Jelaskan langkah langkah yang bisa diambil pemerintah melalui kebijakan fiskal untuk mengurangi laju inflasi?

Tahun 2022 diawali dengan gelombang baru COVID-19 yang ditandai dengan penyebaran Virus Omicron yang terpantau naik lebih tajam dan cepat dibandingkan Delta, namun dengan kematian yang lebih rendah. Namun demikian, per tanggal 14 s/d 20 Februari 2022 kasus global harian terus turun ke 1,58 juta atau lebih rendah 21 persen dari pekan sebelumnya dan kasus domestik harian sedikit menurun di akhir pekan ke angka 48.484. Rata-rata vaksinasi dalam rentang 14 s/d 20 Februari 2022 mencapai sekitar 1,04 juta dosis. Secara kumulatif, total vaksinasi pertama 189,65 juta dosis (70,19 persen populasi), vaksinasi kedua 140,30 juta dosis (51,92 persen populasi), dan booster 8,46 juta dosis (3,13 persen populasi). Menghadapi ketidakpastian ini, pemerintah terus sigap, disiplin dan fokus dalam penanganan pandemi sebagai salah satu syarat fundamental dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Usaha pemerintah dalam Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) dimulai pada tahun 2020 yang ditandai dengan diterbitkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang ditetapkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 dan kemudian menyusul peraturan pelaksanaannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020.

PC-PEN oleh pemerintah pada tahun 2020-2021 telah terbukti efektif dalam menjaga gerak laju ekonomi nasional. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 tumbuh sekitar 3,7 persen yang ditopang oleh pertumbuhan sektor manufaktur, perdagangan, informasi komunikasi dan pertambangan. Tingkat inflasi tahun 2021 sebesar 1,87 persen (yoy) yang relatif tinggi daripada tahun 2020 yang mengindikasikan sinyal perbaikan permintaan dan konsumsi domestik yang merupakan bauran kebijakan pada fiskal, moneter, dan riil. Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terjaga pada level Rp14.312/usd yang relatif membaik dibandingkan kondisi tahun 2020. PC-PEN juga berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan penurunan tingkat pengangguran dari 7,07 persen pada Agustus 2020 menjadi 6,49 persen pada Agustus 2021 serta menurunnya tingkat kemiskinan dari 10,19 persen pada September 2020 menjadi 10,14 persen pada Maret 2021. Sementara dari realisasi APBN 2021, terjadi peningkatan kinerja yang makin optimal dari sisi Pendapatan dan Belanja Negara. Realisasi Pendapatan Negara tahun 2021 sebesar 114,88 persen dari target yang diantaranya ditopang realisasi penerimaan perpajakan 107,06 persen dari target dan realisasi PNBP sebesar 151,57 persen dari target. Realisasi Belanja Negara juga meningkat 7,37 persen dari tahun 2020 sejalan dengan strategi countercyclical pemerintah untuk menangani munculnya varian delta pada semester II tahun 2021.

Menghadapi kondisi yang masih penuh ketidakpastian, semangat pemulihan ekonomi nasional tetap berlanjut pada tahun 2022. Melalui APBN tahun 2022, pemerintah menetapkan tema kebijakan fiskal melanjutkan dukungan Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural melalui konsolidasi fiskal dengan tetap antisipatif terhadap ketidakpastian. Tahun 2022 menjadi pijakan sangat penting bagi pemerintah karena merupakan tahun terakhir defisit APBN dapat lebih besar dari 3 persen, dimana target defisit tahun 2022 ditetapkan sebesar 4,85 persen dari PDB sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Secara detail arah kebijakan fiskal di tahun 2022 antara lain:

a.     Pertama, percepatan penganan covid-19 dengan penguatan sektor kesehatan sebagai kunci pemulihan ekonomi.

b.     Kedua, menjaga ketahanan, kelangsungan dan mempercepat pemulihan ekonomi melalui program perlindungan sosial (perlinsos), dukungan kepada dunia usaha dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan memberikan program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, kartu pra kerja, bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari Dana Desa (DD), subsidi bunga KUR, dan insentif dunia usaha.

