Bolehkah berhubungan intim saat haid hampir selesai

Salah satu larangan bagi wanita yang sedang haid adalah berhubungan suami-isteri. Dan bagi wanita yang sudah berhenti atau selesai masa haidnya namun belum sempat mandi janabah, ada sedikit perbedaan di kalangan ulama Fiqih tentang boleh atau tidaknya berhubungan intim bagi wanita tersebut.

A. Madzhab Al-Hanafiyah

Ulama dari madzhab ini membolehkan wanita haid yang sudah berhenti darah haidnya untuk berhubungan suami isteri, walau belum mandi janabah, dengan syarat sudah melewati hari ke-10 sejak hari pertama haidnya. Durasi 10 hari adalah durasi maksimal haid dalam madzhab Hanafi.[1]

Ada beberapa ketentuan bagi wanita haid terkait boleh dan tidaknya berhubungan intim usai berhentinya darah haid. Sebagaimana dijelaskan oleh salah satu ulama madzhab Hanafi, yakni Ibnu Abdin dalam kitabnya Hasyiyah, yakni :

a. Darah Berhenti Di Akhir Durasi Maksimal Haid Atau Lebih

Dalam madzhab Hanafi, durasi maksimal haid adalah 10 hari. Ketika darahnya benar-benar berhenti pada hari ke-10 atau lebih, ia boleh berhubungan seksual walaupun belum sempat mandi janabah. Yang penting darahnya benar-benar sudah berhenti keluar. Akan tetapi wanita tersebut tetap dianjurkan menunda hubungan seksual sampai ia melakukan mandi janabah terlebih dulu.

b. Darah Berhenti Sebelum Mencapai Durasi Maksimal Haid (Sebelum Hari Ke-10)

Jika darahnya berhenti sebelum mencapai hari ke10 dari hari pertama haid, ia tidak boleh berhubungan suami-isteri sebelum mandi janabah.

c. Darah Berhenti Setelah Mencapai Durasi Kebiasaan

Poin ini berlaku bagi wanita Mu’taadah, yakni wanita yang memiliki siklus haid teratur dimana ia bisa memprediksi durasi haidnya dengan cara melihat dari kebiasaannya. Misalnya, wanita yang setiap bulannya selalu memiliki durasi haid yang tetap (6 hari, atau 7 hari, atau 8 hari, dst).

Bagi wanita Mu’taadah yang terbiasa haid selama 6 hari (misalnya), jika darah haidnya sudah berhenti di hari ke-6 atau lebih, maka ia boleh berhubungan suami isteri setelah mandi janabah. Dan tidak boleh melakukannya sebelum mandi janabah.

d. Darah berhenti sebelum mencapai durasi kebiasaan

Poin ini juga hanya berlaku bagi wanita Mu’taadah.

Wanita mu’tadah yang terbiasa haid selama 7 hari (misalnya), jika darahnya keluar di hari ke-4 atau ke5 atau ke-6, maka ia belum boleh berhubungan suami-isteri, bahkan walaupun ia sudah mandi janabah.

wanita mu’tadah hanya boleh berhubungan intim jika : [1] darahnya berhenti di akhir durasi kebiasaannya, dan [2] sudah mandi janabah terlebih dulu.

Catatan:

Dari poin-poin diatas dapat disimpulkan bahwa madzhab Hanafi tidak membolehkan wanita yang baru selesai haidnya untuk berhubungan suami-isteri sebelum mandi janabah. Kecuali jika sudah mencapai hari ke-10 atau lebih sejak hari pertama keluarnya haid.

