Dolmen merupakan salah satu hasil peradaban zaman Megalitikum yang berfungsi sebagai

Ilustrasi Dolmen. (Foto: https://pixabay.com/id/)

Pada masa megalitikum, manusia menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan bahwa terdapat roh yang mendiami semua beda, sedangkan dinamisme merupakan kepercayaan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia memiliki tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup.

Selain menganut kepercayaan tersebut, manusia juga sudah mampu untuk membuat bangunan dari batu yang besar. Bangunan tersebut dibuat untuk mendapatkan pertolongan kekuatan gaib, melakukan upacara pemberian sesajen, atau ritual lainnya. Salah satu bangunan peninggalan masa megalitikum yang menarik dibahas, adalah dolmen.

Ilustrasi Dolmen. (Foto: https://pixabay.com/id/)

Dikutip dari buku Antropologi Sosial Kebudayaan yang ditulis oleh Sriyana (2020: 270), pengertian dolmen (Dol = meja, men = batu) adalah meja batu besar dengan permukaan datar. Dolmen umumnya memiliki panjang 325 cm, lebar 145 cm, dan tinggi 115 cm yang disangga dengan beberapa batu besar dan kecil. Adapun fungsi dolmen adalah sebagai tempat meletakkan sesajian yang akan dipersembahkan kepada arwah nenek moyang, sebagai tempat meletakkan roh, dan menjadi tempat duduk ketua suku agar mendapat berkah magis dari leluhurnya.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, menurut sejarah, dolmen merupakan hasil peninggalan dan kebudayaan masa megalitikum. Terdapat banyak jenis dolmen yang ditemukan di Indonesia, seperti dolmen yang berkakikan menhir di Pasemah (Sumatera Selatan), dolmen untuk kubur bati di Bondowoso dan Merawan (Jawa Timur), dan dolmen untuk tempat pemujaan di Telagamukmin (Lampung Barat).

Salah satu peninggalan dolmen juga dapat ditemukan di Tegurwangi. Berbeda dengan dolmen-dolmen lainnya, dolmen Tegurwangi berisi tulang-tulang manusia. Selain dolmen, di tempat ini juga ditemukan patung-patung batu yang diduga sebagai patung nenek moyang. Adapun dolmen yang papan batunya ditunjang oleh enam batu tegak. Dolmen tersebut diduga digunakan sebagai pusat kegiatan upacara pemujaan nenek moyang dan sebagai tempat penguburan.

Itulah pengertian, sejarah, dan fungsi dolmen sebagai hasil peninggalan dan kebudayaan di masa megalitikum. Semoga informasi ini bermanfaat! (CHL)

Dolmen, Peninggalan Zaman Megalitikum. Foto: Pinterest.

Zaman megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar. Disebut zaman batu besar karena pada masa itu manusia menggunakan batu berukuran besar sebagai peralatan sehari-hari.

Ahli arkeolog menyebutkan ciri-ciri zaman megalitikum terletak pada fosil yang ditemukan. Di mana di zaman megalithikum terdapat banyak sekali peninggalan berupa kapak batu, rumah batu, dan perlengkapan lain yang juga terbuat dari batu.

Pada zaman batu ini manusia sudah mengenal kepercayaan. Walaupun masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mulai meningkat.

Berikut ulasan lengkap mengenai kehidupan zaman megalitikum beserta peninggalannya.

Ciri-ciri Zaman Megalitikum

Berikut ciri-ciri kehidupan zaman batu besar:

  1. Telah mengetahui sistem pembagian kerja.

  2. Telah ada pemimpin atau kepala suku.

  3. Sudah memanfaatkan logam untuk dijadikan peralatan sehari-hari.

  4. Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.