c.     Ketiga, menjaga momentum reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi melalui sumber daya manusia yang unggul dan berintegritas, sistem kesehatan yang handal, perlinsos yang adaptif dan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi.

d.     Keempat, mereformasi fiskal supaya lebih komprehensif dengan melakukan reformasi perpajakan, menggunakan belanja negara yang lebih baik (zero based budgeting), cadangan untuk antisipasi ketidakpastian, inovasi pembiayaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), Sovereign Wealth Funds (SWF), Special Mission Vehicle (SMV), dan pengendalian utang.

e.     Kelima, menjaga pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 tetap berjalan optimal sebagai fondasi konsolidasi fiskal di tahun 2023 yakni dengan reformasi struktural yang harus optimal, reformasi fiskal harus berhasil, dan menjadi komitmen bersama di seluruh kementerian/lembaga.

Dengan arah kebijakan tersebut, ekonomi 2022 diperkirakan tumbuh 5,0 persen-5,5 persen yang didukung berbagai langkah pengendalian pandemi dan reformasi struktural, namun varian baru COVID-19 tetap menjadi risiko yang menjadi perhatian untuk diantisipasi. Laju inflasi 2022 diperkirakan menguat menjadi 3 persen seiring dengan menguatnya permintaan. Serta nilai tukar rupiah terhadap US dolar diperkirakan pada level Rp14.350/US$ dengan terus mewaspadai potensi tekanan pasar keuangan global akibat upaya normalisasi kebijakan pemerintah AS seiring dengan pemulihan ekonomi AS yang diprediksi lebih cepat dari perkiraan. Risiko lainnya yang dihadapi pemerintah adalah tensi geopolitik Rusia-Ukraina semakin memanas sehingga mendorong permintaan aset safe-haven diantaranya dolar AS dan dapat mendorong adanya risiko sell-off pada pasar-pasar negara berkembang.

Semangat pemerintah dalam melanjutkan pemulihan ekonomi pada tahun 2022 digaungkan dalam G20 dimana Indonesia memegang presidensi G20 dengan mengusung tema Recover Together Recover Stronger. Dalam gelaran pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 dicapai beberapa kesepakatan yang dituangkan dalam komunike yang mendukung pemulihan ekonomi nasional dan global yaitu ekonomi dan kesehatan global, arsitektur finansial internasional, isu sektor finansial, keuangan berkelanjutan, infrastruktur, dan perpajakan internasional. Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 berkomitmen untuk menyediakan vaksin yang aman, adil, terjangkau, dan tepat waktu terutama bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah guna memeratakan kecepatan pemulihan tiap negara. G20 juga akan mendorong penyelesaian utang-utang negara miskin dan berkembang dalam rangka meningkatkan kapasitas penanganan pandemi. Lebih lanjut, G20 mendorong kebijakan ketahanan keuangan yang terkalibrasi dan terencana dalam mengatasi dampak jangka panjang dari pandemi melalui aliran modal asing yang berkelanjutan, pengelolaan arus modal jangka pendek, dan memperkuat jaring pengamanan keuangan internasional untuk mendukung negara yang mengalami gejolak perekonomian.

Melalui perencanaan yang baik serta kolaborasi dengan dunia internasional diantaranya melalui G20, kebijakan fiskal diharapkan menjadi instrumen pelindung masyarkat karena ketidakpastiaan dunia masih terjadi dari berbagai segi dan omicron hanyalah salah satu risiko disamping risiko geopolitik, recovery yang tidak merata dan kompleksitas keuangan global. Melalui G20, juga diharapkan dapat menjadi bahan perbaikan kebijakan global yang lebih baik dalam meraih pemulihan ekonomi di negara-negara berkembang, meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto, dan menciptakan lapangan pekerjaan.  

