RADARBANGSA.COM - Senin, 22 September 622 M menjadi hari yang bersejarah bagi umat Islam. Hari dimana Rasulullah tiba di Madinah dalam rangka hijrah, setelah menempuh perjalanan berpuluh hari dari Makkah. Bak kedatangan ‘sang juru selamat’, Masyarakat Madinah menyambut Rasulullah dengan penuh suka cita. Maklum, Madinah dihuni masyarakat yang beragam. Mulai dari beda suku, etnis, hingga agama. Sehingga mereka kerap kali berperang. Kedatangan Rasulullah di Madinah diharapkan bisa menjadi penengah atau pemersatu diantara mereka. Betul saja, dalam beberapa sumber sejarah disebutkan bahwa Rasulullah berhasil membangun kota Yatsrib yang biasa-biasa saja menjadi kota Madinah yang berperadaban dan diperhitungkan di jazirah Arab. Selama beberapa waktu sebelum suatu kelompok di Madinah mengkhianatinya, Rasulullah juga berhasil membangun masyarakat yang majemuk hidup dalam harmoni dan damai. Sebagaimana diuraikan dalam buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad saw., setidaknya ada tiga hal dasar yang dilakukan Rasulullah pada fase Madinah. Tiga hal dasar itu sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Madinah sehingga mereka hidup aman, tenteram, saling menghargai, dan dalam kesejahteraan. Pertama, menjadikan masjid sebagai pusat semua kegiatan (center of activities). Usai tiba di Madinah, Rasulullah membangun sebuah masjid, Masjid Nabi (Nabawi). Masjid ini memiliki bangunan yang sangat sederhana; atapnya dari daun pohon kurma, pilarnya dari batang pohon kurma, lantainya kerikil dan berpasir, dan bangunannya dari batu bata. Akan tetapi, bangunan itu bukan sekedar bangunan biasa. Sebuah bangunan yang menjadi penanda kebangkitan peradaban Islam. Karena Rasulullah memfungsikan masjid ini untuk semua kegiatan. Mulai dari mengajarkan ajaran Islam, hikmah, proses belajar mengajar baca-tulis hingga menyusun strategi perang atau politik. Semua diadakan di Masjid Nabi, bukan hanya untuk shalat saja. Singkatnya, Rasulullah menggunakan Masjid sebagai tempat pertemuan dan pembinaan umat. Kedua, membangun persaudaraan antar sesama Muslim (ukhuwah islamiyah). Pada fase Madinah, ada dua kelompok umat Islam yakni kaum Muhajirin (umat Islam Makkah yang hijrah ke Madinah) dan kaum Anshar (umat Islam yang asli penduduk Madinah). Rasulullah mempersaudarakan mereka satu persatu, satu Muhajirin dengan satu Anshar. Rasulullah juga selalu menegaskan bahwa sesama Muslim itu bersaudara. Tidak lain, ini dilakukan Rasulullah untuk memperkuat solidaritas dan kohesivitas sosial antar sesama umat Islam. Sehingga, mereka tidak mudah bertikai dan berperang, sebagaimana watak Arab Jahiliyah. Bagi seorang Muslim, persaudaraan bukan saja didasarkan pada darah, tapi juga keimanan yang sama. Ketiga, membangun persaudaraan dengan umat agama lain (ukhuwan insaniyah). Rasulullah sadar betul bahwa Madinah memiliki masyarakat yang majemuk. Ada umat Islam, ada umat Nasrani, ada umat Yahudi, dan yang lainnya. Untuk membangun sebuah kota yang kuat dan damai, tidak ada jalan bagi Rasulullah kecuali ‘mempersatukan’ masyarakat yang berbeda itu. Akhirnya Rasulullah mencetuskan sebuah kesepakatan bersama, Piagam Madinah (Constitution of Medina). Piagam ini menjadi titik temu (kalimatun sawa’) bagi masyarakat Madinah yang beragam. Dengan Piagam Madinah, Rasulullah berhasil