Gerakan apa yang di kombinasi dalam permainan adu jangkrik

Permainan adu jangkrik merupakan salah satu permainan tradisional yang sudah dikenal lama oleh masyarakat Jawa. Asal mula permainan ini belum dapat diketahui secara pasti, akan tetapi berdasarkan cerita perjalanan Raffles di Jawa pada abad ke-19, adu jangkrik telah menjadi salah satu permainan adu binatang kegemaran masyarakat yang biasa digelar di pasar (Raffles, 1817). Permainan ini biasa dimainkan pada musim gadon, musim tanam padi kedua.

Kepopuleran permainan adu jangkrik di Yogyakarta menyebar hingga ke dalam Kraton. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII, permainan ini menjadi sebuah pertunjukan rutin di alun alun setiap hari Selasa atau Jumat. Bahkan para pemilik jangkrik akan merawat jangkrik aduan mereka, mulai dari pemberian makan, memperkerjakan pekerja khusus, hingga pemberian ramuan tertentu agar jangkrik mereka dapat memenangkan permainan. Tak jarang adu jangkrik ini menjadi ajang untuk menunjukkan kekuasaan dan status seseorang.

Menurut artikel Tjan Tjoe Siem (1940 : 255) sebelum memainkannya anak laki-laki akan menyanyikan sebuah lagu. Lirik lagu tersebut berisi tentang ‘jantur’ atau mantra, yang memiliki harapan agar jangkrik menjadi kuat dan mampu memenangkan permainan. Dalam permainan adu jangkrik ini, biasanya yang dipilih adalah jangkrik jantan dengan sungut panjang, rahang yang kuat, dan mulut lebar, serta jenis dan warna tertentu.

Cara bermain adu jangkrik ini adalah, jangkrik yang disepakati untuk bertanding, diletakkan pada arena aduan. Dulu, beberapa orang kaya di Jawa menggunakan kotak kayu dengan 4 buah kaki sebagai arena mengadu jangkrik, yang sering dikenal dengan ‘tulang’. Saat permainan berlangsung, jangkrik akan dirangsang dengan ‘kili’ bulu atau rumput supaya mau menyerang lawannya. Jangkrik yang kalah adalah jangkrik yang melompat keluar dari arena, jangkrik yang terluka dan kehilangan bagian badannya, ataupun jangkrik yang mati. Pada saat permainan, orang yang menonton harus diam, agar tidak mengganggu permainan.

Temukan koleksi alat adu jangkrik di Pameran Abhinaya Karya Kembara Gembira: Ayo Dolan, Ayo Cerita di Gedung Temporer Museum Sonobudoyo. Informasi lebih lanjut, bisa sahabat dapatkan di media sosial Museum Sonobudoyo. Salam sahabat Museum, Museum di Hatiku!

You're Reading a Free Preview
Page 2 is not shown in this preview.

Jangkrik rumahan (Acheta domesticus). © Shutterstock/Vladimir Wrangel

Permainan adu jangkrik menjadi hiburan yang sudah ada sejak zaman dulu. Seluruh lapisan masyarakat menggemarinya, terlebih oleh anak-anak. Biasanya anak-anak mencari jangkrik aduan di pematang sawah atau kebun yang banyak ilalangnya. Permainan adu jangkrik kian mudah dimainkan karena orang-orang mencoba mencari peruntungan dengan berjualan jangkrik untuk diadu.

Adu jangkrik bukanlah permainan rakyat asal Indonesia, melainkan permainan dari negeri Cina/Tiongkok. Menurut You Zhou dalam buku A History of Chinese Entomology, adu jangkrik telah ada sejak zaman Dinasti Tang (618-907).

Gerakan apa yang di kombinasi dalam permainan adu jangkrik

Gerakan apa yang di kombinasi dalam permainan adu jangkrik

Ilustrasi adu jangkrik di Cina karya André Castaigne (1861-1929). Sumber: Wikimedia Commons

Permainan adu jangkrik pada masanya populer di kalangan orang biasa sampai pejabat. Biasanya ada bumbu-bumbu taruhan uang sebagai penyemangat permainan. Ketika banyak pedagang Cina melanglang buana ke berbagai tempat dan sampai menetap, permainan adu jangkrik pun ikut menyebar. Tak terkecuali di Indonesia, adu jangkrik menjadi permainan yang digemari.

Gubernur Hindia Belanda asal Inggris, Sir Stamford Bingley Raffles (1811-1816), menjadi saksi dari segala apa yang ada di tanah Jawa pada awal abad ke-19. Lewat buku History of Java yang terbit pada 1817, Raffles menceritakan ada berbagai arena adu hewan di berbagai tempat di pulau Jawa. Ada adu burung puyuh, adu ayam jago, sampai adu macan melawan kerbau. Ia juga menemui adu jangkrik yang biasanya digelar di sejumlah pasar.

"Orang biasa masih bergembira dengan bertaruh antara dua jangkrik (adhu jangkrik) yang kesehariannya digelar di pasar. Hewan-hewan kecil yang dikurung dalam bambu kecil yang terbuka sebagian, dianggap menjadi hiburan yang cukup menarik,'' tulis Raffles.

Permainan adu jangkrik dimainkan musiman pada masanya. Mengutip dari buku Permainan Tradisional Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998), anak-anak di Indonesia mencari jangkrik pada musim panen padi kedua atau gadon. Jenis jangkrik yang diadu adalah jangkrik kalung jantan, berwarna hitam legam, dan ada hiasan kalung pada lehernya. Jangkrik ini digemari anak-anak karena suaranya nyaring dan gerak-geriknya lincah.

