Hambatan hambatan apa saja yang dihadapi dalam ekonomi kemaritiman?

1. Masalah Regulasi, Hukum, dan Kebijakan Pemerintah

Permasalahan mendasar yang lumrah terjadi pada setiap perencanaan pembangunan adalah masalah yang mengarah kepada hal yang bersifat instrumental dan fundamental. Permasalahan regulasi dan hukum sampai saat ini memang masih terlihat tumpang tindih antara kebijakan satu dengan kebijakan lainnya.

Hinga kini, belum banyak aturan turunan di tingkat Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Perda dan lain sebagainya yang mengatur secara detail, teknis dan nyata tentang pembangunan dalam bidang kemaritiman (Subagyo et al., 2017). Dukungan pemerintah pula dalam hal ini sangat penting.

Dalam penelitian (Janis and Daniel, 2006)  menyatakan bahwa keberhasilan Uni Soviet dalam pengembangan oseanologi sehingga bisa tersebar luas dan beragam tidak lepas dari pemerintah yang selalu mendukung kegiatan kelautan mereka.

2. Masalah Struktur dan Kelembagaan

Baru–bari ini, dalam struktur pemerintahan saat ini melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman, mencoba merubah sistem kelembagaan multi agent menjadi single agent untuk penegakan hukum di laut Indonesia (Kadar, 2015). Kendati demikian, hal tersebut bukanlah suatu langkah yang mudah, melainkan perlu adanya jangka waktu yang panjang dalam mempersiapkan dan menyesuaikan kelembagaan agar semakin terbiasa dengan kebijakan baru.

Terutama fungsi koordinasi harus sangat di gencar kan supaya tidak terjadi pro dan kontra akibat dari kurangnya koordinasi antar lembaga. Terkhusus lembaga lain yang pastinya belum sepenuhnya terkonsentrasi pada spesialisasi kebijakan yang mengarah kepada kemaritiman.

3. Masalah Mindset dan Kultural Indonesia

Selama ini pembangunan di Indonesia hanya berfokus kepada daratan saja. Mindset masyarakat dan para pengambil kebijakan mesti terbuka bahwa Indonesia terlahir sebagai negara kepulauan yang artinya bukan hanya soal daratan atau agraris saja,  tetapi berkenaan pula dengan sejarah nenek moyang indonesia yang disebutkan sebagai pelaut karena perjuangannya dulu mempertahankan dan melindungi perairan Indonesia yang justru terlupakan. 

4. Masalah Infrastruktur dan Teknologi

Orientasi pembangunan yang Indonesia yang cenderung terpusat menimbulkan permasalahan baru pula bagi bidang kemaritiman. Adanya ketimpangan infrastruktur antara wilayah bagian barat dan timur Indonesia menandakan pemerataan masih belum maksimal.

Sekitar 70 % infrastruktur indonesia masih terkonsentrasi di bagian barat, sedangkan potensi sumber daya laut masih banyak di wilayah bagian timur Indonesia, hal ini sebagai akibat dari perkembangan industri yang masih terpusat di Pulau Jawa saja. Selain itu penguasaan teknologi dan pengembangan teknologi di bidang kemaritiman Indonesia masih sangat lemah.

Daftar Rujukan

Gold, E. (2006) ‘The Third United Nations Conference on the Law of the Sea: The Caracas Session , 1974 The Third United Nations Conference on the Law of the Sea: The Caracas Session , 1974’, Maritime Studies and Management, (October 2014), pp. 37–41. doi: 10.1080/03088837400000042.

Janis, M. W. and Daniel, D. C. F. (2006) ‘The U . S . S . R .: Ocean Use and Ocean Law The U . S . S . R .: Ocean Use and Ocean Law *’, Maritime Studies and Management, (January 2015), pp. 37–41. doi: 10.1080/03088837400000039.

Kadar, A. (2015) ‘Pengelolaan Kemaritiman Menuju Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia’, Jurnal Keamanan Nasional, 1(3), pp. 427–442. doi: 10.31599/jkn.v1i3.33.

