Show
Teater didukung oleh unsur-unsur yang membentuknya. Bagaikan sebuah tubuh, unsur-unsur tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Semuanya saling terkait dan memberikan kontribusi yang sama dalam setiap pementasan. Unsur-unsur tersebut antara lain : cerita/ lakon, produser, sutradara, pemain, panggung, kerabat panggung, dan penonton. Cerita merupakan unsur utama dalam teater. Cerita dalam teater adalah tentang konflik atau pertikaian manusia dalam kehidupan sehari-hari. Konflik ini bisa berupa konflik dengan diri sendiri, konflik dengan orang lain, konflik dengan masyarakat, konflik dengan alam sekitar maupun konflik antara manusia dengan Tuhan. Cerita dalam teater biasanya ditulis dalam bentuk naskah lakon atau naskah teater. Naskah merupakan pedoman dalam pementasan teater, terutama teater modern. Produser bukan merupakan unsur utama dalam teater tetapi merupakan unsur yang sangat penting. Produser merupakan penanggung jawab keuangan. Produser bertugas mencari dan mengumpulkan dana untuk keperluan latihan dan pementasan teater. Sutradara merupakan unsur utama dalam teater. Sutradara merupakan penanggung jawab selama proses latihan dan pementasan teater. Fungsi sutradara adalah:
Dalam melaksanakan fungsinya, sutradara mempunyai beberapa jenis tanggung jawab, yaitu tanggung jawab secara seni (estetik), tanggung jawab moral (etik) dan tanggung jawab teknik. Tanggung jawab estetik adalah tanggung jawab sutradara atas baik buruknya sebuah pementasan teater. Tanggung jawab etik berkenaan dengan cara memperlakukan seluruh pendukung pementasan secara manusiawi dan bertanggungjawab memberikan dampak positif kepada masyarakat melalui pementasan yang dilakukan. Tanggungjawab teknik adalah tanggung jawab sutradara dalam penggunaan teknik-teknik penyutradaraan untuk manghasilkan pementasan yang memuaskan. Pemain teater laki-laki disebut aktor, sedangkan pemain teater perempuan disebut aktris. Tugas pemain adalah:
Modal dasar seorang pemain adalah tubuh dan suara, karenanya seorang pemain harus mempunyai tubuh dan suara yang lentur sesuai tokoh yang dibawakan. Panggung merupakan tempat dilaksanakannya sebuah pementasan teater. Panggung dibagi menjadi beberapa daerah. Daerah panggung yang nampak dari penonton disebut ruang permainan (playing space). Sedangkan daerah di belakang panggung yang tidak kelihatan dari penonton disebut daerah belakang panggung (backspace). Bentuk panggung teater bermacam-macam. Secara garis besar terdapat dua macam bentuk panggung, yaitu panggung proscenium dan panggung arena. Pada bentuk panggung arena. ruang bermain (playing space) sangat dekat dengan ruang penonton. Panggung arena dapat berbentuk tapal kuda dan bentuk melingkar. Pada panggung arena tapal kuda, tempat duduk penonton menghadap ruang pemainan dengan bentuk U atau tapal kuda. Pada panggung arena yang melingkar, tempat duduk penonton mengelilingi ruang permainan. Selain berbentuk arena, panggung teater ada yang berbentuk panggung proscenium. Pada panggung proscenium, ruang bermain (playing space) berjarak dan terpisah dengan ruang penonton (auditorium). Selain panggung, pementasan juga didukung oleh sarana-sarana untuk membantu kelancaran pementasan di atas panggung. Sarana panggung tersebut antara lain:
Pekerja atau kerabat penggung merupakan unsur yang sangat penting dalam teater. Para pekerja atau kerabat panggung tersebut antara lain : a. Penata pentas dan dekor Kerabat penggung yang bertugas menata tempat permainan dan menyiapkan latar belakang serta dekorasi suatu pementasan. Kerabat panggung yang bertugas menata cahaya untuk mendukung pementasan. Kerabat panggung yang bertugas menyediakan perlengkapan pementasan dan kebutuhan pementasan yang lain. Kerabat panggung yang bertugas menata suara atau musik pengiring dalam pementasan. Kerabat panggung yang bertugas menata pakaian atau kostum yang akan digunakan pemain di atas panggung. Kerabat panggung yang bertugas memberikan tata rias/make up kepada para pemain untuk menciptakan karakter yang sesuai. Penonton merupakan unsur yang penting dalam teater, karena teater merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang dipentaskan untuk disaksikan oleh penonton. Penonton yang melihat suatu pementasan teater mempunyai latar belakang yang bermacam-macam. Para penonton berbeda dari sisi status sosial, tingkat pendidikan, jenis kelamin, usia, dan tingkat apresiasi. Penonton dengan berbagai latar belakang harus dihargai karena mereka telah bersedia hadir dan membeli tiket pertunjukan. Penonton berhak mendapatkan pementasan yang terbaik. Ketujuh unsur teater di atas, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Untuk menciptakan satu pementasan teater yang indah dan dapat dinikmati penonton, diperlukan kerjasama dan kesatuan yang utuh dari ketujuh unsur teater tersebut. Baca juga:Pengertian Teater, Fungsi Teater, dan Jenis-Jenis Teater di Indonesia Perbedaan Teater Tradisional dan Teater Modern 5 Jenis Teater Menurut Bentuk Penyajiannya pelajaran SBDP kelas v tolong jawab be sok dikumpul panggung yang menggunakan mobil trailer dan pementasannya dilakukan di atas mobil digolongkan kedalam jenis panggung apa? jelaskan buatlah gambar cerita dengan tema virus corona secara sederhana bantu jawab lanjutan no 6 -dengan gerak yang dilakukan sehari hari" Pada zaman dahulu apabila melaksanakan teknik pementasan iringan membutuhkan alat yang berupa perahu baganduang dibangun dari ... bagian induk dan beberapa bagian pendukung jenis suara laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan. perbedaan tersebut terpaut.... oktafa. 2b. 3c. 4d. 5e. 6 sebutkan mata pelajaran SMPserta urutkan mulai dari pelajaran yang termudah hingga yang tersulitsalah report ngasal report Lagu Rayuan pulau kelapa di ciptakan oleh Sebutkan dimensi dan hasil karya seni ragam hias berbahan kayu?
1. Tema cerita Agar cerita menarik perlu dipilih topik, contoh tema masalah Keluarga topiknya misal Pilih Kasih 2. Amanat Sebuah sajian drama yang menarik dan bermutu adalah memiliki pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton. 3. Plot Lakon drama yang baik selalu mengandung konflik, plot adalah jalan cerita drama. Plot drama berkembang secara bertahap, mulai dari konflik yang sederhana hingga menjadi konflik yang kompleks sampai pada penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik ada yang happy ending, atau berakhir sedih atau penonton disuguhkan cerita dengan menafsirkan sendiri akhir cerita. Ada enam tahapan plot: a. Eksposisi Tahap ini disebut tahap pergerakan tokoh b. Konflik Dalam tahap ini mulai ada kejadian c. Komplikasi Kejadian mulai menimbulkan konflik persoalan yang kait-mengkait tetapi masih menimbulkan tanya tanya. d. Krisis Dalam tahap ini berbagai konflik sampai pada puncaknya e. Resolusi Dalam tahap ini dilakukan penyelesaian konflik f. Keputusan Adalah akhir cerita 4. Karakter Karakter atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam drama. Ada tokoh berwatak sabar, ramah dan suka menolong, sebaliknya bisa saja tokoh berwatak jahat ataupun bisa juga tokoh berdialek suku tertentu. 5. Dialog Jalan cerita lakon diwujudkan melalui dialog dan gerak yang dilakukan para pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menghidupkan plot lakon. 