Pendiri organisasi Budi Utomo. KOMPAS.com - Pada abad ke-20, para pejuang Indonesia mencoba membuat strategi baru dalam melawan penjajah melawan kolonial. Strategi yang dipakai pada zaman tidak lagi berupa senjata dan perang. Perjuangan digerakkan lewat organisasi-organisasi modern. Sehingga pada zaman tersebut dikenal sebagai masa Pergerakan Nasional. Organisasi-organisasi di masa ini bersifat modern, serta lebih terarah atau terorganisir. Organisasi juga bersifat nasional dan dipelopori oleh orang-orang terpelajar. Baca juga: Pergerakan Nasional di Indonesia, Diawali Organisasi Budi Utomo Faktor pendorongDikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), munculnya pergerakan nasional di Indonesia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yakni:
Faktor ekternal, yakni:
Sebelum abad ke-20, perlawanan bangsa Indonesia masih dilakukan bersifat lokal atau kedaerahan. Perlawanan dilakukan secara fisik dengan menggunakan senjata tradisional dan dipimpin oleh tokoh-tokoh karismatik. Baca juga: Dunia Kuliner Era Pergerakan Nasional Namun, perlawanan seperti itu selalu gagal dan dapat dipatahkan penjajah dengan senjatanya yang lebih kuat. Banyak pejuang-pejuang yang tewas dalam perperangan tersebut. Masa perjuangan fisik pun berakhir di awal abad 20.
Para pendiri organisasi Budi Utomo. KOMPAS.com - Masa pergerakan nasional Indonesia dimulai pada sekitar abad ke-20 Masehi. Konsepsi kebangsaan dan nasionalisme di Indonesia dicetuskan oleh golongan elite cendekiawan Indonesia. Golongan elite cendekiawan mampu mengubah strategi perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme yang sebelumnya bergantung pada peperangan menjadi perlawanan melalui organisasi pergerakan yang bersifat nasionalis. Soal 1: Jelaskan hubungan antara kebijakan politik etis dengan pergerakan nasional Indonesia! Jawaban: Dalam situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, kebijakan Politik Etis yang diterapkan oleh Belanda pada awal abad ke-20 Masehi memiliki 3 program utama, yaitu irigasi, edukasi dan emigrasi. Dalam program edukasi, Belanda membangun sekolah-sekolah dan memberikan kesempatan bagi kaum bumiputra untuk menempuh sistem pendidikan Barat. Peluang tersebut dimaksimalkan oleh golongan elite (keturunan bangsawan) untuk mengembangkan intelektual melalui pendidikan tinggi. Setelah itu, munculah kesadaran di kalangan elitecendikiawan bahwa rakyat bumiputra harus bersatu untuk melawan penjajahan dan memperoleh kemajuan melalui kemerdekaan. Mereka mendirikan organisasi-organisasi pergerakan yang memiliki tujuan utama untuk memajukan kehidupan bangsa. Baca juga: Pergerakan Nasional: Dampak dari Politik Etis Soal 2: Jelaskan peran pers dalam perjuangan pergerakan nasional Indonesia!
