadaan ihram. Jamaah haji yang melanggar larangan tersebut kan terkena sanksi yang berkaitan dengan ibadah hajinya.

Syekh Abu Syuja dalam Taqrib menyebut sepuluh hal yang menjadi larangan sepanjang seseorang menunaikan ibadah haji di tanah suci. Semua larangan ini memiliki konsekuensi bila dilanggar oleh jamaah haji yang bersangkutan.

فصل ويحرم على المحرم عشرة أشياء لبس المخيط وتغطية الرأس من الرجل والوجه من المرأة  وترجيل الشعر وحلقه وتقليم الأظفار والطيب وقتل الصيد وعقد النكاح والوطء والمباشرة بشهوة

Artinya, “Pasal. Jamaah haji yang sedang ihram haram melakukan sepuluh hal: mengenakan pakaian berjahit, menutup kepala bagi laki-laki, menutup wajah bagi perempuan, mengurai rambut, mencukur rambut, memotong kuku, mengenakan wewangian, membunuh binatang buruan, melangsungkan akad nikah, dan berhubungan badan. Demikian juga dengan bermesraan dengan syahwat.”

Namun demikian, pandangan Abu Syuja diberi catatan oleh para ulama Syafiiyah sesudahnya. KH Afifuddin Muhajir mendokumentasikan catatan verifikasi para ulama Syafiiyah tersebut. Menurutnya, sebagian larangan haji yang disampaikan Syekh Abu Syuja masuk ke dalam makruh, bukan larangan haji.

ـ (وترجيل) أي تسريح (الشعر) وهذا ضعيف والمعتمد أنه مكروه

Artinya, “(Mengurai) melepas (rambut). Pendapat ini lemah. Pendapat yang muktamad menyatakan bahwa hokum mengurai rambut adalah makruh bagi jamaah haji yang sedang ihram,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 92).

Sedangkan Syekh Nawawi Banten menerangkan kelonggaran perihal larangan potong kuku dan rambut atau bulu yang keberadaannya cukup “mengganggu”. Ia menerangkan bahwa potong kuku atau potong sedikit rambut yang menghalangi mata dibolehkan tanpa konsekuensi sanksi.

والخامس  تقليم الأظفار أي إزالتها من يد أو رجل بتقليم أو غيره إلا إذا انكسر بعض ظفر المحرم وتأذى به فله إزالة المنكسر فقط) ولا فدية عليه وكذلك إذا طلع الشعر في العين وتأذى به فله إزالته

Artinya, “(Kelima memotong kuku. Maksudnya, menghilangkan kuku tangan dan kuku kaki dengan cara memotong atau cara lainnya. Tetapi , jika sebagian kuku jamaah haji yang sedang ihram tersebut terbelah dan ia menjadi sakit (terganggu) karenanya, maka ia boleh memotongnya) dan tidak perlu membayar fidyah. Demikian halnya dengan kemunculan rambut atau bulu di mata, dan ia menjadi terganggu karenanya, maka ia boleh mengguntingnya,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, halaman 125).

Meskipun terdapat pengecualian, secara umum semua larangan ini mengandung konsekuensi. Pelanggaran terhadap larangan ini secara umum mengharuskan jamaah haji untuk membayar fidyah baik berupa kambing, puasa, atau sanksi lainnya.

Pelanggaran terberat adalah hubungan seksual yang berdampak pada kerusakan ibadah haji seorang jamaah di tahun tersebut dengan kewajiban meneruskan rangkaian ibadah hajinya hingga selesai, dan kewajiban mengqadhanya pada tahun selanjutnya.

وفي جميع ذلك الفدية إلا عقد النكاح فإنه لا ينعقد ولا يفسده إلا الوطء في الفرج ولا يخرج منه بالفساد في فاسده

Artinya, “Semua larangan itu (jika dilanggar) terdapat sanksi fidyah kecuali akad nikah, maka nikahnya tidak sah. Tidak ada yang merusak haji kecuali larangan hubungan badan melalui kemaluan. Jamaah haji yang melakukan hubungan badan tidak boleh keluar dari rangkaian ibadah haji karena telah rusak ibadahnya (tetapi menyelesaikannya hingga selesai).

Jadi larangan-larangan haji menurut pendapat ulama Syafi’iyah yang muktamad adalah sebagai berikut:

1. Mengenakan pakaian berjahit

2. Menutup kepala bagi laki-laki,

3. Menutup wajah bagi perempuan

4. Mencukur rambut atau bulu,

7. Membunuh binatang buruan,

8. Melangsungkan akad nikah,

10.Bermesraan dengan syahwat. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Kumpulan Khutbah Menyambut Hari Kemerdekaan

Ilustrasi ibadah haji. Foto: Pixabay

Dalam pelaksanaan ibadah haji, terdapat rukun-rukun yang wajib dilakukan oleh setiap jemaah, salah satunya ihram atau niat haji. Ihram adalah menetapkan niat untuk mengerjakan ibadah haji dengan memakai pakaian ihram dan dimulai dari suatu tempat dan waktu yang telah ditentukan yang disebut dengan miqat.

Pada saat dimulai sampai berakhirnya haji, ada beberapa hal tertentu yang halal kemudian menjadi haram jika dilakukan selama jemaah haji dalam keadaan ihram. Apa saja? Berikut ulasan selengkapnya.

Mengutip jurnal Pelaksanaan Haji Melalui Penerapan Formal dalam Peraturan Haji di Indonesia oleh Andi Intan Cahyani, ada tiga macam larangan haji yang perlu diperhatikan, yaitu larangan khusus bagi kaum laki-laki, larangan khusus bagi kaum perempuan, dan larangan bagi laki-laki maupun perempuan.

Larangan haji tersebut di antaranya:

  • Bagi laki-laki, dilarang memakai pakaian yang berjahit, memakai tutup kepala, dan memakai sepatu yang menutupi mata kaki.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang berihram (haji atau umrah)?”

Rasulullah kemudian bersabda, “Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Hendaknya dia tidak memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars (sejenis wewangian).” (HR. Bukhari no. 1542)

Ilustrasi pakaian ihram untuk laki-laki. Foto: BBC

  • Bagi perempuan, tidak diperbolehkan menutup muka dan tangan.

وَلاَ تَنْتَقِبِ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلاَ تَلْبَسِ الْقُفَّازَيْنِ

Hendaknya wanita yang sedang berihram tidak mengenakan cadar dan sarung tangan.” (HR. Bukhari no. 1838).

Sementara itu, larangan yang berlaku bagi laki-laki maupun perempuan, yaitu:

  • Memotong dan mencabut kuku.

  • Memotong atau mencukur rambut kepala, mencabut bulu badan dan lainnya, menyisir rambut kepala (karena dikhawatirkan rambutnya rontok), mencabut bulu hidung dan sebagainya.

  • Memakai wangi-wangian pada badan, pakaian, rambut, kecuali yang telah dipakai sebelum ihram.

  • Memburu ataupun membunuh binatang darat dengan cara apapun selama dalam ihram.

  • Besenggama atau bercumbu.

Bagi jemaah haji yang melanggar larangan-larangan di atas, diharuskan untuk membayar fidyah baik berupa kambing, puasa, atau sanksi lainnya.