Berikut yang merupakan pengertian ayat kauniyah adalah ayat yang….

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى ٱلْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ

Arab-Latin: a fa lā yanẓurụna ilal-ibili kaifa khuliqat

Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,

— Surat Al-Ghasyiyah Ayat 17

GRATIS! Dapatkan pahala jariyah dan buku Jalan Rezeki Berlimpah, klik di sini untuk detailnya

Tafsir Ayat Kauniyah Dalam Qur’an

Terdokumentasi sekumpulan penjelasan dari para ulama tafsir terhadap makna ayat kauniyah dalam qur’an, antara lain sebagaimana berikut:

"Apakah mereka tidak melihat dengan penuh perhatian kepada unta, bagaimana Allah menciptakannya dan menundukkannya untuk manusia? (Tafsir al-Mukhtashar)

Apakah orang kafir Makkah itu tidak menelaah bagaimana unta itu diciptakan dengan ciptaan yang sangat hebat. Diriwayatkan dari Ibnu Jazir dan lainnya dari Qatadah berkata: Ketika Allah mendeskripsikan isi surga, maka orang orang yang sesat terheran-heran. Maka Allah menurunkan ayat “apakah kalian tidak melihat penciptaan unta?” (Tafsir al-Wajiz)

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan) Dengan penciptaan yang sangat luar biasa, dengan badan yang besar dan kekar dan memiliki sifat-sifat yang menakjubkan. (Zubdatut Tafsir)

وَإِلَى ٱلْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ

Arab-Latin: wa ilal-arḍi kaifa suṭiḥat

Artinya: Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

— Surat Al-Ghasyiyah Ayat 20

Apakah orang orang kafir yang mendustakan itu tidak melihat kepada unta, bagaiman dia diciptakan menajdi makhluk yang menakjubkan? Dan kepada langit,manakala ia dic iptakan dengan kokohnya? Dan juga kepada gunung-gunung,bagaimana ia ditancapkan dengan tegak sehingga karenanya bumi menjadi tenang dan seimbang? Dan kepada bumi, bagaimana ia dibentangkan dan dihamparkan? (Tafsir al-Muyassar)

Dan melihat kepada bumi bagaimana Allah menghamparkannya dan menjadikannya siap untuk dihuni manusia? (Tafsir al-Mukhtashar)

Dan juga memperhatikan bagaimana bumi itu dihamparkan, sehingga menjadi hamparan yang baik untuk dihuni. (Tafsir al-Wajiz)

إِنَّ ٱلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَآءَنَا وَرَضُوا۟ بِٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَٱطْمَأَنُّوا۟ بِهَا وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنْ ءَايَٰتِنَا غَٰفِلُونَ

Arab-Latin: innallażīna lā yarjụna liqā`ana wa raḍụ bil-ḥayātid-dun-yā waṭma`annụ bihā wallażīna hum 'an āyātinā gāfilụn

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami,

— Surat Yunus Ayat 7

Sesungguhnya orang-orang yang tidak menginginkan berjumpa dengan kami di akhirat untuk menghadapi perhitungan amal dan perkara yang menyertainya berupa pembalasan atas amal perbuatan karena pengingkaran mereka terhadap adanya kebangkitan dan merasa puas dengan kehidupan dunia sebagai pengganti dari kehidupan akhirat dan lebih cenderung kepadanya, dan orang-orang yang lalai terhadap ayat-ayat kami yang kauniyah dan syar’iyah. (Tafsir al-Muyassar)

Sesungguhnya orang-orang kafir yang tidak membayangkan akan berjumpa dengan Allah sehingga mereka tidak merasa takut maupun mengharapkan perjumpaan itu, mereka merasa puas dengan kehidupan dunia yang sementara daripada kehidupan Akhirat yang kekal, merasa tenang dan gembira dengan kehidupan dunia, dan berpaling serta lalai dari ayat-ayat Allah dan dalil-dalil-Nya. (Tafsir al-Mukhtashar)