mempersatukan masyarakat Madinah yang selama itu tidak mungkin dipersatukan. Piagam Madinah menjadi konstitusi pertama dalam membangun masyarakat yang bhineka berdasarkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan bersama. Tiga pondasi dasar itulah yang dilakukan Rasulullah selama fase Madinah. Sehingga Madinah menjadi sebuah kota yang berperadaban dan diperhitungkan di jazirah Arab pada saat itu. (Sumber: NU Online) Berita Terkait : Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. Masjid Nabawi atau Al-Masjid an-Nabawī (pengucapan bahasa Arab: [ʔælˈmæsʤɪd ælnabawī] (bahasa Arab: المسجد النبوي); Masjid Nabi) adalah sebuah masjid yang didirikan secara langsung oleh Nabi Muhammadﷺ, berlokasi di pusat kota Madinah di Arab Saudi. Masjid Nabawi merupakan masjid ketiga yang dibangun dalam sejarah Islam dan kini menjadi salah satu masjid terbesar di dunia. Masjid ini menjadi tempat paling suci kedua dalam agama Islam, setelah Masjidil Haram di Mekkah.[2] Masjid ini dibuka setiap hari.
Lokasi di Arab Saudi saat ini Informasi umumLetakHaram, Madinah, Hejaz, Arab Saudi[1]Koordinat geografi24°28′06″N 39°36′39″E / 24.468333°N 39.610833°E / 24.468333; 39.610833Koordinat: 24°28′06″N 39°36′39″E / 24.468333°N 39.610833°E / 24.468333; 39.610833Afiliasi agamaIslamNegara Arab SaudiAdministrasiPemerintah Arab SaudiKepemimpinanImam:
Artikel ini memuat huruf Arab. Tanpa bantuan render yang baik, anda mungkin akan melihat tanda tanya, kotak-kotak, atau simbol lainnya. Masjid ini sebenarnya merupakan bekas rumah Rasulullah ﷺ yang beliau tinggali setelah Hijrah (pindah) ke Madinah pada 622 M. Bangunan masjid sebenarnya di bangun tanpa atap. Masjid pada saat itu dijadikan tempat berkumpulnya masyarakat, majelis, dan sekolah agama. Masjid ini juga merupakan salah satu tempat yang disebutkan namanya dalam Alquran. Kemajuan masjid ini tidak lepas dari pengaruh kemajuan penguasa-penguasa Islam. Pada 1909, tempat ini menjadi tempat pertama di Jazirah Arab yang diterangi pencahayaan listrik.[3] Masjid ini berada di bawah perlindungan dan pengawasan Penjaga Dua Tanah Suci.[4] Masjid ini secara lokasi berada tepat di tengah-tengah kota Madinah, dengan beberapa hotel dan pasar-pasar yang mengelilinginya. Masjid ini menjadi tujuan utama para jamaah Haji ataupun Umrah.[4] Beberapa jamaah mengunjungi makam Nabi Muhammad untuk menelusuri jejak kehidupannya di Madinah.[4] Setelah perluasan besar-besaran di bawah Kesultanan Umayyah al-Walid I, dibuat tempat di atas peristirahtan terakhir Nabi Muhammad beserta dua Khalifah Rasyidin Abu Bakar dan Umar bin Khattab.[5] Salah satu fitur terkenal Masjid Nabawi adalah Kubah Hijau yang berada di tenggara masjid,[6] yang dulunya merupakan rumah Aisyah,[5] dimana kuburan Nabi Muhammad berada. Pada 1279, sebuah penutup yang terbuat dari kayu di bangun dan di renovasi sedikitnya dua kali yakni pada abad ke-15 dan pada 1817.[4] Kubah yang ada saat ini dibangun pada 1818 oleh Sultan Utsmaniyah Mahmud II,[6] dan di cat hijau pada 1837, sejak saat itulah kubah tersebut dikenal sebagai "Kubah Hijau".[5]
Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Muhammad, setelah Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah dia dari Mekkah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun sejak saat-saat pertama Muhammad. tiba di Madinah, yalah di tempat unta tunggangan Nabi. menghentikan perjalanannya. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli oleh Muhammad. untuk dibangunkan masjid dan tempat kediaman dia.[7][8] Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m[9] Muhammad. turut membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para shahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.[7] Berkas:Rekonstruksi Masjid Nabawi 1.jpg Berkas:Rekonstruksi Rumah Nabi 1.jpg Kemudian melekat pada salah satu sisi masjid, dibangun kediaman Nabi. Kediaman Nabi ini tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup. Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah.[7] Belakangan, orang-orang ini dikenal sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid. Setelah itu berkali-kali masjid ini direnovasi dan diperluas. Renovasi yang pertama dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 H, dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 29 H. Di zaman modern, Raja Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini menjadi 6.024 m² pada tahun 1372 H. Perluasan ini kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Raja Fahd pada tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m², di tambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m². Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah.[9] Masa awalMasjid dibangun oleh Nabi Muhammad pada 622 setelah kedatangannya di kota Madinah.[10] Mengendarai seekor onta yang dinamai Qaswa, onta itu berhenti di tempat yang sekarang dijadikan masjid. Lahan tersebut dimiliki oleh Sahal dan Suhayl. Bagian dari lahan ini digunakan untuk lahan tempat pengeringan kurma; sedangkan bagian lainnya dijadikan taman pemakaman.[11] Menolak di sebut "menerima lahan sebagai sebuah pemberian", dia membeli lahan tersebut dan memerlukan waktu selama tujuh bulan untuk menyelesaikan konstruksi. Saat itu luasnya 305 meter (1.001 ft) × 3.562 meter (11.686 ft).[11] Atapnya, ditunjang oleh pelepah kurma, terbuat dari tanah liat yang dipukul dan dedaunan kurma. Tingginya mencapai 360 meter (1.180 ft). Tiga pintu masjid yaitu Bab-al-Rahmah ke selatan, Bab-al-Jibril ke barat dan Bab-al-Nisa ke timur.[11] Setelah Pertempuran Khaibar, masjid "diperbesar".[12] Perluasan masjid untuk 4.732 meter (15.525 ft) pada salah satu sisi dan tiga ruas pilar dibangun disamping tembok bagian barat, yang menjadi tempat salat.[13] Masjid mengalami perubahan saat pemerintahan Khulafaur Rasyidin Abu Bakar.[13] Khalifah kedua Umar meratakan semua rumah dekat masjid kecuali rumah istri Nabi Muhammad untuk memperbesar masjid ini.[14] Dimensi ukuran masjid baru saat itu menjadi 5.749 meter (18.862 ft) × 6.614 meter (21.699 ft). Lumpur digunakan untuk dinding penutup. Selain ditaburi kerikil di lantainya, tinggi atap ditambah hingga 56 meter (184 ft). Umar sedikitnya membangun tiga konstruksi gerbang baru sebagai pintu masuk. Dia juga menambahkan Al-Butayha bagi masyarakat untuk membacakan puisi-puisi.[15] Khalifah ketiga Utsman merobohkan masjid ini pada 649 M. Sepuluh bulan dihabiskan untuk membuat bentuk persegi panjang masjid yang menghadap ke Ka'bah di Mekkah. Masjid baru tersebut berukuran 8.140 meter (26.710 ft) × 6.258 meter (20.531 ft). Jumlah gerbang disamakan pada bangunan sebelumnya.