Pardosi, A. S. (2016) ‘Potensi dan Prospek Indonesia Menuju Poros Maritim’, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 4(1), pp. 17–26.

Subagyo, A. et al. (2017) ‘Kesiapan Daerah Dalam Mewujudkan Visi Indonesia Poros Maritim Dunia’, Poros Maritim Dunia, (April 2015), pp. 7–9.

jawaban yang tepat untuk soal seperti ini adalah hambatan yang dihadapi ekonomi kemaritiman Indonesia adalah ketimpangan agraria kelautan, kerentanan pencurian ikan, dan ketimpangan insfrastruktur.

Berikut adalah penjelasannya.

Ekonomi maritim merupakan kegiatan ekonomi yang mencakup transportasi laut, industri galangan kapal, dan perawatan pembangunan serta pengoperasian pelabuhan beserta industri dan jasa terkait. Ada beberapa sektor yang ada di dalam lingkup ekonomi maritim yang ada di Indonesia, yaitu sektor pelayaran, sektor perikanan, dan sektor pariwisata bahari.

Hambatan yang dihadapi ekonomi kemaritiman Indonesia adalah ketimpangan agraria kelautan, kerentanan pencurian ikan, dan ketimpangan insfrastruktur. Hambatan tersebut cukup serius karena wilayah laut Indonesia yang sangat luas dengan pengawasan yang kurang ketat mengakibatkan ikan-ikan sering dicuri oleh nelayan asing. Selain itu, insfrastruktur yang menunjuang tranportasi laut masih minim sehingga kemaritiman Indonesia masih perlu perkembangan.

Jadi, hambatan yang dihadapi ekonomi kemaritiman Indonesia adalah ketimpangan agraria kelautan, kerentanan pencurian ikan, dan ketimpangan insfrastruktur.

Semoga membantu ya!

Hambatan hambatan apa saja yang dihadapi dalam ekonomi kemaritiman?

Suatu Kajian Teknis Menyambut Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS) 10 Agustus 2021

 Oleh

Dr. Ir. Wolter R Hetharia, M.App.Sc, FRINA

Dekan Fakultas Teknik Universitas Pattimura

Wilayah perairan (laut, sungai, danau) yang menempati 72 % dari luas permukaan bumi menunjukan peranan dan potensi SDA untuk pembangunan suatu bangsa yang terintegrasi dengan wilayah tersebut. Keberadaan wilayah ini mendukung aktifitas jalur perdagangan nasional dan internasional. Indonesia dengan status archipelago state dengan luas perairan 67% dan terletak pada posisi silang benua dan silang samudera mengambil keuntungan dari situasi ini. Berbagai aktifitas industri maritim memerlukan sapras teknik untuk menunjang eksploitasi SDA, energi dan berbagai aspek terkait lainnya. Berbagai permasalahan yang belum terselesaikan dalam kegiatan industry maritime yang memerlukan kajian lebih lanjut. Berbagai inovasi iptek sangat dibutuhkan dari kalangan ilmuan dan teknolog untuk untuk mencapai hasil yang optimal dan berkelanjutan.

Industri maritim merupakan suatu kegiatan industri berskala besar dengan berbagai aspek teknis terkait. Colton (2003) membagikan struktur industri maritim terdiri atas sektor:  desain kapal, konstruksi kapal, manufaktur bidang kelautan, operasional kapal dan reparasi kapal. Sektor ini ini ditunjang oleh industry kecil berupa jasa SDM dan servis teknik lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja kalangan swasta, pemerintah dan perguruan tinggi terkait. Bahwa pengembangan industri maritim di Indonesia perlu ditindaklanjuti secara jelas pada era Revolusi Industri 4.0 yang menekankan pada proses revolusi teknologi manufaktur yang berpengaruh signifikan pada pola hidup dan kerja manusia. Konsep ini adalah implementasi dari berbagai operasi industri lintas bidang ilmu yang ditopang oleh teknologi informasi (TI) untuk peningkatan produktifitas dan kualitas (Plinta, 2016).