Penulis: Nur Saadah (Pegawai KPKNL Tarakan)

Referensi:

https://fiskal.kemenkeu.go.id/analisis/laporan-ekonomi-dan-keuangan-mingguan

https://fiskal.kemenkeu.go.id/baca/2022/02/22/4337-kerja-keras-apbn-berlanjut-di-tahun-2022-pemulihan-ekonomi-semakin-menguat

https://fiskal.kemenkeu.go.id/baca/2022/02/18/4334-pertemuan-pertama-tingkat-menteri-keuangan-dan-gubernur-bank-sentral-g20-usai-ini-6-agenda-hasil-kesepakatannya

https://www.kemenkeu.go.id/media/18316/advertorial-rapbn-2022.pdf

https://www.kemenkeu.go.id/media/19332/apbn-kita-februari-2022.pdf

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220112165556-532-745782/reformasi-struktural-jadi-fokus-kebijakan-fiskal-pemerintah-di-

Ilustrasi contoh grafik inflasi. Foto: Pixabay.com

Di antara cara-cara mengatasi inflasi di Indonesia salah satu yang diterapkan pemerintah adalah melalui kebijakan ekonomi. Sampai saat ini, inflasi masih menjadi permasalahan ekonomi yang dihindari.

Menurut buku Materi: Inflasi, Modul Ekonomi Kelas XI yang disusun oleh Adi Permana, inflasi adalah suatu keadaan meningkatnya harga barang dan jasa secara umum dan menyeluruh.

Umumnya, inflasi terjadi karena terdapat banyak permintaan dari masyarakat, pertambahan penawaran uang, dan peningkatan biaya produksi. Kondisi inflasi di suatu negara dapat menimbulkan akibat buruk dari segi kegiatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Lalu, bagaimana cara-cara mengatasi inflasi di Indonesia? Berikut penjelasannya secara lengkap.

Berikut ini cara-cara mengatasi inflasi menurut jurnal Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi oleh Tini Utami.

Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi dengan menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar untuk memengaruhi kegiatan ekonomi.

Di Indonesia, kebijakan ini diatur oleh Bank Indonesia selaku bank sentral. Tugasnya mengatur jumlah uang yang beredar melalui penerapan cadangan minimum, sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil. Dengan penerapan cadangan minimum, laju inflasi di Indonesia dapat ditekan.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara. Kebijakan pajak ini dapat memengaruhi permintaan total di suatu pasar, sehingga akan memengaruhi harga setiap barang.

Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total terhadap barang. Dengan adanya kebijakan fiskal, inflasi dapat ditekan melalui penerapan pajak pada setiap barang yang dijual.

3. Kebijakan yang berkaitan dengan output

Kenaikan jumlah barang atau jasa yang diproduksi (output) dapat mengecilkan laju inflasi. Bertambahnya jumlah barang atau jasa di dalam suatu negara cenderung akan menurunkan harga barang secara signifikan.

Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk, sehingga impor barang akan cenderung meningkat.

Ilustrasi peredaran jumlah uang. Foto: Pexels.com

Berikut ini adalah jenis-jenis inflasi menurut jurnal Analisis Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Indonesia yang disusun oleh Desrini Ningsih dan Puti Andiny.

Inflasi ringan adalah inflasi yang masih belum mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini dapat dikendalikan karena harga-harga naik secara umum, tetapi belum mengakibatkan krisis di bidang ekonomi. Tingkat inflasi ringan berada di bawah 10 persen per-tahun.

Inflasi sedang dinilai masih belum membahayakan kegiatan ekonomi, tetapi inflasi ini dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat yang mempunyai pendapatan yang tetap. Inflasi sedang berada pada 10-30 persen.

Berbeda dengan inflasi sedang, inflasi berat dinilai sudah mengacaukan kondisi perekonomian suatu negara. Pada kondisi ini orang cenderung menyimpan barang. Mereka tak mau menabung karena bunga bank lebih rendah dari laju inflasi. Inflasi berat berada pada nilai 30-100 persen per-tahun.

Hiperinflasi merupakan inflasi sangat berat dengan tingkat inflasi berada di atas 100 persen per-tahun. Inflasi ini sudah mengacaukan perekonomian dan sulit dikendalikan walau dengan tindakan moneter dan tindakan fiskal.


Page 2