B. Madzhab Al-Malikiyyah, As-Syafi’iyyah, AlHanabilah.

Jumhur Ulama dari madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa wanita yang bersih dari haid masih belum boleh melakukan hubungan intim selama ia belum melakukan mandi janabah.[2]

Sebab wanita haid yang hendak melakukan hubungan intim harus melalui 2 fase, yakni : At-Thuhr (berhentinya darah haid) dan Al-ghusl (melakukan mandi janabah). Hal tersebut disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 222 yang isinya :

وَيسْأَلونكَ عَنِ المَحِيضِ  قلْ هُوَ أذًى فَاعْتَزلواْ الن سَاء فِ المَحِيضِ ولاَ تَ قْربوهُنَّ حَتَََّّ يطهُرْنَ فإذَا تطهَّرْنَ فأتوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أمَركَُمُ ا للُّ إنَّ ا للَّ يُُِبُّ التَّ وابينَ وَيُُِبُّ المُتط هِرينَ

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah : 222)

Dalam ayat diatas terdapat dua redaksi yang harus difahami, yakni :    يطهُرْنَ  – تَطهَّرْنَ

Yang pertama (يطَْ هُرْنَُ) bermakna “suci” secara hakiki yakni berhentinya darah haid. Dan yang kedua (تطََهَّرْنَُ) bermakna “bersuci” yakni melakukan mandi janabah untuk mengangkat hadats besarnya usai haid.

Bahkan ulama dari madzhab Maliki menegaskan bahwa bersuci dengan tayammum saja tidak menjadikan wanita tersebut boleh berhubungan intim dengan suaminya sampai ia benar-benar mandi janabah menggunakan air.[3]

C. Kesimpulan

Mayoritas ulama fiqih (selain madzhab Hanafi) berpendapat bahwa wanita haid yang sudah berhenti darahnya tidak boleh berhubungan seksual sebelum ia melakukan mandi janabah. Hal tersebut sesuai dengan QS. Al-Baqarah : 222.

Adapun ulama dari madzhab Hanafi memang membolehkan wanita haid yang sudah berhenti darahnya untuk berhubungan intim, dengan syarat sudah melewati durasi maksimal haid, yang dalam madzhab ini 10 hari. Dalam keadaan inipun, madzhab ini tetap menganjurkan si wanita untuk mandi janabah tersebih dahulu.

Wallahu A’lam Bishshawab.

[1] Hasyiyah Ibn Abdin, jilid 1 hal. 195

[2] Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Jilid 18, hal. 325

[3] Hasyiyah Ad-Dasuqi ‘Ala Asy-Syarh Al-Kabir, jilid 1 hal. 173

Sumber: Aini Aryani, Judul Buku Larangan Wanita Haidh, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018

Jika tampon bersarang terlalu lama di dalam tubuh, Anda berisiko mengalami berbagai masalah mulai dari keputihan abnormal hingga infeksi. Selain itu, Anda juga butuh bantuan dokter untuk mengeluarkannya.

2. Pilihlah waktu saat haid tak terlalu deras

Berhubungan seks saat haid perlu beberapa strategi. Agar seks menjadi lebih nyaman, usahakan untuk melakukannya saat aliran darah haid mulai sedikit.

Hindari berhubungan seks saat awal haid, sebab aliran darah haid biasanya sedang banyak-banyaknya.

Anda bisa melakukannya pada hari-hari menuju akhir masa haid sehingga seks tak akan mengotori tempat tidur. Selain itu, Anda juga tak akan merasa waswas perihal darah haid yang mungkin berantakan.

3. Alasi kasur

Menggunakan alas kasur membantu menjaga tempat tidur tetap bersih dan bebas dari noda darah. Gunakan alas kasur seperti perlak yang bisa menahan cairan agar tidak merembes ke kasur.

Siapkan juga tisu di dekat Anda supaya mudah diambil kapan pun dibutuhkan untuk menyeka darah atau cairan sperma yang keluar.

4. Pilih posisi seks yang nyaman

Ada sejumlah posisi seks saat menstruasi yang bisa memudahkan Anda dan pasangan dalam menikmati waktu intim berdua, salah satunya posisi misionaris.

Pada posisi misionaris, laki-laki berada di atas dan perempuan berbaring di bawahnya. Gaya ini dapat mengurangi aliran darah yang keluar saat berhubungan selama haid.

Namun, Anda juga perlu membatasi diri agar tidak melakukan penetrasi terlalu dalam. Pasalnya, penetrasi yang terlalu dalam bisa mengenai serviks. Ini karena posisi serviks lebih rendah dan lebih sensitif saat haid.

5. Mencoba variasi seks yang lain

Seks tak melulu harus melalui vaginal, oral, atau anal. Anda juga bisa melakukan kegiatan seks lain seperti bermesraan, berciuman, atau berpelukan.

Bahkan, si wanita juga bisa membuat pasangannya terangsang dengan memainkan penisnya.

Selain itu, cara lain yang bisa dicoba yaitu berhubungan seks sembari mandi. Artinya, Anda dan pasangan mandi bersama sambil bermesraan tanpa khawatir mengotori kasur.

Jika Anda memiliki bath tub di rumah, Anda dan pasangan bisa berendam bersama untuk tetap merasakan nikmatnya bercinta.

6. Menggunakan kondom

Kondom menjadi salah satu barang yang sebaiknya digunakan saat berhubungan intim, baik sedang haid maupun tidak.

Ini lantaran kondom cukup bisa melindungi Anda dan pasangan dari risiko infeksi menular seksual.

Agar efektif, Anda dan pasangan perlu tahu cara menggunakan kondom dengan benar. Pastikan Anda membeli produk yang sesuai ukuran, tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Kemudian, pakai sesuai petunjuk yang tertera di kemasan.

https://www.youtube.com/watch?v=ZfeSjy6m0F8

Mom's Life

Arina Yulistara   |   Haibunda

Senin, 25 Apr 2022 23:10 WIB

Bolehkah berhubungan intim saat haid hampir selesai
caption

Haid merupakan keluarnya darah kotor yang dialami Bunda setiap bulan. Setelah haid, Bunda yang Muslim wajib bersuci dengan mandi junub sesuai tata cara ajaran agama Islam. Jika belum bersuci setelah haid, bolehkah berhubungan seks dengan suami?

Mungkin ini menjadi pertanyaan banyak Bunda selama ini. Sesuai firman Allah SWT yang tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 222 disebutkan bahwa dilarang berhubungan seks ketika istri masih menstruasi.

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ - ٢٢٢


Artinya:

“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”

Sesuai isi dari surat Al-Baqarah ayat 222, Bunda dan Ayah dilarang bercinta sebelum suci dari haid. Makna suci di sini bisa meluas, apakah perlu mandi junub lebih dulu setelah haid baru boleh bercinta atau telah habis seluruh darah kotornya?

Untuk memahami lebih dalam mengenai hubungan seks setelah haid, berikut ulasannya, Bunda. 

Bolehkan berhubungan seks saat belum mandi junub usai haid?

Berdasarkan pedoman dalam Al Quran, seperti yang tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 222, istri yang sudah selesai haid namun belum mandi junub maka dilarang berhubungan seks dengan suami.

Dikutip dari buku ‘Mahkota Pengantin’ karya Majdi bin Manshur bin Sayyid asy-Syuri, Allah SWT mengharamkan menggauli wanita saat sedang haid karena kotoran haid.

Terdapat ilmu modern yang membuktikan bahwa ada faktor berbahaya jika berhubungan seks saat haid atau setelah darah kotor berhenti namun masih dalam masa menstruasi. Oleh sebab itu, Bunda dan Ayah baru diperbolehkan berhubungan seks setelah istri menyucikan diri dengan air.

Boleh melakukan aktivitas seks tapi tidak penetrasi

Meski berhubungan seks dilarang saat belum bersuci setelah haid namun Bunda dan Ayah tetap boleh melakukan aktivitas seksual tapi tidak penetrasi. Bahkan aktivitas seks tanpa penetrasi juga bisa dilakukan saat Bunda masih keluar darah haid.

Shahih dari Aisyah pernah berkisah;

“Rasulullah memerintahkan salah seorang dari kami agar memakai sarung, jika sedang haid, lalu suaminya tidur dengannya. Suatu kali, ia mengatakan, (Lalu suami) menggaulinya.”

“Beliau (Rasulullah SAW) memerintahkanku agar memakai sarung lalu menggumuliku saat aku sedang haid.”

Dengan demikian, saat sedang haid maka suami boleh mencumbu Bunda dan menikmatinya kecuali persetubuhan. 

Lanjut baca halaman berikutnya, Bunda.

Jaga keintiman dengan suami saat Ramadan, begini tipsnya:

(fia/fia)