Sektor Transportasi Laut yang telah dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui program Tol Laut dan Poros Maritim Dunia sangat membantu terhadap distribusi barang dan penumpang ke berbagai wilayah di Indonesia. Namun, kebanyakan kapal kembali (return) dengan muatan (payload) yang minim yang berpengaruh pada tingginya tariff barang. Adanya peranan pemda setempat untuk menyediakan komoditi lokal untuk dieksport ke luar daerah. Masalah lain ialah minimnya peran kapal-kapal penunjang (feeder vessels) untuk mendistribusikan barang ke pelosok terpencil. Peranan kapal-kapal pelayaran rakyat (perla) harus dikembangkan oleh pihak otoritas dengan memperhatikan aspek kenyamanan dan keselamatan pelayarannya. Kapal-kapal penyeberangan (Ferry ro-ro) perlu dikaji secara cermat terkait payload dan dimensi sehingga tidak perlu subsidi pemerintah atau kapal terbengkalai yang terlihat di beberapa lokasi di Indonesia.

Exploitasi Sumberdaya Laut adalah merupakan sektor yang menjamin devisa bangsa Indonesia selama ini. Exploitasi migas di perairan Propinsi Aceh, Kaltim, Sumsel, Laut Jawa, Kepri dan Papua Barat telah berlangsung selama ini dengan melibatkan berbagai kapal dan peralatan teknis. Temuan ladang migas baru di beberapa lokasi perairan menjamin devisa masa depan Bangsa Indonsia, misalnya Blok Masela. Ironisnya sejak ditemukan beberapa tahun lalu tahapan exploitasinya belum dimulai juga. Akibat tekanan politik dengan peralihan status pengelolaan dari off-shore ke in-shore maka terjadi proses re-design dengan jalur pipeline yang memerlukan waktu, peralatan tambahan serta biaya yang besar. Kondisi perairan Blok Masela ialah rawan gempa, cekungan laut dan lokasi yang jauh dari in-shore memerlukan investasi yang sangat besar. Kondisi perairan ini berbeda dengan perairan Indonesia lainnya, mengapa tidak off-shore? Sudah terlanjur! Ketika pemakaian enersi fosil dunia sudah mulai beralih ke enersi terbarukan maka kawasan Perairan Indonesia menyediakan potensi di masa depan. Sebut saja enersi thermal, arus, gelombang laut, pasang surut, angin serta enersi surya yang melimpah memberikan jaminan untuk dieksploitasi dimana diperlukan inovasi teknologi untuk pengembangannya.

  1. Industri Perikanan Nasional

Jenis ikan yang ditemui di Perairan Indonesia ialah ikan pelagis (besar dan kecil) dan ikan demersal. Target program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk konsumsi ikan nasional 62,5 kg/kapita/tahun, produk olahan dan eksport nasional perlu ditindak lanjuti dengan secara terpadu. Ironisnya bahwa menurut KKP 90% armada perikanan RI (544.000) didominasi oleh kapal-kapal berukuran < 30 GT di seluruh fishing ground yang diklasifikasikan menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Beberapa permasalahan perikanan mencakup: siklus hidup ikan pelagis, periode migrasi, posisi bulan, kondisi laut, penanganan pasca-panen, ketersedian pasar dan harga jual, dimensi dan konfigurasi kapal, penggunaan alat tangkap tunggal dan manual, aspek keselamatan kapal serta masalah wabah menular belakangan ini. Solusi yang ditawarkan berupa: Penggunaan alat tangkap ganda dan mekanis untuk beberapa jenis kapal, pengalihan fishing ground, sistim deteksi jalur migrasi ikan, penanganan ikan di kapal, redesain dimensi dan konfigurasi kapal ikan, optimasi alat tangkap serta network jaringan penampungan dan pemasaran (Hetharia, 2020). Selain itu kegiatan budidaya perlu ditingkatkan untuk beberapa jenis ikan.

Issue lumbung ikan nasional (LIN) yang sedang dibahas belakangan ini belum menghasilkan ouput yang dapat diimplementasikan. Ironisnya propinsi dengan status LIN namun pada musim paceklik harga ikan yang melangit. Peningkatan jumlah armada tangkap merupakan solusi yang keliru dan berdampak pada overcatching dan pengangguran armada pada musim tertentu. Sebaiknya masalah riil yang dihadapi oleh nelayan dipelajari secara seksama untuk memperoleh solusi yang tepat. Optimalisasi alat tangkap, penggunaan alat tangkap ganda, penanganan hasil tangkapan, jaringan pemasaran serta harga dasar ikan merupakan solusi terhadap issue LIN.

  1. Aspek Safety dan Pandemi Covid-19 pada Industri Maritim

Operasional suatu kapal atau industry maritim tidak terlepas dari lingkungan laut yang dapat membahayakannya (Meadows, 2003). Faktor penyebab lainnya adalah: human error (operasional, desain, konstruksi), kebakaran dan sistim pencegah, sistim evakuasi dan penyelamat (Markle, 2003). Prosedur standart desain kapal dan bangunan laut dikemukakan oleh para pakar (Lamb, 1969; Gale, 2003; Watson, 1989; Parsons, 2003) dimana semua parameter desain dievaluasi secara cermat sebelum diputuskan untuk dibangun dan dioperasikan. Human faktor dalam desain dan operasional kapal (Calhoun, 2003) perlu dikaji untuk menghindari kesalahan dalam operasional l. Sistim kapal dan penyelamat harus mengikuti peraturan standart untuk menjamin operasional kapal dengan baik (Molland, 2008). Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara tetangga perlu memperkuat armada kapal perangnya yang canggih dan terintegrasi terkait issue geopolitik yang memanas belakangan ini serta berbagai masalah di wilayah perairannya. Issue Pandemi Covid-19 merambah sampai pada industry maritime dimana berbagai aktifitas maritime dibatasi, termasuk angkutan penumpang, barang dan industry perikanan. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan standart protocol kesehatan Covid-19 di berbagai kegiatan industry maritime yang berdampak pada penurunan produksi/ pendapatan.

  1. Kontribusi Fakultas Teknik Unpatti.

Sebagai bagian dari industri maritim maka perguruan tinggi terkait perlu memainkan peranan penting sesuai bidang kajiannya. Beberapa kontribusi yang disikapi oleh Fakultas Teknik Unpatti sedang berlangsung. Sebut saja, Max Rumaherang PhD dengan riset tentang enersi arus laut dan angin, Anthony Simanjuntak MT tentang enersi surya, Dr. Eliza de Fretes tentang hydrodynamika kapal-kapal cepat dan Prof. Dr. Max Tukan tentang transportasi laut. Riset tentang kapal kecil anti tenggelam dilakukan oleh penulis dan tim riset (Hetharia, 2008; Hetharia, 2017) dan riset tentang keselamatan kapal penumpang semi-displasemen (Hetharia, 2015). Sementara riset tentang inovasi kapal-kapal penumpang kecil monohull dan trimaran sedang dilakukan oleh penulis bersama tim riset mahasiswa. Riset terkait efek pandemic Covid-19 dan keselamatan kapal perikanan sedang dilaksanakan oleh penulis dan tim riset tahun 2021 yang dibiayai oleh British Council dengan dana riset Newton Fund untuk Kolaborasi riset University College London (UCL) – Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan Fakultas Teknik Unpatti. Outcome dari kegiatan riset-riset ini akan diimplementasikan kepada para stakeholder dalam wilayah Indonesia.

Bahwa berbagai permasalahan di sekitar industri maritim di wilayah perairan Indonesia telah disampaikan beserta solusinya. Kajian-kajian riset yang sedang dibuat serta berbagai solusi yang telah dikemukakan memerlukan tindak lanjut di masa mendatang. Untuk menjawab permasalahan tersebut diperlukan kajian serta kerjasama yang terintegrasi yang melibatkan pihak otoritas dalam mewujudkan outcome industri maritim yang bermanfaat dan berkelanjutan.

Selamat Hari Teknologi Nasional ke-26 Tahun 2021

#UniversitasPattimura

#HumasUnpatti

# HAKTEKNAS2021

#UnpattiTerusBerkarya