6. Setting Setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan. Karena semua adegan dilaksanakan di panggung maka panggung harus bisa menggambarkan setting apa yang dikehendaki. Panggung harus bisa menggambarkan tempat adegan itu terjadi: di ruang tamu, di rumah sakit, di tepi sungai, di kantin, atau di mana? Penataan panggung harus mengesankan waktu: zaman dahulu, zaman sekarang, tengah hari, senja, dini hari, atau kapan? Demikian pula unsur panggung harus diupayakan bisa menggambarkan suasana: gembira, berkabung, hiruk pikuk, sepi mencekam, atau suasana-suasana lain. Semua itu diwujudkan dengan penataan panggung dan peralatan yang ada. Panggung dan peralatan biasanya amat terbatas. Sementara itu, penggambaran setting sering berubah-ubah hampir setiap adegan. Bagaimana caranya? Penata panggung yang mengatur semua itu. Karena itu, penata panggung harus jeli dan pandai-pandai memanfaatkan dan mengatur peralatan yang terbatas itu untuk sedapat-dapatnya menggambarkan tempat, waktu, dan suasana seperti yang dikehendaki lakon drama. 7. Interpretasi
Apa yang
dipertontonkan ceritanya harus logis, dengan kata lain lakin yang dipentaskan
harus terasa wajar. Bahkan harus diupayakan menyerupai kehidupan yang
sebenarnya. Lakon, teks cerita, teks pidato, dan karya tulis lainnya dapat disebut sebagai naskah. Lakon termasuk salah satu naskah karena medianya adalah kata-kata. Namun tidak semua naskah disebut lakon teater atau drama, karena di dalam lakon teater mengandung unsur konflik dan dialog. Konflik adalah cerita yang dibangun melalui adanya pertentangan pandangan tokoh, antartokoh atau unsur lain yang menghambat itikad baik dari peran utama sebagai ciri dari lakon teater atau drama. Sementara itu dialog atau monolog adalah media penyampaian yang digunakan oleh suatu lakon, bukan narasi atau cerita seperti cerpen. Mengapa? Karena lakon akan dipentaskan oleh pemerannya, tidak untuk dibaca. Kedudukan lakon di dalam pementasan seni teater menjadi unsur yang amat penting. Lakon teater atau naskah lakon disebut-sebut sebagai nafas kehidupan di atas pentas melalui keutuhan unsur lakon diungkap sang kreator melalui beragam media seni yang meliputi kata-kata, rupa, bunyi, gerak dan totalitas tubuh manusia. Lakon, kisah atau cerita di tangan sang kreator, yakni pemeran, sutradara [peramu seni teater, drama] merupakan bahan baku yang perlu diolah secara seksama. Proses pengolahan tersebut disebut dengan proses kreatif, yakni proses menginterpretasi teks tulisan menjadi konteks pementasan melalui perwujudan seni teater atau drama. Naskah lakon dalam suatu pementasan teater juga memiliki fungsi atau manfaat untuk memberi kemudahan bagi sang penggarap agar penyelenggaraan teater lebih efektif dan efisien dalam menentukan langkah-langkah menyiapkan materi seni, produksi dan publikasi pementasan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai kepada khalayak atau penonton. Oleh karena itu, tidak dapat diindahkan lagi bahwa naskah lakon adalah hal penting yang menjadi salah satu bagian vital dari suatu pementasan teater atau drama. Hal tersebut juga membuat penyusunan lakon menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Menyusun naskah lakon juga hanya dapat dilakukan apabila kita memiliki daya imajinasi dan kreativitas tinggi serta membiasakan diri untuk berlatih dan terus mengasah diri dalam hal dunia kepengarangan. Selain itu, dibutuhkan pula berbagai pengetahuan, teknik, dan bermacam kerangka kerja yang harus diketahui dan dilatih agar kita mampu menyusun naskah lakon dengan baik. Berikut ini akan disajikan berbagai literatur yang dapat kita manfaatkan agar kita mampu menjadi penulis naskah lakon yang baik. Pengertian LakonDalam bahasa Sunda lakon disebut sebagai boga lakon, ngalakon, atau yang artinya pemeran utama atau yang melakoni peran suatu cerita. Sementara itu dalam bahasa Jawa, lakon biasa disebut sebagai lelakon yang artinya masih dalam medan makna serupa, yakni memerankan tokoh cerita dengan berkata-kata [verbal] atau tanpa berkata-kata [non verbal] di atas pentas. Oleh karena itu, tidak mengherankan