Salah satu pertimbangan diundangkannya UU MIG pada tanggal 25 November 2016 dapat dilihat dalam konsiderans menimbang huruf c UU MIG, disebutkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat di bidang merek dan indikasi geografis serta belum cukup menjamin pelindungan potensi ekonomi lokal dan nasional sehingga perlu diganti. Show
Penyempurnaan dalam UU MIG dengan Aturan Sebelumnya Perlu kami jabarkan bahwa terdapat beberapa penyempurnaan yang terdapat dalam UU MIG dibandingkan dengan aturan-aturan sebelumnya, yaitu:[2]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Referensi: [1] Penjelasan Umum Paragraf 3 UU MIG [2] Penjelasan Umum Paragraf 4-8 UU MIG
Jika masa perlindungan hak paten telah berakhir, maka suatu invensi akan menjadi public domain (milik umum) sehingga pihak lain dapat memproduksi dan menjualnya secara bebas. Aturan mengenai masa berlaku hak paten dimaksudkan agar tidak ada pihak yang secara terus menerus dapat mengontrol seluruh industri sehingga dikhawatirkan dapat merugikan masyarakat dan sistem perdagangan.
Paris Convention for the Protection of Industrial Property menerapkan prinsip ‘national treatment’ sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai berikut : Nationals of any country of the Union shall, as regards the protection of industrial property, enjoy in all the other countries of the Union the advantages that their respective laws now grant, or may hereafter grant, to nationals; all without prejudice to the rights specially provided for by this Convention. Consequently, they shall have the same protection as the latter, and the same legal remedy against any infringement of their rights, provided that the conditions and formalities imposed upon nationals are complied with. Adanya prinsip ‘national treatment’ ini berarti bahwa:
Selanjutnya, Pasal 19 ayat (1) huruf a UU Paten menyatakan bahwa: Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 6 UU Paten yang dimaksud dengan pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten. Menjawab pertanyaan apakah boleh membuat suatu alat untuk kepentingan komersial dimana alat tersebut telah didaftarkan patennya oleh pihak lain di negara lain, akan tetapi di Indonesia tidak didaftarkan, pada dasarnya memang tidak ada aturan hukum yang mengatur mengenai larangan untuk melakukan hal tersebut karena berlakunya aturan hukum paten yang bersifat teritorial. Akan tetapi tindakan memproduksi suatu alat yang telah terdaftar hak patennya meski di negara lain tanpa seizin pemegang hak patennya adalah tindakan yang melanggar moral. Kekayaan Intelektual (“KI”) bukan hanya mencakup perlindungan hukum, akan tetapi juga merupakan penghargaan kepada hasil karya intelektual seseorang. Hasil pemikiran manusia adalah sumber kekayaan dan kelangsungan hidup dan bahwa semua properti pada dasarnya adalah KI. Melanggar KI seseorang sama halnya dengan secara moral melanggar KI yang terkait dengan proses-proses kehidupan dan karena itu merupakan tindakan tidak bermoral.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Untuk membedakan antara paten dengan paten sederhana, terlebih dahulu kita harus membahas mengenai apa yang dimaksud dengan invensi. Pasal 1 angka 2 UU Paten menyatakan yang dimaksud dengan invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Dapat disebutkan perbedaan antara paten dengan paten sederhana sebagai berikut:
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Referensi: Paris Convention for the Protection of Industrial Property, diakses pada 21 Januari 2019, pukul 14.02 WIB. [1] Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya Permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum (Pasal 1 angka 9 UU Paten) [2] Pasal 3 dan Penjelasan Pasal 3 ayat (2) UU Paten [3] Pasal 122 ayat (1) UU Paten
Pelaksanaan Paten telah berlaku sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten. Namun memerlukan penyesuaian substansial terhadap perkembangan hukum di tingkat nasional maupun internasional. UU Paten yang baru akan menyesuaikan dengan standar dalam Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang selanjutnya disebut dengan persetujuan TRIPs. Untuk itulah UU 13 tahun 2016 tentang Paten ditetapkan dan mengganti UU 14 tahun 2001 tentang Paten. Revisi UU Paten dalam UU 13 tahun 2016 tentang Paten melalui pendekatan:
Pentingnya perubahan UU Paten dari UU 14 tahun 2001 tentang Paten menjadi UU 13 tahun 2014 tentang Paten adalah:
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 26 Agustus 2016 di Jakarta. UU 13/2016 tentang Paten diundangkan pada tanggal 26 Agustus 2016 oleh Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176. Penjelasan UU 13/2016 tentnag Paten ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922, agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten mencabut UU 14 tahun 2001 tentang Paten. Pertimbangan disahkannya UU 13 tahun 2016 tentang Paten adalah:
Dasar hukum UU 13 tahun 2016 tentang Paten adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Bagi Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan memiliki sumber daya alam yang melimpah maka peranan teknologi sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing dalam mengolah sumber daya dimaksud. Hal tersebut merupakan hal yang tidak terbantahkan. Namun, perkembangan teknologi tersebut belum mencapai sasaran yang diinginkan, dalam arti perkembangan teknologi belum dimanfaatkan secara maksimal dalam segala bidang, sehingga belum memperkuat kemampuan Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Perkembangan teknologi diarahkan pada peningkatan kualitas penguasaan dan pemanfaatan teknologi dalam rangka mendukung transformasi perekonomian nasional menuju perekonomian yang berbasis pada keunggulan kompetitif. Agar dukungan perkembangan teknologi terhadap pembangunan nasional dapat berlangsung secara konsisten dan berkelanjutan maka sistem inovasi nasional perlu diperkuat melalui pembentukan lembaga penelitian pemerintah atau swasta, pemanfaatan sumber daya alam, pemberdayaan sumber daya manusia dan sistem jaringan teknologi informasi, pembudayaan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi di bidang-bidang yang strategis dalam bentuk publikasi ilmiah, layanan teknologi, maupun wirausahawan teknologi. Peranan teknologi menjadi perhatian utama di negara-negara maju dalam menjawab permasalahan pembangunan bangsa dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di berbagai negara maju, kebijakan ekonomi dan kebijakan teknologi semakin terintegrasi dan diselaraskan untuk meningkatkan daya saing nasional. Dengan demikian, salah satu kebijakan diarahkan kepada meningkatkan pendayagunaan teknologi dalam sektor produksi untuk peningkatan perekonomian nasional dan penghargaan terhadap teknologi dalam negeri. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang sering dimanfaatkan oleh Inventor dalam maupun luar negeri untuk menghasilkan Invensi yang baru. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang ini terdapat pengaturan mengenai penyebutan secara jelas dan jujur bahan yang digunakan dalam Invensi jika berkaitan dan/atau berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tersebut dalam deskripsi. Walaupun dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pelaksanaan Paten telah berjalan, namun terdapat substansi yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional dan belum diatur sesuai dengan standar dalam Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) selanjutnya disebut persetujuan TRIPs, sehingga perlu melakukan penggantian. Pendekatan revisi Undang-Undang Paten:
Urgensi perubahan UU Paten antara lain:
Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten (bukan format asli): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
BAB IILINGKUP PELINDUNGAN PATENBagian KesatuUmumPasal 2Pelindungan Paten meliputi:
Pasal 3
Pasal 4Invensi tidak mencakup:
Bagian KeduaInvensiParagraf 1Invensi yang Dapat Diberi PatenPasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana diuraikan dalam Permohonan. Paragraf 2Invensi yang Tidak Dapat Diberi PatenPasal 9Invensi yang tidak dapat diberi Paten meliputi:
Bagian KetigaSubjek PatenPasal 10
Pasal 11Kecuali terbukti lain, pihak yang dianggap sebagai Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam Permohonan. Pasal 12
Pasal 13
Bagian KeempatPemakai TerdahuluPasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17Dalam hal pemakai terdahulu melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Menteri dapat mencabut surat keterangan sebagai pemakai terdahulu. Pasal 18Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakai terdahulu diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KelimaHak dan Kewajiban Pemegang PatenPasal 19
Pasal 20
Pasal 21Setiap Pemegang Paten atau penerima Lisensi Paten wajib membayar biaya tahunan. Bagian KeenamJangka Waktu Pelindungan PatenPasal 22
Pasal 23