[16] Dinding pembatas terbuat dari lapisan bata dengan adukan semen. Tiang-tiang batang kurma digantikan oleh pilar batu yang disatukan dengan kempa besi. Kayu jati juga dimanfaatkan dalam rekonstruksi langit-langit.[17] Zaman pertengahanMasjid Nabawi pada masa Kesultanan Utsmaniyah Pada 707, Khalifah Umayyah Al-Walid ibn Abd al-Malik merenovasi masjid. Renovasi ini memakan waktu tiga tahun untuk menyelesaikannya. Bahan-bahan material berasal dari Bizantium.[18] Wilayah masjid diperbesar dari 5094 meter persegi pada masa Utsman bin Affan menjadi 8672 meter persegi. Sebuah tembok dibangun untuk memisahkan masjid dan rumah istri Nabi Muhammad. Masjid direnovasi dalam sebuah bentuk trapesium dengan panjang 10.176 meter (33.386 ft). Untuk pertama kalinya, beranda dibangun di masjid menghubungkan bagian utara struktur ke struktur terpentingnya. Untuk pertama kalinya pula, minaret dibangun di Madinah, ia membangun empat minaret.[19] Khalifah Abbasiyah Al-Mahdi memperluas masjid ke utara sebanyak 50 meter (160 ft). Namanya juga ditulis pada dinding masjid. Dia juga mengusulkan untuk menghilangkan enam anak tangga menuju mimbar, tetapi usulan ini ditolak, karena hal ini dapat menyebabkan kerusakan yang merugikan.[20] Menurut tulisan Ibnu Qutaibah, khalifah ketiga Al-Ma'mun melakuan pekerjaan yang tidak menentu pada masjid. Al-Mutawakkil memimpin pelapisan makam Nabi dengan marmer.[21] Al-Ashraf Qansuh al-Ghawri membangun sebuah kubah di atas makam Nabi pada 1476.[22] Kubah Hijau, dalam Richard Francis Burton Pilgrimage, pada 1850 M Raudlah (merujuk pada al-Rawdah al-Mutaharah), mencakup kubah di sudut tenggara masjid,[6] dibangun pada 1817C.E. saat penguasaan Sultan Mahmud II. Kubah di cat hijau pada 1837 C.E. dan lebih dikenal dengan nama "Kubah Hijau".[5] Sultan Abdul Majid I mengahabiskan waktu tiga belas tahun untuk membangun kembali masjid, yang di mulai pada 1849.[23] batu bata merah digunakan dalam material utama dalam rekonstruksi masjid. Luas lantai diperbesar hingga 1293 meter persegi. Pada dinding-dindingnya, ayat-ayat Alquran di lukis dalam bentuk kaligrafi Islam. Pada sisi utara masjid, sebuah madrasah di bangun untuk "bimbingan mengajar Alquran ".[24] SaudiKetika Saud bin Abdul Aziz merebut Madinah pada 1805, para pengikutnya, Wahhabi, merobohkan setiap makam berkubah yang ada di Madinah dalam pandangannya pada pencegahan pemuliaan bangunan,[25] termasuk Kubah Hijau yang dikatakan akan segera dihancurkan.[26] Mereka tidak menghendaki orang-orang memuliakan kuburan dan tempat yang dianggap memiliki keajaiban supranatural yang berlawanan dengan tauhid.[27] Makam Nabi Muhammad dilepaskan dari hiasan emas dan berliannya, tetapi kubah tersebut menjadi salah satu yang masih dipelihara karena sebuah ketidaksuksesan percobaan untuk merobohkan struktur kerasnya, atau karena beberapa tahun sebelumnya Ibnu Abdul Wahhab menulis bahwa tidak berharap untuk melihat kubah dihancurkan pertentangannya pada orang-orang yang berdoa di sekitar makam.[25] Kejadian serupa terjadi pada 1925 ketika Ikhwan Saudi kembali merebut dan mengawasi kota Madinah.