Jika kita tidak shalat Jumat Apakah boleh shalat dzuhur?

DESKJABAR- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang sholat Jumat sehubungan merebaknya kembali Covid-19 terutama varian Omicron.

Dalam Fatwa MUI tentang sholat Jumat terbaru tersebut dijelaskan bahwa sholat Jumat bisa diganti dengan sholat Dzuhur.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda menjelaskan bagi umat Islam untuk tetap melaksanakan ibadah, untuk sholat Jumat bisa diganti dengan sholat dzuhur di rumah.

Baca Juga: 7 Weton Titisan Prabu Siliwangi, Menurut Primbon Jawa, Memiliki Harta, Tahta dan Wanita

"Bila suatu tempat ita tinggal itu positif Covid banyak yang mengenai jamaah atau tetangga kita yang dinyatakan positif, tentunya ibadah salat berjamaan bisa dilakukan dengan di tempat masing masing," ujar Miftahul Huda seperti dikutip DeskJabar.com dari PMJ News, Jumat 4 Februari 2022.

Karena banyaknya omicron dan covid-19 tersebut maka dikhawatirkan akan merebak ketika shalat Jumat yang jumlah jemaahnya besar.

Untuk menanggapi kekhawatiran itu maka MUI mengeluarkan fatwa tentang sholat Jumat tersebut bisa di ganti dengan sholat Dzukur.
"Dan pelaksanaan sholat Jumat diganti dengan sholat Dzuhur itu jika kondisi tidak terkendali," ujarnya.

Ketua Fatwa MU ini juga menjelaskan disaat fatwa ini ditetapkan, maka bangsa Indonesia bahkan diseluruh dunia belum siap menghadapi Covid-19.

Dan hingga saat ini juga secara ilmu pengetahuan masih simpang siur tentang Covid-19 terutama untuk bisa hidup berdampingan.
Menurut Miftahul, kondisi saat ini sudah berbeda lantaran sudah banyak orang yang divaksin.

APAKAH ORANG YANG SUDAH SHALAT JUM’AT HARUS SHALAT DHUHUR?

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah orang yang sudah shalat Jum’at harus shalat dhuhur?

Jawaban
Apabila seseorang telah melakukan shalat jum’at, padahal ia adalah kewajiban yang terkait dengan waktu yaitu waktu dhuhur, maka ia tidak perlu lagi shalat dhuhur. Shalat dhuhur setelah shalat jum’at adalah perbuatan bid’ah, karena ia tidak bersumber dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hal itu wajib dilarang. Sampai meskipun jama’ah yang mengadakan jum’atan ada beberapa tempat maka tetap tidak diperintahkan untuk melakukan shalat dhuhur setelah shalat jum’at, bahkan adalah bid’ah yang munkar. Karena Allah tidak memerintahkan dalam satu waktu kecuali sekali shalat yaitu shalat jum’at yang telah dilaksanakannya. Adapun alasan orang yang memerintahkan hal itu karena menurut mereka banyaknya tempat melakukan shalat jum’at adalah tidak boleh. Dan jika tempatnya banyak maka yang bernilai jum’at adalah masjid yang paling pertama melakukannya, sedangkan untuk mengetahui mana yang paling pertama adalah sulit sehingga hal ini menyebabkan batalnya semua orang yang melakukan shalat jum’at, sehingga mereka harus melakukan shalat dhuhur setelah itu.

Kami katakan kepada mereka : Dari mana kalian mengambil dasar atau alasan ini? Apakah berdasar kepada sunnah atau penalaran yang benar? Jawabannya tentu tidak, bahkan kami katakan bahwa jum’atan bila memang kondisi menuntut banyaknya tempat melakukannya maka semuanya itu sah, berdasar firman-Nya : “Dan bertakwalah kepada Allah sekuat dayamu”. Penduduk suatu daerah jika memang jaraknya saling berjauhan atau masjid yang ada sempit sehingga masjid untuk jum’atan banyak sesuai kebutuhan maka mereka telah bertakwa kepada Allah sekuat daya. Barangsiapa yang telah bertakwa kepada Allah sekuat daya maka ia telah melaksanakan kewajibannya, lalu bagaimana orang seperti ini dikatakan amalannya batil dan ia harus menggantinya dengan shalat dhuhur?

Adapun jika dilaksanakan shalat jum’at di berbagai masjid tanpa ada satu kebutuhan maka hal ini tanpa diragukan lagi adalah menyelisihi sunnah, dan apa yang dikerjakan oleh para khalifah yang mendapat petunjuk. Hukumnya haram menurut kebanyakan ulama. Tetapi meski demikian kita tidak bisa mengatakan ibadahnya tidak sah, karena tanggung jawab hal ini tidak pada masyarakat umum tetapi pada pemerintah yang membolehkan terjadinya banyak tempat untuk melaksanakan shalat jum’at tanpa suatu kebutuhan. Oleh karena itu kami katakan : Hendaknya para penguasa yang mengurusi masalah masjid, melarang terjadinya shalat jum’at di banyak tempat kecuali memang kondisi menuntut demikian.

