Apa yang kamu ketahui tentang iddah

VIVA – Masa iddah merupakan waktu yang digunakan oleh seorang perempuan untuk menunggu sejenak sebelum menikah lagi dengan lelaki pilihannya. Iddah berguna untuk memberikan waktu tunggu untuk wanita sebelum menikah kembali dan merupakan pemberian kesempatan bagi para pasangan bercerai untuk rujuk kembali.

Dalam menjalin hubungan rumah tangga memang memiliki lika-liku permasalahan. Perceraian yang terjadi bagi sebuah keluarga biasanya terjadi dalam dua jenis. Perceraian yang pertama terjadi saat masih hidup, sementara perceraian kedua atau hilangnya kehidupan seorang pasangan disebabkan karena kematian. 

Pengertian masa iddah dari berbagai pandangan

Menurut bahasa, iddah dapat diartikan menghitung sesuatu. Sementara secara bahasa, menurut para ulama dengan madzhab Hanafi, iddah adalah sebuah kata untuk batasan waktu dan ungkapan untuk menunjukkan apa yang masih tersisa dari bekas pernikahan.

Madzhab Maliki mengatakan bahwa iddah merupakan waktu atau masa yang dijadikan sebagai bukti atas bersihnya rahim karena terjadinya perpisahan dalam pernikahan ataupun karena kematian suami atau karena talak dari seorang suami.

Masa iddah ini disepakati para ulama sebagai hal yang wajib dipahami dan diikuti oleh setiap muslimah yang ditinggal meninggal suami atau ditalak. Hal ini telah dijelaskan dalam Alquran dan sunnah. Dalam QS al-Baqarah ayat 228, Allah SWT berfirman, "Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'."

Aku belum tidur dari semalem, tidur setelah subuh apa dilarang?

Berapa umur bumi dalam Al-Qur'an???​

Buatlah tanggal, waktu dan kegiatan Dalam ibadah haji urut dari awal sampai selesai ​

sebutkan 2 macam tantangan tauhid saat ini dalam membentuk pribadi muslim sejati!​

1. An Namaau adalah salah satu makna zakat menurut bahasa, artinya … a. Berkah . b. Bersih c. Penyucian d. Suci e. Tumbuh subur dan berkembang 2. Seju … mlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada golongan yang berhak menerimanya, merupakan makna … a. Zakat menurut istilah b. Zakat menurut bahasa c. Zakat menurut etimologi d. Zakat menurut Ilmu Ushul Fiqh e. Zakat menurut Ilmu Tafsir 3. Apa yang dimaksud dengan nisab? a. Harta yang dizakatkan membawa berkah b. Harta yang mempunyai potensi untuk berkembang c. Hamba sahaya yang belum merdeka d. Jumlah atau berat minimal yang harus dimiliki untuk dikeluarkan zakatnya e. Menguasai harta secara penuh untuk dikeluarkan zakatnya 4. Berapa zakat yang dikeluarkan oleh seorang yang memiliki emas seberat 240 gram? a. 2 gram b. 4 gram c. 6 gram d. 8 gram e. 10 gram 5. Fauzi memilki 30 ekor unta, ia bermaksud akan mengeluarkan zakat, namun ia tidak tahu berapa zakat yang dikeluarkan. Menurut saudara berapa zakat yang dikeluarkannya? a. 1 ekor kambing yang berusia 1 tahun b. 1 ekor unta yang berusia 1 tahun c. 1 ekor unta yang berusia 2 tahun d. 2 ekor unta yang berusia 1 tahun e. 2 ekor unta yang berusia 2 tahun 5. Masyrifah memiliki deposito senilai Rp 374.000.000,- dan sudah tersimpan selama 1 tahun, berapa zakat yang harus dikeluarkannya? a. Rp 1.350.000,- b. Rp 6.350.000,- c. Rp 9.350.000,- d. Rp 13.500.000,- e. Rp 27.000.000,

Segera berbuka bila waktunya sudah tiba termasuk … a. Adab shaum b. Rukun shaum c. Syarat sah shaum d. Syarat wajib shaum e. Makna shaum

Suci dari haidl, nifas dan wiladah termasuk … a. Adab shaum b. Rukun shaum c. Syarat sah shaum d. Syarat wajib shaum e. Yang membatalkan shaum

Quiz spesial1. sebutkan 10 malaikat yg wajib kita ketahui beserta tugasnya2. sebutkan 25 nabi yg wajib kita ketahui beserta mukjizatnyano gogleno copa … s​

APA KEPANJANGAN DARI TAQWA DALAM BAHASA ARAB DAN JELASKAN ARTINYA ​

surah Al Nahl ayat 123 hukum tawjid beserta penjelasan nya

Dilansir dari Wikipedia, dalam agama Islam, masa iddah adalah masa tunggu di mana seorang perempuan telah diceraikan oleh suaminya karena suaminya meninggal ataupun masih hidup yang akan menikahi laki-laki lain. Iddah sendiri diambil dari bahasa Arab yang artinya waktu menunggu. Masa menunggu ini nggak memperbolehkan perempuan untuk menikah kembali setelah berpisah secara hukum ataupun agama dari suaminya.