-- Sebelum kita masuk ke pembahasan faktor-faktor yang membuat tumbuhnya kesadaran kebangsaan masyarakat Indonesia, kita coba bahas sedikit nih tentang golongan elit baru di Indonesia. Golongan elit baru di Indonesia nggak tiba-tiba aja muncul tanpa angin tanpa ujan. Tapi, golongan itu muncul setelah lahirnya kebijakan politik etis di Belanda. Nah, kebijakan politik etis lahir setelah sistem tanam paksa di Hindia Belanda dikritik oleh C. Th. van Deventer, seorang ahli hukum Belanda dan kemudian menjadi tokoh politik etis. Politik etis atau politik balas budi merupakan pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah Belanda memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera. C. Th. van Deventer. Sumber: resources.huygens.knaw.nl Sebenarnya, banyak pihak yang menghubungkan kebijakan politik etis ini dengan tulisan-tulisan dan pemikiran van Deventer, salah satunya pada tulisan yang berjudul Een Eereschuld (Hutang Kehormatan) dimuat dalam harian De Gids tahun 1899. Kritikan tersebut berisi perlunya pemerintah Belanda membayar utang budi dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan. Kritik-kritik ini menjadi perhatian serius dari pemerintah kolonial Belanda dan membuat Ratu Wilhelmina memunculkan kebijakan baru bagi daerah jajahan, yang dikenal dengan politik etis. Kemudian terangkum dalam program Trias van Deventer. Ratu Wilhelmina. Sumber: Republika Kebijakan politik etis serta program Trias van Deventer diterapkan di Indonesia pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alexander W.F. Idenburg (1909-1916). Irigasi diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat pribumi dalam bidang pangan. Emigrasi dilakukan demi mengirimkan tenaga kerja murah untuk dipekerjakan di wilayah Sumatera. Sedangkan pendidikan atau edukasi dilaksanakan untuk menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan negara. Edukasi menjadi program paling berpengaruh bagi masyarakat di Hindia Belanda. Penerapan program edukasi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan menerapkan pendidikan gaya Barat. Pendidikan gaya barat tersebut diterapkan di beberapa sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda antara lain: Melalui sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan gaya barat tersebut, lahirlah golongan baru dalam masyarakat Hindia Belanda yang disebut golongan elite baru. Golongan elite baru disebut juga sebagai golongan priyayi. Golongan priyayi tersebut banyak yang berprofesi sebagai dokter, guru, jurnalis, dan aparatur pemerintahan. Mereka memiliki pikiran yang maju serta semakin sadar terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, golongan elite baru berhasil mengubah corak perjuangan masyarakat dalam melawan penindasan pemerintah kolonial, dari yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Inilah titik di mana masa pergerakan nasional dimulai. Kesadaran awal kebangsaan di antara kalangan bumiputera ini terjadi di awal abad 20 Squad. Tentunya hal itu nggak terjadi begitu saja dong. Ada beberapa faktor yang membuat kesadaran itu muncul. Faktor-faktor yang ada di info grafis itu, berpengaruh besar dalam merubah karakteristik bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan. Saat itu, pada abad 20. Lalu, seperti apa sih corak perjuangan bangsa Indonesia ketika menghadapi penjajahan di masa itu? Baca Juga: 7 Strategi Perlawanan Indonesia terhadap Belanda Sampai Awal Abad 20 Nah, beberapanya bisa kamu lihat pada poin-poin di bawah ini Squad.
Wah keren ya, kaum-kaum terpelajar waktu itu bisa menjadi pemimpin dan penggerak perlawanan masyarakat terhadap penjajahan. Nah kalau kamu gimana nih sebagai kaum terpelajar? Udah ngelakuin apa buat bangsa kita ini? Pastinya pengen dong jadi pemimpin dan penggerak. Menjadi penggerak dan pemimpin itu enggak harus berperang kok. Misalnya aja kamu berhasil menggerakkan teman-teman kamu untuk buang sampah pada tempatnya. Dengan begitu, berarti kamu sudah memperjuangkan negara kita ini menjadi calon negara terbersih dikemudian hari. Selain itu, pastinya kamu juga harus terus belajar, belajar apapun yang kamu senangi. Kalau kamu kesulitan memahami materi di sekolah, kamu bisa nih belajar menggunakan ruangbelajar. Kamu bisa menonton video belajar dengan animasi, bisa latihan soal, bisa juga lihat-lihat rangkuman. Pokoknya lengkap deh! Referensi: Sardiman AM, Lestariningsih AD. (2017) Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud. Sumber Foto: Foto 'C. Th. van Deventer.' [Daring] Tautan: http://resources.huygens.knaw.nl/bwn1880-2000/lemmata/bwn1/deventer Foto 'Ratu Wilhemnia' [Daring] Tautan: https://republika.co.id/berita/p07kvn282/politik-etis-ratu-wilhemina-dan-tanam-paksa-yang-menyiksa-pribumi Foto 'Alexander WF Idenburg' [Daring] Tautan: https://geheugen.delpher.nl/nl/geheugen/view?coll=ngvn&identifier=SFA03%3ASFA002007959 (Artikel terakhir diperbarui pada 18 November 2020) |