Gerakan apa yang di kombinasi dalam permainan adu jangkrik

Jangkrik genggong, salah satu jenis jangkrik di Indonesia. Sumber: Hewanpeliharaan.org

Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya Jilid 2 - Jaringan Asia, menilai adu jangkrik adalah kegemaran masyarakat Jawa. Tak hanya pribumi Jawa, tetapi juga orang Tionghoa dan kaum peranakan juga memainkan dan memudahkan penyebarannya. Bahkan permainan tersebut juga dimainkan oleh orang-orang keraton Yogyakarta yang dipimpin Sultan Hamengkubuwono VII (1877-1921).

Di luar Jawa juga ada adu jangkrik walaupun dengan nama yang berbeda-beda. Contohnya di Bali disebut maluan, sedangkan di Aceh daruet kleng.

''Konon calon Sultan adalah seorang penggemar daruet kleng dan kadang-kadang memasang taruhan besar,'' tulis Snouck Hurgronje dalam Aceh: Rakyat dan Adat Istiadatnya Volume 2. '''Konon kegemaran bertaruh itu karena pertarungan diadakan di kalangan terbatas.''

Sementara itu di Bali, maluan dianggap permainan yang sakral. Si pemain biasanya merapal mantra untuk jangkrik jagoannya sebelum bertarung.

Selain mantra, para pemain adu jangkrik terkadang juga tak lupa mencekoki jangkriknya dengan ramuan-ramuan. Biasanya ramuan Tionghoa yang paling sering dipakai karena sudah terbukti ampuh membuat si jangkrik menjadi jago ketika bergelut.

Menurut javanolog peranakan Tionghoa, Tjan Tjoe Siem, lewat majalah Djawa tahun 1940, adu jangkrik menjadi ajang judi. Sama seperti di tanah kelahirannya, adu jangkrik sebagai praktik perjudian ramai dilakukan di Jawa Tengah, dan tidak sedikit orang Tionghoa ikut pat-sik-soet (adu jangkrik) pada musim jangkrik. ''Pusat-pusat aduan jangkrik yang taruhannya tiada kecil adalah kota Magelang, Yogyakarta, dan Solo,'' tulis Siem.

Mainan Masa Kecil Sukarno, Senang Dulu Sesal Kemudian

Dalam otobiografinya, Presiden Republik Indonesia pertama, Sukarno, bercerita bahwa ia suka bermain di luar rumah. Ada banyak permainan rakyat yang dimainkan Sukarno kecil, adu jangkrik menjadi salah satunya.

Kegemarannya bermain adu jangkrik saat kecil pernah diceritakannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada 18 November 1966. Nostalgia masa kecilnya itu disampaikan di hadapan olahragawan Indonesia yang akan berlaga dalam ajang Asian Games di Bangkok, Thailand, pada bulan Desember.

Gerakan apa yang di kombinasi dalam permainan adu jangkrik

Presiden Sukarno di Istana Merdeka, Jakarta, pada 1966. Sumber: LIFE Magazine

"Pada waktu aku masih kecil, lebih kecil pula seperti engkau yang berdiri di muka ini, malahan satu-satunya olahragaku pada waktu itu ialah berjalan, ngeluyur nretek-nrotek pinggir sawah mencari jangkrik, kataku. Kalau boleh dinamakan itu sport, sport adu jangkrik," cerita Sukarno dalam amanatnya untuk para olahragawan Indonesia kala itu.

Ada rasa senang pada diri Sukarno kecil karena jangkrik gacoannya menang melawan jangkrik milik kawan-kawannya. Meskipun begitu, lama-kelamaan Sukarno sadar juga. Kepuasan kemenangan yang ia rasakan adalah sebuah kesalahan karena telah mengadu makhluk hidup.

"Ya, syukur alhamdulillah bapak lekas sadar. Ini bukan permainan yang baik ini, bahkan satu permainan yang kejam. Jangkrik yang sudah enak-enak di lubangnya atau enak-enak di celah-celah batu, di sela-sela gumpalan tanah, kok saya tangkap, lantas saya adu. Betul kejam. Dan tidak membawa kepuasan, kalau aku punya jangkrik kalah. Meskipun pada waktu itu yang dinamakan puas yaitu jangkrikku kuadu dengan jangkrik si Ahmad atau si Dimin, jangkriknya kalah, bukan main, aku merasa puas! Jangkrikku menang, jangkrikmu ki opo? Kepuasanku yang demikian itu kemudian aku sadari sebagai satu kepuasan yang tidak baik," ucap Sukarno lagi.

Duh, kasian sekali jangkrik zaman dulu ya. Semoga Kawan GNFI tidak memainkan permainan ini lagi ya, bisa-bisa menyesal seperti Bung Karno.

---

Referensi: You Zhou, "A History of Chinese Entomology" | Denys Lombard, "Nusa Jawa: Silang Budaya Jilid 2 - Jaringan Asia" | Sir Thomas Stamford Raffles, "The History of Java" | Sekretariat Negara Kabinet Presiden Republik Indonesia, "Amanat Bapak Presiden Sukarno di Hadapan para Olahragawan Tim Ganefo Asia dan Asian Games di Istana Merdeka, Jakarta, 18 November 1966" | Depdikbud, "Permainan Tradisional Indonesia" | Snouck Hurgronje, "Aceh: Rakyat dan Adat Istiadatnya Volume 2"