rasanya jika kedudukan lakon dalam pementasan teater merupakan nyawa, nafas atau ruh dalam menjalin hubungan atau membangun susunan [struktur] cerita melalui penokohan atau peran yang dibawakan seorang atau lebih pemeran. Pengertian lakon dalam pemetasan teater adalah hasil karya kolektif masyarakat, seniman dan atau sastrawan yang diwujudkan dalam bentuk naskah lakon dengan cara ditulis atau tidak tertulis/leluri [Tim Kemdikbud, 2018, hlm. 189]. Sementara itu, lakon di mata seniman atau kreator seni teater merupakan bahan baku atau sumber ide, gagasan dalam menyampaikan pesan estetis [bentuk/wujud pementasan] dan pesan moral [makna kehidupan] melalui kreativitas pementasan seni teater. Dapat disimpulkan bahwa pengertian lakon adalah suatu cerita atau kisah yang diwujudkan dalam suatu naskah untuk diperankan oleh pemerannya dengan maksud untuk menjadi gagasan utama atau cerita yang dibawakan dalam suatu pementasan teater. Lakon Tradisional & Non TradisionalNamun demikian, lakon juga dapat dipandang berbeda dalam suatu pementasan teater tertentu. Misalnya, dalam pementasan teater tradisional [teater rakyat dan teater istana] di Indonesia, lakon memiliki ciri tidak menggunakan naskah tertulis bersifat baku sebagaimana lakon pada teater non tradisional. Lakon dalam pementasan teater juga merupakan pelengkap pokok dari keseluruhan bentuk penyajian keseniannya. Menurut Hamid [1976, hlm. 31] Lakon atau cerita dalam teater tradisional biasanya tidak memiliki naskah tertulis, dan dialog dilakukan secara berkembang [mekar] atau secara spontan. Terkadang jalan cerita lakon berkembang dalam pementasannya sendiri. Artinya tanpa penaskahan, hanya alur dan karakter tokoh lakon yang ditentukan lebih dulu kepada para pemainnya. Oleh karena itu, lakon tidak hanya berarti suatu naskah cerita saja, teksnya adalah yang utama, sementara perwujudannya bisa jadi dilakukan secara turun-temurun dengan jalan verbal, seperti pada berbagai lakon teater tradisional. Topik Lakon / Tema Lakon TradisionalMenurut Sembung, [1992, hlm. 26] umumnya cerita-cerita lakon tradisional berasal dari cerita-cerita rakyat yang berbau sejarah. Sebagai manifestasi kehidupan mereka sehari-hari. Temanya berkisar pada kehidupan rumah tangga, kriminalitas, kekejaman, dan kemalangan, serta kelakuan-kelakuan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Contohnya, premis lakon yang biasa terdapat pada lakon tradisional cerita Topeng Banjet adalah:
Sementara itu, topik kriminalitas adalah cerita tentang Si Ridon, seorang jawara yang suka memamerkan kejawaraannya dan suka memeras orang lain, tetapi akhirnya ia terbunuh karena ulahnya sendiri melalui tangan teman seperguruannya yang bernama Camang. Dengan demikian, cerita-cerita teater rakyat dapat digolongkan pada cerita melodramatik [serius dan mendalam] ataupun cerita komikal [lucu], peristiwa-peristiwanya disusun untuk menghasilkan premis yang bertujuan membangkitkan kesadaran ide atau moral yang dapat dipakai baik dalam rumah tangga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat secara baik. Naskah lakon pada teater tradisional juga dapat dituangkan dalam bentuk bedrip atau bagal cerita atau lakon bersifat garis besar dari adegan lakon yang akan di pentaskan. Lakon bersumber dari kisah-kisah roman, kisah 1001 malam [desik], kisah gambaran kehidupan sehari-hari, sejarah, legenda, babad, epos, dst. yang mengakar, tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat pemiliknya. Sumber-sumber cerita atau naskah lakon dapat diperoleh melalui:
Legenda [Sangkuriang, Sangmanarah, Lutungkasarung, Si Pahit Lidah, Batu Menangis dst..],