Lama masa iddah

Setiap perempuan memiliki perbedaan masa iddah sesuai dengan kondisinya masing-masing. Jadi nggak bisa disamaratakan antara perempuan satu dan lainnya karena bergantung pada kondisi dan situasinya. Masa iddah wanita ini hukumnya wajib ya, Bela.

Adapun masa iddah tersebut antara lain :

  • Masa iddah untuk perempuan yang tengah hamil adalah sampai ia melahirkan.
  • Masa iddah untuk perempuan yang nggak hamil dan ditinggal meninggal oleh sang suami yakni 4 bulan 10 hari.
  • Masa iddah untuk perempuan yang masih mengalami siklus haid, masa iddah-nya yakni sebanyak 3 kali siklus haidnya.
  • Masa iddah untuk perempuan yang masih kecil atau menopause yakni 3 bulan. 
  • Masa iddah untuk perempuan yang belum pernah berhubungan badan dengan mantan suaminya, nggak memiliki masa iddah.
  • Masa iddah untuk perempuan yang mengalami masa istihadhah (masa di mana keluar darah di luar siklus haid karena suatu penyakit. Ciri darahnya merah segar berbeda dengan darah haid) yakni 3 kali masa haid.
  • Masa iddah untuk perempuan yang ditalak tiga yakni sekali haid.
  • Masa iddah untuk perempuan yang menggungat cerai yakni sekali haid.
  • Masa iddah untuk perempuan yang ditalak satu dan dua yakni sama seperti yang ditinggal meninggal oleh suaminya yaitu 4 bulan 10 hari.

Kenapa harus ada masa iddah?

Setiap ketetapan dan aturan pasti ada hikmahnya atau pelajaran. Masa iddah diwajibkan agar kedepannya nggak terjadi hal yang meragukan. Misal kalau nggak ada masa iddah, perempuan yang baru bercerai dengan suaminya lalu nggak lama dalam hitungan minggu menikah lagi dan satu bulan kemudian memiliki anak, anak yang nanti dilahirkan bisa jadi perselisihan siapa ayahnya. 

Selain itu, banyak manfaat dari masa iddah wanita. Yakni memberikan kesempatan bagi suami dan istri yang mau bercerai kalau mereka ingin rujuk kembali. Selain itu, masa iddah ada untuk mengetahui adanya kehamilan atau nggak dan sebagai jalan untuk menghargai hubungan suami istri sebelumnya dengan memberikan masa menunggu sebelum memulai hubungan baru.

Baca Juga: Proses Perceraian dan Penjelasannya

Baca Juga: Perbedaan Hukum Talak Satu, Dua, dan Tiga

Baca Juga: Syarat Talak dari Sisi Suami dan Istri

Pengertian ‘Iddah

Istilah ‘iddah sebenarnya sudah dikenal sejak zaman jahiliyah. Dimana orang-orang pada saat itu hampir tidak pernah meninggalkan kebiasaan ‘iddah ini. Kemudian ketika islam datang kebiasaan ini di akui daba dijalankan terus, karena ada beberapa kebaikan yang terkandung didalamnya, kemudian para ulama sepakat ‘iddah itu wajib hukumnya.

Secara etimologi, al-‘‘iddah diambil dari kata al-‘add dan al-hisab adalah masdar fi’il madhi( ﻋﺪ ) yang artinya “ menghitung”.2 Jadi kata ‘iddah artinya menghitung, hitungan atau sesuatu yang terhitungkan. ‘iddah adalah merupakan masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya.

Sedangkan secara terminologi, para ulama telah merumuskan pengertian ‘iddah menjadi beberapa pengertian, seperti Ash Shon’ani memberi defenisi ‘iddah sebagai berikut :

“‘iddah ialah suatu nama bagi suatu masa tunggu yang wajib dilakukan oleh wanita untuk tidak melakukan perkawinan setelah kematian suaminya atau perceraian dengan suaminya itu, baik dengan melahirkan anaknya, atau beberapa kali suci/haid atau beberapa bulan tertentu.

