Mengapa angka ketergantungan penduduk Indonesia masih tinggi

Kepala BKKBN mengatakan bahwa Indonesia masih menghadapi empat permasalahan tentang kependudukan yakni jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan yang tinggi,persebaran yang tidak merata, dan kualitas rendah. Pada artikel kali ini, saya akan lebih fokus membahas tentang kualitas rendah pada penduduk di Indonesia dengan melihat angka ketergantungan di Indonesia.

Hal yang menyebabkan angka ketergantungan menjadi salah satu masalah penting terkait kependudukan di Indonesia adalah tingginya tingkat kelahiran, sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia, pendapatan yang relative rendah, dan rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki penduduk usia produktif. Tingginya tingkat kelahiran menimbulkan beban yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif semakin tinggi pula. Sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia di Indonesia menimbulkan masalah pengangguran sehingga banyak penduduk usia produktif tidak mampu menanggung biaya hidup usia muda dan usia tidak produktif.  Selain itu, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh penduduk usia produktif menimbulkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan, sanitasi, kesehatan, dan kesejahteraan penduduk usia muda dan usia tidak produktif yang harus ditanggungnya. Rendahnya pendapatan seseorang mempengaruhi kemampuan dalam memperoleh pendidikan berkualitas tinggi sehingga penduduk usia produktif pun sulit dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, dapat kita ketahui bahwa pendidikan yang tersedia di banyak daerah pedesaan di Indonesia tergolong rendah sehingga penduduk usia produktif pun sulit untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak.

Maka dari itu perlu ditekan lagi angka ketergantungan di Indonesia. Sudah dilakukan beberapa kebijakan pemerintah yang membantu menekan angka ketergantungan di Indonesia contohnya seperti menekan kelahiran bayi dengan menggunakan program KB sehingga angka usia muda (usia 0-15 tahun) relative menurun. Namun hal tersebut dibarengi dengan meningkatnya usia tidak produktif (usia 65 keatas) sehingga usia produktif menanggung lebih banyak usia tidak produktif dibanding usia muda. Oleh karena itu, struktur penduduk di Indonesia berbentuk sarang tawon. Namun hal tersebut merupakan hal yang baik dikarenakan usia produktif sudah lebih banyak daripada usia muda maupun usia tidak produktif. Maka hal tersebut seharusnya dimanfaatkan dengan baik karena terjadi bonus demografi.

Jika kita lihat kasus diatas, maka seharusnya pemerintah dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan layak serta kemampuan penduduk usia produktif untuk mengetahui bagaimana cara memperoleh pekerjaan yang layak sehingga mampu menanggung kebutuhan penduduk usia muda dan usia produktif dan mampu mencegah timbulnya masalah sosial yang terjadi di Indonesia. Dan pemerintah mampu memperbaiki pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas SDM di Indonesia. 


Lihat Sosbud Selengkapnya

KOMPAS.com - Rasio ketergantungan dapat dikaitkan dengan komposisi umur penduduk di suatu daerah. Perhitungan rasio ketergantungan dapat menjadi gambaran indikator keadaan ekonomi negara, apakah sudah maju atau masih dalam tahap negara berkembang.

Definisi rasio ketergantungan

Dilansir dari situs Badan Pusat Statistik (BPS), rasio ketergantungan merupakan perbandingan jumlah penduduk berumur 0 hingga 14 tahun, ditambah jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas, kemudian dibandingkan dengan jumlah penduduk umur 15 hingga 64 tahun.

Dalam bahasa Inggris, rasio ketergantungan dikenal dengan istilah dependency ratio. Dikutip dari situs Investopedia, rasio ketergantungan juga bisa diartikan sebagai ukuran demografi dari rasio jumlah tanggungan terhadap total penduduk angkatan kerja di suatu wilayah atau negara.

Dampak rasio ketergantungan

Dalam situs Economics Help, disebutkan dampak yang terjadi jika rasio ketergantungan di suatu negara besar dapat mengurangi pertumbuhan produktivitas. Artinya penduduk yang bukan usia angkatan kerja dapat memengaruhi tingkat produktivitas penduduk angkatan kerja.

Baca juga: Alasan Penduduk Singapura Bekerja di Bidang Industri dan Jasa

Selain itu, negara yang memiliki rasio ketergantungan tinggi akan sulit menjadi negara maju, karena beban tanggungan terhadap penduduk yang tidak produktif juga tinggi.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi jangka panjang cenderung lebih rendah. Negara atau wilayah tersebut juga mengalami kesulitan untuk maju. Karena tingginya angka beban tanggungan yang harus dihadapi usia produktif atau angkatan kerja.

Fungsi rasio ketergantungan

Rasio ketergantungan memiliki dua fungsi utama, yaitu:

  • Sebagai indikator demografi

Artinya perhitungan rasio ketergantungan bisa digunakan untuk mencari tahu tingkat beban ketergantungan penduduk di suatu wilayah.