Sesungguhnya orang-orang yang tidak berharap bertemu Kami karena takut dan tamak akibat mengingkari hari kebangkitan, lebih menyukai tinggal di dunia daripada akhirat, dan menempatkan dirinya pada dunia dan kelezatannya, dan orang-orang yang mengabaikan ayat-ayat Kami yang menunjukkan pada keesaan dan kuasa Kami serta tidak mau memikirkannya (Tafsir al-Wajiz)

لَا يَرْجُونَ لِقَآءَنَا (yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami) Yakni yang tidak menyangka pertemuan dengan Kami. Sehingga mereka tidak takut dan tidak mengharapkannya. وَرَضُوا۟ بِالْحَيَوٰةِ الدُّنْيَا(dan merasa puas dengan kehidupan dunia) Sebagai ganti dari kehidupan akhirat. وَاطْمَأَنُّوا۟ بِهَا(serta merasa tenteram dengan kehidupan itu) Yakni merasa tenang dan senang dengan kehidupan dunia. وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ ءَايٰتِنَا غٰفِلُونَ(dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami) Yang tidak memikirkannya dan mengambil pelajaran darinya. (Zubdatut Tafsir)

قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا ٱلَّذِى لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۖ فَـَٔامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِ ٱلنَّبِىِّ ٱلْأُمِّىِّ ٱلَّذِى يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَكَلِمَٰتِهِۦ وَٱتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Arab-Latin: qul yā ayyuhan-nāsu innī rasụlullāhi ilaikum jamī'anillażī lahụ mulkus-samāwāti wal-arḍ, lā ilāha illā huwa yuḥyī wa yumītu fa āminụ billāhi wa rasụlihin-nabiyyil-ummiyyillażī yu`minu billāhi wa kalimātihī wattabi'ụhu la'allakum tahtadụn

Artinya: Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".

— Surat Al-A’raf Ayat 158

Katakanlah (wahai rasul), kepada manusia semuanya, ”sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua, bukan kepada sebagian kalian saja tanpa diutus kepada sebagian yang lain, Tuhan yang memiliki kerajaan langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya, tidak sepatutnya penuhanan dan ibadah kecuali bagiNya saja, yang Mahatinggi sanjunganNya, yang Maha kuasa menciptakan makhluk, dan menghancurkannya, serta membangkitkannya. maka berimanlah kepada Allah dan akuilah keesaanNya, dan berimanlah kepada rasulNya Muhammad nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan wahyu yang diturunkan kepadanya dari tuhannya dan wahyu yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya. Dan ikutilah rasul itu dan komitmenlah untuk mengamalkan apa yang diperintahkannya kepada kalian berupa amal ketaatan, mudah-mudahan kalian memperoleh taufik menuju jalan yang lurus.” (Tafsir al-Muyassar)

Katakanlah -wahai Rasul-, “Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang diutus kepada kalian semua, baik bangsa Arab maupun 'Ajam (non-Arab). (Allah adalah satu-satunya Rabb) yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia -Subḥānahu-. Dia lah yang menghidupkan makhluk-makhluk yang mati dan mematikan makhluk-makhluk yang hidup. Maka berimanlah kalian -wahai manusia- kepada Allah. Dan berimanlah kalian kepada Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, seorang Nabi yang tidak bisa membaca dan menulis. Dia datang dengan membawa wahyu yang diwahyukan oleh Rabb kepadanya. Ia beriman kepada Allah dan beriman kepada kitab suci yang diturunkan kepadanya serta kitab suci yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya tanpa membedakan satu sama lain. Ikutilah ajaran yang dibawanya dari Rabbnya agar kalian mendapatkan keuntungan di dunia dan di Akhirat.” (Tafsir al-Mukhtashar)

Katakanlah wahai Rasulullah: “Wahai manusia, Sesungguhnya aku adalah utusan Allah yang diutus untuk seluruh penduduk bumi, maka risalahku itu bagi seluruh manusia secara umum. Rasul yang diutus Allah yang mengatur langit dan bumi sesuai kehendakNya, dan menguasai keduanya sepenuhnya, tiada tuhan selain Dia, Dzat yang menghidupkan dan meniadakan makhluk. Dialah yang layak menjadi Tuhan, tiada sekutu bagiNya, maka berimanlah kepada Allah dan apa yang terkandung dalam kitab-kitabNya, yaitu Taurat, Injil, dan Al-Qur’an berupa hukum-hukum, tuntunan, serta ikutilah apa yang ada di dalamnya, supaya kalian mendapat petunjuk dan bimbingan.” (Tafsir al-Wajiz)

