Siapa yang bertugas dan berwenang melakukan penangkapan penahanan penggeledahan dan penyitaan?

Tribratanews.kepri.polri.go.id-Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Kemudian Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

Sedangkan yang disebut dengan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Jadi, tindakan penyelidikan itu dilakukan oleh penyelidik dan tindakan penyidikan dilakukan oleh penyidik.

Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan. Namun harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.

Penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan di rumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang.

Jadi berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penyelidikan adalah tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Penyelidikan juga merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum untuk. Itu artinya tindakan penggeledahan itu pada dasarnya merupakan tindakan penyidik dalam proses penyidikan, bukan tindakan penyelidik.

Apakah Penggeledahan Dapat Dilakukan oleh Penyelidik?

Tetapi penggeledahan itu dapat dilakukan oleh penyelidik atas perintah penyidik dalam proses penyelidikan.

Selanjutnya kami akan merujuk pada pasal Pasal 5 ayat (1), Pasal 32, dan Pasal 16 KUHAP. Yang mengatur mengenai bahwa penyelidik bisa melakukan penggeledahan terdapat pada Pasal 5 ayat (1) KUHAP.

Pasal 5 ayat (1) KUHAP:

Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4:

karena kewajibannya mempunyai wewenang:

menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

mencari keterangan dan barang bukti;

menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;

pemeriksaan dan penyitaan surat;

mengambil sidik jari dan memotret seorang;

membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.

Pasal 32 KUHAP:

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini

Sedangkan Pasal 16 KUHAP mengatur mengenai penangkapan yang berbunyi:

Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan;

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.

Jadi berdasarkan pasal tersebut dalam melakukan penyelidikan sebenarnya penyelidik dapat melakukan tindakan penggeledahan atas perintah penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b KUHAP.

Dalam hal tertangkap tangan, penyelidik dapat bertindak melakukan segera apa yang disebut dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b KUHAP (termasuk penggeledahan) tanpa perintah dari pejabat penyidik. Hal ini logis dan realistis, demi untuk segera dapat menangani dengan baik dan sempurna tugas penyelidikan. Pemberian wewenang yang demikian pada keadaan tertangkap tangan dilakukan agar efektif dan efisien.

Pada dasarnya, bicara mengenai proses penyelidikan, tindakan penggeledahan bisa dilakukan oleh penyelidik hanya atas perintah penyidik. Sedangkan tindakan penangkapan dapat dilakukan baik oleh penyelidik (tanpa atas perintah penyidik) maupun oleh penyidik.

Demikian, semoga bermanfaat.

Penulis    : Firman

Editor      : Nora Listiawati

Publisher : Firman

permainan anak-anakracasirewacgduiesholli wasallim lalapan Sakura kayak mana ​

apa yang harus kita lakukan untuk mencegah adanya rasisme di Indonesia ​

1. mengapa setiap anak di Indonesia berhak menempuh pendidikan di sekolah?2. mengapa kita harus melaksanakan kewajiban sebelum mendapatkan hak?3. tuli … skan tiga kewajiban seorang pelajar!4. tuliskan tiga hak seorang pelajar!​

1. apa akibatnya jika kita melanggar aturan pemerintah dalam menjaga kebersihan lingkungan?2. mengapa kita harus menjaga kebersihan lingkungan?3. Jona … s dan Dedi baru tiba di kelas. Jonas dan Dedi melihat sampah di ruang kelasnya berserakan kotor. bagaimana sikap Jonas dan Dedi setelah melihat kondisi kelasnya tersebut! jelaskan jawabanmu!4. tuliskan tiga kewajiban dalam menjaga kebersihan rumah!5. tuliskan tiga aturan yang diterapkan di sekolah dalam menjaga kebersihan!​

1. mengapa kita harus menjaga kelestarian lingkungan?2. perhatikan gambar berikut! setelah itu,kerjakan soal-soalnyaA. peristiwa apa yang terjadi pada … gambar di atas?B. apa yang menyebabkan terjadinya hal tersebut?C. apa kewajiban kita jika berada di tempat tersebut?3. tuliskan tiga perilaku menjaga kelestarian tempat wisata!4. apa akibatnya jika kita tidak menjaga kelestarian lingkungan?​

sebutkan 3 makna sila ke 4!tolong jawab pleeaassee!!nt:aarrgghh ganteng!!​

Contoh minimal 2 (dua) negara monarki dualistik

ga nyuruh ngisi semua but klo semua juga g papa bangett​

Hubungan antarbangsa, diperlukan adanya saling menukar informasi yang barkaitan dengan bidang hukum antarbangsa yang dilakukan adalah asas....

1. Jelaskan mengenai perbedaan tentang kondisi alam yang dapat membuat keberagaman mngenai masyarakat Indonesia 2. Bagaiaman cara mewujudkan dan menja … ga keberagaman di Indonesia 3. Berikan contoh sikap toleran dalam kehidupan beragama 4. Apa saja yang menyebabkan terjadinya keberagaman masyarakat di Indonesia? 5. Coba jelaskan dan uraikan tentang makna proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia di lihat yang di lihat melalui aspek hukum 6. Berikan beberap contoh mengenai tindakan yang melanggar ham 7. Sebutkan mengenai 4 dari institusi HAM yang ada di Indonesia​

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penangkapan.

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

(1) Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh penyidik dengan memperlihatkan surat tugas kepada tersangka.

(2) Selain memperlihatkan surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka yang mencantumkan: a. identitas tersangka; b. alasan penangkapan; c. uraian singkat perkara tindak pidana yang dipersangkakan; dan

d. tempat tersangka diperiksa.