Apabila dependency ratio tinggi, beban ketergantungan penduduk yang belum produktif dan tidak produktif, terhadap usia produktif akan semakin tinggi. Sedangkan jika rasio ketergantungannya rendah, beban ketergantungannya akan semakin rendah pula.

  • Indikator keadaan ekonomi suatu negara

Rasio ketergantungan menjadi indikator keadaan ekonomi suatu negara. Artinya lewat perhitungan ini, bisa diketahui apakah suatu negara sudah tergolong maju atau masih di tahap negara berkembang.

Baca juga: Dinamika Penduduk: Angka Kelahiran, Kematian, dan Perpindahan Penduduk

Ada tiga cara untuk menghitung angka rasio ketergantungan. Perhitungan ini didasarkan pada nilai ketergantungan di usia tertentu yang ingin dicari. Berikut tiga cara perhitungan rasio ketergantungan:

  • Cara menghitung rasio ketergantungan total

Perhitungan ini digunakan untuk mencari tahu tingkat ketergantungan total penduduk, baik yang belum produktif (muda) maupun yang tidak produktif (tua).

Rumusnya:

Contoh soal:

Berikut merupakan data komposisi penduduk berdasarkan usia, milik Wilayah B pada tahun 2017:

Jumlah penduduk berusia 0-14 tahun sebesar 40.050.000.Jumlah penduduk berusia 15-64 tahun sebesar 25.780.000

Jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas sebesar 12.020.000

Berapakah tingkat rasio ketergantungannya?

Diketahui:

P (0-14) = 40.050.000P (65+) = 12.020.000

P (15-64) = 25.780.000

Artinya tiap 100 penduduk usia produktif, menanggung 201 hingga 202 penduduk usia belum produktif dan tidak produktif.

Baca juga: Faktor Penentu Kualitas Penduduk

  • Cara menghitung rasio ketergantungan usia belum produktif

Perhitungan ini digunakan untuk mencari tahu jumlah ketergantungan usia belum produktif terhadap usia produktif.

Rumusnya:

Contoh soal:

Berikut merupakan data komposisi penduduk berdasarkan usia, milik Wilayah D pada tahun 2016:

Jumlah penduduk berusia 0-14 tahun sebesar 10.250.000Jumlah penduduk berusia 15-64 tahun sebesar 41.200.000

Jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas sebesar 2.375.000

Berapakah tingkat rasio ketergantungan penduduk usia mudanya?

Diketahui:

P (0-14) = 10.250.000
P (15-64) = 41.200.000

Artinya 100 penduduk usia produktif menanggung 24 hingga 25 anak yang belum memasuki usia produktif.

Baca juga: Dampak Positif dan Negatif Besarnya Penduduk Benua Asia dalam Bidang Ekonomi

  • Cara menghitung rasio ketergantungan usia tidak produktif

Perhitungan ini digunakan untuk mencari tahu tingkat ketergantungan usia tidak produktif atau tua terhadap usia produktif.

Rumusnya:

Contoh soal:

Berikut merupakan data komposisi penduduk berdasarkan usia, milik Wilayah G pada tahun 2018:

Jumlah penduduk berusia 0-14 tahun sebesar 35.010.000Jumlah penduduk berusia 15-64 tahun sebesar 23.095.000

Jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas sebesar 12.400.000

Berapakah tingkat rasio ketergantungan penduduk usia tuanya?

Diketahui:

P (65+) = 12.400.000
P (15-64) = 23.095.000

Artinya 100 penduduk usia produktif menanggung 53 hingga 54 orang berusia tidak produktif.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Ketergantungan penduduk

Mengapa angka ketergantungan penduduk Indonesia masih tinggi

Keterangan gambar,

Semakin besar beban semakin kecil peluang menyisihkan pendapatan

Angka ketergantungan penduduk Indonesia dewasa ini tercatat 47%, artinya setiap 100 penduduk produktif menanggung beban 47 jiwa tidak produktif sehingga pendapatan keluarga tersedot untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Saya mengambil contoh keluarga Gabriel Benediktus Praso, yang memiliki sembilan anak, untuk menggambarkan betapa besar beban penduduk produktif, usia 15-64 tahun.

Bapak berusia 62 tahun ini telah pensiun dari PT Pos dan Giro dengan uang pensiun Rp 700.000 per bulan. Itulah satu-satunya sumber pendapatan untuk menghidupi sembilan anak, istri, diri sendiri dan tiga anggota keluarga lainnya.

"Saya atur sedemikian gaji ini...untuk membeli beras satu bulan 60 kg. Kita harus makan bubur malam hari, siang makan nasi," tutur Gabriel.

Pendapatan Gabriel nyaris habis untuk keperluan makan dan biaya sekolah anak-anak pada tingkat sekolah dasar. Dua anaknya mengalami kelainan mental dan karena tidak ada biaya sekolah, mereka tinggal di rumah saja.