قُلْ يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا (Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua) Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk mengatakan perkataan ini yang menunjukkan keumuman risalahnya bagi seluruh umat manusia, bukan seperti rasul-rasul yang lain yang diutus hanya kepada kaumnya. لَآ إِلٰهَ إِلَّا هُوَ (tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia) Karena barangsiapa yang memiliki langit, bumi, dan segala yang ada didalamnya maka ia adalah Tuhan yang sesungguhnya; begitu juga Yang Maha menghidupkan dan mematikan adalah satu-satunya yang berhak memiliki sifat ketuhanan dan dijauhkan dari sekutu-sekutu selain-Nya. الَّذِى يُؤْمِنُ بِاللهِ وَكَلِمٰتِهِۦ (yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya) Yakni kalimat-kalimat-Nya yang diturunkan Allah kepadanya dan kepada seluruh nabi sebelumnya. وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk) Karena petunjuk dalam agama adalah dengan mengikutinya, baik itu bagi Bani Israil maupun bagi umat dan bangsa lainnya. (Zubdatut Tafsir)

وَقَالُوا۟ لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِىٓ أَصْحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ

Arab-Latin: wa qālụ lau kunnā nasma'u au na'qilu mā kunnā fī aṣ-ḥābis-sa'īr

Artinya: Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".

— Surat Al-Mulk Ayat 10

(Tafsir al-Muyassar)

Orang-orang kafir berkata, “Kalau seandainya kami dulu mendengar dengan pendengaran yang bermanfaat dan berfikir dengan akal orang yang membedakan kebenaran dari kebatilan, tentulah kami tidak menjadi bagian dari penghuni Neraka, akan tetapi kami akan beriman kepada para Rasul dan membenarkan apa yang mereka bawa sehingga kami menjadi penghuni Surga.” (Tafsir al-Mukhtashar)

Mereka juga berkata: “Jika saja kami mendengar sesuatu yang kami pahami dari para Rasul, atau kami memahami apa yang mereka serukan kepada kami dan memikirkan ayat-ayat kauniyah (ayat yang ada di alam semesta), kami sekarang tidak akan termasuk para penduduk neraka” (Tafsir al-Wajiz)

وَقَالُوا۟ لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِىٓ أَصْحٰبِ السَّعِيرِ (Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”) Seandainya kami mendengar seperti pendengaran yang yang perhatian atau memikirkan seperti pemikiran orang yang menghayati, niscaya kami tidak akan menjadi penghuni neraka, namun tentu kami akan beriman kepada apa yang diturunkan Allah dan kami menjadi pengikut rasul. (Zubdatut Tafsir)

وَٱلَّيْلِ إِذَا يَسْرِ

Arab-Latin: wal-laili iżā yasr

Artinya: dan malam bila berlalu.

— Surat Al-Fajr Ayat 4

Allah bersumpah dengan waktu fajar, Juga dengan 10 malam pertama bulan dzulhijjah dan apa yang dengannya ia dimuliakan, Juga dengan segala apa yang genap dan ganjil, Dan dengan malam bila ia hadir dengan kegelapannya, Tidakkah sumpah sumpah diatas mengandung nasihat yang cukup bagi pemilik akal? (Tafsir al-Muyassar)

Dan bersumpah dengan malam jika telah tiba, berlanjut dan menghilang. Jawaban dari sumpah-sumpah tersebut adalah: kalian akan dibalas atas perbuatan kalian. (Tafsir al-Mukhtashar)

Demi bilangan genap dan ganjil dari segala sesuatu. Demi malam apabila telah lenyap. Dan jawaban dari sumpah ini ditiadakan atau muqaddar dikira-kirakan: Maka orang-orang kafir akan benar-benar diazab. (Tafsir al-Wajiz)

وَالَّيْلِ إِذَا يَسْرِ (dan malam bila berlalu) Yakni jika malam datang, berjalan, dan berlalu. (Zubdatut Tafsir)