Hal ini karena bagi pemegang keputusan melihat manfaat yang besar dari berkumpulnya manusia dalam beribadah untuk meraih rasa cinta dan persaudaraan serta mengajari orang-orang bodoh. Dan lain-lainnya dari manfaat yang besar lagi banyak. Perkumpulan-perkumpulan yang disyari’atkan yaitu : perkumpulan pekanan, atau tahunan, atau harian sebagaimana sudah diketahui. Pertemuan harian terjadi di setiap masjid lokasi tempat tinggal, karena jika pemegang keputusan mewajibkan menusia berkumpul di satu tempat setiap hari 5 kali tentu memberatkan mereka. Oleh karena itu ia meringankan mereka dan menjadilkan pertemuan harian mereka cukup di masing-masing masjid lokasi tinggal.

Adapun pertemua pekanan yaitu pertemuan hari jum’at, manusia berkumpul setiap hari jum’at. Oleh karenanya sunnah menuntut hal ini dikerjakan di satu masjid bukan bermacam masjid, karena pertemuan pekanan ini tidak menyulitkan mereka jika diadakan, padanya ada manfaat yang besar. Manusia berkumpul dengan satu imam dan satu khatib yang akan memberi satu pengarahan, sehingga mereka keluar dengan mendapat satu nasehat, dan satu shalat.

Sedangkan pertemuan tahunan seperti shalat Idul Fitri maka ia adalah pertemuan untuk seluruh penduduk daerah, oleh karena itu ia tidak boleh dilakukan di masing-masing tempat kecuali jika memang kondisi membutuhkan yang demikian itu sebagaimana pada shalat jum’at.

MANDI JUM’AT DAN BERHIAS, APAKAH UMUM UNTUK LELAKI DAN WANITA?

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Mandi Jum’at dan berhias pada hari itu, apakah umum untuk lelaki dan wanita? Bagaimana hukum mandi sebelumnya, yaitu sehari atau dua hari sebelumnya?

Jawaban
Hukum ini hanya khusus bagi lelaki karena ialah yang menghadiri Jum’at, dan ialah yang diminta untuk berhias ketika keluar. Sedangkan wanita tidak diminta untuk itu. Tetapi setiap orang jika pada tubuhnya terdapat kotoran sudah sewajarnya untuk membersihkannya. Karena hal itu termasuk perkara terpuji yang tidak layak untuk ditinggalkan.

Adapun melakukan mandi Jum’at sehari atau dua hari sebelumnya maka hal ini tidak berfaedah, karena hadits yang menerangkan hal ini menyebutkan bahwa mandi Jum’at khusus dikerjakan pada hari Jum’at mulai terbit fajar sampai menjelang shalat jum’at. Inilah waktu mandi Jum’at, sedangkan melakukannya sehari atau dua hari sebelumnya, maka hal itu tidak berpahala sebagai mandi Jum’at. Dan Allah lah yang member taufiq

[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Furqan Syuhada,Qosdi Ridwanullah. Terbitan Pustaka Arafah]

  1. Home
  2. /
  3. Fiqih : Shalat Jum'at
  4. /
  5. Apakah Setelah Shalat Jum’at...

Apakah boleh shalat dzuhur tapi tidak sholat Jumat?

Berdasarkan hadits tersebut, para ulama berpendapat bahwa mengganti sholat Jumat dengan sholat dzuhur adalah mubah atau boleh.

Apa yang harus kita lakukan jika tidak sholat Jumat?

Ustaz Ahmad Sarwat dalam Hukum-Hukum Terkait Ibadah Sholat Jumat menjelaskan, para ulama telah bersepakat bahwa siapa yang tertinggal ikut jamaah Sholat Jumat, maka harus sholat empat rakaat yaitu Sholat Zhuhur.

Bolehkah sholat Jumat diganti shalat dzuhur karena hujan?

(HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini menunjukkan arti bahwa boleh meninggalkan shalat berjamaah di masjid ketika terjadi uzur berupa hujan deras, bahkan saat kondisi jalan menuju masjid berlumpur atau becek, sampai sangat merepotkan, maka tidak dianjurkan.

Apakah shalat Jumat bisa diganti dengan dzuhur karena ketiduran?

Hukum tidur di waktu sholat jumat itu haram. kecuali kalau dia tidurnya sebelum waktu sholat jumat dan terbangun sesudah orang sholat jumat itu tidak berdosa tetapi dia harus menggantinya dengan sholat zuhur.