Berapakah rata rata minimal dokumen yang diperkenankan untuk pelunasan bea materai dengan menggunakan mesin teraan materai?

PERPAJAKAN ITUGAS MINGGU 12SAFANISA ALIFIA_042011535009Soal Teori :1.Perbedaannya ialah pada UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai disebutkan bahwabesaran tarif bea meterai dapat dinaikkan dengan Peraturan Pemerintah paling tinggi sebesarenam kali dari tarif awal. Tarif awal bea meterai di Indonesia adalah Rp 500 dan Rp 1.000,artinya meterai dapat dinaikkan dengan PP paling tinggi menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.Ketentuan ini kemudian yang ikut mendasari pemerintah mengeluarkan UU No. 10 Tahun2020. Dalam aturan bea meterai yang baru terdapat beberapa perubahan. Salah satuperubahannya adalah ketentuan mengenai bentuk meterai yang saat ini bukan hanya terdiridari meterai tempel melainkan juga meterai elektronik dan meterai dalam bentuk lain.Meterai elektronik merupakan salah satu bentuk revolusi dari UU Bea Meterai yang baru.Meterai elektronik ini akan memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang nantinya akandiatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan bentuk meterai dilakukanuntuk menunjang perkembangan dalam bidang teknologi dan informasi mengingat transaksielektronik adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Sehingga pemerintah yang sebelumnyahanya mengenakan tarif meterai untuk dokumen dalam bentuk cetak kini juga mengenakantarif meterai bagi dokumen elektronik.2.Bea Meterai adalahpajak atas dokumenyang terutang sejak saat dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen tersebut selesai dibuat ataudiserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak. Dasarhukumnya ialah :1)Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020tentang Bea Meterai2)Peraturan Menteri Keuangan Nomor4/PMK.03/2021tentang Pembayaran BeaMeterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Meterai Tempel, Meterai Dalam Bentuk Lain,dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian3.Terdapat juga dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai, yaitu antara lain dokumen yangterkait lalu lintas orang dan barang; segala bentuk ijazah; tanda terima pembayaran gaji,

Salah satunya meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan meterai digital. Meterai dalam bentuk ini nampaknya memang kurang familier ketimbang meterei tempel. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mesin teraan meterai dan meterai teraan?

Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka 1 Peraturan Dirjen Pajak No.PER - 17/PJ/2008 mesin teraan meterai adalah salah satu alat pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain, yang digunakan untuk membubuhkan tanda bea meterai lunas.

Ada 2 jenis mesin teraan meterai, yaitu mesin teraan meterai manual dan digital. Pasal 1 angka 2 PER-17/PJ/2008 menerangkan mesin teraan meterai manual adalah mesin teraan meterai yang cara pengisian depositnya dilakukan dengan membuka dan memasang segel timah.

Namun, seiring dengan teknologi, mesin teraan meterai manual tidak lagi digunakan dan digantikan mesin teraan meterai digital. Penggantian ini lantaran mesin teraan meterai manual dinilai tidak memberikan jaminan keamanan yang memadai bagi penerimaan negara.

Penggantian itu ditegaskan Pasal 5 PER-17/PJ/2008 yang menyatakan mesin teraan meterai manual hanya dapat digunakan selama 2 tahun sejak 29 April 2008. Hal ini berarti mesin teraan meterai manual terakhir dapat digunakan pada April 2010 dan selanjutnya digantikan mesin teraan digital.

Pasal 1 angka 3 PER-17/PJ/2008 mendefinisikan mesin teraan meterai digital sebagai mesin teraan meterai yang pengisian depositnya dilakukan secara elektronik yang tidak perlu intervensi manusia, seperti mesin teraan meterai sistem deposit code recrediting (DCR) atau sistem lainnya.

Adapun yang dimaksud deposit code recrediting (DCR) adalah suatu metode pengisian deposit dengan menggunakan aplikasi kode deposit. Merujuk pada Pasal 1 angka 4 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 66/PJ/2010 aplikasi kode deposit adalah:

“Aplikasi yang diinstal dalam server milik distributor mesin teraan meterai digital yang ditempatkan pada Kantor Pusat Diitjen Pajak yang berfungsi sebagai penerbit kode deposit mesin teraan meterai digital setelah mendapat informasi hasil verifikasi pembayaran deposit dari aplikasi e-Meterai.”

Sementara itu, yang dimaksud dengan aplikasi e-Meterai adalah aplikasi yang diinstal dalam server milik DJP yang melayani pendaftaran mesin teraan meterai digital, verifikasi pembayaran deposit, dan pelaporan bea meterai, yang dapat diakses melalui portal intranet DJP.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan kode deposit adalah kode yang dibutuhkan untuk mengisi deposit mesin teraan meterai digital. Deposit sendiri berarti penyetoran bea meterai di muka oleh wajib pajak.

Berdasarkan Pasal 1 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP - 122b/PJ./2000 pelunasan bea meterai dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen.