أَوْ كَٱلَّذِى مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْىِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِا۟ئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُۥ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِا۟ئَةَ عَامٍ فَٱنظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَٱنظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِّلنَّاسِ ۖ وَٱنظُرْ إِلَى ٱلْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Arab-Latin: au kallażī marra 'alā qaryatiw wa hiya khāwiyatun 'alā 'urụsyihā, qāla annā yuḥyī hāżihillāhu ba'da mautihā, fa amātahullāhu mi`ata 'āmin ṡumma ba'aṡah, qāla kam labiṡt, qāla labiṡtu yauman au ba'ḍa yaụm, qāla bal labiṡta mi`ata 'āmin fanẓur ilā ṭa'āmika wa syarābika lam yatasannah, wanẓur ilā ḥimārik, wa linaj'alaka āyatal lin-nāsi wanẓur ilal-'iẓāmi kaifa nunsyizuhā ṡumma naksụhā laḥmā, fa lammā tabayyana lahụ qāla a'lamu annallāha 'alā kulli syai`ing qadīr

Artinya: Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".

— Surat Al-Baqarah Ayat 259

Ataukah kamu pernah melihat (wahai Rasul), kejadian yang serupa dengan orang yang melewati satu perkampungan yang rumah-rumah huniannya telah hancur berantakan, dan menutup atap-atap nya. Maka orang itu berkata, “Bagaimana Allah akan menghidupkan negri ini setelah kehancurannya?” Lalu Allah mematikannya selama seratus tahun, kemudian mengembalikan ruh kepadanya dan bertanya kepadanya, “ Berapa lama kamu tinggal di tempat ini selama mati?” Dia menjawab, “ Aku berada di sini selama sehari atau setengah hari saja.” Lalu Allah mengabarkan kepadanya bahwa dia telah berada di situ selama seratus tahun, dan memerintahkannya untuk melihat makanan dan minumannya dan bagaimana Allah menjaga keduanya dari mengalami perubahan selama masa yang panjang ini. Dan memerintahkannya untuk melihat keledainnya, bagaimana Allah menghidupkannya kembali setelah menjadi tulang belulang yang bercerai berai? Dan Allah berfirman kepadanya, “Dan agar Kami menjadikan kamu sebagai bukti petunjuk untuk sekalian manusia.” Maksudnya, petunjuk nyata tentang kekuasaan Allah untuk membangkitkan makhluk setelah kematian. Dan Allah memerintahkannya untuk melihat tulang belulang, bagaimana Allah menyusun sebagian di atas sebagian lainnya dan menghubungkan sebagiannya dengan sebagian yang lain, dan tersusun rapi, kemudian membungkusnya dengan daging, lalu mengembalikan kehidupan padanya. Tatkala kejadian itu jelas tampak baginya secara kasat mata, dia pun mengakui Keagungan Allah dan sesungguhnya dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan itu menjadi (Bukti Kuasa Allah) bagi sekalian manusia. (Tafsir al-Muyassar)

Atau tahukah engkau perihal perumpamaan orang yang melewati suatu desa yang atap rumah-rumahnya berjatuhan, dinding-dindingnya hancur berantakan dan penduduknya binasa, sehingga desa itu menjadi desa mati dan gersang. Orang tersebut heran melihat desa itu dan berkata, “Bagaimana Allah akan menghidupkan penduduk desa ini setelah kematiannya?!” Lalu Allah mematikan orang tersebut selama seratus tahun kemudian menghidupkannya kembali. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Berapa lama engkau tinggal di sini?” Ia menjawab, “Aku tinggal di sini selama satu hari atau kurang dari satu hari.” Maka Allah berfirman, “Engkau tinggal di sini selama seratus tahun. Maka lihatlah makanan dan minuman yang engkau bawa. Makanan itu tetap seperti sediakala, tidak berubah sedikitpun. Padahal makanan dan minuman itu biasanya cepat sekali berubah (busuk). Lihatlah keledaimu yang mati. Sungguh Kami hendak menjadikanmu sebagai pertanda bagi manusia yang menunjukkan kekuasaan Allah untuk membangkitkan mereka (dari kematian). Lalu lihatlah tulang-belulang keledaimu yang berserakan dan berjauhan, bagaimana cara Kami mengangkatnya dan menggabungkannya satu sama lain, kemudian Kami balut tulang-belulang itu dengan daging dan Kami hidupkan kembali.” Maka tatkala orang itu melihat kejadian tersebut, dia mendapatkan gambaran yang jelas tentang hakikat masalah itu. Dan dia juga mengetahui kekuasaan Allah. Maka dia pun mengakui hal itu dengan mengatakan, “Aku mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Tafsir al-Mukhtashar)