(3) Apabila tersangka tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukan tanpa surat perintah penangkapan.

(4) Dalam waktu paling lama 1 (satu) hari tehitung sejak penangkapan, tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berikut barang bukti harus diserahkan kepada penyidik.

(5) Dalam waktu paling lama 1 (satu) hari terhitung sejak penangkapan, penyidik harus memberikan tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada keluarga tersangka atau walinya atau orang yang ditunjuk oleh tersangka.

(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, dilakukan untuk paling lama 1 (satu) hari.

(2) Tersangka tindak pidana yang diancam dengan pidana denda tidak dikenakan penangkapan, kecuali tersangka telah dipanggil secara sah 2 (dua) kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah.

(1) Untuk kepentingan pemeriksaan pada tahap penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka.

(2) Jika jaksa yang melakukan penahanan dalam tahap penyidikan tindak pidana tertentu, persetujuan penahanan yang melebihi 5 x 24 (lima kali dua puluh empat) jam diberikan oleh: a. kepala kejaksaan negeri dalam hal penahanan dilakukan oleh kejaksaan negeri; b. kepala kejaksaan tinggi dalam hal penahanan dilakukan oleh kejaksaan tinggi; atau

c. Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung dalam hal penahanan dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

(3) Untuk kepentingan pemeriksaan pada tahap penyidikan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan atas permintaan penyidik melalui penuntut umum berwenang memberikan persetujuan perpanjangan penahanan terhadap tersangka.

(4) Untuk kepentingan pada tahap penuntutan, hakim pengadilan negeri atas permintaan penuntut umum berwenang memberikan persetujuan penahanan terhadap terdakwa.

(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim yang menangani perkara tersebut berwenang melakukan penahanan terhadap terdakwa.

(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 hanya dapat dilakukan berdasarkan surat perintah penahanan atau penetapan hakim terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana atau melakukan percobaan atau pemberian bantuan terhadap tindak pidana yang: a. diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

b. ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 284, Pasal 296, Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(2) Terhadap tersangka atau terdakwa yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, dapat dilakukan penahanan meskipun tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Surat perintah penahanan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan : a. identitas tersangka atau terdakwa; b. alasan penahanan; c. uraian singkat perkara tindak pidana yang dipersangkakan atau didakwakan; dan

d. tempat tersangka atau terdakwa ditahan.

(4) Dalam waktu paling lama 1 (satu) hari terhitung sejak penahanan, tembusan surat perintah penahanan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberikan kepada : a. keluarga atau wali tersangka atau terdakwa; b. lurah atau kepala desa atau nama lainnya tempat tersangka atau terdakwa ditangkap; c. orang yang ditunjuk oleh tersangka atau terdakwa; dan/atau

d. komandan kesatuan tersangka atau terdakwa, dalam hal tersangka atau terdakwa yang ditahan adalah anggota Tentara Nasional Indonesia karena melakukan tindak pidana umum.

(5) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan : a. melarikan diri; b. merusak dan menghilangkan alat bukti dan/atau barang bukti; c. mempengaruhi saksi; d. melakukan ulang tindak pidana;

e. terancam keselamatannya atas persetujuan atau permintaan tersangka atau terdakwa.

(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk waktu paling lama 5 (lima) hari oleh penyidik.

(2) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 5 (lima) hari oleh Penuntut Umum.

(3) Dalam jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penahanan secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan dengan tembusan pada Penuntut Umum.

(4) Setelah menerima surat dari Penyidik, Hakim Pemeriksa Pendahuluan wajib memberitahu dan menjelaskan kepada tersangka melalui surat atau dengan cara mendatangi secara langsung mengenai: a. tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka; b. hak-hak tersangka; dan

c. perpanjangan penahanan.

(5) Hakim Pemeriksa Pendahuluan menentukan perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf c diperlukan atau tidak.

(6) Dalam hal Hakim pemeriksaan pendahuluan berpendapat perlu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, perpanjangan penahanan diberikan untuk waktu paling lama 20 (dua puluh) hari.

(7) Dalam hal Hakim Pemeriksa Pendahuluan melakukan perpanjangan penahanan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan memberitahukannya kepada tersangka.

(8) Dalam hal masih diperlukan waktu penahanan untuk kepentingan: a. penyidikan, hakim pengadilan negeri berwenang melakukan penahanan atas permintaan penyidik yang ditembuskan kepada penuntut umum, untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; dan

b. penuntutan, hakim pengadilan negeri berwenang melakukan penahanan atas permintaan penuntut umum, untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(9) Waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) atas permintaan penuntut umum dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dalam hal masih diperlukan dapat diberikan perpanjang lagi untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(10) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terlampaui, penyidik dan/atau penuntut umum harus mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menghadapkan tersangka kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(1) Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (5), berwenang mengeluarkan penetapan penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(2) Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(3) Perpanjangan jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali lagi oleh ketua pengadilan negeri untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(4) Apabila kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi, terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

(5) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terlampaui, walaupun perkara belum diputus, hakim harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan demi hukum.

(1) Hakim pengadilan tinggi yang mengadili perkara guna kepentingan pemeriksaan perkara banding berwenang mengeluarkan penetapan penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(2) Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(3) Apabila kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi, terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui, walaupun perkara belum diputus, hakim harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan demi hukum.

(1) Hakim Agung yang mengadili perkara guna kepentingan pemeriksaan perkara kasasi berwenang mengeluarkan penetapan penahanan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(2) Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung untuk paling lama 60 (enam puluh) hari.

(3) Apabila kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi, terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Apabila jangka waktu perpanjangan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui, walaupun perkara belum diputus, hakim harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan demi hukum.