Namun, mengacu pada Pasal 2 PER - 66/PJ/2010 wajib pajak yang bermaksud melakukan pelunasan bea meterai mesin teraan meterai digital harus mengajukan surat permohonan izin kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.

Selain itu, wajib pajak yang bermaksud menggunakan mesin teraan meterai digital untuk membubuhkan tanda bea meterai lunas harus menyetor deposit Rp15 juta atau kelipatannya, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke kas negara melalui kantor penerima pembayaran.

Kantor penerima pembayaran merupakan kantor pos dan/atau bank badan usaha milik negara atau bank badan usaha milik daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh menteri keuangan sebagai penerima pembayaran atau penyetoran pajak.

Lebih lanjut, Pasal 10 PER - 66/PJ/2010 menguraikan bentuk meterai yang dibuat dengan mesin teraan meterai digital paling sedikit memiliki unsur, seperti logo dan tulisan DJP ,logo dan/atau tulisan wajib pajak pelaksana pembubuhan tanda bea meterai lunas dengan mesin teraan meterai digital.

Selain itu, ada tulisan METERAI TERAAN, nominal tarif Bea Meterai, tanggal, bulan, dan tahun dilaksanakannya pembubuhan tanda bea meterai lunas dengan mesin teraan meterai digital, nomor mesin, dan kode unik. Meterai dari mesin teraan digital ini berwarna merah.

Ketentuan lebih lanjut dapat disimak pada UU Bea Meterai, KMK No. 133b/KMK.04/2000, Keputusan Dirjen Pajak No.KEP - 122b/PJ./2000, Perdirjen Pajak No.PER - 17/PJ/2008, Perdirjen Pajak No.PER - 66/PJ/2010, Perdirjen Pajak No.PER-01/PJ/2021 dan Surat Edaran DJP No.01/PJ/2021.

Simpulan INTINYA mesin teraan meterai adalah salah satu alat pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain, yang digunakan untuk membubuhkan tanda bea meterai lunas. Saat ini, mesin teraan meterai yang digunakan hanyalah mesin teraan meterai digital.

Adapun mesin teraan meterai digital adalah mesin teraan meterai yang pengisian depositnya dilakukan dengan sistem elektronik, di mana intervensi manusia tidak dibutuhkan. Contohnya seperti mesin teraan meterai dengan sistem deposit code recrediting (DCR) atau sistem sejenis lainnya.

Meterai teraan sendiri merupakan tulisan yang harus tercantum dalam meterai yang dibuat menggunakan mesin teraan meterai digital. Karena itu, meterai dari mesin teraan meterai digital yang berwarna merah ini kerap disebut dengan meterai teraan.

Adapun materai teraan biasa digunakan wajib pajak yang dalam aktivitas atau pekerjaannya membuat banyak surat perjanjian. Biasanya pengguna materai teraan adalah perusahaan yang termasuk industri perbankan, keuangan atau asuransi, seperti untuk cek, bilyet giro, dan polis asuransi. (Bsi)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR KEP – 122b/PJ./2000

TENTANG

TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI

DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN

METERAI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tanggal 28 April 2000 tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan pelaksanaan tentang Tata Cara Pelunasan Bea Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313);
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3950);
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tanggal 28 April 2000 tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN METERAI.

Pasal 1

Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen.

Pasal 2

Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Metera dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai harus mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan meterai yang akan digunakan, serta melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap hari.

Pasal 3

Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai harus melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (KP.PDIP.5.1-98) Ke Kas Negara melalui Bank Presepsi.

Pasal 4

Penerbit dokumen yang mendapatkan ijin penggunaan mesin teraan meterai mempunyai kewajiban sebagai berikut :
(1) Menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan meterai kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan.

(2) Menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat satu bulan setelah mesin teraan meterai tidak dipergunakan lagi atau terjadi perubahan alamat/tempat kedudukan pemilik/pemegang ijin penggunaan mesin teraan meterai.

Pasal 5

Ijin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.

Pasal 6

(1) Bea Meterai yang belum dipergunakan karena mesin teraan meterai rusak atau tidak dipergunakan lagi, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai lain atau pencetakan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan ataupun dengan sistem komputerisasi.

(2) Penerbit dokumen yang akan melakukan pengalihan Bea Meterai sebagaimana dimaksud ayat (1), harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.

Pasal 7

(1) Penggunaan mesin teraan meterai tanpa ijin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

(2) Bea Meterai kurang bayar yang disebabkan oleh kelebihan pemakaian dari deposit yang disetor dikenakan sanksi denda administrasi sebesar 200 % dari Bea Meterai kurang bayar, dan pencabutan ijin penggunaan mesin teraan meterai.

(3) Penggunaan mesin teraan meterai yang melewati masa berlakunya ijin yang diberikan, dikenakan sanksi pencabutan ijin.

(4) Penyampaian laporan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat yang melewati batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi pencabutan ijin.

Pasal 8

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Mei 2000

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA