Mengapa Angkatan Darat tidak setuju usulan PKI untuk mempersenjatai petani dan buruh

Merdeka.com - Salah satu kekuatan yang paling menentang Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah TNI Angkatan Darat. Konflik antara PKI dan Angkatan Darat memang punya sejarah panjang.

Konflik pertama antara kekuatan komunis dan TNI AD meletus saat 'Madiun Affair'. Musso dan didukung laskar merah memproklamasikan berdirinya Negara Soviet Madiun pada tanggal 18 September 1948.

Presiden Soekarno menjawabnya dengan pidato keras. "Pilih Republik Indonesia Soekarno-Hatta atau Musso!"

TNI AD mengerahkan kekuatan Divisi Siliwangi untuk melibas gerakan tersebut. TNI merasa ditusuk dari belakang karena saat itu mereka sedang bersiap untuk melawan Agresi Militer Belanda di depan mata. Namun malah pecah Madiun Affair.

Musso ditembak mati dalam pengejaran. Gerakan Madiun ditumpas dalam waktu singkat.

Konflik kedua memanas jelang tahun 1965. TNI AD dan PKI bersaing. Satu-satunya yang menghalangi pecahnya konflik di antara mereka adalah Presiden Soekarno.

TNI AD menolak mentah-mentah adanya komisariat politik dalam tubuh tentara. Hal semacam ini biasa diterapkan dalam negara komunis. Selain pimpinan militer, ada wakil partai politik dalam organisasi tentara.

Lalu rencana PKI membentuk angkatan kelima juga digagalkan TNI AD. Saat itu, PKI meminta buruh tani dipersenjatai untuk kepentingan bela negara. Berkaca dari tahun 1945, TNI AD menolak karena punya pengalaman sulitnya mengatur laskar-laskar bersenjata.

Aksi PKI menunggangi buruh dan petani merampas negara berbenturan juga dengan TNI AD.

Puncaknya adalah peristiwa Bandar Betsy di Simalungun, Sumatera Utara. Ribuan petani menyerobot tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Seorang anggota TNI, Pelda Soedjono tewas dicangkul.

Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani marah besar mendengar hal itu. Yani meminta kasus itu diusut tuntas. Pelda Soedjono sedang menjalankan tugas negara ketika tewas dikeroyok.

"Bisa timbul anarki dalam negara kalau kasus ini dibiarkan!" ujar Yani marah.

Kemarahan itu dibawanya saat menghadiri HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tanggal 15 Juli 1965 di Jakarta, Yani menumpahkan kemarahannya pada PKI.

"RPKAD harus tetap memelihara kesiapsiagaan yang merupakan ciri khasnya dalam keadaan apapun, terutama dalam keadaan gawat ini. Asah pisau komandomu, bersihkan senjatamu," kata Yani.

Kurang dari tiga bulan kemudian, Gerakan G30S yang dikomandani Letkol Untung menculik enam jenderal dan satu perwira TNI AD. Yani menjadi salah satu korban penculikan itu.

Panglima Kostrad Mayjen Soeharto dan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menjadi motor penumpasan PKI sampai ke akar-akarnya.

Sampai hari ini TNI AD masih mewaspadai gerakan komunis yang disebut mereka sebagai bahaya laten. (mdk/ian)

Baca juga:

Bakar lambang palu arit, gabungan ormas di Banyumas tolak komunisme

Beredar isu pembagian kaus 'palu-arit', TNI di Pamekasan siaga

Polisi periksa pemilik toko kaus berlambang palu arit

Haruskah rakyat Indonesia selalu takut 'Bahaya Laten Komunis'?

Toko penjual baju gambar palu arit di Blok M & Depok digerebek

Siyari dapat kaos palu arit dari kakak iparnya yang jadi pembantu

Merdeka.com - PKI mengusulkan kepada Presiden Sukarno untuk mempersenjatai buruh dan tani. Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani menyatakan tidak setuju.

Penulis: Hendi Jo

SEJAK tahun 1964, seruan untuk mengganyang neo kolonialisme (nekolim) Inggris dan Amerika Serikat semakin kuat di Indonesia. Malaysia yang diasosiasikan sebagai wakil dari nekolim di Asia Tenggara menjadi musuh bersama dan target utama dari Operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Para pemimpinnya seperti Tunku Abdul Rahman dan Tunku Abdul Rozak hampir tiap waktu menjadi bahan kecaman para demonstran anti Malaysia di Jakarta.

Di tengah histeria politik itu, tiba-tiba pada 14 Januari 1965, Ketua CC PKI D.N. Aidit mengajukan usul kepada pemerintah untuk mempersenjatai 15 juta buruh dan tani. Itu dikatakannya dalam suatu wawancara dengan Bernhard Kalb dari Columbia Broadcasting System (media Amerika Serikat) yang kemudian dilansir pada sore harinya oleh koran Warta Bhakti.

Kendati pada hari yang sama di hadapan wartawan asing, Presiden Sukarno menolak ide dari PKI itu, namun tiga hari kemudian Aidit mengulangi usul tersebut dalam sidang Front Nasional.

"Tidak kurang dari 5 juta buruh terorganisir, dan 10 juta petani yang terorganisir sudah siap menyandang senjata. Inilah satu-satunya jawaban yang benar terhadap agresi Inggris dan Amerika!" demikian seruan Aidit seperti dilansir Harian Rakjat, 15 Mei 1965.

PKI sendiri berupaya menggalang dukungan kepada elemen-elemen lain. Dari sekian partai yang ada, nyatanya hanya Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) yang mendukung ide yang kemudian dikenal sebagai 'usul pembentukan Angkatan Kelima' itu.

"Adapun TNI AU justru mendukung (ide tersebut)," ungkap eks anggota Sekretariat CC PKI saat itu dalam otobiografinya, Siswoyo dalam Pusaran Arus Sejarah Kiri: Memoar Anggota Sekretariat CC PKI (disusun oleh Joko Waskito).

Berbeda dengan AURI, Angkatan Laut dan Angkatan Kepolisian memilih sikap hati-hati dan tunggu perkembangan selanjutnya. Sebaliknya Angkatan Darat, alih-alih menerima dan menunggu, justru secara tegas menentang keras pembentukan Angkatan Kelima.

Dalam bukunya, Ahmad Yani, Suatu Kenang-kenangan, Yayu Rulia Sutowiryo menyebutkan jika suaminya (Menpangad Letnan Jenderal Ahmad Yani) sudah lama merasa geram dengan salah satu kampanye PKI yaitu 'satu tangan pegang bedil, satu tangan pegang pacul'. Ada maksud politik tersembunyi dari kampanye itu, menurut Yani.

"Tujuannya adalah untuk mengimbangi ABRI dan selanjutnya dijadikan alat untuk merebut kekuasaan," ujar Yani.

Kalau soalnya menghadapi nekolim, kata Yani, itu merupakan kewajiban seluruh rakyat Indonesia bukan hanya kaum buruh dan tani. Selama ini ABRI pun sudah melaksanakan ide itu dengan membentuk dan mempersenjatai Pertahanan Sipil (Hansip), Organisasi Keamanan Desa (OKD) dan Organisasi Pertahanan Rakyat (OPR). Ketiga organ itu bisa dikatakan sebagai bentuk organisasi buruh-tani yang dipersenjatai.

"Kalau yang saudara maksud buruh dan tani itu termasuk SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) dan BTI (Barisan Tani Indonesia), saya tidak setuju," ujar Yani.

Kecurigaan Yani dibantah oleh PKI. Sekretaris CC PKI Siswoyo menolak jika Angkatan Kelima hanya akan diisi oleh orang-orang komunis saja dan tidak melibatkan unsur Nasakom lainnya. PKI malah mempersilakan: andaikan jadi terbentuk, pimpinan Angkatan Kelima itu diambil dari kalangan non komunis.

"Bahkan inspeksi pasukan sudah dilakukan oleh Mayjen Achmadi, eks tokoh Tentara Pelajar Solo yang dicalonkan oleh Bung Karno sendiri sebagai Panglima Angkatan Kelima," ungkap Siswoyo.

Pada akhirnya ide Angkatan Kelima itu kandas dengan sendirinya, menyusul terjadinya Insiden Gerakan 30 September 1965. Alih-alih berhasil dipersenjatai, ratusan ribu buruh dan tani yang berafiliasi ke PKI malah menjadi korban pembantaian yang dilakukan oleh elemen-elemen anti komunis saat itu.

Angkatan Kelima adalah unsur pertahanan keamanan Republik Indonesia yang merupakan gagasan Partai Komunis Indonesia (PKI). Angkatan ini diambil dari kalangan buruh dan petani yang dipersenjatai.

Unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI sekarang TNI) secara resmi pada saat Demokrasi Terpimpin terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara serta Angkatan Kepolisian. Pada saat itu, masing-masing unsur merupakan Kementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden/Panglima Besar Revolusi. Sekalipun ada Panglima Angkatan Bersenjata atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata merangkap Menteri Koordinator bidang Hankam, sifatnya hanyalah berurusan dengan administrasi tidak memegang komando. Keberadaan Angkatan Kepolisian, yang dijadikan unsur Hankam, masih berlanjut hingga pada tahun 1999, ketika akhirnya Kepolisian dilepas dari unsur Hankam. Demikian pula ketika masa revolusi kemerdekaan, Kepolisian di bawah Departemen Dalam Negeri.

Pada masa Demokrasi terpimpin, Partai Komunis Indonesia merupakan partai besar Indonesia pasca Pemilu 1955, merupakan unsur dalam konsep Nasakom (Nasional, Agama dan Komunis). Dengan situasi politik yang penuh gejolak dan seruan revolusioner dari Presiden Soekarno serta banyaknya konflik seperti Irian Barat (Trikora) dan Ganyang Malaysia (Dwikora) yang membutuhkan banyak sukarelawan-sukarelawan, PKI kemudian mengajukan usul kepada pemerintah/presiden untuk membentuk angkatan kelima yang terdiri atas kaum buruh dan tani yang dipersenjatai.

Hal ini menimbulkan kegusaran di kalangan pimpinan militer khususnya Angkatan Darat. Khawatir unsur ini digunakan oleh PKI untuk merebut kekuasaan, meniru pengalaman dari revolusi baik dari Rusia maupun RRC. Oleh karena itu, pimpinan Angkatan Darat menolak usulan itu.

Pada saat situasi pra G30S, terjadi konflik tertutup yang cukup panas antara Angkatan Darat dan PKI terutama untuk mengantisipasi kepemimpinan nasional pasca Presiden Soekarno. Belakangan disebutkan oleh sebagian kalangan bahwa dalam konflik terutama Dwikora, Angkatan Darat dianggap tidak sungguh-sungguh dalam melakukan operasi militer dibandingkan Angkatan Laut dan Angkatan Udara, sehingga memancing PKI untuk membentuk unsur ini sebagai bantuan sukarelawan.

PKI sendiri melatih berbagai unsur-unsur ormasnya dalam bentuk latihan militer meski ada sebagian menyebutkan bahwa latihan yang diikuti unsur-unsur PKI sebenarnya adalah latihan resmi untuk sukarelawan baik dari kalangan Nasionalis maupun Agama. Namun berbagai kesaksian dari para tahanan politik menyebutkan bahwa latihan itu justru lebih banyak diikuti oleh unsur Komunis seperti Pemuda Rakyat dan Gerwani dibandingkan unsur-unsur lain. Sehingga banyak kesaksian dari para tahanan politik terutama mantan petinggi militer yang menjadi tahanan politik yang mengatakan bahwa panyak perwira-perwira menengah yang kemudian tersangkut dalam G30S yang dituduh melatih unsur unsur komunis mengatakan bahwa latihan itu adalah latihan sukarelawan untuk dwikora yang sifatnya resmi.

Dalam latihan bagi sukarelawan tersebut, para saksi terutama dari Angkatan Udara juga mengatakan keheranannya bahwa latihan ini mirip latihan tentara merah Tiongkok Komunis, terutama ketika defile baris-berbaris meski dijawab untuk sebagai unsur kepantasan (kegagahan) saja.

Akhirnya muncul kasus penyelundupan senjata ilegal dari RRC atau Tiongkok komunis yang dituduhkan di kemudian hari, terutama pascaperistiwa Gerakan 30 September yang gagal, yang dituduhkan sebagai usaha PKI untuk membentuk angkatan kelima dengan bantuan RRC. Namun kasus ini, yang disebut-sebut pada masa Orde Baru adalah benar-benar adanya, setelah reformasi 1998, menjadi bagian yang dipertanyakan atau merupakan unsur dari sekian unsur sejarah Indonesia yang masih gelap.

Setelah peristiwa Gerakan 30 September yang kemudian dipatahkan atau gagal. Praktis Angkatan Kelima ini lenyap. Angkatan Darat dengan Supersemar akhirnya membubarkan PKI dan ormas-ormasnya terutama di antaranya dari Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia dan SOBSI yang dituduhkan merupakan unsur Angkatan Kelima serta mengadakan penagkapan-penangkapan yang pada pascareformasi 1998 dikatakan sebagai "pembersihan". Selain dari unsur PKI, pemerintahan saat itu, pasca-Supersemar yang dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto juga menahan para perwira militer yang dikatakan terlibat dalam Gerakan 30 September dan melatih "Angkatan Kelima" yang kemudian justru dialamatkan pada Angkatan Udara, yang memang dianggap aktif mendukung kebijakan Presiden Soekarno.

Sebagian Sukarelawan yang sudah dikirimkan ke Kalimantan dalam konflik Dwikora, akhirnya juga dilucuti. Dalam kasus ini muncullah istilah Paraku (Pasukan Rakyat Kalimantan Utara) yang disebut sebut ditumpas oleh Militer Republik Indonesia dan Militer Malaysia karena melakukan perlawanan.

 

Artikel bertopik Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Angkatan_Kelima&oldid=17587741"