Tidak produktif

Rumahnya mungil menghadap sungai di Oebobo, Nusa Tenggara Timur. Di halaman terdapat empat tiang bambu menyangga terpal biru untuk menaungi sebuah meja kecil.

Keterangan gambar,

Anak-anak Gabriel belum ada yang bekerja, istrinya berjualan cabai

Di atas meja ini, istri Gabriel menempatkan beberapa onggokan tomat dan cabai.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca

Podcast

Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

"Kadang-kadang ada tetangga beli tomat dan cabai. Lumayan untuk menambah penghasilan," kisahnya.

Sebagian besar anggota keluarga Gabriel masih anak kecil, hanya beberapa saja yang masuk kelompok usia produktif .

Itupun sesungguhnya mereka tidak produktif karena menganggur walau dari segi usia mereka masuk kelompok produktif.

Kepala Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Nusa Cendana Kupang Jakobus Yakob mengatakan keluarga Gabriel merupakan cermin betapa masih tinggi rasio ketergantungan di Indonesia dan betapa buruk dampaknya bagi generasi mendatang.

"Tingkat ketergantungan yang tinggi itu berarti bahwa beban tanggungan keluarga untuk membiayai kehidupan yang layak bagi semua anggota keluarga tidak tercapai. Penghasilan keluarga seluruhnya dihabiskan bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Yakobus.

Akibatnya, kata Yakobus, keluarga tidak mampu menyisihkan uang bagi pengembangan sumber daya manusia dan bagi peningkatan kualitas hidup.

Bonus demografi

Rasio ketergantungan nasional saat ini masih 47%, artinya setiap 100 penduduk produktif menanggung 47 penduduk tidak produktif di bawah umur 15 tahun dan 65 tahun ke atas.

Namun rasio ketergantungan cenderung menurun belakangan setelah sempat mencapai 70% dan diperkirakan akan mencapai titik terendah pada 2020-2030.

Pada periode itu akan terdapat peluang lebih besar untuk melakukan investasi manusia guna mendorong produksi.

Bagaimanapun, apa yang disebut sebagai bonus demografi ini bagaikan pisau bermata dua seperti dikatakan oleh Sonny Harry Harmadi, Kepala Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

"Di satu sisi mereka bisa mendorong ekonomi untuk tumbuh kalau mereka bekerja tetapi di sisi lain mereka bisa menciptakan instabilitas sosial dan politik kalau mereka tidak bekerja. Jadi mereka itu produktif tapi tidak bisa menyalurkan produktifitasnya karena tidak terserap di pasar kerja," tegas Sonny.

Bonus demografi ini diproyeksikan akan mengalami titik balik ketika angka kelompok lanjut usia menjadi lebih besar dibandingkan generasi muda dan bahkan, kata mantan Menko Kesra Haryono Suyono, ketergantungan penduduk lansia yang jumlahnya akan mencapai 30 juta, lebih mahal.

"Kalau 30 juta ini tidak bekerja akan menjadi tanggungan baru sehingga beban ketergantungan yang menurun sampai tahun 2015 akan naik lagi. Bedanya dengan dulu, kalau dulu yang menjadi tanggungan anak di bawah 15 tahun. Anak-anak sakit dibawa ke dokter ongkosnya murah tetapi orang tua yang sakit itu sakitnya lebih mahal," katanya.

Hari tua

Persoalannya, kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief, program-program pemberdayaan lansia di Indonesia belum semaju di negara-negara yang mengalami ledakan lansia seperti Jepang. Bahkan pada umumnya mereka juga tidak memiliki jaminan hari tua.

Keterangan gambar,

Dinas Sosial menampung lansia yang terlantar ekonomi dan sosial

Jadi mungkin beberapa puluh tahun lagi lansia akan memenuhi panti-panti jompo seperti yang saya lihat ketika mengumpulkan bahan laporan ini di Jawa Barat, provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia.

Saya mengunjungi beberapa panti yang dioperasikan oleh lembaga-lembaga keagamaan dan juga sebuah panti milik Dinas Sosial. Panti yang terakhir, Balai Perlindungan Tresna Werda, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung ini dihuni oleh 150 nenek dan kakek.

Menurut pekerja sosial di panti, Sobirin Rahmat, pihaknya hanya bisa mengakomodasi 150 orang berdasarkan kuota daya tampung padahal banyak lansia yang masuk daftar tunggu.

"Mereka yang bisa diterima di sini adalah mereka yang terlantar ekonomi, terlantar sosial dan mereka di sini bisa melakukan berbagai aktivitas," kata Sobirin.

Pada umumnya penghuni panti mengaku tidak mau meninggalkan Balai Tresna Werda.

"Ini adalah rumah saya yang terakhir sebelum dipanggil oleh Yang Maha Kuasa," tutur Suwarni, 60 tahun, sambil menjahit sprei panti meski jari-jemarinya tidak lentik lagi karena radang sendi.