[28][29][30][31] Setelah pendirian Kerajaan Arab Saudi pada 1932, masjid mengalami modifikasi besar. Pada 1951 Raja Ibnu Saud (1932–1953) merencanakan penghancuran bangunan sekitar masjid untuk membuat sayap baru ke timur dan barat dari gedung peribadatan utama, dengan tetap kolom beton dengan sentuhan seni. Kolom tertua diperkokoh beton dan dipasangi cincin tembaga diatasnya. Minaret Suleymaniyya dan Majidiyya dipindahkan menjadi dua minaret bergaya Mamluk. Dua menara tambahan ditegakkan ke barat daya dan timur laut masjid. Sebuah perpustakaan dibangun sepanjang tembok bagian barat yang menjadi tempat koleksi Al-Qur'an bersejarah dan beragam teks keagamaan lainnya.[24][32] Pada 1974, Raja Faisal menambahkan 40.440 meter persegi untuk luas masjid.[33] Perluasan masjid juga dilakukan pada masa kekuasaan Raja Fahd pada 1985. Bulldozer turut gunakan dalam penghancuran bangunan-bangunan sekitar masjid.[34] Pada 1992, ketika konstruksi ini selesai, wilayah masjid menjadi 1,7 juta kaki. Eskalator dan 27 halaman juga ditambahkan dalam perluasan masjid.[35] Sebanyak $6 miliar diumumkan untuk perluasan masjid pada September 2012. RT melaporkan bahwa setelah proyek selesai, masjid dapat menampung lebih dari 1,6 juta jamaah.[36] Pada Maret tahun berikutnya, Saudi Gazette menulis "95 persen penghancuran telah diselesaikan. Sekitar 10 hotel di sisi timur perluasan dihilangkan serta sejumlah rumah dan fasilitas lain untuk membuat jalur menuju perluasan."[37] Dua masjid bertingkat berbentuk persegi panjang tidak beraturan. Ruang salat bangunan Utsmaniyah menghadap ke selatan.[38] Bangunan ini memiliki atap rata dengan 27 kubah yang dapat di geser.[39] Lubang di atas langit-langit masjid merupakan salah satu kubah yang mengiluminasi interior. Atap juga digunakan untuk salat ketika memasuki masa puncak, ketika kubah bergeser di atas jalur besi menuju bagian pinggir atap, membuat cahaya tambahan masuk menuju ruang salat utama. Pada masa itu pula, halaman masjid Utsmaniyah juga di tambah dengan payung-payung yang membentuk pilar-pilar tunggal.[40] Atap masjid terhubung dengan tangga dan eskalator. Wilayah halaman sekitar masjid juga digunakan untuk salat, dilindungi oleh payung-payung besar.[41] Kubah bergeser dan payung yang dapat terbuka secara otomatis di rancang oleh arsitek Jerman Mahmoud Bodo Rasch beserta firmanya Rasch GmbH dan Buro Happold.[42] Masjid Nabawi dari depan. Makam Nabi terletak di bawah kubah hijau di sebelah kanan Rasulullah dimakamkan di tempat meninggalnya, yakni di tempat yang dahulunya adalah kamar Aisyah, istri Nabi. Kemudian berturut-turut dimakamkan pula dua sahabat terdekatnya di tempat yang sama, yakni Abu Bakar Al-Shiddiq dan Umar bin Khattab.[43] Karena perluasan-perluasan Masjid Nabawi, ketiga makam itu kini berada di dalam masjid, yakni di sudut tenggara (kiri depan) masjid. Sedangkan Aisyah dan kebanyakan shahabat yang lain, dimakamkan di pemakaman umum Baqi. Dahulu terpisah cukup jauh, kini dengan perluasan masjid, Baqi jadi terletak bersebelahan dengan halaman Masjid Nabawi.[4] Riyadhul JannahJantung Masjid Nabawi yang diistimewakan tetapi sangat kecil yang bernama Riad ul-Jannah (Taman Surga). Tempat ini adalah bagian dari perluasan makam Nabi Muhammad (Raudlah) hingga mimbar nya. Jamaah Haji berebut masuk menuju tempat ini karena apabila melakukan salat atau berdoa di tempat ini, maka doanya akan dikabulkan. Masuk ke area ini cukup sulit, utamanya pada musim Haji. Tempat ini hanya menampung maksimal seratus jamaah. Riad ul-Jannah terpisah dari Jannah (Surga). Ini diceritakan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Bersabda, "Wilayah antara rumahku dengan mimbarku adalah salah satu taman surga, dan mimbarku itu berada di atas kolamku."