Bagaimana mencari asal kata bahasa arab jika kata benda kata kerja tersebut terdapat tanda tasydid

Red:

KITAB

Kepakaran dan kecerdasan Kiai Ma'shum dalam menyusun kitab ini, banyak diakui dan dikagumi ulama.

Banyak orang mengatakan, belajar bahasa Inggris, Jerman, Prancis, Rusia, jauh lebih sulit dibandingkan dengan belajar bahasa Arab. Namun, ada pula yang mengatakan, justru belajar bahasa Arab lebih sulit dibandingkan bahasa lainnya.

Kedua pendapat ini memang ada benarnya. Bagi yang menyatakan bahasa Arab lebih mudah dibandingkan dengan Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, karena setiap kata yang ditulis, sama antara tulisan dan bacaan. Misalnya, kata madrasah (yang bermakna sekolah), antara tulisan dan bacaannya sama. Begitu juga, yang lainnya, misalnya kata syajarah (syin, jim, ro, dan huruf tha marbuthoh) yang bermakna pohon. Antara tulisan dan bacaan sama.

Sementara itu, dalam bahasa Inggris, Jerman, Prancis, Rusia, dan lainnya, tulisannya berbeda dengan bacaan. Misalnya, dalam bahasa Inggris, tulisannya one dibaca wan yang berarti satu. Kemudian, tulisan new dibaca nyu, yang bermakna baru. Oleh karena itu, tak heran bila banyak orang mengatakan, sebenarnya belajar bahasa Arab lebih mudah dibandingkan dengan bahasa lainnya.

Tapi, bagi mereka yang mungkin sudah mulai mengenal bahasa Arab, sebagian di antaranya akan mengatakan, sebenarnya belajar bahasa Arab jauh lebih sulit dibandingkan bahasa lainnya.

Misalnya, bagi mereka yang tidak mengenal huruf hijaiyyah, tentu akan sulit membaca tulisan arab. Kemudian, dalam hal lainnya, satu kata kerja dalam bahasa Arab, akan mengandung ratusan bahkan bisa ribuan makna yang berbeda dari sisi pelaku dan waktu. Karena itu, tak salah bila ada yang mengatakan, belajar bahasa Arab itu jauh lebih rumit dibandingkan bahasa lainnya.

Dari kedua pendapat ini, sesungguhnya belajar bahasa Arab bisa dikatakan gampang-gampang susah. Mudah karena antara tulisan dan bacaan sama bunyinya, namun dari sisi pelaku akan kesulitan ketika menempatkan yang sesuai dengan konteks waktu.

Karena banyaknya istilah yang harus dipergunakan dalam bahasa Arab dan kedudukan pelaku yang sesuai dengan zaman atau waktu, diperlukan sebuah buku (kitab) untuk memudahkan orang yang ingin belajar bahasa Arab. Itulah yang dilakukan KH Ma'shum Ali (w 1353 H/1934 M), pengarang kitab Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah (Contoh-contoh atau bentuk dan perubahan kata dalam bahasa Arab).

Seperti diketahui, dalam bahasa Arab, banyak sekali ilmu alat yang harus dipelajari. Misalnya, untuk melakukan perubahan dalam harakat harus dipelajari ilmu nahwu. Sementara itu, untuk mengenal siapa pelaku dari yang dikatakan, ilmu yang dipelajari adalah ilmu sharaf. Sedangkan untuk memperindah setiap kata yang telah disusun, dikenal dengan nama ilmu balaghah. Lalu, ada pula ilmu bayan, i'lal, ma'ani, mantiq, dan lain sebagainya.

Karena itu, dari berbagai macam ilmu alat yang ada itu, tak salah bila kemudian muncul jawaban bahwa belajar bahasa arab itu tidak mudah. Berkenaan dengan hal inilah tampaknya KH Ma'shum Ali, menyusun kitab Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah ini.

Dalam kitab tersebut, dijelaskan secara detail mengenai bentuk dan perubahan kata dalam bahasa Arab. Setiap kata-kata tersebut, harus dihafal oleh setiap santri yang belajar bahasa Arab. Mungkin karena harus dihafal inilah, banyak orang yang menyatakan belajar bahasa Arab itu rumit.

Salah satu kata yang dijadikan dasar atau contoh dalam kitab Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah ini adalah kata fa'ala, (bentuk lampau, fiil madli).

Selanjutnya, kata fa'ala ini ditasrifkan lagi hingga menjadi 12 bentuk. Misalnya, fa'ala (madli, bentuk lampau), yaf'ilu (mudlari, sedang berlangsung atau yang akan datang), fa'lan (isim mashdar, kata benda), fa'ilun (isim fa'il, pelaku), maf'ulun (isim maf'ul, objek), if'il (fi'il amr, kata kerja), la taf'il (fi'il nahyi, larangan), maf'alun (isim makan, keterangan tempat), maf'alun (isim zaman, keterangan waktu), mif'alun (isim alat, keterangan benda/alat), fu'ila (fi'il madli majhul, bentuk yang telah lampau), yuf'alu (fi'il mudlari majhul (keterangan lampau).

Dari keseluruhan contoh di atas, terdapat seorang pelaku yang tersembunyi dan dalam bahasa arab disebut dengan dlomir. Dan, dlomir yang disembunyikan dari setiap kata itu adalah huwa (dia), kecuali if'il, dan la taf'il yang di dalamnya terdapat dlomir anta (kamu).

Dalam contoh lain bisa ditulis dengan wazan nashara, yang bunyinya sama dengan fa'ala. Misalnya, nashara, yanshiru, nashran, nashirun, manshurun, unshur, la tanshur, manhsarun, mansharun, minsharun, unshira, yunsharu.

Maknanya adalah sudah menolong, sedang atau akan menolong, pertolongan, orang yang menolong, orang yang ditolong, (perintah) harus menolong, jangan ditolong, tempat menolong, waktu menolong, alat penolong, sudah ditolong, dan sudah akan menolong.

Inilah salah satu contoh, tasrifan yang terdapat dalam kitab Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah karya KH Ma'shum Ali, Jombang.

Dalam kitabnya, KH Ma'shum Ali menulis tentang makna tasrif. ''I'lam, anna al-tashrifa fi al-lughah al-taghyiru, wa fi al-shana'ati tahwilu al-ashli al-wahid ilaa amtsalatin mukhtalifatin lima'anin maqshudatin laa tahshulu illa biha.''

Artinya, ''Ketahuilah, sesungguhnya Tasrif (sharf), secara bahasa (etimologi) bermakna mengubah. Sedangkan menurut istilah (terminologi), tasrif adalah mengubah bentuk asal kepada bentuk lain untuk mencapai arti, yang dikehendaki dan hanya biasa dicapai dengan adanya perubahan.

Maksudnya, mengubah kata dari fi'il madli menjadi fi'il mudlari, isim masdar, fa'il, maf'ul, dan lain sebagainya.

Banyak perubahan

Contoh tasrif (perubahan) kata di atas, hanyalah dari bentuk aslinya dari tiga huruf menjadi beberapa huruf. Dan, masing-masing kata tersebut, kemudian ditasrifkan lagi. Misalnya, dari fa'ala, yang berasal dari fi'il madli tersebut ditasrifkan pada bentuk pelakunya. Misalnya, fa'ala (dia seorang laki-laki berbuat), fa'alaa (ada huruf alif di belakangnya, kata itu bermakna dia dua orang laki-laki telah berbuat), fa'alu (ada tambahan huruf wawu dan alif, maknanya, dia beberapa orang laki-laki telah berbuat).

Kemudian, menjadi fa'alat (tambahan huruf ta', maka bermakna dia seorang perempuan berbuat), fa'alata (ada tambahan huruf ta' dan alif, maknanya dia dua orang perempuan berbuat), fa'alna (ada tambahan huruf nun dengan harakat fathah, bermakna dia beberapa orang perempuan telah berbuat).

Selanjutnya, fa'alta (tambahan huruf ta dengan dlomir anta, engkau seorang laki-laki berbuat), fa'altuma (dlomir antuma, engkau dua orang laki-laki telah berbuat), fa'altum (dlomir antum, kalian semua laki-laki telah berbuat). Berikutnya ada fa'alti (dlomir anti, engkau seorang perempuan berbuat), fa'altuma (dlomir antuma, engkau dua orang perempuan telah berbuat), fa'altunna (dlomir antunna, kalian semua perempuan telah berbuat).

Contoh kalimat di atas, baru menjelaskan asal mula kata dari wazan fa'ala yang menunjukkan tiga huruf (asalnya). Bagaimana bila ditambah satu huruf lagi atau bahkan lebih? Tentu, akan semakin rumit. Namun, bagi mereka yang menguasai ilmu ini, tentu akan sangat mudah.

Contoh kata yang mendapat tambahan satu huruf atau lebih dari wazan fa'ala antara lain, fa' ala (dengan tasydid, yang bermakna dia seorang laki-laki telah berbuat), infa'ala (tambahan huruf alif dan nun pada awal kalimat), dan istaf'ala (tambahan tiga huruf, yaitu huruf alif, sin, dan ta pada awal kalimat).

Masing-masing kata tersebut bisa ditasrifkan lagi. Bila fi'il madli memiliki 14 tasrif dari sisi pelaku asal dari wazan fa'ala, begitu pula dengan lainnya. Sedangkan fi'il amar dan fiil nahyi, dapat di tasrifkan sebanyak enam orang pelaku.

Demikianlah, sebagian dari isi kitab Al-Amtsilah al-Tashrifiyyyah karya ulama asal Jombang, Jawa Timur, KH Ma'shum bin Ali. syahruddin el-fikri

KH Muhammad Ma'shum Ali Pakar Bahasa Arab Asal Indonesia

Mungkin, banyak orang yang tak menyangka bahwa penemu metode tasrif (perubahan kata dalam bahasa Arab) justru berasal dari Jombang, Jawa Timur, Indonesia.

Bahkan, banyak ulama dari negara lain, seperti Mesir termasuk Makkah dan Madinah, kagum akan kemampuan KH Ma'shum Ali dalam merumuskan ilmu sharaf ini. Mereka tak menyangka, seseorang yang berasal dari orang 'Ajam (sebutan lain non-Arab), mampu menguasai bahasa Arab melampaui kemampuan orang Arab sendiri.

Nama lengkapnya adalah KH Muhammad Ma'shum bin Ali. Beliau dilahirkan pada akhir abad ke-19 M. Tidak diketahui secara pasti waktu kelahirannya. Beliau adalah putra dari pasangan KH Ali dan Nyai Muhsinah. Saudara kandungnya adalah H Mahbub Ali, KH Adlan Ali, Nyai Mus'idah, dan Nyai Rahimah.

Sejak kecil, keenceran otak Muhammad Ma'shum kecil sudah tampak. Ia sangat tekun dalam belajar. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai anak yang pandai dan cerdas. Ia belajar di pondok pesantren Tebuireng, seangkatan dengan Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Di samping menuntut ilmu di Tebuireng, KH Ma'shum juga pernah belajar di Makkah al-Mukarramah. Kecintaannya pada ilmu pengetahuan, membuatnya tak kenal henti dalam menimba ilmu. Kapan dan di mana pun, ia tak peduli. Di tengah lautan pun dia juga belajar.

Sewaktu pulang dari Tanah Suci, Kiai Ma'shum naik kapal laut. Di dalam perjalanan yang memakan waktu, dia manfaatkan waktunya untuk belajar ilmu astronomi dan ilmu falak (perbintangan) pada salah seorang awak kapal. Hal itu dilakukannya tanpa pernah malu atau gengsi. Mengutip salah satu ungkapan Arab, 'Ambillah ilmu itu walaupun keluarnya dari mulut anjing.'

Karena kecerdasannya, Kiai Ma'shum diambil mantu gurunya dan menikah dengan Nyai Khoiriyah, istri KH Hasyim Asy'ari dengan Nyai Nafiqoh. Nyai Khoiriyah ternyata juga seorang istri yang salehah dan memiliki pengetahuan yang sangat luas. Sepeninggal KH Ma'shum, Nyai Khoriyah-lah yang memimpin pesantren Seblak, Cukir, Jombang, sekitar 300 meter dari ponpes Tebuireng.

KH Ma'shum juga dikenal sebagai seorang ulama yang sangat disegani. Beliau memberikan andil yang cukup besar bagi perubahan dan pengembangan pesantren di abad ke-20. Beliaulah yang mengenalkan pendidikan dengan sistem klasikal (madrasah) pada mertuanya, KH Hasyim Asy'ari, pada tahun 1916 M.

Beliau wafat pada bulan Ramadhan tahun 1353 H, bertepatan dengan tahun 1934 M. Konon, usia beliau tak sampai 40 tahun. Kendati usia beliau sangat pendek, namun karyanya hingga kini tetap dipelajari santri di berbagai pelosok tanah air, termasuk Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Arab Saudi.

Karya-karyanya

Sepanjang hidupnya, beliau menulis beberapa buah karya. Di antaranya:

1. Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah, yang menampilkan contoh-contoh morfologi kata Arab (sharaf). Kitab ini disusun dengan sistematis sehingga mudah dicerna oleh pembaca.

2. Badi'at al-Mitsal fi Hisab al_sinin wa al-Hilal, yang menerangkan tentang tata cara menghitung tahun dan pengenalan kalender-kalender dunia, termasuk kalender Jawa. Kiai Ma'shum mencurahkan pikirannya dengan membubuhkan contoh-contoh pada setiap bab kitab kecil tersebut.

3. Fath al-Qadir fi 'Aja'ibi al-Maqadir. Dalam risalah ini, begitu Kiai Ma'shum menyebutnya, menghimpun ukuran-ukuran takaran, timbangan, dan jarak yang berlaku dalam syariat, kemudian diadaptasi dalam bahasa masyarakat umum. Tak jarang, beliau mencantumkan hasil penelitiannya dalam kitab ini. Dengan begitu, beliau tekah melakukan konteksualisasi fikih di masanya.

4. Al-Durus al-Falakiyah yang tersusun dalam tiga kitab. Kecerdasan dan keahlian Kiai Ma'shum tampak terlihat di bidang ilmu falak (astronomi) dalam kitab ini. sya/disarikan dari buku Guruku di Pesantren.

Bagaimana mencari asal kata bahasa arab jika kata benda kata kerja tersebut terdapat tanda tasydid