Abu zahroh memberi defenisi ‘iddah sebagai berikut :

“iddah adalah sutau masa yang ditetapkan untuk mengakhiri pengeruh- pengaruh perkawinan”

Lebih lanjur prof. Abu zahroh mengatakan :

“Jika terjadi perceraian antar seorang lelaki dengan istrinya, tidaklah terputus secara tuntas ikatan suami istri itu dari segala seginya dengan semata-mata terjadi perceraian, melainkan istri wajib menunggu, tidak boleh kawin dengan laki-laki lain sampai habis masa tertentu yang telah ditentukan oleh syara “

Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah ‘iddah diartikanya sebagai berikut :

“masa yang harus dilalui oleh istri (yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suaminya) untuk mengetahui kesucian rahimya, mengabdi atau berbela sungkawa atas kematian suaminya”

Dasar Hukum ‘iddah

  1. Al-Qur’an

    ‘iddah diwajibkan secara syariat kepada perempuan, berdasarkan Al- Qur’an, Sunnah dan Ijma’.dalam al-qur’an banyak ayat yang menunjutkan kewajiban bagi perempuan untuk ber’iddah, di antaranya dalam surat Al-Baqoroh ayat 228 :

    “ Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru ’ ” . (Q.S. Al Baoroh 228).

  2. Al Hadits

    Dalam sunnah Nabi yang dijadikan sebagai dasar hukum tentang ‘iddah diantaranya :

    diceritakan dari ibnu umar sesungguhnya dia menthalak istrinya dalam keadaan haid pada masa rasulullah SAW, umar bin khatab bertanya kepada rasulullah SAW mengenai hal itu. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada umar “perintahkanlah ia untuk merujuk istrinya, kemudian menahanya sehingga suci, haid dan suci lagi. Maka jika ingin tahanlah ia sesudah itu. Dan jika sudah ceraikanlah sebelum ia menyentuhnya. Demikianlah ‘iddah yang diperintahkan oleh Allah yaitu perempuan yang harus diceraikan pada iddhanya” (HR.Muslim)

    Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa ‘iddah adalah masa menunggu bagi wanita yang dithalak suami (cerai hidup) atau ditinggal mati suami (cerai mati), perbedaan status ini menjadi penentu jenis ‘iddah yang dijalani oleh seorang istri. Adapun wanita yang suci (tidak hamil) yang di tinggal mati oleh suaminya ‘iddahnya empat bulan sepuluh hari. Ini berarti bahwa masa ‘iddah perempuan yang di thalak suaminya (cerai hidup) lebih pendek dari cerai mati, yaitu tiga kali suci bagi mereka yang berada pada masa ‘iddah, dan tiga bulan bagi wanita yang sudah putus haidnya (menopause).

  3. Undang-undang (peraturan tertulis)

    Selain dalam Al-Qur’an dan Al-Hadts ‘iddah juga diatur dalam undang- undang perkawinan, yaitu undang-undang No 1 tahun 1974 pasal 29 yang berbunyi :

    Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam pasal 11 ayat 2 undang-undang ditentukan sebagai berikut :

    • Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh ) hari.
    • Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 (kali) suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari.
    • Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut sedang dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
    • Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin.
    • Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suaminya.
Referensi :

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, ter. Muh. Tholib (Bandung: Al-Ma’arif, 1993), Cet. 2, Jilid 8.
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir , (Darul Ma’arif, 1984)
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Cet. 6
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. 3
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin Mustafa Abu Zahrah. Lahir dikota al-Mahalla al-Kubro, mesir tahun 1898. Ia adalah seorang ulama, pejuang, mandiri, berwibawa, ahi fiqih, dan ijtiha, serta mengahabiskan umurnya untuk menyebarkan agama Islam. Syekh Abu Zahrah memilki madrasah yang meluluskan ribuan ulama di timur dan barat. Ia adalah orang yang pertama kali mengajar difakultas hukum Universitas Kairo sejak didiriaknya dan juga sebagai orang yang pertama yang membuka jurusan Syariah Islam difakultas tersebut, sekaligus mengajar tanpa gaji. Lihat dalam: Amirullah Kandu, Lc. Ensiklopedi Dunia Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),
Departemen AgamaRI, Ilmu Fiqih, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan tinggi Agama), Cet. II,
Abdul Rahman Al Jaziri, kitab Fiqih ‘ala Madhahibil Ar Ba’ah, ( Darul Kutub Al ‘Ilmiah, th), juz. IV
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006)
Imam Abi al-Husein, Shohi Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyah, 1992)
Undang-Undang perkawinan, Bandung: Fokus Media, 2005