Ataukah kamu telah melihat Uzair dari Bani Israil wahai Nabi, ketika dia melewati suatu negeri di daerah Baitul Maqdis setelah kehancuran Nebukadnezar, yaitu negeri tak berpenduduk dan rumah-rumahnya masih berdiri, atau atap-atap dan tembok-temboknya roboh. Lalu dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan penduduk negeri ini atau bagaimana Dia mengembalikan kehidupan di dalamnya dengan mengembalikan bangunan dan penduduknya?” Lalu Allah mematikan dia selama 100 tahun dan menghidupkannya lagi dan bertanya kepadanya: “Berapa lama kamu menjadi mayat di sini?” Lalu dia berkata sesuai dugaannya: “Aku tinggal di sini hanya sehari atau beberapa hari saja” yang mana dia berkeyakinan bahwa dirinya hanya tidur lalu bangun. Kemudian Tuhannya berfirman kepadanya: “Sebenarnya kamu menjadi mayat di sini selama 100 tahun. Maka lihatlah makanan dan minuman yang kamu bawa yang mana dengan kuasa Allah, tidak ikut berubah bersama dengan berlalunya waktu. Lalu lihatlah juga bagaimana Kami menghidupkan keledaimu yang sudah mati dan bagian-bagian tubuhnya terpisah, supaya Kami bisa memberikan contoh kebangkitan setelah kematian dan memberi petunjuk atas kuasa Kami. Lihatlah tulang-tulang itu, bagaimana Kami mengangkatnya dari bumi dan Kami gabungkan bagian-bagiannya, lalu Kami kembalikan ke tempatnya dan Kami beri daging.” Tatkala hal itu terlihat jelas di matanya, setelah terkejut terhadap kuasa Allah, dia berkata: “Sekarang aku tahu, yaitu hatiku menjadi tenang karena yakin bahwa Allah itu maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun di bumi dan langit yang bisa menaklukkannya” (Tafsir al-Wajiz)

