The Honourable Sir Stamford Raffles FRS Letnan Jenderal BencoolenMasa jabatan1818–1824Pendahulubaru dibuat George John Siddons Residen BencoolenPenggantidihapuskan John Prince Residen BencoolenLetnan Gubernur Hindia InggrisMasa jabatan 1811–1816Ditunjuk olehEarl of MintoPendahuluRobert Rollo GillespiePenggantiJohn Fendall Jr. Informasi pribadiLahir Thomas Stamford Bingley Raffles (1781-07-05)5 Juli 1781[1][2] Port Morant, JamaikaMeninggal5 Juli 1826(1826-07-05) (umur 45)[2] Highwood House, Highwood Hill, Middlesex, InggrisSebab kematianTumor otakMakamSt Mary's Church, Hendon, London Raya, InggrisKebangsaanInggrisSuami/istri
Olivia Mariamne Devenish (m. 1805; wafat 1814)Sophia Hull (m. 1817) Anak
Sir Thomas Stamford Bingley Raffles FRS (6 Juli 1781 – 5 Juli 1826)[1][2] adalah seorang negarawan Inggris, Letnan Gubernur Hindia Inggris (1811–1816), dan Letnan Gubernur Bencoolen (1818–1824); yang sangat terkenal dikarenakan mampu membawa pendirian Singapura, Malaysia, dan Brunei yang lebih maju dan modern. Raffles sangat terlibat dalam perebutan pulau Jawa di Indonesia dari Belanda selama Perang Napoleon, dan menjalankan operasi sehari-hari di Singapura. Ia juga menulis The History of Java (1817).[3] Latar belakang keluargaTidak banyak yang diketahui tentang orang tua Raffles. Ayahnya, Kapten Benjamin Raffles, terlibat perdagangan budak di Kepulauan Karibia dan meninggal mendadak ketika Thomas masih berusia 15 tahun, sehingga keluarganya terperangkap di dalam hutang. Ia langsung mulai bekerja sebagai seorang juru tulis di London untuk Perusahaan Hindia Timur Britania, perusahaan dagang setengah-pemerintah yang banyak berperan di dalam penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh Inggris di negara lain. Pada 1805 ia dikirim ke pulau yang kini dikenal sebagai Penang, di negara Malaysia, yang saat itu masih bernama Pulau Pangeran Wales. Itulah awal-mula hubungannya dengan Asia Tenggara. Raffles di Hindia BelandaRaffles di 1817Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1811, ketika Kerajaan Inggris mengambil alih jajahan-jajahan Kerajaan Belanda dan ia tidak lama kemudian dipromosikan sebagai Gubernur Sumatra, ketika Kerajaan Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Prancis. Sewaktu Raffles menjabat sebagai penguasa Hindia Belanda, ia telah mengusahakan banyak hal, yang mana antara lain adalah sebagai berikut: dia mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan perdagangan budak, mereformasi sistem pertanahan pemerintah kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal lainnya. Tidak hanya itu, demi meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang mengilhami pencarian Raffles akan Candi Borobudur, ia pun kemudian belajar sendiri Bahasa Melayu. Hasil penelitiannya di pulau Jawa dituliskannya pada sebuah buku berjudul: History of Java, yang menceritakan mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh dua orang asistennya yaitu: John Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie. Istri Raffles, Olivia Mariamne, wafat pada tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan dimakamkan di Batavia, tepatnya di tempat yang sekarang menjadi Museum Prasasti[4]. Di Kebun Raya Bogor dibangun monumen peringatan untuk mengenang kematian sang istri. KebijakanSelama bertugas di Hindia Belanda, Raffles mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan di berbagai bidang, seperti: Bidang birokrasi dan pemerintahanLangkah-langkah Raffles pada bidang pemerintahan adalah:
Bidang ekonomi dan keuanganPetani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang sudah diterapkan sejak zaman Pemerintahan Herman Willem Daendels. Karena Herman Willem Daendels berorientasi pada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum pada masa Sir Thomas Stamford Raffles sebagai berikut:
Bidang sosialPenghapusan kerja rodi (kerja paksa) dan penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya ia melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau Bidang ilmu pengetahuan
Dari kebijakan ini, salah satu pembaruan kecil yang diperkenalkannya di wilayah kolonial Belanda adalah mengubah sistem mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah kiri, yang berlaku hingga saat ini. Kembali dari Hindia BelandaPatung Sir Stamford Raffles oleh thomas woolner di SingapuraPada tahun 1815 Raffles kembali ke Inggris setelah Jawa dikembalikan ke Belanda setelah Perang Napoleon selesai. Pada 1817 ia menulis dan menerbitkan buku History of Java, yang melukiskan sejarah pulau itu sejak zaman kuno. Tetapi pada tahun 1818 ia kembali ke Sumatra dan pada tanggal 29 Januari 1819 ia mendirikan sebuah pos perdagangan bebas di ujung selatan Semenanjung Malaka, yang di kemudian hari menjadi negara kota Singapura. Ini merupakan langkah yang berani, berlawanan dengan kebijakan Britania untuk tidak menyinggung Belanda di wilayah yang diakui berada di bawah