Konflik pada LakonSebelumnya telah dijelaskan bahwa ciri utama dari lakon atau teks narasi lain adalah memiliki konflik. Dapat dikatakan bahwa konflik merupakan inti dari suatu kisah atau lakon. Hal tersebut karena dengan adanya konflik berupa pertentangan yang dialami pelaku, pemain atau tokoh di dalam lakon, maka cerita akan mengalir dan mampu berkembang dan menjadi menarik untuk diikuti. Konflik cerita dalam lakon dapat dibangun dengan terjadinya pertentangan tokoh utama [protagonis] dan tokoh lawan [antagonis] atau bisa terjadinya tokoh utama dengan dirinya sendiri [intern conflict], seperti memilih keyakinan atau kejiwaan yang dihadapi. Konflik cerita pun dapat terjadi apabila tokoh utama mengalami pertentangan dengan lingkungan [extern conflict], yakni mengubah suatu kebiasaan atau masyarakat adat yang dapat menimbulkan musibah, wabah, seperti penyakit, banjir, dan bencana lain yang ditimbulkan akibat pengaruh alam dan lingkungan masyarakat. Secara umum, konflik cerita dapat dibangun dengan menghadirkan beberapa pola, diantaranya ;
Konflik cerita juga dapat juga dibangun dengan menghadirkan tiga unsur utama, yakni :
Ciri Lakon yang BaikLalu bagaimana caranya agar kita mampu memilih, menciptakan, hingga menggunakan lakon yang baik agar pementasan teater yang kita bawakan berhasil? Menurut Tim Kemdikbud [2018, hlm. 192]Lakon yang baik, tidak lepas dari beberapa pertimbangan, yakni;
Jenis dan Bentuk LakonPada beberapa pemaparan sebelumnya, dapat diketahui bahwa lakon memiliki jenis dan bentuk yang berbeda-beda. Berikut adalah pemaparan mengenai jenis dan bentuk lakon menurut Tim Kemdikbud [2018, hlm. 195-196]. Jenis LakonLakon dibangun oleh peristiwa di dalam adegan. Adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai dengan keluar masuknya tokoh, perupaan atau musik di dalam seni pementasan. Dengan demikian dalam satu babak bisa terjadi lebih dari satu adegan. Babak itu sendiri adalah susunan dari beberapa adegan yang ditandai dengan terjadinya pergantian setting [tempat, waktu dan kejadian peristiwa] dalam sebuah peristiwa kejadian. Berdasarkan jumlah babak, lakon dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni :
Bentuk LakonBentuk-bentuk lakon di dalam seni teater dan seni drama pada dasarnya sama, yakni lakon; tragedi, komedi, tragedi komedi dan melodrama. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing bentuk lakon.
Ciri-Ciri Lakon Teater Rakyat dan Teater IstanaSementara itu, pada lakon teater tradisional dikenal istilah lakon teater rakyat dan teater istana. Ciri-ciri lakon teater rakyat dan teater istana sendiri adalah sebagai berikut. Ciri Lakon Teater Rakyat
Ciri Lakon Teater Istana
Unsur Lakon TeaterLakon teater adalah suatu karya seni utuh yang melibatkan banyak unsur yang membangunnya. Unsur-unsur lakon teater yang menjadikan suatu karya menjadi lakon teater tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
Prinsip Lakon TeaterTeater sebagai seni merupakan salah satu jenis seni pementasan dengan medium utamanya manusia yang dibangun oleh beberapa unsur pembentuknya, salah satunya unsur lakon. Berbicara lakon yang berupa dialog atau naskah ini tentunya tidak dapat lepas dari sastra pula, terutama ketika kita membicarakan unsur yang membangunnya. Pesona atau daya tarik [keindahan] di dalam sastra, setidaknya dapat dipahami melalui: bentuk, isi, ekspresi, dan bahasa ungkap seorang sastrawan dengan persyaratan unsur-unsur di dalamnya, yaitu adanya; Alur, tema, tokoh, karakter, setting, dan sudut pandang pengarang. Unsur-unsur tersebut, hendaknya mengandung muatan;
Teknik Menyusun Naskah LakonDalam praktiknya, menyusun naskah lakon memerlukan suatu cara atau teknik untuk penuangan gagasan dalam bentuk tulisan. Adapun cara yang dapat digunakan dalam kreativitas menyusun naskah lakon dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti menerjemahkan, mengadaptasi, menyadur dan menyanggit.
Referensi
Video yang berhubungan |