أَوْ كَالَّذِى مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ ( Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri) Yakni Uzair, seorang dari keturunan Bani Israil yang melewati negeri di tanah Baitul Maqdis setelah dihancurkan oleh Bukhtunasshor. خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا ( yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya) Yakni jatuh atapnya kemudian temboknya roboh menimpa atap tersebut. Dan pendapat lain mengatakan maknanya adalah sunyi dari manusia meski rumah-rumah masih berdiri. أَنَّىٰ يُحْىِۦ هٰذِهِ اللهُ (Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur? ) Merasa tidak mungkin negeri itu akan dihidupkan kembali karena keadaannya yang sedemikian rupa, yang mirip keadaan orang mati. Merasa tidak mungkin negeri itu akan dihidupkan lagi dengan dibangun lagi dan ditinggali. Dan pendapat lain mengatakan yang dimaksud adalah dia merasa tidak mungkin akan dihidupkan lagi penghuni negeri tersebut. فَأَمَاتَهُ اللهُ مِا۟ئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُۥ ۖ (Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali ) Yakni Allah membuat perumpamaan untuknya dengan menggunakan dirinya. قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ (Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” ) Yakni Allah bertanya kepadanya setelah dia dihidupkan kembali: Berapa lama kamu menjadi mayit? قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ (Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari” ) Orang itu menjawab dengan hal ini sesuai dengan apa yang dia rasakan dan dia kira. Dia mengira bahwa dia tidur sejenak kemudian terbangun. قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِا۟ئَةَ عَامٍ (Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya) Yakni dalam keadaan mati. فَانظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ(lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah ) Yakni makanan dan minuman tidak berubah meski telah berlalu waktu yang begitu panjang dengan kekuasaan Allah dalam membuat sesuatu yang lain dari hal yang umum terjadi dan kekuasaan-Nya menyelisihi sunnah kauniyah pada makhluk-Nya. وَانظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ(dan lihatlah kepada keledai kamu ) Yakni bagaimana tercerai-berai setiap bagiannya dan menjadi using tulang belulangnya; maka lihatlah bagaimana Kami menghidupkannya untukmu dan kamu melihatnya sendiri. وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِّلنَّاسِ ۖ(Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia ) Yakni sebagai bukti atas kebangkitan setelah kematian. Dan pendapat lain mengatakan: dapat disebut sebagai bukti adalah karena dia dibangkitkan dalam keadaan muda seperti saat dia dimatikan dulu, kemudian dia mendapati anak cucunya telah menjadi tua. وَانظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا( dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali) Yakni Kami mengangkat sebagian tulang itu diatas sebagian lainnya sampai tersusun setiap tulang pada tempatnya. ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ (kemudian Kami membalutnya dengan daging ) Yakni menutupinya dengan daging. Pertama yang diciptakan Allah adalah kedua matanya, sehingga ia melihat tulang belulangnya saling tersusun; kemudian ditutup dengan daging dan pada akhirnya ditiupkan padanya nyawa. فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ (Maka tatkala telah nyata kepadanya ) Yakni setelah jelas baginya didepan mata apa yang dulu baginya tidak mungkin dalam kekuasaan Allah. قَالَ أَعْلَمُ (diapun berkata: “Saya yakin ) Yakni saya yakin bahwa perumpamaan ini adalah bagian dari keyakinan yang dulu belum aku yakini yaitu berupa kemantapan hati. (Zubdatut Tafsir)

وَٱلَّذِى قَدَّرَ فَهَدَىٰ

Arab-Latin: wallażī qaddara fa hadā

Artinya: dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,

— Surat Al-A’la Ayat 3

Sucikanlah nama tuhanmu yang maha tinggi dari sekutu dan kekurangan dengan penyucian yang layak dengan keagungan NYA, Yang menciptakan makhluk-makhluk dan membaguskan serta menguatkan penciptaannya. Yang menetapkan takdir segala sesuatu, lalu membimbing makhluk kepada apa yang cocok baginya, Yang menumbuhkan padang gembala hijau, Lalu sesudahnya menjadikannya mengering dan berubah menjadi hitam setelah ia berwarna hijau. (Tafsir al-Muyassar)

Dan Yang menciptakan berbagai makhluk dengan segala jenis, macam dan sifatnya serta memberi petunjuk kepada setiap makhluk apa-apa yang sesuai dan cocok baginya. (Tafsir al-Mukhtashar)

Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, diantaranya adalah memberi rejeki dengan ukurannya. Allah memberi tahu tentang kemanfaatan segala yang telah Allah ciptakan (Tafsir al-Wajiz)

وَالَّذِى قَدَّرَ فَهَدَىٰ (dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk) Yakni Allah menentukan jenis, bentuk, perbuatan, perkataan, dan ajal segala sesuatu; kemudian memberi petunjuk kepada semuanya sesuai dengan keharusannya. (Zubdatut Tafsir)

ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

Arab-Latin: allażīna yażkurụnallāha qiyāmaw wa qu'ụdaw wa 'alā junụbihim wa yatafakkarụna fī khalqis-samāwāti wal-arḍ, rabbanā mā khalaqta hāżā bāṭilā, sub-ḥānaka fa qinā 'ażāban-nār

Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

— Surat Ali ‘Imran Ayat 191

Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam semua kondisi mereka, baik berdiri,duduk dan dalam keadaan mereka berbaring. Mereka mentadaburi dalam penciptaan langit dan bumi seraya berkata, ”wahai tuhan kami, Engkau tidaklah menciptakan makhluk ciptaan ini dengan sia-sia. Dan Engkah Maha suci dari hal itu. Maka jauhkanlah dari kami siksaan neraka. (Tafsir al-Muyassar)