  5. Sudah terdapat norma-norma yang berlaku.

  6. Menggunakan sistem hukum rimba (primus interpercis), yakni memilih yang terkuat dari yang terkuat.

Ilustrasi Kehidupan Zaman Megalitikum. Foto: Pinterest

Kehidupan Zaman Megalitikum

Pada zaman ini, sudah terdapat pemberlakuan norma dan aturan yang wajib ditaati oleh penduduknya. Selain itu di zaman megalitikum, sistem hukum rimba (primus interpercis) yakni memilih yang terkuat dari yang terkuat juga telah diberlakukan.

Megalitikum meninggalkan kebudayaan yang cukup unik dan menarik. Bahkan di zaman modern sekarang ini, kita masih bisa menemui kebudayaan tersebut. Salah satunya di Indonesia yang masih tetap melestarikan kebudayaan di zaman megalitikum.

Contohnya adalah peninggalan pundek berundak yang digunakan sebagai bentuk adaptasi bangunan candi-candi hindu di Indonesia. Kemudian ada beberapa temuan lain, di antaranya ada kapak persegi, menhir, kubur batu dan masih banyak lagi.

Pada kehidupan ekonomi ini, alat-alat yang dipakai pada zaman megalitikum yaitu berbahan dasar batu. Alat dari batu inilah yang digunakan untuk menunjang kegiatan bercocok tanam.

Pada kehidupan kepercayaan ini, manusia mulai berinisiatif untuk mendirikan bangunan batu berukuran besar sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Budaya megalitikum inilah yang menjadi ciri khas asli dari nenek moyang Indonesia, sebelum menerima pengaruh dari hindu, islam, serta kolonial.

Kubur Batu Peninggalan Zaman Megalitikum. Foto: Pinterest.

Peninggalan Zaman Megalitikum

Benda-benda peninggalan zaman ini meliputi:

Dolmen merupakan meja sesaji untuk menyembah nenek moyang yang terbuat dari batu. Dolmen memiliki bentuk pipih dan horizontal. Selain digunakan sebagai tempat menaruh sesaji, dolmen juga digunakan untuk menutup sarkofagus.

Sesuai namanya, benda ini digunakan untuk menyimpan jenazah. Umumnya kubur batu digunakan untuk menguburkan jenazah ketua atau pemimpin daerah setempat. Kubur batu sendiri banyak ditemukan di Bali, Wonosari (Yogyakarta), Cepu (Jawa Tengah), dan Bondowoso (Jawa Timur).

Sarkofagus atau yang pada zaman sekarang dikenal dengan peti jenazah yang bentuknya menyerupai lesung dan umumnya memiliki penutup. Pada dinding muka sarkofagus terdapat ukiran manusia dan bintang yang dipercaya memiliki kekuatan magis. Sarkofagus banyak ditemukan di Bali dan Bondowoso.

Punden berundak merupakan banguan yang disusun secara bertingkat. Hal tersebut kemudian menjadi konsep dasar pembangunan candi-candi pada zaman kerajaan. Punden berundak digunakan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Menhir merupakan sebuah tugu batu tegak yang biasanya ditaruh di tempat tertentu untuk memeringati orang-orang yang telah meninggal. Hal ini berhubungan dengan konsep kepercayaan dinamisme.

Konsep dinamisme ini mengatakan bahwa arwah kakek dan nenek moyang atau orang telah meninggal, menetap di tempat-tempat tertentu dan orang yang masih hidup harus memberikan penghormatan.

Arca batu merupakan patung dengan bentuk menyerupai binatang atau manusia. Di Pasemah, Sumatera Selatan terdapat arca yang dinamakan batu gajah. Batu gajah merupakan bongkahan batu besar yang terdapat ukiran wajah manusia di atasnya. Ukiran tersebut dipercaya merupakan wujud dari nenek moyang.

Di Bali, waruga merupakan kubur batu yang tidak memiliki tutup. Sementara di Minahasa, waruga yang ada merupakan waruga yang dikenal banyak orang. Waruga yang ada di Minahasa terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga layaknya atap rumah, sedangkan bagian bawah berbentuk kotak vertikal dengan rongga di tengahnya.