pengaruh Belanda. Dalam enam minggu, beberapa ratus pedagang bermunculan untuk mengambil keuntungan dari kebijakan bebas pajak, dan Raffles kemudian mendapatkan persetujuan dari London. Raffles menetapkan tanggal 6 Februari tahun 1819 sebagai hari jadi Singapura modern. Kekuasaan atas pulau itu pun kemudian dialihkan kepada Perusahaan Hindia Timur Britania. Akhirnya pada tahun 1823, Raffles selamanya kembali ke Inggris dan kota Singapura telah siap untuk berkembang menjadi pelabuhan terbesar di dunia. Kota ini terus berkembang sebagai pusat perdagangan dengan pajak rendah. Raffles di InggrisDi Inggris Raffles juga merupakan pendiri dan ketua pertama Zoological Society of London. Raffles dijadikan seorang Bangsawan pada tahun 1817. Ia meninggal sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-45, pada 5 Juli 1826, karena apopleksi atau stroke. Karena pendiriannya yang menentang perbudakan, keluarganya tidak diizinkan mengebumikannya di halaman gereja setempat (St. Mary's, Hendon). Larangan ini dikeluarkan pendeta gereja itu, yang keluarganya memetik keuntungan dari perdagangan budak. Ketika gereja itu diperluas pada 1920-an, kuburannya dimasukkan ke dalam bagian bangunannya. Raffles di SingapuraDi Singapura, nama Raffles banyak dipakai: Raffles Junior College, Raffles Institution, Raffles Girls' School, Raffles Girls' Primary School, Raffles Hotel, Stamford Road, Stamford House, Raffles City, stasiun MRT Raffles Place, kelas Raffles di pesawat Singapore Airlines dan Museum Penelitian Keanekaragaman Hayati Raffles. KontroversiPlagiarisme The History of JavaKarya monumental Raffles, The History of Java, yang diterbitkan pada 10 Mei 1817, menuai berbagai pujian di London. Terbitnya buku ini sukses merubah citra Rafles yang tadinya hanya seorang juru tulis rendahan dI EIC menjadi seorang sastrawan dan dianugerahi gelar ksatria (Sir) oleh Raja George IV (yang kala itu masih berstatus putra mahkota). Namun ada sisi gelap di balik kesuksesan ini. Karier Raffles sebagai sastrawan bisa melesat karena menggunakan karya-karya orang lain tanpa seizin mereka. Dirangkum dengan terburu-buru dari berbagai sumber selama empat bulan, antara bulan Oktober 1816 hingga Januari 1817, ketika jabatannya diturunkan dari Letnan-Gubernur Jawa menjadi Letnan-Gubernur Bengkulu (ia tiba di Bengkulu pada 10 Maret 1818), masih tinggal di 23 Barnes Street, London, buku ini masih merupakan sekumpulan karya hasil plagiarisme.[5] Beberapa karya yang ia kutip dalam pembuatan buku ini seperti data untuk tabel statistik ekonomi dan demografi diambil dari survei Kolonel Colin Mackenzie (bertugas 1811-1813). Untuk bahan pengamatan tentang sejarah alam ia mengutip karya Dr Thomas Horsefield. Denah-denah dan gambar-gambar candi dan barang antik dari Jawa disediakan oleh Mayor H.C. Cornelius, Kapten Godfrey-Phipps Baker, dan yang lainnya. Untuk sejarah pemerintahan Belanda di Jawa ia berhutang budi kepada mantan koleganya di Dewan Jawa, Herman Wagner Mutinghe.[5] Selain itu, sejumlah informan pribumi yang terdiri dari kaum bangsawan, Jawa, Arab, dan Madura yang menyumbangkan banyak materi yang unik bagi Raffles seperti tentang sejarah, adat-istiadat, dan sistem hukum Jawa, nyaris tak diakui sama sekali. Dengan demikian kontribusi-kontribusi dari Paku Alam I, Sultan Paku Nataningrat dari Sumenep, dan Bupati Semarang, Kiai Adipati Suroadimenggolo V dalam bidang hukum Jawa hanya dijadikan catatan kaki dalam karya Raffles.[5] Sikap terhadap rekan kerjaTidak seperti umumnya seseorang yang berasal dari kelas bawah lalu berhasil menjadi pemimpin yang selalu berusaha untuk mengayomi bawahannya, Raffles kadang menunjukkan sikap acuh tak acuh terhadap nasib karyawannya. Salah satunya adalah sekretaris pribadi Raffles, George Augustus Addison. Sebagai bawahan Raffles, Addison harus bekerja dari subuh hingga larut malam untuk mengurus korespondensi Raffles dari Istana Bogor, Selain itu, ia juga menemani Raffles dalam perjalanan singkat dan kunjungan ke pedalaman. Beberapa bulan sebelum ulang tahunnya yang kedua puluh tiga, Addison meninggal secara tiba-tiba karena radang paru-paru setelah tur inspeksi kilat ke Selat Sunda bersama Raffles pada awal Januari 1815. Di tengah guyuran hujan deras dalam perjalanan kembali ke Bogor yang membuat seragam Addison basah kuyup dan dia mulai menggigil karena kelelahan. Namun Raffles yang tergesa-gesa tidak mengizinkan sekretarisnya untuk mengganti seragam. Setibanya di istana pada larut malam, Addison menderita demam tinggi dan tidak lama kemudian pejabat muda itu meninggal dunia. Nasib serupa juga dialami oleh ahli botani penemu bunga Rafflesia yang juga merupakan sahabat karib Raffles, Dr Joseph Arnold. Ia meninggal dunia karena demam berdarah dalam perjalanan pulang ke Bengkulu setelah menjelajahi pedalaman Sumatera.[5] Referensi
Lihat pula
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Stamford Raffles.
|