BAB IIIPERMOHONAN PATENBagian KesatuSyarat dan Tata Cara PermohonanPasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27Dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa, alamat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e menjadi domisili Pemohon. Pasal 28Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang tidak bertempat tinggal atau tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diajukan melalui Kuasanya di Indonesia. Pasal 29Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengajuan Permohonan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KeduaPermohonan dengan Hak PrioritasPasal 30
Pasal 31Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Permohonan yang menggunakan Hak Prioritas. Pasal 32Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan yang diajukan dengan Hak Prioritas diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KetigaPermohonan berdasarkan Traktat Kerja Sama PatenPasal 33
Bagian KeempatPemeriksaan AdministratifPasal 34
Pasal 35
Pasal 36Apabila Pemohon tidak melengkapi persyaratan dan kelengkapan Permohonan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (6), Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan dianggap ditarik kembali. Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan dan divisional Permohonan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KeenamPenarikan Kembali PermohonanPasal 43
Bagian KetujuhPermohonan yang Tidak Dapat Diterima dan KewajibanMenjaga KerahasiaanPasal 44
Pasal 45
BAB IVPENGUMUMAN DAN PEMERIKSAAN SUBSTANTIFBagian KesatuPengumumanPasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Bagian KeduaPemeriksaan SubstantifPasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54Pemeriksaan substantif dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 26, Pasal 39 ayat (2), Pasal 40, dan Pasal 41. Pasal 55
Pasal 56Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemeriksaan substantif diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VPERSETUJUAN ATAU PENOLAKAN PERMOHONANBagian KesatuUmumMenteri memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan paling lama 30 (tiga puluh) bulan terhitung sejak:
Bagian KeduaPersetujuanPasal 58
Pasal 59
Pasal 60Pelindungan Paten dibuktikan dengan dikeluarkannya sertifikat Paten yang berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan. Pasal 61
Bagian KetigaPenolakanPasal 62
Pasal 63
BAB VIKOMISI BANDING PATEN DAN PERMOHONAN BANDINGBagian KesatuKomisi Banding PatenPasal 64
Pasal 65
Pasal 66Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, fungsi, dan wewenang Komisi Banding Paten diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KeduaPermohonan BandingParagraf 1UmumPasal 67
Paragraf 2Permohonan Banding terhadap Penolakan PermohonanPasal 68
Paragraf 3Permohonan Banding terhadap Koreksi atas Deskripsi, Klaim,dan/atau Gambar Setelah Permohonan Diberi PatenPasal 69
Paragraf 4Permohonan Banding terhadap Keputusan Pemberian PatenPasal 70
Pasal 71Komisi Banding Paten wajib mengirimkan surat pemberitahuan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal keputusan menerima atau menolak atas:
Bagian KetigaUpaya HukumPasal 72
Pasal 73Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, pemeriksaan, dan penyelesaian permohonan banding Paten serta permohonan banding atas pemberian Paten diatur dengan Peraturan Menteri.
Pengalihan hak tidak menghapus hak Inventor untuk tetap dimuat nama dan identitasnya dalam sertifikat Paten. Bagian KeduaLisensiPasal 76
Pasal 77Pemegang Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 berhak melaksanakan sendiri Patennya, kecuali diperjanjikan lain. Pasal 78Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan kepentingan nasional Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi. Pasal 79
Pasal 80Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KetigaLisensi-wajibParagraf 1UmumPasal 81Lisensi-wajib bersifat non-eksklusif. Pasal 82
Paragraf 2Permohonan Lisensi-wajibPasal 83
Pasal 84
Pasal 85Dalam hal Lisensi-wajib diajukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c maka:
Pasal 86
Paragraf 3Pemberian, Penundaan, atau PenolakanPermohonan Lisensi-wajibPasal 87
Pasal 88
Pasla 89Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
Paragraf 4Pencatatan Lisensi-wajibPasal 94
Pasal 95
Pasal 96
Paragraf 5Pelaksanaan Lisensi-wajibPasal 97Lisensi-wajib diberikan kepada penerima Lisensi-wajib untuk jangka waktu yang tidak melebihi jangka waktu pelindungan Paten yang dimohonkan Lisensi-wajib. Pasal 98Pelaksanaan Lisensi-wajib oleh penerima Lisensi-wajib dianggap sebagai pelaksanaan Paten yang dimohonkan Lisensi-wajib. Pasal 99Pemberian Lisensi-wajib tidak membebaskan kewajiban Pemegang Paten untuk melakukan pembayaran biaya tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 100Dalam hal Lisensi-wajib terkait dengan teknologi semi konduktor, penerima Lisensi-wajib hanya dapat menggunakan Lisensi-wajib dimaksud untuk:
Pasal 101Dalam rangka melaksanakan Lisensi-wajib, penerima Lisensi- wajib dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri. Paragraf 6Pengalihan Lisensi-wajibPasal 102
Paragraf 7Berakhirnya Lisensi-wajibPasal 103
Pasal 104
Pasal 105
Pasal 106Berakhirnya Lisensi-wajib berakibat pulihnya hak Pemegang Paten atas Paten terhitung sejak tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1). Pasal 107Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Lisensi-wajib diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KetigaPaten Sebagai Objek Jaminan FidusiaPasal 108
BAB VIIIPELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAHPasal 109
Pasal 110Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a meliputi:
Pasal 111Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b meliputi:
Pasal 112
Pasal 113
Pasal 114
Pasal 115
Pasal 116
Pasal 117
Pasal 118
Pasal 119Biaya pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 120Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Paten oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden. Semua ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk Paten sederhana, kecuali ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7, dan ditentukan lain dalam Bab ini. Pasal 122
Pasal 123
Pasal 124
BAB XDOKUMENTASI DAN PELAYANAN INFORMASI PATENPasal 135
BAB XIBIAYAPasal 126
Pasal 127
Pasal 128
Pasal 129
BAB XIIPENGHAPUSAN PATENPasal 130Paten dihapuskan sebagian atau seluruhnya karena:
Pasal 131
Pasal 132
Pasal 133Jika gugatan penghapusan Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 hanya mengenai satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim, penghapusan dilakukan hanya terhadap satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim yang penghapusannya digugat. Pasal 134
Pasal 135
Pasal 136Pemegang Paten atau penerima Lisensi yang dinyatakan hapus, tidak dikenai kewajiban membayar biaya tahunan. Pasal 137Penghapusan Paten menghilangkan segala akibat hukum yang berkaitan dengan Paten dan hal lain yang berasal dari Paten dimaksud. Pasal 138
Pasal 139
Pasal 140
Pasal 141Paten yang telah dihapus tidak dapat dihidupkan kembali, kecuali berdasarkan putusan Pengadilan Niaga BAB XIIIPENYELESAIAN SENGKETABagian KesatuUmumPasal 142Pihak yang berhak memperoleh Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 dapat menggugat ke Pengadilan Niaga jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak memperoleh Paten. Pasal 143
Bagian KeduaTata Cara GugatanPasal 144
Pasal 145
Pasal 146
Pasal 147Tata cara gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bab XIII Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk Pasal 132 dan Pasal 133. Pasal 148Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) hanya dapat diajukan kasasi. Bagian KetigaKasasiPasal 149
Pasal 150
Pasal 151
Pasal 152
Bagian KeempatAlternatif Penyelesaian SengketaPasal 153
Pasal 154Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi. BAB XIVPENETAPAN SEMENTARA PENGADILANPasal 155Atas permintaan pihak yang dirugikan karena pelaksanaan Paten, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan sementara untuk:
Pasal 156Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat terjadinya pelanggaran Paten dengan persyaratan sebagai berikut:
Pasal 157
Pasal 158
BAB XVPENYIDIKANPasal 159
BAB XVIPERBUATAN YANG DILARANGPasal 160Setiap Orang tanpa persetujuan Pemegang Paten dilarang:
BAB XVIIKETENTUAN PIDANAPasal 161Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 162Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 163
Pasal 164Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan dokumen Permohonan yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 165Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 164 merupakan delik aduan. Pasal 166Dalam hal terbukti adanya pelanggaran Paten, hakim dapat memerintahkan agar barang hasil pelanggaran Paten dimaksud disita oleh negara untuk dimusnahkan. BAB XVIIIKETENTUAN LAIN-LAINPasal 167Dikecualikan dari ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XVII dan gugatan perdata atas:
Pasal 168
BAB XIXKETENTUAN PERALIHANPasal 169Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
BAB XXKETENTUAN PENUTUPPasal 170Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Pasal 171Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 172Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Demikian bunyi UU 13 tahun 2016 tentang Paten. Semoga semakin paten. Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 13 tahun 2016tentangPaten |