[44] RaudlahMasjid Nabawi saat berumur 1 tahun. Salah satu bagian Masjid Nabawi terkenal dengan sebutan Raudlah (taman surga). Doa-doa yang dipanjatkan dari Raudlah ini diyakini akan dikabulkan oleh Allah. Raudlah terletak di antara mimbar dengan makam (dahulu rumah) Rasulullah Diterima dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda (yang artinya):
MihrabTerdapat dua mihrab dalam Masjid Nabawi, satu dibangun Nabi Muhammad dan yang lainnya dibangun oleh Khulafaur Rasyidin ketiga Utsman. [46] Disamping mihrab, masjid juga memiliki tempat suci lain lain yang mengindikasikan sebagai tempat salat. Ini termasuk mihrab al-tahajjud yang dibangun oleh Muhammad untuk tahajjud, serta mihrab Fatimah.[47]
MimbarMimbar asli yang digunakan Nabi Muhammad hanya sebuah "balok kayu kurma". Mimbar ini berdimensi 50 sentimeter (0,50 m) x 125 meter (410 ft). Juga pada tahun 629, tiga anak tangga di tambah. Kalifah pertama, Abu Bakar dan Umar bin Khattab, tidak menggunakan anak tangga ketiga "karena mengkuti Sunnah", tetapi Khalifah ketiga Utsman bin Affan menempatkan sebuah kubah kain diatasnya dan kursi yang terbuat dari eboni. Mimbar dipindahkan oleh Baybars I pada 1395 dan kemudian oleh Sheikh al-Mahmudi pada 1417. Ini juga dipindahkan oleh Ibnu Qutaibah pada akhir abad ke lima belas, yang pada Agustus 2013, tidak lagi digunakan dalam masjid.[47] MinaretSalah satu minaret Masjid Nabawi Minaret-minaret pertama (jumlahnya empat) 26 kaki (7,9 m) dibangun oleh Umar. Pada 1307, sebuah minaret dijuluki Bab al-Salam ditambahkan oleh Muhammad bun Kalavun yang direnovasi oleh Mehmed IV. Setelah proyek renovasi 1994, terdapat sepuluh minaret yang tingginya 104 meter (341 ft). Bagian bawah, dasar dan dan atas berbentuk silinder, segi delapan yang terlihat menarik.[47] Keutamaannya dinyatakan oleh Nabi, sebagaimana diterima dari Jabir ra. (yang artinya):
Diterima dari Anas bin Malik bahwa Nabi bersabda (yang artinya):
Dari Sa'id bin Musaiyab, yang diterimanya dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda (yang artinya):
Berdasarkan hadits-hadits ini maka Kota Madinah, terutama Masjid Nabawi selalu ramai dikunjungi umat Muslim yang tengah melaksanakan ibadah haji atau umrah sebagai amal sunah. Pembangunan Masjid Nabawi dilakukan dengan prinsip sederhanaan oleh dua orang khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin. Mereka berdua ialah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Kedua khalifah ini membangun Masjid Nabawi dengan sederhana agar tidak menimbulkan fitnah dan sifat membangga-banggakan masjid. Pada masa kedua khalifah ini, bangunan Masjid Nabawi dibuat sama dengan bangunan pada masa Nabi Muhammad masih hidup. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, bagian dari Masjid Nabawi yang diganti hanya bagian atap. Awalnya, atap Masjid Nabawi terbuat dari pelepah kurma, lalu diganti dengan kayu jati.[50]
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Al-Masjid al-Nabawi المسجد النبوي.
Wikivoyage memiliki panduan wisata Medina.
Wikinews bahasa Inggris memberitakan: Annual Islamic pilgrimage takes place
|