Mereka adalah orang-orang yang senantiasa mengingat Allah dalam kondisi apapun. Baik dalam kondisi berdiri, duduk maupun berbaring. Dan mereka juga senantiasa menggunakan akal pikiran mereka untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi. Mereka pun berkata, “Wahai Rabb, Engkau tidak menciptakan makhluk yang sangat besar ini untuk bersenda gurau. Mahasuci Engkau dari senda gurau. Maka jauhkanlah kami dari azab Neraka, dengan cara Engkau bimbing kami kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan Engkau lindungi kami dari perbuatan-perbuatan yang buruk. (Tafsir al-Mukhtashar)

Orang-orang yang selalu mengingat Allah dalam segala kondisinya, yaitu dalam keadaan berdiri ketika shalat, duduk di masjlis mereka, dan bersandar ketika dalam keadaan junub. Mereka berpikir tentang kehebatan penciptaan langit, bumi dan meyakininya. Mereka berkata: “Wahai Tuhan Kami, Engkau tidak menciptakan hal ini sia-sia dan hanya sebagai hiburan, namun Engkau menciptakannya sebagai petunjuk atas kuasa dan hikmahMu. Kami menyucikanmu dari segala sesuatu yang tidak sesuai denganMu dan dari kesia-siaan. Maka jadikanlah ketaatan kami kepadaMu itu sebagai pelindung dari neraka” (Tafsir al-Wajiz)

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring) Yakni mereka senantiasa berzikir kepada Allah dalam setiap keadaan. Dan dulu Rasulullah senantiasa berzikir kepada Allah di setiap waktu. Pendapat lain mengatakan yang dimaksud dari kata zikir disini adalah shalat, yakni mereka tidak melalaikannya dalam keadaan apapun, sehingga mereka senantiasa melakukan shalat baik dengan berdiri ketika tidak ada uzur dan halangan atau dengan duduk atau berbaring ketika terhalang untuk berdiri. وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ (dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi) Yakni tentang kehebetan dan kedetailan penciptaan keduanya padahal ukurannya sangat besar. رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بٰطِلًا ((seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia) Yakni Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia atau main-main akan tetapi Engkau menciptakannya sebagai bukti atas hikmah dan kekuasaan-Mu, dan untuk Engkau jadikan bumi sebagai tempat menguji hamba-hamba-Mu agar terlihat siapa diantara mereka yang mentaati-Mu dan siapa yang bermaksiat kepada-Mu. سُبْحٰنَكَ (Maha Suci Engkau) Yakni Engkau Maha Suci dari apa yang tidak layak untuk-Mu. (Zubdatut Tafsir)

ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُونَ

Arab-Latin: ṡumma kallā saya'lamụn

Artinya: kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.

— Surat An-Naba Ayat 5

Perkaranya tidak seperti yang diklaim oleh orang orang musyrik itu.mereka akan tahu akibat dari pendustaan mereka,mereka akan melihat apa yang akan Allah lakukan terhadap mereka pada hari kiamat, Kemudian mereka akan meyakini kebenaran apa yang dibawa oleh Muhammad sholallohu 'alaihi wasallam yaitu al-quran dan kabar kebangkitan.ini adalah ancaman dan peringatan keras bagi mereka. (Tafsir al-Muyassar)

Kemudian hal itu pasti akan terjadi atas mereka. (Tafsir al-Mukhtashar)

Ayat itu diulang sebagai penekanan dan pleonastis (dilebihkan) tentang kedatangan hari itu. Maka tidak seharusanya kabar kebangkitan yang Alquran kabarkan itu mereka jadikan perdebatan, karena itu semua sudah pasti kebenarannya (Tafsir al-Wajiz)

GRATIS! Dapatkan pahala jariyah dan buku Jalan Rezeki Berlimpah, klik di sini untuk detailnya

Demikianlah beberapa penafsiran dari kalangan mufassirin terkait makna dan arti ayat kauniyah dalam qur’an (arab, latin, artinya), moga-moga bermanfaat bagi kita bersama. Bantu perjuangan kami dengan memberikan link ke halaman ini atau ke halaman depan TafsirWeb.com.